• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ADAT BUDAYA MANDAR SAYYANG PATTU DU TERHADAP EFEKTIVITAS DAKWAH (Studi Kasus di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN ADAT BUDAYA MANDAR SAYYANG PATTU DU TERHADAP EFEKTIVITAS DAKWAH (Studi Kasus di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ADAT BUDAYA MANDAR SAYYANG PATTU’DU TERHADAP EFEKTIVITAS DAKWAH (Studi Kasus di Desa Panggalo

Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas

Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

ARIADI ANSAR 105270000715

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1442 H 2020 M

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Nama : ARIADI ANSAR NIM : 10527000715

Judul Skripsi : Peran Adat Budaya Mandar Sayyang Pattu’du Terhadap Efektivitas Dakwah (Studi Kasus di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene)

Sripsi ini adalah penelitian yang berjudul “Peran Adat Budaya Mandar Sayyang Pattu’du Terhadap Efektivitas Dakwah (studi kasus di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene). Adapun pembimbing dalam penyusunan skripsi ini adalah Abbas Baco Miro, sebagai pembimbing I dan M. Zakaria Al-Anshori sebagai pembimbing II.

Tujuan Penelitian yaitu : Bagaimana peran adat budaya Mandar

Sayyang Pattu’du dalam efektivitas dakwah, bagaimana prosesi adat budaya Mandar Sayyang Pattu‟du serta apa saja faktor pendukung dan

penghambat di dalam penerapannya kepada masyarakat di desa Panggalo.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Dalam mengumpulkan data digunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang terkumpul di olah dengan menggunakan teknik analisis data induktif, deduktif dan komparatif.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa peran adat budaya Mandar Sayyang Pattu’du terhadap efektivitas dakwah di desa Panggalo ialah sebagai sarana motivasi anak untuk semangat mengkhatamkan al-Qur‟an, sebagai wadah silaturrahim, dan juga sebagai media untuk berta‟awun (tolong menolong). Adapun prosesi dari adat budaya Mandar ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu: tradisi Mappangolo Mengaji, tradisi

Maccera’ dan selanjutnya yang terakhir ialah melakukan adat budaya

Sayyang Pattu’du. Faktor pendukung dari tradisi ini ialah adanya perhatian dan dukungan pemerintah serta respon masyarakat yang baik, sedangkan faktor penghambatnya ialah masih ada beberapa masyarakat yang kurang paham tentang agama dan faktor ekonomi juga menjadi penghambat diadakannya tradisi ini.

(6)

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا الله مسب

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan petunjuk-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana dan masih memerlukan perbaikan sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta sahabat-sahabatnya, karena dengan ajaran beliau sebagai utusan Allah SWT menjadi contoh yang patut diteladani dari segala aspek kehidupan manusia.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari kedua orangtua tercinta ayahanda ANSAR DG. SUMPALA dan ibunda HADANA yang senantiasa mencurahkan segala kasih sayang dan do‟anya mulai dari masa kandungan sampai saat ini serta restu yang diberikan untuk keberhasilan anak-anaknya. Begitu banyak pengorbanan yang telah mereka lakukan demi kesuksesan anak-anaknya, yang rela berkorban untuk memberikan pendidikan setingi-tingginya ditengah berbagai cobaan dan rintangan dalam keluarga. Serta seluruh keluarga yang memberikan bantuan bersifat materi dan motivasi yang tinggi serta perhatian tulus sehingga penulis bisa menyelesaikan studi di perguruan tinggi swasta yaitu Universitas Muhammadiyah Makassar.

(7)

Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan setingi-tingginya penulis ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag.., MM. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Syaikh Dr. (H). Muhammad Muhammad Thoyyib Khoory, keluarganya, teman dan karib kerabatnya yang menjadi donator bagi kami, jazaakumullahu khairan.

3. Drs. H. Mawardi Pawangi, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Dr. Abbas Baco Miro, Lc. MA. selaku Ketua Prodi Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Dr. Abbas Baco Miro, Lc. MA. selaku Pembimbing I dan M. Zakaria Al-Ansori, M.Sos.I selaku pembimbing II yang selalu siap untuk berdiskusi, memberikan arahan, dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Seluruh dosen dan staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar atas kerjasamanya, serta pengorbanannya yang diberikan untuk mendidik kami sehingga kami dapat memperoleh pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat.

