• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refleksi Teologis Praksis UPP GMIT Studi Teologi Politik dalam Menyikapi Persoalan Perdagangan Manusia di Nusa Tenggara Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Refleksi Teologis Praksis UPP GMIT Studi Teologi Politik dalam Menyikapi Persoalan Perdagangan Manusia di Nusa Tenggara Timur"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Refleksi Teologis Praksis UPP GMIT

Studi Teologi Politik dalam Menyikapi Persoalan

Perdagangan Manusia di Nusa Tenggara Timur

Oleh

Clarita Tulle

712015004

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Untuk

Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Sains Teologi

(S.Si Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Manusia memiliki sejarah penciptaan sebagai makhluk yang istimewa karena disebutkan memiliki gambar dan rupa yang sama dengan Allah, tetapi juga makhluk yang memiliki kerapuhan. Sebagai makhluk yang segambar dan serupa dengan Allah, tentunya hukum kasih menjadi landasan yang penting dalam kehidupan manusia, tetapi oleh karena kerapuhan, manusia sering dijadikan objek oleh sesamanya manusia. Mereka yang memiliki latar belakang sosial rendah menjadi sasaran penindasan dan ketidakadilan sosial. Perilaku berkemanusiaan yang seharusnya menjadi ciri khas kehidupan manusia, dihancurkan dengan dosa sosial yang menjadikan manusia seperti barang yang diperjualbelikan. Oleh karena itulah maka tulisan ini dibuat untuk dapat melihat dengan jelas bagaimana gereja berusaha menghadirkan suasana Kerajaan Allah di tengah-tengah persoalan kemanusiaan.

Penulis menyadari bahwa dalam mengusahakan tulisan ini, segala pemikiran dan kemampuan penulis tidak terlepas dari penyertaan Tuhan. Segala perasaan takut diubahnya menjadi keberanian, dan kebingungan penulis menjadi kalah oleh karena relasi yang terbina bersama-Nya, Tuhan yang ada dalam kehidupan umat-Nya manusia. Menjadikan penulis begitu bersemangat dalam langkah penulis yang masih perlahan, dan menyadari ketidakberdayaan tanpa penyertaan-Nya. Oleh karena itulah, tulisan ini menjadi suatu persembahan yang sederhana bagi setiap manusia yang menyadari ketidakberdayaannya, dan yang ingin berjuang melawan ketertindasan, serta ketidakadilan sosial yang terjadi di bumi yang indah, yang telah diciptakan Sang Maha Kuasa.

.

Penulis,

Clarita Tulle

(7)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Menyadari keberadaan penulis sebagai manusia yang memiliki kerapuhan, Tuhan yang dipercayai menunjukkan penyertaan-Nya begitu dalam melalui relasi dengan sesama yang begitu membanggakan. Menghadirkan sesama yang senantiasa memberikan cinta kasih, serta dukungan yang tidak dapat dilupakan. Oleh karena itulah, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang begitu dalam terhadap sesama yang telah Tuhan hadirkan dalam kehidupan penulis.

Terima kasih yang begitu tulus dan dalam kepada keluarga penulis yang selalu menumpahkan cinta, semangat, dan kepercayaan kepada penulis. Terima kasih kepada orang tua penulis, Benyamin Tulle (Alm) yang didikannya senantiasa menguatkan penulis dan Natri Belandina Johana Lau yang dengan cinta kasih yang begitu tulus, selalu menyebut nama penulis dalam doa, dan berjuang tanpa henti bagi masa depan penulis. Terima kasih kepada kakak perempuan penulis, Dolly Tulle dan Joldiana Tulle yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Terima kasih juga kepada adik bungsu Angel Tulle yang selalu berada di sisi penulis, memeberikan dukungan dengan memperhatikan keadaan penulis, bahkan senantiasa mendahulukan kepentingan penulis dibandingkan dirinya. Terima kasih untuk kehangatan keluarga yang memberikan energi bagi penulis hingga sampai pada titik ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dengan penuh hormat kepada Pdt. Ebenhaizer I. Nuban Timo dan Pdt. Cindy Quartyamina selaku pembimbing yang senantiasa membimbing bahkan selalu mengingatkan penulis ketika penulis mengalami kerapuhan dan terkadang melupakan tulisan ini. Terima kasih juga kepada Pdt. Agus Supratikno selaku orang tua wali penulis, yang tidak hanya memperhatikan proses perkuliahan penulis, tetapi juga senantiasa mendengar keluh kesah serta menyemangati penulis. Terima kasih juga kepada seluruh dosen yang begitu tegas memberikan didikan kepada penulis, serta ibu Budi selaku TU yang selalu ramah dan membantu penulis.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak Sinode GMIT, terutama UPP Tanggap Bencana Alam dan Kemanusiaan (UPP TBAK), yaitu Pdt. Ina Bara Pa, yang dengan tulus menerima penulis untuk dapat melakukan

(8)

vii

penelitian, memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti kegiatan-kegiatan terkait judul tugas akhir penulis, bahkan memberikan kehangatan keluarga kepada penulis selama proses penelitian. Terima kasih juga kepada UPP dan jaringan-jaringan yang memiliki hubungan kerja sama dengan UPP TBAK, karena dengan penuh kasih menerima keberadaan penulis dan senantiasa memberikan informasi kepada penulis.

Terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga besar di Kupang yang tidak henti memberikan cinta kasih, doa, bantuan, dan semangat kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar di Salatiga yang menjadi penyemangat bagi penulis, kepada BCT Fams, terutama Angel, Daesy, Greace, Hans, Juan, Fany, Rocky, Risna, Hendra, Aldy, yang selalu memberikan waktu bagi penulis, berada di sisi penulis, memberikan semangat bagi penulis, bahkan memberikan tawa dan kehangatan keluarga yang begitu dalam kepada penulis.

Terima kasih kepada teman-teman yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan semangat kepada penulis. Kepada seluruh fungsionaris LK periode 2015/2016, 2016/2017, dan 2017/2018, kepada Itchy, Familyzone, pelayan Pelkat PA GPIB Tamansari, pengabdi Rumah Baca Soka, serta seluruh teman-teman angkatan 2015.

Penulis sangat bersyukur atas penyertaan Tuhan yang menjadikan pertemuan dan segala kisah yang ada antara penulis dan sesama yang tidak pernah meninggalkan penulis dan selalu menjadi kekuatan bagi penulis hingga dapat bertahan sampai pada tahap ini. Sungguh kasih setia Tuhan tidak pernah berkesudahan.

(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES iii

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI iv

KATA PENGANTAR v

UCAPAN TERIMA KASIH vi

DAFTAR ISI viii

MOTTO ix

ABSTRAK x

I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Penelitian 1

2. STUDI TEOLOGI POLITIK 8

2.1 Pengertian Politik 8

2.2 Teologi Politik 8

2.3 Teologi Politik - Johannes Baptist Metz 9 2.4 Teologi Politik – Jurgen Moltmann 10

2.5 Teologi Politik – GMIT 11

3. UPP GMIT DAN PERSOALAN PERDAGANGAN MANUSIA 13 3.1 Latar Belakang Sejarah GMIT dan UPP TBAK 13 3.2 Refleksi Teologis Dalam Menanggapi Persoalan Perdagangan

Manusia 14

3.3 Praksis GMIT Dalam Menanggapi Persoalan Perdagangan

Manusia 17

4. ANALISA REFLEKSI TEOLOGIS PRAKSIS UPP GMIT

TERHADAP PERSOALAN PERDAGANGAN MANUSIA 21

5. KESIMPULAN DAN SARAN 25

5.1 Kesimpulan 25

5.2 Saran 26

(10)

ix

Motto

“ Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi

Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada

orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk

memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan,

dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk

membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk

memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Lukas 4:18-19

“ Jika Allah yang aku percaya adalah Allah yang tidak

peduli pada nasib ciptaan-Nya, maka apakah yang

menjadi kebanggaanku ? Tetapi aku bersyukur, karena

Allah yang aku percaya sungguh tidak terhingga

rahmat-Nya. Begitu dalam Ia memperhatikan ciptaan-Nya dan

tidak pernah sekalipun Ia berhenti berjuang bersama

ciptaan-Nya.”

(11)

x Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk dapat menjabarkan refleksi teologis praksis Unit Pembantu Pelayanan Gereja Masehi Injili di Timur (UPP GMIT) dalam upayanya untuk menyikapi persoalan perdagangan manusia yang terjadi di Nusa Tenggara Timur ditinjau melalui studi teologi politik. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa UPP GMIT memahami persoalan perdagangan manusia sebagai suatu dosa sosial yang terjadi di mana gereja perlu bertindak dan menunjukkan diri sebagai rumah bagi jemaat. UPP GMIT menyadari akan tujuan keberadaannya agar dapat berjuang bagi korban perdagangan manusia untuk melawan penderitaan, ketertindasan, dan ketidakadilan. Oleh karena itu, UPP GMIT berusaha menunjukkan sisi politiknya sebagai gereja yang berusaha menghadirkan suasana Kerajaan Allah (basileia) di tengah-tengah kehidupan masyarakat NTT. Adapun penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis snowball sampling yang mengarahkan penulis dari key-informan,

yaitu UPP Tanggap Bencana Alam dan Kemanusiaan (TBAK) GMIT dan berkembang sesuai petunjuknya.

Kata kunci: Perdagangan manusia, UPP TBAK GMIT, Teologi Politik, Kerajaan Allah.