7. Seluruh teman-teman senasib dan seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan masukan, motivasi dan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Jazakumullahu Khairan Katsiran

(8)

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukannya sebagai bahan acuan untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Dengan kerendahan hati, penuis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan hanya kepada Allah SWT. kita memohon semoga rahmat dan berkatnnya tetap tercurahkan kepada kita semua. Aamin yaRabbal alamiin…

Makassar, 10 Rabi‟ul Awal 1442 H 27 Oktober 2020 M

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN SAMPUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

BERITA ACARA MUNAQASYAH ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

D. Definisi Operasional ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

A. Pengertian Adat Budaya ... 16

B. Mandar ... 21

C. Sayyang Pattu’du ... 22

D. Dakwah ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis dan Metode Penelitian ... 33

B. Lokasi Dan Objek Penelitian ... 34

C. Fokus Penelitian ... 34

D. Deskripsi Fokus Penelitian ... 34

E. Sumber Data ... 35

F. Instrumen Penelitian ... 37

G. Teknik Pengumpulan Data ... 37

H. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

B. Peran Adat Budaya Mandar sayyang pattu’du Terhadap Efektivitas Dakwah di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene ... 43

C. Prosesi Adat Budaya Sayyang Pattu’du di Desa Panggalo Kecamatan Ulumada Kabupaten Majene ... 48

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Adat Budaya Mandar Sayyang Pattu‟du terhadap Efektivitas Dakwah ... 52

(10)

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 61

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang dikenal dengan berbagai keragaman yang ada di dalamnya baik dari segi penduduk, daerah, maupun adat budayanya yang memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu ciri khas bangsa dengan garis khatulistiwanya ini memiliki berbagai keragaman adat budaya yang membuat mata dunia terbuka kagum akan keistimewaan nya yang menyimpan begitu banyak makna dan nilai-nilai yang tak terhingga jika disimpulkan dalam untaian lisan awwam. Keragaman budaya tersebut mulai dari kesenian, adat istiadat, makanan tradisional, dan acara keagamaan dan masih banyak lagi. Salah satunya Provinsi Sulawesi Barat Kabupaten Majene di Kecamatan Ulumanda yang penduduknya berasal dari suku Mandar.

Provinsi Sulawesi Barat yang menjadi batasan spesial penelitian ini adalah satu wilayah provinsi yang baru terbentuk berdasarkan undang-undang Nomor 26 tahun 2004 yang di sahkan dalam sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) pada hari Rabu tanggal 22 september 2004.1 Letak Provinsi Sulawesi Barat berada pada 118-119 Bujur Timur antara 1-3 Lintang `Selatan.2 Masyarakat di Sulawesi Barat, dalam tradisi dan budaya serta sejarahnya selalu menampilkan kisah asal-usul pembentukan masyarakat. Kecenderungan itu akhirnya

1

Edward L. Poelinggomang, Sejarah dan Budaya Sulawesi Barat, (Makassar: de La Macca,) 2012,cet; 1 h. 16

2

Muhammad Amir dan Sahajuddin, Persekutuan antara Kerajaan di Sulawesi Barat,(Makassar: Dian Istana,2011) h. 13

(12)

dituangkan dalam kisah-kisah yang bernuansa mitos tentang kehadiran tokoh pertama. Namun bagi mereka yang penting kisah itu adalah menunjukan bahwa merekalah penghuni pertama (peribumi) yang berproses dalam kehidupan sosial dan budaya dan menyejarah.3 Provinsi bungsu di Indonesia ini juga mempunyai keragaman adat budaya yang cukup mengagumkan yang dimana mayoritas penduduknya didominasi oleh etnis suku Mandar. Selain suku Bugis, Makassar, dan Toraja, Suku Mandar pun banyak tersebar pula di Sulawesi Selatan. Suku Mandar tidak beda jauh dengan suku-suku yang lain yang mempunyai ciri khas yaitu mereka memiliki ketangguhan di laut karna sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Suku Mandar menggarap laut sebagai sumber penghidupan lantaran tanah mereka kurang subur untuk pertanian.4 Sama dengan suku-suku yang lainnya di Indonesia suku Mandar juga memiliki kebudayaan yang tidak kalah menariknya dengan suku-suku lainnya, mulai dari tata cara pemerintahannya, makanan, pakaian, perayaan hari besar, upacara adat yang sakral, dan berbagai tradisi yang masih ada hingga saat ini.

Asal kata Mandar itu sendiri hingga saat ini belum ditemukan titik kesepahaman itulah sebabnya asal kata mandar belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, setidaknya asal kata ini pernah digunakan untuk menyatakan :

3

Edward L. Poelinggomang, Sejarah dan Budaya Sulawesi Barat,(Makassar: de La Macca, 2012,cet; 1) h. 22

4

Muhammad Ridwan Alimuddin,Orang Mandar Orang Laut Kebudayaan Bahari Mandar Mengarungi Gelombang Perubahan Zaman,(Yogyakarta: Penerbit Ombak,2013) h. 4

(13)

1. Wilayah, yaitu pada masa pemerintahan colonial belanda wilayah ini dikenal dengan nama afdeling mandar. Setelah Indonesia merdeka wilayah ini kemudian berubah menjadi daerah swantara mandar dan selanjutnya dipecah menjadi tiga kabupaten yaitu kabupaten polmas, Majene dan Mamuju.

2. Manusia, yaitu “orang mandar „‟ atau “suku mandar‟‟. Dikalangan orang Bugis mereka disebut “to menre‟‟ yang berarti orang mandar.

Menurut Alb.C.Kruyt, di Sulawesi Tengah dikenal dengan sebutan

to mene yang diartikan mandareseen.

3. Bahasa, yaitu bahasa-bahasa mandar yang disebutkan dalam

Encyclopaedie van nederlandsch indie meliputi bahasa mandar dan bahasa mamuju. Sedang menurut Dr.S.J Esser dalam peta bahasanya menegenai Zuid Celebes Talen menyebutkan

Mandarsche Dialecten yang meliputi wilayah pemakaian dari Binuang di sebelah Tenggara Polmas sampai mendekati Karossa di sebelah utara Mamuju.5

Meskipun nama Mandar telah dipergunakan sejak dahulu, namun hingga kini asal usul kata Mandar tetap dipertentangkan di kalangan rakyat Mandar, terdapat beberapa versi yang menyangkut asal usul kata mandar. Dalam kamus Mandar-Indonesia, hanya dikemukakan pengertian

5

Muhammad Amir, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat kajian sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan, (Makassar: Dian Istana,2010,cet; 1) h. 15-16

(14)

tentang Mandar yang meliputi nama wilayah, suku bangsa, dan sungai6. Namun ini semua menjadi sebuah hal menarik dalam keragaman budaya dalam bentuk sejarahnya.

Suatu kajian sejarah dapat menyoroti keseluruhan perkembangan kebudayaan daerah di suatu daerah atau Negara, namun dapat juga memberikan sorotan terhadap salah satu aspek sejarah kebudayaan, ataupun salah satu atau beberapa komponen kebudayaan. Komponen kebudayaan atau juga disebut sebagai unsur kebudayaan, seperti sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, sistem perekonomian, sistem kesenian, sistem komunikasi, sistem organisasi sosial, dan seterusnya. Suatu gambaran ke sejarah kebudayaan menyeluruh akan memberikan gambaran paparan mengenai perkembangan budaya dengan segala unsurnya itu.7

Masyarakat Mandar sangat mempertahankan tradisi adat istiadat mereka hingga saat ini karena itu merupakan jati diri mereka dalam ruang lingkup kearifan lokal. Seperti salah satu bagian dari budaya masyarakat Mandar ialah ucapara keagamaan yaitu sayyang pattu’du atau dikenal juga dengan tomessawe khususnya di Kabupaten Majene Kecamatan Ulumanda. Tradisi sayyang pattu’du atau tomessawe adalah tradisi keagamaan yang merupakan pertemuan budaya mandar dengan ajaran islam . Awal munculnya tradisi sayyang pattu’du atau tomessawe ini ketika masuknya islam ke tanah Mandar pada abad ke-16. Para pelopor yang

6

R.A.Pelengkahu,Abdul Muttalib, M.Zain sangi, Struktur Bahasa Mandar(,Makassar: Depdikbud,1997) h. 1

7

Edi Sedyawati, Budaya Indinesia: Kajian Arkeologi,Seni, dan Sejarah,(Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,2012,cet; 5) h. 325