(12)

1

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perdagangan manusia merupakan suatu persoalan yang melanggar hak asasi manusia. Human Rights Protocol Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Pasal 3, menyebut perdagangan manusia yaitu setiap aksi perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penerimaan, penjualan, atau pembelian manusia melalui paksaan, penipuan, pembohongan, atau taktik dengan tujuan menempatkan korban dalam kondisi kerja paksa, praktek yang menyerupai perbudakan atau penghambaan. Kondisi kejahatan terjadi ketika tenaga kerja (korban) diperoleh dengan cara paksaan fisik atau non-fisik, pemerasan, pembohongan, penipuan, ancaman atau penggunaan kekerasan fisik dan tekanan psikologis.1

Persoalan perdagangan manusia merupakan salah satu persoalan besar yang terjadi di Indonesia. Rata-rata para korban ialah mereka yang memutuskan untuk menjadi pekerja migran.2 Dalam hal ini, pemerintah Indonesia mulai mengirim pekerja migran ke berbagai negara tujuan seperti negara-negara Timur Tengah, negara Asia Timur seperti Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam sejak 1980-an. Pemerintah memperluas program transmigrasi melalui pengiriman pekerja migran untuk menghadapi masalah pendidikan, kesehatan, dan pengangguran. Berdasarkan laporan tahunan perdagangan manusia tahun 2016 oleh Kedutaan Besar dan konsulat Amerika Serikat di Indonesia, ada sekitar 1,9 juta dari 4,5 juta warga Indonesia yang bekerja di luar negeri, dan kebanyakan dari mereka adalah perempuan, tidak memiliki dokumen atau telah tinggal melewati batas izin tinggal. Pemerintah Indonesia memperkirakan lebih dari 1 juta dari 1,9 juta pekerja Indonesia berstatus tak resmi berada di Malaysia. Warga Indonesia yang menjadi korban juga sudah teridentifikasi di negara-negara lainnya di Asia dan di Timur Tengah selama periode laporan, termasuk Korea Selatan, juga di

1

Everd Scor Rider Daniel, Nandang Mulyana, Budhi Wibhawa, “Human Trafficking di Nusa Tenggara Timur” Volume 7, no. 1: 23, diakses 01 Maret 2019,

file:///D:/ARMY%20L%20A%20TULLE/IKLAN/HUMAN_TRAFFICKING_DI_NUSA_TENGGARA_ TIMUR.pdf.

2 Suprianto dan Tim JPIT, Gereja Melawan Human Trafficking (Jawa Barat: Majelis Sinode

GKP, 2017), 80. Pembicaraan tentang perdagangan manusia memang selalu identik dengan TKI. Namun perlu diingat bahwa TKI bukanlah korban perdagangan manusia selama proses yang dijalani sesuai dengan aturan yang berlaku.

(13)

2

Kepulauan Pasifik, Afrika, Eropa (termasuk Belanda dan Turki), serta Amerika Selatan. Data kepolisian Negara Republik Indonesia tahun 2011-2013 menunjukkan ada total 509 kasus Tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO).3

Berdasarkan data yang dimiliki, diketahui bahwa pekerja migran didominasi oleh perempuan. Sekitar 75% adalah perempuan yang bekerja di sektor domestik. Data 2011-2016 dari Badan Nasional Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukkan jumlah perempuan pekerja migran Indonesia lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Presentase perempuan pada tahun 2011 ialah 64%, tahun 2012 ialah 57%, tahun 2013 ialah 54%, tahun 2014 ialah 57%, tahun 2015 ialah 60%, dan pada tahun 2016 menjadi 62%.4

Untuk menjadi pekerja migran, terdapat begitu banyak latar belakang. Seorang mantan TKW mengatakan, “mengapa saya pergi ke Malaysia, karena

saya ingin mencari rejeki untuk masa depan anak-anak saya, karena di kampung mencari rejeki susah. Dan saya dengar dari orang yang pernah pergi ke luar negeri, katanya di sana itu enak, gajinya gede. Terus hati saya tergugah, berkeinginan ke sana. Kebetulan waktu itu ada sponsor mencari TKW dari Desa Wolo, kurang lebih 4 KM dari Desa Wedoro.. (Karti, mantan TKW). Rata-rata keberangkatan dilatarbelakangi oleh keterdesakan ekonomi dan menjadi buruh migran bagi mereka adalah satu-satunya solusi yang mengeluarkan mereka dari kesulitan.5 Dalam hal ini, mafia perdagangan orang jugamenggunakan berbagai cara untuk mencapai keinginannya. Oleh karena latar belakang kehidupan masyarakat di Indonesia terutama yang berada di pelosok, mereka diperdaya dengan janji manis kesuksesan mafia perdagangan manusia.

Persoalan perdagangan manusia juga terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Orang-orang di NTT memiliki keberanian, dan etos kerja yang mengagumkan: ulet, semangat dan loyalitas yang sangat tinggi.6 Pada sisi lain, orang NTT berhadapan dengan minimnya pengetahuan kesempatan kerja dan skill

yang cukup disertai kondisi kesulitan ekonomi, sehingga mendorong orang NTT,

3 Merry Kolimon dkk, Menolak Diam: Gereja Melawan Perdagangan Orang (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2018) 125-136.

4

Merry Kolimon dkk, Menolak Diam, 126.

5 Mariana Amiruddin, “Perempuan dan Anak di Wilayah Tertinggal: Wilayah Tertinggal, Migrasi, dan Perdagangan Manusia,” Jurnal Perempuan 59, no. 59(Mei, 2008): 7-9.

6

Suprianto dan Tim JPIT, Gereja Melawan Human Trafficking (Jawa Barat: Majelis Sinode GKP, 2017), Vii.

(14)

3

terutama para perempuan mengambil alih tanggung jawab dengan memilih menjadi tenaga kerja perempuan (migrant worker).7 Masyarakat NTT berharap dapat mengatasi persoalan kemiskinan dan mencapai cita-cita pendidikan bagi anak-anak mereka. Namun mereka harus menghadapi kenyataan di mana mereka diperdagangkan dan harus mengalami penyiksaan serta tidak diperlakukan selayaknya mereka adalah manusia. Bagi masyarakat NTT, menjadi pekerja migran adalah sebuah pilihan terbaik. Hampir semua keberangkatan, baik secara prosedural maupun non-prosedural dilatarbelakangi oleh keterdesakan ekonomi dan menjadi pekerja migran bagi mereka adalah satu-satunya solusi yang membebaskan mereka dari masalah ekonomi. Hal ini tentunya berkaitan dengan NTT yang diidentifikasi oleh pemerintah Indonesia sebagai wilayah tertinggal di Indonesia juga provinsi termiskin ke-3 dan sebagai provinsi darurat human trafficking (perdagangan manusia), fakta sosial ini tentu berkorelasi dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya juga yang tertinggal dan miskin.8

Di dalam perjuangan orang NTT untuk keluar dari kemiskinan, mereka harus menghadapi dukacita. NTT hampir secara rutin mendapat kiriman peti jenazah TKI dari luar negeri maupun dalam negeri. Data BP3TKI NTT menunjukkan bahwa jumlah TKI/TKW asal NTT terus saja meningkat. Data BP3TKI NTT menyebutkan jumlah TKI asal NTT meninggal tahun 2012 sebanyak 22 orang, tahun 2013 sebanyak 29 orang, tahun 2014 sebanyak 21 orang, tahun 2015 sebanyak 28 orang.9 Total pekerja migran meninggal tahun 2012-2015 ialah 100 orang. Kemudian pada 2016 sebanyak 46 orang, 2017 sebanyak 62 orang, dan tahun 2018 meningkat menjadi 82 orang. Total pekerja migran meninggal tahun 2016-2018 ialah 190 orang. Adapun presentase pekerja migran meninggal tahun 2016-2018 didominasi oleh pekerja migran yang dikirim oleh para mafia, yaitu sebanyak 182 orang.10 Berdasarkan data yang ada, dapat diketahui bahwa setiap tahun korban berjatuhan sangat banyak. Data tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata korban yang meninggal didominasi oleh pekerja

7 Suprianto dan Tim JPIT, Gereja Melawan, Vii. 8

Suprianto dan Tim JPIT, Gereja Melawan, 17.

9

Merry Kolimon dkk, Menolak Diam, 27.

10 Asaria Bara, e-mail kepada penulis, 6 Maret, 2019. (Materi dinas tenaga kerja dan

transmigrasi provinsi Nusa Tenggara Timur pada konfrensi antar komunitas peduli perdagangan orang - 09 Oktober 2018, Kupang. Adapun data dari materi yang dibawakan diambil dari data BP3TKI dan dinas Nakertrans provinsi Nusa Tenggara Timur.

(15)

4

yang dikirim oleh mafia perdagangan manusia. Meskipun begitu, tekad orang NTT untuk bekerja sebagai pekerja tetap tidak terbendung. Apakah orang NTT tidak memedulikan diri mereka sendiri? Tidak. Sebagai manusia, orang-orang NTT tentunya memiliki harapan yang baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga mereka, tetapi karena beberapa latar belakang sehingga membuat mereka menjadi korban perdagangan manusia. Kemiskinan, ketidakadilan struktural dalam pemerintahan, pendidikan yang tidak memadai, dan pengetahuan yang minim membuat mereka memaksakan dan memberi diri mereka untuk diperdagangkan oleh para mafia perdagangan orang.

Persoalan perdagangan manusia membuat manusia kehilangan eksistensi dirinya. Diketahui bahwa orang Kristen meyakini manusia sebagai ciptaan yang paling istimewa karena memiliki gambar dan rupa Allah dalam kisah penciptaan. Jika memang posisi manusia yang adalah gambar dan rupa Allah justru diabaikan dan diperlakukan seperti benda dan diperjual-belikan, maka jemaat Kristen perlu khawatir dan bergerak. Dalam keyakinan Kristen, keterlibatan dalam dunia bukanlah sesuatu yang bersifat opsional tetapi imperatif, karena Tuhan sendiri tidak bersikap acuh tak acuh terhadap nasib manusia di dunia.11 Pada titik inilah jemaat Kristen melalui gereja tidak diperkenankan untuk duduk diam dan hanya menonton, tetapi perlu menyuarakan dan memperjuangkan keadilan serta pembebasan.