(15)

menyebarkan agama islam di suku Mandar yaitu Syekh Abdul Mannan

Tosalama di Salabose, Sayid Al Adliy, Abdurrahim Kamaluddin tosalama

di binuang, dan Sayid Zakariah.8

Syekh Abdul Mannan atau tosalama di salabose mengawali syiar ajaran Islam di Kerajaan Banggae (Majene). Kedatangannya di Kerajaan itu diterima dengan baik oleh raja Tomatindo di Masigi, Sekitar tahun 1608. Ia berhasil meng-Islam-kan maradia Banggae yang bernama Sukkilan. Ia adalah salah seorang raja di Mandar (Raja Kerajaan Banggae) yang mendukung syiar agama, atas dukungan itu sehingga dibangun sebuah masjid yang hingga saat ini dikenal dengan Masjid Raya Majene. Sedangkan Sayid Al Adliy menjadikan Lambanang sebagai pusat syiar Islam. Desa Lambanang terletak di Kecamatan Balanipa ia juga mendirikan sebuah masjid dan menjadikannya sebagai pusat syiar dan kebudayaan Islam. Di tempat itu ia di berikan gelar Annaguru Gade. Dia adalah keturunan Malik Ibrahim dari Jawa, oleh karena jasanya dalam syiar Islam sehingga setelah wafat dimakamkan di sekitar halaman masjid itu.9 Begitu juga dengan ulama Abdurrahim Kamaluddin atau tosalama dibinuang datang di Galetto, salah satu pelabuhan tertua di Mandar. Bangsawan yang berhasil di-Islam-kan adalah Kanne Guang Maradia Oallis, kemudian kakanna I Patang Daetta Tommuane (raja Balanipa ke-4). Setelah pengislaman itu raja menetapkan Islam menjadi agama yang resmi kerajaan sehingga semua penguasa lainnya dan rakyat juga

8

Muhammad Ridwan Alimuddin, Warisan Salabose, (Yogyakarta: Penerbit Ombak,2013,) h. 41

9

Edward L. Poelinggomang, Sejarah dan Budaya Sulawesi Barat,(Makassar: de La Macca, 2012,cet; 1) h. 93

(16)

menganut agama islam. Sementara ulama yang menyebarkan agama islam di Mamuju, Sendana, Pamboang, dan Tappalang adalah Sayid Zakariah dan Kapuang Jawa. Menurut kisah, ulama ini adalah murid dari Sunan Bonang dan datang dari Kalimantan dan kemudian melanjutkan kegiatannya ke Sulawesi.10

Dari pertemuan budaya Mandar dengan ajaran Islam ini melahirkan tradisi-tradisi yang berkembang dalam masyarakat Mandar. Sayyang Pattu’du (kuda menari) atau biasa juga disebut penunggang Kuda Menari (pessaweang Saeyyang Mattu’du) adalah ritual yang paling khas di lingkungan masyarakat Mandar adalah totamma mangayi (khatam al-qur‟an). Pada acara ini Pessaweang saeyyang Mattu’du (Penunggangan Kuda Menari), yang dibawakan oleh perempuan-perempuan Mandar, dengan menggunakan pakaian adat, dan diarak keliling kampung, dengan iringan parrewana (pemukul rebana). Diselingi dengan Kalinda’da (sastra lisam mandar).

Pessaweang Saeyyang Mattu’du juga bisa ditampilkan pada acara maulid. Acara ritual biasanya diawali pambacangan (upacara syukuran) dengan melantunkan Barazanji (tembang pujian kepada Rasulullah) saat pagi dan siang harinya. Dan pada sore harinya, barulah digelar penunggangan kuda menari.11 Dalam perkembangannya kuda dimanfaatkan sebagai sayyang pattu’du atau tradisi kebudayaan pada suku mandar yang memiliki hubungan erat dengan khataman al-qur‟an.

10

Edward L. Poelinggomang, Sejarah dan Budaya Sulawesi Barat,(Makassar: de La Macca, 2012,cet; 1) h. 91

11

Sriesagimoon, Manusia Mandar,(Makassar: Pustaka Refleksi,2009,cet; 1) h. 84

(17)

Tradisi tersebut adalah warisan dari nenek moyang masyarakat Mandar, sehingga masyarakat Mandar meyakini para pendahulu mereka bahwa pada saat melaksanakan kegiatan sayyang pattu‟du ada tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat di Mandar. Apabila seorang anak di Mandar telah khatam al-qur‟an, maka diarak keliling kampung dengan menunggangi seekor kuda menari (sayyang pattu’du), sehingga pertunjukan tradisi sayyang pattu’du menjadi motivasi bagi seorang anak untuk lebih giat mengaji dan bisa mengkhatamkan al-qur‟an.12

Kuda yang ditunggangi dalam tradisi sayyang pattu’du adalah kuda jinak yang sudah terlatih sejak kecil agar dapat menari mengikuti bunyi rebana. Dalam tradisi sayyang pattu’du identik dengan penungganggangnya, yaitu seorang anak yang khataman al-qur‟an duduk di punggung kuda bagian belakang dan seorang wanita dewasa duduk di punggung bagian depan, dinamakan pissawe atau sering juga disebut sebagai pendamping anak khataman al-qu‟an. Kedua penunggang kuda diarak keliling kampung menunggangi sayyang pattu’du atau kuda jinak yang sudah terlatih untuk mengangguk-anggukan kepalanya, selaras dengan kakinya, dan seirama iringan musik tabuhan rebana. Untuk menjaga posisi penunggang kuda, di sisi kiri dan sisi kanan didampingi oleh orang yang menjaga keseimbangan penunggang kuda (passarung), orang tersebut biasanya keluarga atau kerabat terdekat anak yang khataman al-qur‟an.