Gereja dalam perkembangannya tersebar hampir di seluruh penjuru Indonesia. Gereja adalah lembaga yang mempunyai pengaruh sosial yang kuat sehingga bisa berperan besar. Gereja juga punya struktur yang sangat rapi, dari persekutuan rayon/lingkungan di jemaat, antar jemaat kota dan desa, antar sinode, hingga persekutuan ekumenis lintas negara di level nasional (PGI), regional (CCA), dan internasional (WCC) yang sangat potensial digerakkan untuk menghadapi bersama isu perdagangan orang.12 Gereja menjadi penolong ketika tidak hanya fokus pada gedung dan peribadahan, tetapi juga memperhatikan pertumbuhan jemaat. Gereja menjadi kekuatan ketika ikut berjuang bersama

11

Eddy Kristiyanto, OFM, Sakramen Politik: Mempertanggungjawabkan Memoria

(Yogyakarta Lamalera, 2008), xiii.

12

(16)

5

jemaatnya dalam melawan ketidakadilan yang dialami. Tetapi di manakah posisi gereja?

Perdagangan manusia adalah persoalan yang perlu diperhatikan oleh gereja. Penanganan perdagangan manusia tidak bisa dilakukan terpisah dari pelayanan holistik terhadap seluruh aspek kehidupan. Kita harus mengubah pelayanan gereja yang ritualistik dan eklesiosentris (berpusat pada gereja) menjadi pelayanan yang holistik dan kosmik.13 Di NTT sendiri, diketahui bahwa terdapat gereja yang disebut Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). GMIT memiliki jaringan yang luas dan jemaatnya tersebar di seluruh NTT. Di tengah persoalan perdagangan manusia dan pertanyaan tindakan gereja, posisi GMIT pun dipertanyakan. Apa yang sudah dilakukan oleh GMIT? Apakah GMIT adalah gereja yang hanya memperhatikan gedung, jumlah jemaat, dan seberapa banyak pemasukan dalam persembahan jemaat? Ataukah GMIT seharusnya menghadirkan syalom Allah ke dalam dunia sebagaimana diungkapkan dalam pengakuan iman GMIT?14

Dalam perkembangannya, GMIT berusaha menunjukkan panggilannya sebagai gereja yang berada di tengah masyarakat NTT. Pada tanggal 12-16 April 2016, GMIT dalam sidang Majelis Sinode membentuk suatu unit yang khusus menangani bencana alam dan kemanusiaan dalam koordinasi langsung oleh majelis sinode. GMIT memberi nama Unit Pembantu Pelayanan Tanggap Bencana Alam dan Kemanusiaan (UPP TBAK). Ruang kerja UPP ini diatur agar juga menyangkut pencegahan, penanganan, maupun rehabilitasi korban perdagangan manusia.15

Dalam membuat tulisan ini, penulis berpikir untuk mendasarkannya pada teori teologi politik. Akan tetapi ada suatu persoalan dengan penggunaan kata politik. Kata politik di Indonesia mengalami pemerosotan makna dan menjadi reduksif, yaitu pendangkalan.16 Sangat disayangkan bahwa rata-rata masyarakat sudah terlalu nyaman dengan pemikiran bahwa politik selalu identik dengan hal negative, sehingga sulit bila memasangkan teologi ataupun gereja dengan politik.

13 Suprianto dan Tim JPIT, Gereja Melawan, 10. 14

Kami mengaku bahwa gereja adalah rumah Allah; Yesus Kristus adalah tiang induk di dalam rumah itu; Kami mengaku bahwa dunia adalah ladang kerja Allah; Gereja diutus Allah untuk menghadirkan Syalom Allah dalam dunia.

http://www.klasisamanubantimur.net/home/pengakuan-iman/ (diakses 06 Maret 2019).

15

Suprianto dan Tim JPIT, Gereja Melawan, 4.

16

(17)

6

Penulis menemukan hal yang menarik dalam tata gereja GMIT. Hal tersebut memberikan pemahaman bahwa gereja perlu berpolitik praksis untuk memperjuangkan persoalan perdagangan manusia yang terjadi di NTT. GMIT mengakui bahwa pusat pemberitaan Yesus Kristus adalah kerajaan Allah (basileia) yang memiliki sebuah titik politik, sehingga memiliki dampak politik yang besar. Dalam doa yang diajarkan Yesus Kristus: “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga” (Mat 6:10) merupakan landasan misi gereja di bidang politik. Tujuannya untuk mengupayakan kebaikan dan kesejahteraan bagi semua anggota polis dan untuk menegakkan keadilan dalam relasi satu dengan yang lain.17

Teologi politik menjadi satu titik yang memberikan penyadaran kepada gereja mengenai pentingnya aksi akan dasar iman yang tegak berdiri. Masyarakat diyakini sebagai medium hakiki bagi penemuan kebenaran teologis dan bagi pewartaan Kristen pada umumnya. Teologi politik mengklaim menjadi unsur dasariah dalam keseluruhan struktur pemikiran teologis kritis, terdorong oleh suatu paham baru tentang relasi antara teori dan praktik, seturut mana semua teologi harus menjadi praktis dari dirinya sendiri. Jadi, teologi politik berorientasi pada aksi.18

Teologi politik memberikan kesadaran akan pewartaan gereja di tengah-tengah dunia. GMIT memperkuat pemahamannya mengenai teologi politik dan dalam pengakuan iman untuk menghadirkan “syalom” Allah di tengah-tengah

dunia. Di tengah-tengah ketidakadilan dan ketidaksejahteraan yang terjadi di NTT, GMIT dalam pewartaannya sebagai gereja tidak bisa hanya terdiam dan duduk manis di dalam gedung yang megah, tetapi perlu untuk berjuang, berpolitik praksis.

Berlandaskan pada persoalan dan latar belakang yang ada, maka penulis berusaha untuk melihat bagaimana UPP GMIT berefleksi secara teologis maupun praksis dalam menyikapi persoalan perdagangan manusia di NTT, ditinjau dari studi teologi politik. Penulis berusaha untuk menjabarkan refleksi teologis maupun praksis dalam menunjukkan perannya sebagai gereja yang memiliki ciri

17

Majelis Sinode GMIT, Tata Gereja: Gereja Masehi Injili di Timor 2010 – Perubahan Pertama (Kupang: GMIT, 2015), 38.

18

(18)

7

politik di tengah masyarakat NTT. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memperluas pengetahuan tentang sikap yang perlu diambil oleh gereja dalam menyikapi persoalan perdagangan manusia yang sementara terjadi di NTT. Selain itu, juga diharapkan agar dapat menjadi refrensi bagi penelitian selanjutnya dengan topik yang saling berkaitan. Selain itu, agar juga dapat memperluas pemahaman dan memberikan sumbangan pemikiran mengenai studi teologi politik yang perlu dipahami sebuah gereja dalam usaha menyikapi persoalan perdagangan manusia.

Dalam menyusun tulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dari sisi definisi merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau kelompok orang. Metode penelitian kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen.19 Adapun teknik pengambilan data yang digunakan oleh penulis ialah snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan bantuan

key-informan, dan dari key informan inilah akan berkembang sesuai petunjuknya. Dalam hal ini peneliti hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel.20 Oleh karena itu, penulis melakukan pengambilan data dan melakukan wawancara di Sinode GMIT, yaitu pada Unit Pembantu Pelayanan (UPP) Tanggap Bencana Alam dan Kemanusiaan.

Bagian I memaparkan Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bagian II memaparkan penjelasan teori “Teologi Politik”. Bagian III memaparkan hasil wawancara di Sinode GMIT, terutama pada UPP Tanggap Bencana Alam dan Kemanusiaan. Bagian IV memaparkan analisis mengenai hasil wawancara penulis dengan teori “Teologi Politik”. Bagian V memaparkan kesimpulan dan saran.

19 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006),

5-9.

20

eprints.undip.ac.id/40983/3/BAB_3.pdf, (Subagyo P Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, 2006), diakses 01 Juli 2019.

(19)

8 2. Studi Teologi Politik

2.1 Pengertian Politik

Istilah politik berasal dari bahasa Yunani polis (kata benda) yang berarti kota atau suatu komunitas. Istilah lain dalam bahasa Yunani ialah politea (kata benda) yang berarti warga negara, negara, kesejahteraan atau way of life. Jadi, politik pada mulanya berarti suatu masyarakat yang berdiam di suatu kota.21 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diungkapkan bahwa politik adalah suatu cara bertindak untuk menangani suatu masalah.22 Menurut Aristoteles, politik adalah cetusan kesempurnaan kodrat sosialitas, rasionalitas sekaligus moralitas manusia. Hal yang dimaksud dengan kesempurnaan ialah kemanusiaan. Di mana manusia menjadi tidak manusiawi ketika tidak mengintegrasikan dirinya dalam tata kelola hidup bersama.23 Jadi, berbicara mengenai politik berarti berbicara mengenai manusia dan tindakannya dalam menanggapi tata kelola hidup bersama yang juga menjadi bagian penting dalam berteologi dan disebut dengan istilah teologi politik.

2.2 Teologi Politik

Teologi politik adalah sebuah ilmu yang dicetus oleh Johannes Baptist Metz dalam tahun penutupan Konsili Vatikan II. Sejak awal munculnya, teologi politik mendesakkan kepentingan konkret transendensi iman bagi pemulihan penebusan dan transformasi kreatif masyarakat. Serupa dengan teologi pemerdekaan, teologi politik berusaha mengembangkan mediasi iman Kristen yang akan mengubah masyarakat dan budaya, menyembuhkan keadaan yang menyebarluaskan ketidakadilan sosial dan menciptakan dengan tepat tata sosial yang tepat.24

Teologi politik merupakan usaha memformulasikan warta eskatologis Kristen yang diwartakan oleh Yesus dalam kondisi masyarakat. Dengan rumusan lain, teologi politik adalah usaha untuk keluar dari hermeneutika yang pasif dan buta terhadap konteks masyarakat.25 Membuka pikiran kita untuk dapat

21

Gunche Lugo, Manifesto Politik Yesus (Yogyakarta: Penerbit Andi,2009), 42.

22https://kbbi.web.id/politik. 01 April 2019. 23

E. Armada Riyanto, Berfilsafat Politik, 33.

24

Eddy Kristiyanto, OFM, Sakramen Politik 47-48.

25

(20)

9

memperhatikan kondisi masyarakat, bahkan turut berefleksi dan berpraksis politik di dalamnya.

Teologi politik memberikan makna pembebasan. Penekanan utamanya pada praksis sebagai konsekuensi keyakinan iman dalam menghadapi penderitaan masyarakat. Teologi bukan saja suatu sistem pemikiran yang utuh tentang Tuhan dan hubunganNya dengan manusia, tetapi juga refleksi tentang keterlibatan dan tindakan seseorang dalam berhadapan dengan soal-soal dunia. Refleksi dibuat tidak dengan bantuan sembarang ajaran atau filsafat, tetapi di bawah pengaruh iman seseorang dalam hidupnya.26 Sesuai dengan ungkapan Niebhur agar dapat memiliki keberanian untuk mengubah hal yang bisa diubah, ketenangan untuk menerima hal yang tidak bisa diubah, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya.27

2.3 Teologi Politik - Johannes Baptist Metz

Diperhatikan dari perspektif teologi politik, inti kemanusiaan seseorang tidak ditemukan dalam kesendirian seseorang tetapi dalam kehidupan aktif yang dilakukan dalam hubungannya dengan orang lain.28 Teologi politik merupakan sebuah refleksi kritis mengenai bagaimana kepentingan publik diperhatikan sebagai wujud keberadaan Kerajaan Allah. Metz melihat teologi politik sebagai upaya pasca-kritis yang disadari secara sadar untuk mengartikulasikan pesan eskatologis di tengah realitas sosial masa kini, untuk menjadi koreksi kritis dari teologi dewasa ini yang menunjukkan kecenderungan privatisasi yang ekstrem.29

Teologi politik hadir untuk menyuarakan keadilan dan tindakan gereja terhadap penderitaan yang dialami oleh manusia sebagai ciptaan Allah. Menurut Metz, ketika Gereja dihadapkan dengan sistem politik modern, gereja harus menekankan fungsi kritisnya yang membebaskan untuk memperjelas bahwa sejarah manusia berada di bawah ketentuan eskatologis Allah. Hal ini sebagai suara kritis dan membebaskan yang menyatakan bahwa gereja perlu menjalankan

26 Eddy Kristiyanto, OFM, Sakramen Politik, xxi. 27

Daniel L. Migliore, Faith Seeking Understanding: An Introduction to Christian Theology

(United States Of America, 2014),543, diakses 01 Mei 2019.

28 Douglas Sturmt, “Praxis and Promise: On the Ethics of Political Theology” Ethics (July

1982): 738, diakses 10 Mei 2019, http://gen.lib.rus.ec/.

29

John Marsden, “The Political Theology Of Johannes Baptist Metz” The Heythrop Journal (2010): 5, diakses 10 Mei 2019, http://gen.lib.rus.ec/.

(21)

10

fungsinya.30 Metz cenderung memuaskan diri dengan komitmen yang agak digeneralisasikan untuk keadilan dan perdamaian sebagai pemenuhan janji eskatologis.31

2.4 Teologi Politik - Jurgen Moltmann

Jurgen Moltmann merupakan salah satu tokoh yang banyak menulis tentang teologi politik. Pemikirannya menekankan pada kesadaran dan tindakan dari para teolog dan jemaat Kristen mengenai pentingnya perjuangan keadilan, terutama dalam tugas gereja untuk menghadirkan kerajaan Allah. Dalam bukunya “God for

a seculer society”, ia mengatakan bahwa kita adalah teologi demi Tuhan. Teologi demi Tuhan adalah teologi kerajaan Allah yang harus menjadi teologi publik.32 Dalam hal ini, teologi politik mengarahkan kita untuk mengusahakan kerajaan Allah di tengah dunia untuk berhadapan dengan penderitaan dan harapan. Adapun suasana kerajaan Allah yang dimaksud juga digambarkan melalui perkataan Yesus yang terdapat pada Lukas 4:18-19, yang berbunyi “Roh Tuhan ada

pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Teologi politik tidak ingin mem-repolitisasi Gereja sebagai kritik yang menyindir, tetapi lebih ingin mengkristenkan keberadaan politik gereja-gereja dan jemaat Kristen sesuai dengan kriteria pemuridan Kristus yang dapat ditemukan dalam Khotbah di Bukit, yaitu budaya tanpa kekerasan.33

Teologi politik hadir untuk memberikan penyadaran pada gereja akan pentingnya kontribusi gereja dalam ruang publik. Teologi politik hidup dalam kelompok aksi bersama, dan membawa ke dalam kehidupan kontemporer tradisi revolusioner dari Alkitab dan sejarah Kristen. Itu berarti pesan Yesus tentang kerajaan Allah yang datang kepada orang miskin dan anak-anak di dunia ini

30 John Marsden, “The Political Theology, 5. 31

John Marsden, “The Political Theology, 9.

32

Jurgen Moltmann, God For A Seculer Society: The Public Relevance Of Theology, (London: SCM Press, 1999), 5, diakses 10 Mei 2019.

33

Jurgen Moltmann, “Covenant or Leviathan? Political Theology for Modern Times” Scottish Journal of Theology, no. 47 (Januari 2009): 39-40, diakses 17 Mei 2019,

(22)

11

bukan pada ujung tombak kemajuan manusia, tetapi di antara para korban kekerasan manusia. Ini juga menunjukkan kedekatan Yesus dengan orang sakit dan terpinggirkan, kedekatan yang hari ini juga menarik orang kepada Yesus dan membawa orang Kristen kepada para korban.34

Teologi politik berusaha menyadarkan dan menghentikan manusia dalam tindakan pembunuhan terhadap Tuhan. Menurut Jurgen Moltmann, kita membunuh Tuhan ketika kita menutup pintu bagi orang asing dan mengusir mereka, ketika kita memilih kematian daripada hidup, dan mengamankan hidup kita sendiri dengan harga kematian makhluk hidup lain yang tak terhitung jumlahnya, karena Tuhan adalah Tuhan yang hidup. Siapa pun yang melanggar kehidupan, melanggar Allah, dan yang tidak mencintai kehidupan, tidak mencintai Tuhan. Tuhan adalah Tuhan seluruh hidup, dari setiap kehidupan dan dari kehidupan bersama kita semua.35

2.5 Teologi Politik - GMIT

GMIT sebagai sebuah gereja yang berada di tengah-tengah persoalan dunia, Dalam pemahaman umumnya mengenai teologi politik, GMIT mengungkapkan bahwa pusat pemberitaan Yesus Kristus adalah Kerajaan Allah (basileia) yang menunjukkan sebuah istilah politik, dan konsepnya diyakini memiliki dampak politik yang sangat besar.36 Paham GMIT tersebut tidak terlepas dari ajaran penting agama Kristen. Hal ini terbukti dengan dasar pemikiran GMIT yang diambil dari kitab Injil Matius 6:10 yang berbunyi, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga”.37

Dasar firman ini merupakan landasan misi GMIT dan juga menunjukkan sebuah teologi yang berusaha menghadirkan kerajaan Allah di tengah-tengah dunia masa kini dengan berbagai kondisi yang sementara terjadi.

Teologi politik adalah sebuah teologi perjuangan. Dalam tata gereja GMIT, diungkapkan bahwa GMIT dipanggil oleh Tuhan untuk memperjuangkan keadilan dan perdamaian bagi seluruh jemaat manusia dan untuk memelihara alam ciptaan Tuhan. Keterlibatan GMIT dalam politik bukanlah untuk memperjuangkan

34 Jurgen Moltmann, God For, 58. 35

Jurgen Moltmann, God For, 20.

36

Sinode GMIT, Tata Gereja, 38.

37

(23)

12

kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan umum seluas-luasnya. Hal ini termasuk kepentingan mereka yang miskin dan tertindas, generasi mendatang dan kepentingan alam semesta yang tidak dapat bersuara bagi dirinya sendiri dalam forum-forum pengambilan keputusan. Peran politik GMIT adalah memberitakan dan mewujudkan kebenaran dan keadilan.38

Teologi politik adalah bagian dari misi GMIT. Konteks misi atau medan pelayanan gereja adalah dunia. GMIT memahami bahwa gereja hadir di tengah dunia bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk mengemban sebuah tugas atau amanat kerasulan (Mat. 28:18-20; Mrk 16:15). Misi gereja ini bersumber dari visi yang terlihat dalam pewartaan Yesus Kristus, yaitu kerajaan Allah. Allah yang mengutus manusia untuk memberitakan kabar baik bahwa kerajaan Allah sudah dan sedang datang di antara kita, untuk mendatangkan sejahtera Allah bagi dunia ciptaan-Nya. Dalam hal ini, GMIT memperlengkapi anggotanya untuk melaksanakan amanat kerasulan, salah satunya melalui pembangunan jemaat. Esensi dari pembangunan jemaat adalah memampukan anggota gereja menjadi sarana dan alat untuk menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di dunia, yaitu keadilan, perdamaian, dan pembebasan bagi yang tertindas. Dengan demikian, dalam merumuskan pemahaman mengenai misi dan tugasnya, GMIT menuangkan amanat kerasulan dalam Panca Pelayanan GMIT.39 Pertama ialah persekutuan (koinonia), yakni mewujudkan kasih, keadilan, kebenaran, dan kesetaraan di antara sesama manusia dan seluruh ciptaan. Kedua ialah kesaksian (marturia), yakni memperdengarkan suara kenabian dan kritis terhadap praktek ketidakadilan dan penindasan.40 Ketiga ialah pelayanan kasih (diakonia), yakni keberpihakan dan solidaritas GMIT terhadap kaum lemah, orang miskin, orang tertindas, orang asing, dan kaum terpinggirkan lainnya dalam gereja dan masyarakat. Keempat ialah ibadah (liturgia), yakni setiap jemaat GMIT dalam berbagai konteks sosial dan budaya perlu mengembangkan tata ibadah kontekstual yang menjawab kebutuhan liturgis anggota dalam siklus hidup maupun siklus pekerjaannya. Yang terakhir, ialah penatalayanan (oikonomia) yang mencakup tanggung jawab penataan internal gerejawi maupun masyarakat dan semesta milik Allah. Dalam

38

Sinode GMIT, Tata Gereja, 38-39.

39

Sinode GMIT, Tata Gereja, 29-32.

40

(24)

13

pemahaman ini, gereja perlu terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak yang berniat baik dan bekerja tulus untuk kebaikan dunia milik Allah serta berjuang untuk menentang ketidakadilan dan tindakan penghancuran masyarakat serta semesta.41

Pada akhirnya, teologi politik memiliki peran penting dalam sebuah usaha melawan dosa sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Dalam tahap ini, pemahaman mengenai teologi politik dapat menjadi sebuah refleksi iman bagi gereja untuk dapat memahami dan memaknai akan tugas dan panggilannya di tengah-

tengah

dunia. Selain itu, teologi politik juga menggerakan gereja pada sisi praksis dalam perjuangannya untuk memperjuangkan pembebasan bagi yang mengalami ketidakadilan maupun penindasan. Memberikan kesadaran secara mendasar yang berlanjut pada sebuah aksi demi kepentingan bersama.

3. UPP GMIT dan Persoalan Perdagangan Manusia 3.1 Latar Belakang Sejarah GMIT dan UPP TBAK

Dalam proses pembentukan sebagai gereja, GMIT memiliki latar belakang historis yang panjang. Dari Eropa, Injil diberitakan sampai ke Indonesia dan sampai ke kawasan NTT di mana GMIT dibentuk. Sejarah dimulai pada abad XVII, sekitar 400-an tahun yang lalu. Dalam kurun waktu 400-an tahun itu terdapat berbagai badan pekabaran Injil dari Eropa yang mengabarkan Injil di bumi Nusantara. Salah satu badan pekabaran Injil Eropa yang membidani kelahiran GMIT adalah Nederlandsche Zendeling Genootschap (NZG) dari negeri Belanda yang berlatar belakang tradisi Hervormd yang bersumber dari ajaran Calvin. Pelayanan NZG di wilayah Keresidenan Timor (kawasan Nusa Tenggara) tidak dapat dilepaskan dari sistem pemerintahan kolonial Belanda yang menjajah Indonesia selama tiga setengah abad. Pekabaran Injil oleh NZG sebagai Badan Pekabaran Injil dari Gereja Hervormd di negeri Belanda oleh karya Roh Kudus telah melahirkan Gereja Protestan di Indonesia (Indische Kerk). Sebelum Indonesia merdeka, Gereja Protestan di Indonesia (GPI) telah membentuk gereja-gereja mandiri menurut kekhasan geososial, budaya, dan politik. Oleh tuntunan Roh Kudus dalam semangat kemerdekaan itu, GMIT menyatakan diri sebagai

41

(25)

14

gereja mandiri pada tanggal 31 Oktober 1947. GMIT adalah salah satu Gereja Bagian Mandiri dari Gereja Protestan di Indonesia. Dalam konteks reformasi bangsa Indonesia masa kini, GMIT perlu memandang dirinya sebagai pelaku aktif dalam sejarah bangsa untuk memperjuangkan keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan bersama. 42

Adapun UPP Tanggap Bencana Alam dan Kemanusiaan (TBAK) GMIT dibentuk pada periode 2015-2019, tepatnya saat sidang majelis sinode GMIT 12-16 April 2012-16 dengan menunjuk Pendeta Paoina Bara Pa sebagai ketua UPP. Perhatian tentang bencana alam dan kemanusiaan sendiri merupakan embrio dari bagian diakonia GMIT yang bersifat AM yang kemudian dipisahkan dan ditempatkan dalam sebuah UPP, yaitu UPP TBAK. Pembentukan UPP TBAK merupakan respon GMIT terhadap begitu banyak bencana alam dan kemanusiaan yang terjadi di wilayah pelayanan GMIT. Terdapat 7 jenis ancaman bencana alam yang menjadi perhatian UPP, yaitu tsunami, gempa, angin, abrasi, kebakaran, banjir, dan kekeringan. Sedangkan pada bencana kemanusiaan ada 2 yang ditetapkan, yaitu perdagangan manusia dan HIV AIDS. Adapun tujuan dari UPP TBAK, khususnya terkait perdagangan manusia ialah untuk menunjukkan kepedulian gereja di ruang publik. Kepedulian itu dalam bentuk perjuangan untuk melawan dan berusaha untuk menghentikan gerakan para mafia dalam memperdagangkan manusia. Selain itu, melakukan pemberdayaan pada jemaat sehingga tidak pergi ke luar negeri dan dapat mengusahakan tanahnya sendiri.43

3.2 Refleksi Teologis Dalam Menanggapi Persoalan Perdagangan Manusia

Manusia adalah makhluk yang istimewa dengan memiliki gambar dan rupa Allah (Kej 1:26).44 Sebagai gambar dan rupa Allah, manusia memiliki harkat dan martabat yang tidak dapat dijadikan komoditi pasar.45 Hal ini berlaku bagi semua manusia tanpa terkecuali, sehingga membuka mata kita untuk melihat para korban perdagangan manusia yang berada di NTT.

42

Sinode GMIT, Tata Gereja, 7-9.

43

Hasil Wawancara dengan Pdt. Paoina Bara Pa, 11 Juli 2019, 09.30 WITA.

44 Hasil Wawancara dengan Pdt. Emmy Sahertian, 15 Juli 2019, 12.00 WITA. 45

Hendrikus Nayuf, Menjual Orang – Menjual Gereja: Sebuah Refleksi atas Maraknya Perdagangan Orang dalam Wilayah GMIT, dikirim melalui pesan Whatsapp, 30 Juli 2019, 11.00 WITA.

(26)

15

Dalam persoalan perdagangan manusia, jemaat GMIT adalah korban. Rata-rata korban dikirim sebagai pekerja migran non-prosedural di Malaysia dengan keadaan di mana perlindungan hukum bagi pekerja migran di Malaysia masih sangat lemah46. Selain itu, para mafia banyak memanfaatkan agama, dan hal ini menjadi alasan mengapa gereja, yaitu GMIT perlu untuk bertindak.47 Kenyataan ini menyadarkan GMIT bahwa isu mengenai perdagangan manusia sangat penting untuk diperhatikan sebagai wujud tindakan atas pokok-pokok eklesiologis GMIT.48

Dalam diskusi bersama GMIT dan Gereja Selomon Hongkong, Pdt. Slamet Yahya Hakim mengungkapkan bahwa gereja diutus untuk menjaga jemaat Tuhan (Kitab Kisah Para Rasul dan Surat Petrus). Menurut Pdt. Slamet, NTT memang sementara dipusingkan dan mengusahakan penanggulangan, tetapi harus cepat juga dengan pencegahan. Jika pencegahan maju maka penanggulangan akan turun dengan otomatis. Oleh karena itu, gereja perlu memahami apa itu buruh migran, syarat menjadi buruh migran, dan resiko selama menjadi buruh migran.49

Dalam memperjuangkan persoalan perdagangan manusia di wilayah GMIT, Pendeta Emmy mengungkapkan bahwa tidak dapat dipungkiri masih terdapat pihak-pihak yang menganggap bahwa menanggapi persoalan tersebut adalah bukanlah tugas gereja, tetapi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka lupa bahwa Yesus yang dipercayai oleh gereja, hampir 100% tugasnya adalah mendampingi dan memperjuangkan hak orang-orang yang mengalami ketidakadilan. Yesus pergi kepada orang-orang dan mengadvokasi, Ia duduk dan berdialog bersama mereka yang mengalami ketidakadilan. Hal ini menjadi salah satu tolak ukur bagi gereja untuk dapat juga bertindak. Selain itu, pada bagian pokok-pokok eklesiologis dalam tata gereja GMIT, tertulis secara jelas tentang tugas gereja di tengah masyarakat. Jika mengikuti pengakuan iman GMIT, maka

46

Hal ini terlihat dari rata-rata pemulangan korban kekerasan pekerja migran baik prosedural maupun non-prosedural yang terhitung 96% berasal dari Malaysia. Selain dari itu, mengenai perlindungan hukum, diketahui dari pernyataan seorang Filipin yang mengatakan bahwa rata-rata pemulangan jenazah ke Filipin juga berasal dari Malaysia.

47

Hasil Wawancara dengan Pdt. Emmy Sahertian, 15 Juli 2019, 12.00 WITA.

48 Hasil Seminar GMIT dan Gereja Selomon Hongkong dengan Narasumber Pdt. Ina Bara Pa,

16 Juli 2019, 10.00 WITA.

49

Hasil Seminar GMIT dan Gereja Selomon Hongkong dengan Narasumber Pdt. Slamet Yahya Hakim, 16 Juli 2019, 10.00 WITA.

(27)

16

gereja perlu hadir untuk mereka yang terpinggikan, miskin, dan tertindas, sehingga gereja harus memperlihatkan bahwa kerajaan Allah ada di tengah-tengah manusia. Selain itu, salib yang selalu dibanggakan oleh gereja adalah jalan advokasi. Menunjukkan pada kita bahwa Allah masuk dengan sangat mendalam atas penderitaan, serta solidaritas Allah bukan sekedar peribadahan tapi terlibat langsung dalam kehidupan manusia. Pendeta Emmy mengungkapkan perjuangan dalam persoalan perdagangan manusia dengan istilah pelayanan dari pinggiran bersama orang pinggiran.50

Perdagangan manusia merupakan persoalan yang serius dengan dampak yang besar. Sangat disayangkan bahwa masyarakat secara umum sering memiliki pendapat untuk menyalahkan korban karena dengan mudahnya memberikan diri. Tetapi kita harus sadar bahwa mafia memiliki jaringan yang kuat di NTT dan pergi ke tempat-tempat yang rentan, kurang informasi, serta pengetahuan. Selain itu, para mafia menggunakan modus yang membuat korban tidak menyadari kejahatan mereka. Hal yang sangat dihargai masyarakat, yaitu agama dan budaya dipergunakan sebagai modus. Hal ini membuat Aryz mengungkapkan bahwa sebagai seorang teolog dan pelayan, ia tidak boleh duduk diam, karena korban adalah bagian dari gereja yang harus diperhatikan.51 Seorang staff Rumah Harapan GMIT, Decky mengungkapkan bahwa dalam perjuangan terhadap persoalan perdagangan manusia, kita sementara melakukan pekerjaan kemanusiaan, dan kerja kemanusiaan membutuhkan orang-orang yang benar-benar serius.52 Selain itu, Rumah Harapan GMIT sendiri memahami bahwa Kristus yang menderita menjadi landasan keterpanggilan, dan semua bentuk penderitaan karena masalah perdagangan orang merupakan wajah lain dari representasi Kristus. Oleh karena itu, GMIT melalui UPP TBAK yang di dalamnya terdapat Rumah Harapan, terpanggil untuk menyatakan solidaritas

50

Hasil Wawancara dengan Pdt. Emmy Sahertian, 15 Juli 2019, 12.00 WITA.

51 Hasil Wawancara dengan Aryz Lauwing Bara, 11 Juli 2019, 11.00 WITA. Dengan modus

agama, para mafia datang dan menawarkan pendidikan teologi secara gratis, juga membuat persekutuan palsu untuk menipu korban bahwa Tuhan menginginkan agar mereka pergi ke Malaysia. Sedangkan modus budaya ialah dengan menggunakan oko mama (simbol kekeluargaan – persadaraan) dengan memohon ijin membawa anaknya pergi sekolah, bekerja, serta untuk menikah.

52

(28)

17

terhadap mereka yang menderita, teraniaya, menjadi korban stigma, dan kekerasan.53

3.3 Praksis GMIT dalam Menanggapi Persoalan Perdagangan Manusia

Gereja merupakan lembaga yang memiliki pengaruh dan peran besar di tengah masyarakat. Hal ini menjadikan keputusan GMIT dalam membentuk UPP TBAK semakin membuka jalan dalam perjuangan melawan perdagangan manusia. Pendeta Paoina Bara Pa mengungkapkan bahwa setelah dipercayakan sebagai ketua UPP TBAK, yang dilakukan pertama ialah dibuatnya program kerja berdasarkan fokus. Terdapat tiga program kerja, yaitu bencana alam, perdagangan manusia, dan HIV AIDS. Dalam menjalankan tugas tersebut, sudah dibuatnya SOP yang telah diseminarkan pada 8 Mei 2019 dan akan dibawa dalam sidang sinode tahun 2019 agar dapat diputuskan dan dijadikan acuan bagi GMIT dalam menjalankan tugasnya. Yang dilakukan oleh UPP TBAK ialah berupa pencegahan maupun penanganan. Dalam melancarkan perjuangan, maka UPP TBAK berjejaring dengan jaringan, komunitas, maupun lembaga-lembaga yang dalam skala lokal maupun internasional. Adapun lembaga-lembaga tersebut ialah JPIT, JRUK, PGI, Jaringan Peduli Buruh Migran, Keuskupan Agung, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, pemerintah, BP3TKI, POLDA/POLRES, Rumah Perempuan, IRGSC, Tenaganita Malaysia, Global Ministry, Gereja Selomom Hongkong, dan Siro Trafficking, dan lembaga terkait lainnya.54

Dalam usaha untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia, maka UPP TBAK GMIT membentuk sebuah unit yang disebut dengan Rumah Harapan GMIT, dan diresmikan pada 28 Februari 2018.55 Meskipun Rumah Harapan sendiri sudah mulai bergerak menjalankan tugasnya bahkan sebelum tahun 2018.56 Adapun hal-hal yang dilakukan melalui Rumah Harapan ialah diskusi tematik terkait isu perdagangan manusia sebanyak 4 kali untuk tahun 2019, sosialisasi pencegahan dan penanganan trafficking di daerah rentan, pembentukan sistim pencegahan dan penanganan trafficking berbasis komunitas gereja,

53

Catatan Pendampingan Rumah Harapan GMIT Tahun 2018.

54 Hasil Seminar GMIT dan Gereja Selomon Hongkong dengan Narasumber Pdt. Ina Bara Pa,

16 Juli 2019, 10.00 WITA.

55

Hasil Wawancara dengan Pdt. Paoina Bara Pa, tanggal 11 Juli 2019, pukul 09.30 WITA.

56

(29)

18

identifikasi gereja dan warga gereja yang potensial untuk bergabung dalam sistim pencegahan dan penanganan berbasis gereja, dan lokakarya dan MoU diantara Rumah Harapan dan lembaga penanganan dan pencegahan trafficking (psikolog, LBH FH Undana, LBH APIK, Klasis Amanuban Selatan, Fatuleu, Kuanfatu.57

Pencegahan juga diusahakan dengan program-program yang dibuat untuk diputuskan sebagai keputusan sidang sinode. Dilakukannya peningkatan persekutuan antar jemaat dan pengembangan atau penyebarluasan informasi komunikasi.58 Program sosialisasi ke klasis-klasis yang rentan terhadap perdagangan manusia, maupun lokalatih khusus untuk bagaimana gereja dapat peka terhadap perdagangan manusia, dan mendorong untuk membentuk UPP TBAK di klasis masing-masing sebagai alat kerja dari klasis.59 Berusaha melakukan dialog maupun diskusi di beberapa daerah rentan.60 Menyelenggarakan seminar untuk melakukan kajian terhadap peraturan daerah yang telah disahkan oleh DPR.61 Hal ini agar mendorong pemerintah untuk melaksanakan tugasnya secara benar dengan berpihak pada rakyat.62 Kemudian peningkatan pendidikan di bidang HAM dengan mengirim pendeta ke Swiss untuk mempelajari HAM dan menjadi pelatih TBAK.63 Selain itu, terdapat program yang masih terhambat dalam perencanaannya hingga sekarang, yaitu studi banding dua pendeta ke Malaysia dan pengutusan vikaris ke tempat-tempat buruh migran Indonesia.64

UPP GMIT juga melakukan usahanya agar para teolog maupun jemaat dapat memahami tentang perdagangan manusia, sehingga dapat berefleksi dan ikut ambil bagian dalam perjuangan GMIT dalam mencegah dan melakukan pendampingan. Dalam mewujudkan hal tersebut, maka dilakukan kerja sama dengan gereja Pasundan dengan mengadakan lokakarya gereja melawan perdagangan orang, dan menghasilkan buku dengan judul “Gereja Melawan

57

Rencana Kerja Rumah Harapan GMIT Periode Juni-Desember 2019.

58 Sinode GMIT, Keputusan Persidangan), 153. 59

Hasil Wawancara dengan Pdt. Paoina Bara Pa, tanggal 11 Juli 2019, pukul 09.30 WITA.

60

Hasil Wawancara dengan Pdt. Emmy Sahertian, tanggal 15 Juli 2019, pukul 12.00 WITA.

61 Hasil Wawancara dengan Pdt. Paoina Bara Pa, tanggal 11 Juli 2019, pukul 09.30 WITA. 62

Merry Kolimon dkk, Menolak Diam, 5.

63

Majelis Sinode GMIT, Keputusan Persidangan Majelis Sinode XLII, (Februari 2018), 154.

64

(30)

19

Human Trafficking”.65 Terdapat juga kerja sama dengan Asosiasi Teolog Indonesia dengan mengadakan simposium di NTT dan menghasilkan buku “Menolak Diam”.66

Selain itu, kerja sama juga sementara dilakukan dengan PGI dengan dibuatnya buku yang masih dalam proses editing, yaitu buku “Teologi dan

Trauma”.67

UPP TBAK berusaha untuk memperkuat usahanya dengan pemanfaatan program yang ada dalam sinode melalui kerja sama dengan bagian internal GMIT, yaitu Badan Pengembangan Aset dan Pemberdayaan Ekonomi (BPA-PE).68 Kerja sama tersebut melalui Komunitas Pendeta Suka Tani (KOMPAS Tani). Disadari bahwa rata-rata jemaat GMIT, mencapai 98% memiliki pekerjaan sebagai petani dan juga memiliki sumber daya alam yang melimpah dalam bidang pertanian. KOMPAS Tani dibentuk untuk memberikan pelatihan dan juga agar para pendeta dapat menjadi motivator pertanian bagi jemaatnya. Program ini mendapatkan respon yang positif dari jemaat-jemaat yang dituju dan dapat membuat jemaatnya memanfaatkan lahan yang dimiliki bahkan dengan cara bertani yang modern, terutama di wilayah yang minim air.69

UPP TBAK menyadari bahwa perluasan kerja sama dengan jaringan maupun lembaga luar GMIT adalah hal yang penting untuk memperkokoh perjuangannya melawan jaringan mafia perdagangan orang yang besar. Oleh karena itu UPP melakukan kerja sama dengan JPIT maupun IRGSC dalam hal penelitian maupun data-data. JPIT dan IRGSC memiliki jaringan yang luas sehingga membantu UPP TBAK untuk memperluas jaringan, mendapatkan data-data jemaat, dan untuk mengetahui peluang pemberdayaan jemaat di daerah rentan.70 Kemudian bekerja sama dengan Siro Trafficking dan melakukan penjelasan mengenai perdagangan manusia dan dampaknya melalui Metro TV.71

Selain itu, juga dilakukannya kerja sama dengan Kementerian Luar Negeri

65

Hasil Wawancara dengan Pdt. Paoina Bara Pa, tanggal 11 Juli 2019, pukul 09.30 WITA.

66

Hasil Seminar GMIT dan Gereja Selomon Hongkong dengan Narasumber Pdt. Paoina Bara Pa, 16 Juli 2019, 10.00 WITA.

67

Hasil Wawancara dengan Pdt. Paoina Bara Pa, tanggal 11 Juli 2019, pukul 09.30 WITA.

68

Hasil Wawancara dengan Pdt. Emmy Sahertian, tanggal 15 Juli 2019, pukul 12.00 WITA.

69 Hasil Seminar GMIT dan Gereja Selomon Hongkong dengan Narasumber Pdt. Markus, 16

Juli 2019, 10.00 WITA.

70

Hasil Wawancara dengan Pdt. Niko, tanggal 16 Juli 2019, 09.00 WITA.

71

(31)

20

Indonesia dengan mengadakan dialog bersama antara para aktivis dan mentri luar negeri.72

UPP TBAK GMIT tidak hanya bergerak dalam pencegahan, tetapi juga penanganan bagi para korban perdagangan manusia. Adapun model penanganan UPP bermacam-macam, berdasarkan pada kondisi dari korban. Ketika penanganan dilakukan pada korban yang sudah meninggal, maka UPP melakukan pelayanan kargo, yaitu penjemputan jenazah dengan pendampingan terhadap keluarga korban, terutama yang tidak mengetahui daerah Kupang dan diberikan penguatan.73 Kemudian bekerja sama dengan BP3TKI untuk mendapatkan dokumen-dokumen tenaga kerja maupun korban tentang penyebab korban meninggal, sehingga dapat manganalisis latar belakang korban dan anatomi kejahatan. Dengan mengetahui struktur masyarakat yang menjadi korban, seperti miskin, menengah, atau kaya, maka dapat dikembangkan program, terutama program reintegrasi keluarga.74

Dalam mengusahakan keadilan bagi para korban, maka UPP melakukan kerja sama dengan bagian internal maupun eksternal GMIT. Pada bagian internal, yaitu Badan Advokasi Hukum dan Perdamaian (BAHP) untuk dapat melakukan pendampingan hukum.75 Mengusahakan sehingga korban mendapatkan hak-hak secara hukum dengan melakukan negosiasi bersama jaksa/pengadilan, maupun dalam bentuk non-letigasi melalui pendampingan dari jaringan-jaringan yang mendukung.76 Adapun kerja sama dengan eksternal GMIT, yaitu Global Ministry dann melakukan seminar di NTT dengan mengundang Tenaganita Malaysia.77 Tenaganita adalah LSM yang membela buruh migran dan korban-korban kekerasan lain baik secara politik dan sosial.78 Dalam usahanya untuk mencegah dan menangani, maka juga dilakukan aksi gerakan masyarakat di kantor daerah berupa protes, peribadahan, maupun jalan ratapan di Kupang. Hal ini agar

72 Hasil dialog bersama GMIT dan Kementerian Luar Negeri Indonesia, 22 Juli 2019. 73

Hasil Wawancara dengan Pdt. Paoina Bara Pa, tanggal 11 Juli 2019, pukul 09.30 WITA.

74

Hasil Wawancara dengan Pdt. Emmy Sahertian, tanggal 15 Juli 2019, pukul 12.00 WITA.

75 Hasil Wawancara dengan Pdt. Paoina Bara Pa, tanggal 11 Juli 2019, pukul 09.30 WITA. 76

Hasil Wawancara dengan Pdt. Emmy Sahertian, tanggal 15 Juli 2019, pukul 12.00 WITA.

77

Hasil Wawancara dengan Aryz Lauwing Bara, 11 Juli 2019, 11.00 WITA.

78

(32)

21

semakin membuka kepekaan masyarakat dan pemerintah sehingga dapat menanggapi persoalan yang terjadi.79

UPP TBAK juga mempersiapkan penanganan bagi korban yang berhasil lolos dari mafia maupun berhasil pulang dari tempat yang memberikan ketidakadilan bagi mereka. Melalui Rumah Harapan GMIT, dilakukannya peningkatan pendidikan/pelatihan dan keterampilan pelayanan holistik.80 Memberikan pelayanan shelter bagi korban melalui kerja sama dengan jaringan-jaringan maupun lembaga yang mendukung, seperti IOM yang membantu dalam bentuk pendanaan. Pelayanan rumah harapan juga memberikan rehabilitasi, yakni pendampingan bagi para korban, baik secara fisik maupun psikis. Kemudian memberikan pemahaman bagi korban yang tertolong sebelum mengenai resiko menjadi buruh migran di Malaysia, terutama yang non-prosedural.81

4. Analisis Refleksi Teologis Praksis UPP GMIT terhadap Persoalan Perdagangan Manusia

Melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis pada UPP TBAK GMIT, penulis menemukan bahwa UPP TBAK beserta jaringan-jaringan terkait yang berada di NTT memahami manusia sebagai ciptaan istimewa dengan gambar dan rupa Allah, sehingga perlu untuk diperlakukan dengan tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), terutama hukum kasih. Hal ini kemudian memberikan penyadaran bagi gereja suatu perjuangan bagi mereka yang tertindas dengan menyuarakan keadilan dan tindakan gereja terhadap penderitaan yang dialami.

Perdagangan manusia adalah dosa sosial yang memberikan penderitaan besar. NTT yang memiliki slogan di daerah Kupang sebagai kota kasih berubah menjadi provinsi jenazah. Banyak yang tidak menghargai keberadaan Allah di dalam diri para korban dengan tragedi jual-beli manusia. Hal ini memberikan desakan bagi UPP TBAK untuk selalu peka terhadap setiap persoalan yang terjadi. Menuntut UPP TBAK untuk tidak melewatkan setiap kesempatan maupun peluang untuk berjuang bagi para korban perdagangan manusia. Menuntut untuk tidak ada lagi manusia yang diperdagangkan seperti barang dengan tipu daya

79

Hasil Wawancara dengan Pdt. Emmy Sahertian, tanggal 15 Juli 2019, pukul 12.00 WITA.

80

Sinode GMIT, Keputusan Persidangan, 154.

81

(33)

22

agama dan budaya. Menuntut untuk dapat memastikan bahwa para pekerja asal NTT dalam keadaan aman di negara tempat mereka bekerja. Hal ini memberikan kesempatan bagi GMIT untuk dapat menunjukkan sisi politiknya di tengah masyarakat, yaitu mengembangkan mediasi iman Kristen yang akan mengubah masyarakat dan budaya, sehingga menyembuhkan keadaan yang menyebarkan ketidakadilan sosial.82

Pendeta Slamet mengungkapkan bahwa berpikir dan menimbang adalah hal yang baik, tapi jangan belarut. Kita harus melihat sendiri apa yang korban alami, memastikan korban perdagangan maupun pekerja migran aman di tempat berada, memperjuangkan hak mereka sebagai manusia, terutama mencegah terjadinya dan meluasnya perdagangan manusia.83 Hal ini dikarenakan teologi bukanlah sistem yang hanya berbicara tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan manusia, tetapi juga merupakan refleksi aktif yang diwujudkan dalam keterlibatan dan tindakan gereja, pelayan, dan jemaat dalam berhadapan dengan soal-soal dunia.84 Kemudian keterlibatan itu perlu dibuktikan dan pendeta Slamet menantang GMIT untuk dapat merealisasikan rencana studi banding ke luar negeri dan pengutusan vikaris ke tempat-tempat pekerja migran.

Panca pelayanan yang diakui dalam GMIT menjadi fondasi yang kuat bagi TBAK dalam setiap program dan perjuangannya.85 Panca Pelayanan GMIT menggambarkan perjuangan UPP TBAK untuk menghadirkan syalom di Nusa Tenggara Timur dengan berjuang melawan ketidakadilan. Hal ini memberikan penyadaran bagi UPP TBAK untuk berjejaring dengan jaringan, komunitas, lembaga terkait untuk dapat berjuang bersama dengan strategi yang besar. UPP TBAK berhasil membangun kerja sama dalam bentuk ruang diskusi maupun praksis. Tetapi hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Dalam menjalani perjuangannya, masih terdapat harapan-harapan yang belum dapat terlaksana sesuai dengan harapan maupun target. Hal ini dikarenakan UPP TBAK harus bergerak berdasarkan sistim organisasi, baik dalam waktu dan keputusan.86

82

Eddy Kristiyanto, OFM, Sakramen Politik, 47-48.

83

Hasil Seminar GMIT dan Gereja Selomon Hongkong dengan Narasumber Pdt. Slamet Yahya Hakim, 16 Juli 2019, 10.00 WITA.

84

Eddy Kristiyanto, OFM, Sakramen Politik, xxi.

85

Hasil Wawancara dengan Pdt. Paoina Bara Pa, tanggal 11 Juli 2019, pukul 09.30 WITA.

86

(34)

23

UPP GMIT menyadari bahwa dalam perjuangan melawan perdagangan manusia, GMIT belum memiliki satu suara yang sama.87 Hal ini dikarenakan masih terdapat pendeta-pendeta yang memahami bahwa tugas gereja adalah mengenai gedung dan peribadahan. Hal yang sangat disayangkan karena GMIT melalui pokok eklesiologis pada tata gerejanya telah dengan jelas mengungkapkan misi GMIT, hubungan antara gereja dan HAM, gereja dan masyarakat sosial, maupun gereja dan politik yang mendukung pergerakan melawan perdagangan manusia. Masih terdapat pendeta yang yang berhermeneutik secara pasif. Hal ini menjadi pergumulan dari UPP TBAK agar dapat memberikan penyadaran kepada para pendeta dan seluruh jemaat GMIT bahwa gereja adalah rumah, sebuah instansi politik yang memiliki sebuah tugas politis (basileia). Pada titik inilah melalui studi teologi politik, GMIT disadarkan untuk mengusahakan agar dapat keluar secara utuh dari pola hermeneutik yang pasif dan buta terhadap konteks masyarakat.88

Dalam menghadapi berbagai pro dan kontra, UPP TBAK tetap berusaha agar persoalan perdagangan manusia dapat diterima dan diperjuangkan bersama oleh seluruh anggota GMIT. Pemahaman iman GMIT tentang gereja adalah rumah Allah yang menghadirkan syalom dan keberpihakan gereja kepada kaum yang tertindas menjadi landasan yang perlu diperhatikan. Dipahami bahwa sebagai Allah yang menjadi manusia, Kristus telah menunjukkan keberpihakan-Nya kepada mereka yang sakit, terlantar, hidup dengan disabilitas, dan terstigma dipulihkan oleh Yesus. Yesus sendiri bahkan masuk dalam penderitaan manusia melalui peristiwa penyaliban. GMIT yang melalui UPP TBAK dan rumah Harapan, meyakini untuk menciptakan suatu masyarakat yang bebas dari kejahatan perbudakan modern dan perdagangan orang.89 Dalam tahap ini GMIT menunjukkan sebuah perjuangan dalam berteologi politik, baik itu dalam tahap berrefleksi terhadap firman Tuhan dan dokumen gerejawi GMIT, maupun dalam tahap praksis sebagai wujud nyata dari kehadiran dan misi GMIT.

UPP menyadari bahwa GMIT memiliki tanggung jawab untuk masuk dan belajar tentang kerentanan umat dan masyarakat di NTT, memahami

87

Hasil Wawancara dengan Pdt. Emmy Sahertian, tanggal 15 Juli 2019, pukul 12.00 WITA.

88

Eddy Kristiyanto, OFM, Sakramen Politik, 35.

89

(35)

24

penyebabnya, mencari kehendak Allah mengenai kerapuhan itu, dan berjuang bersama korban untuk misi Allah bagi keselamatan.90 GMIT menunjukkan ketidakinginannya untuk tidak peduli terhadap korban dan nyawa mereka yang selalu terancam oleh karena kasus perdagangan manusia. Hal ini menunjukkan kesadaran GMIT yang tidak ingin membunuh Tuhan karena tidak mempedulikan kehidupan ciptaan-Nya. Kemudian juga menunjukkan hadirnya teologi demi Tuhan yang ada dalam pemahaman UPP GMIT. Di mana suatu upaya berteologi untuk memperjuangkan pembebasan bagi mereka yang tertindas untuk dapat mencapai teologi kerajaan Allah, yakni menghadirkan kerajaan Allah di tengah-tengah dunia.

UPP GMIT menunjukkan sebuah refleksi dan pemahaman dari GMIT bahwa gereja memiliki peran penting di tengah masyarakat. Oleh karena itu, gereja perlu berkontribusi dalam ruang publik. Kontribusi tidak hanya dalam bentuk khotbah maupun refleksi, tetapi dalam upaya penyadaran. Memperjuangkan keadilan dalam tugas gereja untuk menghadirkan kerajaan Allah.91 GMIT mengusahakannya dalam program internal maupun dalam berjejaring. Mengusahakan gerakannya agar dapat menghancurkan gerakan mafia perdagangan manusia. Menunjukan kehadirannya bagi jemaat dan menunjukan teologi harapan di tengah penderitaan yang terjadi. Mengusahakan kepentingan umum seluas-luasnya sehingga seluruh jemaat, terutama korban perdagangan manusia dapat merasakan kehadiran kerajaan Allah.

Pemahaman UPP GMIT mengenai manusia sebagai makhluk istimewa yang segambar dan serupa dengan Allah membawa GMIT untuk mempraktekkan panca pelayanannya, yakni mengusahakan keberpihakan dan solidaritas GMIT terhadap kaum lemah, orang miskin, orang tertindas, orang asing, dan kaum terpinggirkan lainnya dalam gereja dan masyarakat.92 Kemudian pergerakan UPP untuk dapat berada langsung bersama korban melalui jaringan di segala tempat di wilayah NTT, terutama wilayah yang rentan, menunjukkan GMIT sebagai utusan Allah yang berjuang bersama para korban. Pemahaman ini tentunya menguatkan suatu landasan teologi politik dalam kitab Lukas 4:18-19. Di mana sebagai utusan

90

Merry Kolimon dkk, Menolak Diam, 14.

91

Jurgen Moltmann, God For, 5, diakses 10 Mei 2019.

92

(36)

25

Allah, yakni pengikut Kristus, UPP GMIT menunjukkan dirinya untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan kepada orang-orang buta, membebaskan orang-orang tertindas. Dengan jelas hal tersebut untuk memberitakan rahmat Tuhan melalui susasana kerajaan Allah yang dihadirkan di tengah-tengah para korban, serta masyarakat yang rentan menjadi korban. Tentunya hal ini juga menunjukkan keberadaan teologi politik dalam usahanya agar gereja dan jemaatnya dapat menyesuaikan hidup dengan kriteria pemuridan Kristus yang dapat ditemukan dalam khotbah di Bukit, yaitu budaya tanpa kekerasan.93

5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Melalui penelitian yang telah dilakukan dan

tulisan

yang telah dibuat, maka penulis menemukan beberapa kesimpulan mengenai refleksi teologis praksis UPP dalam menanggapi persoalan perdagangan manusia bila ditinjau dari studi teologi politik, yaitu:

- UPP GMIT memahami bahwa perdangan manusia adalah sebuah dosa sosial yang menghancurkan martabat manusia sebagai ciptaan yang berharga. Oleh karena itu, mengikuti pokok-pokok eklesiologi GMIT, maka perjuangan kemanusiaan adalah suatu fokus perjuangan yang perlu ditanggapi dengan serius.

- UPP GMIT memahami bahwa para mafia memiliki jaringan yang kuat dan memperdaya mayarakat di NTT, terutama yang berada di daerah-daerah yang rentan. Oleh karena itu gereja juga perlu memiliki jaringan yang kuat dan di manapun, bahkan memiliki satu langkah di depan para mafia agar dapat mencegah dan menangani perdagangan manusia yang terjadi di NTT.

- Secara teologis, GMIT memahami bahwa gereja sebagai rumah bagi jemaatnya, memiliki tugas menghadirkan suasana kerajaan Allah di NTT dan memberikan pembebasan bagi setiap orang yang tertindas oleh perdagangan manusia, baik itu korban maupun pelaku yang diperdaya. Kemudian dengan praksis politik, di mana

93

Referensi

Dokumen terkait

Warna dalam desain interior memiliki pengaruh yang kuat pada perasaan dan emosi penggunanya. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa keadaan fisik penggunapun dapat.. dipengaruhi

Sedangkan pada level thirdness, tanda tersebut bermakna sebagai produk budaya yang memungkinan seseorang untuk berteman dalam dunia maya dan dapat berbagi kepada

Untuk dapat melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan, manajemen sumber daya manusia sudah barang tentu harus mengetahui keseluruhan tugas yang ada dalam organisasi

Disarankan agar RNPT dan RO-NPT agar dapat digunakan untuk pasien dengan luka kronik dan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji tingkat efektivitas dan

Pendapatan atau penghasilan masyarakat, distribusi pendapatan masyarakat, selera konsumen terhadap barang, jumlah penduduk, harga barang lain yang berhubungan dengan barang tersebut,

Semakin tinggi kemampuan perekonomian keluarga, tuntutan penyediaan ruang untuk menampung masing-masing kegiatan secara khusus menyebabkan luasan tempat menjadi berkembang, namun

Pada analisis SWOT yang dilakukan menunjukan hasil yang relatif baik, dimana pengelolaan pameran patung di ruang publik pada event JSSP (Jogja Street Sculpture

Agar pengelolaan program serta monitoring dan evaluasi internal dapat berjalan dengan baik, perguruan tinggi harus menyediakan dana sesuai dengan kebutuhan, dan merupakan bagian