Terdapat pula seorang atau pembawa payung yang sudah di hiasi dengna sedemikian rupa serta terdapat pakkalinda’da (orang yang

12

Muhammad Ridwan Alimuddin, Mandar Nol Kilometer,(Yogyakarta: Penerbit Ombak,2011) h. 124

(18)

melantunkan pantun berbahasa Mandar). Kalinda‟da juga merupakan rangkaian dari acara yang bertujuan untuk menghibur penunggang kuda dan orang-orang yang menyaksikan tradisi tersebut.13Apabila penunggang wanita maka akan terlihat malolo (cantik) karena pissawe memakai pakaian adat Mandar berupa pasangan mamea (baju adat Mandar berwarna merah) yang dipadukan dengan sarung sutra Mandar. Serta menggunakan hiasan sederhana. Seorang anak yang khataman al-qur‟an (totamma) memakai pakaian muslimah dilengkapi kerudung penutup kepala (badawara), tetapi jika yang menunggangi seorang laki-laki maka akan terlihat makappa (tampan/gagah) karena memakai pakaian mirip dengan orang arab dengan jubah yang panjang dan ikatan kepala. Penunggang kuda harus mengikuti tata cara duduk diatas kuda yang berlaku secara turun temurun, seperti satu kaki dilekuk kebelakang, lutut menghadap kedepan, sementara satu kaki lainnya terlipat dengan lutut dihadapkan keatas dan telapak kaki berpijak pada sarung yang sudah disiapkan di atas punggung kuda. Apabila salah satu perlengkapan tradisi

sayyang pattu’du tidak tersedia, maka tidak dapat dikatakan sebagai tradisi sayyang pattu’du, misalnya pemain musik rebana, pakkalinda’da, kuda, baju dan adat dan penunggangnya tidak tersedia atau belum lengkap, maka tidak dapat disebut sebagai tradisi sayyang pattu’du karena perlengkapan dalam tradisi ini merupakan satu kesatuan yang

13

Muhammad Ridwan Alimuddin, Warisan Salabose ,(Yogyakarta: Penerbit Ombak,2013) h. 52

(19)

tidak dapat dipisahkan dan masing-masing perlengkapan itu mempunyai fungsi yang berbeda.14

Hakikat kehidupan seorang mukmin sebenarnya telah dibeli oleh Allah Swt., maka menjadi pantas bila segala aktivitas kehidupan seorang muslim ditujukan hanya untuk-Nya. Allahu ghayatuna, Allah tujuan kita. Menyeru kepada Allah, sepintas tampak seolah-olah kebutuhan Allah Swt. Tentu tidak demikian. Menyeru kepada Allah atau dakwah sesungguhnya sedang mengajak kita agar senantiasa kembali kepada-Nya. Beramal saleh hanya kepada-Nya. Mengajak manusia hidup sesuai dengan kehendak Allah. Itulah dakwah.15 Efektifitas dakwah tergantung dari pada semua komponen dakwah. Efek dan hasil dakwahnya tidak ditentukam oleh salah satu komponen pendakwahnya saja, yaitu sisi kemasan pesannya, sisi pilihan salurannya, atau sisi segmen/sisi komponen karakteristik mitra dakwahnya, karena peristiwa dakwah terjadi dan berada pada sistem tertentu yang memiliki data kultural, sosiologis, dan psikologis tersendiri.16

Berdasarkan latar belakang inilah menjadi sebuah pertimbangan bagi penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana “Peran Adat Budaya

Mandar sayyang pattu’du Terhadap Efektivitas Dakwah” (studi kasus di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene).

B. Rumusan Masalah

14

Muhammad Ridwan Alimuddin, Warisan Salabose ,(Yogyakarta: Penerbit Ombak,2013) h. 55

15

Umar Hidayat, Merindukan Jalan Dakwah,(Yogyakarta: Darul Uswah, 2011,cet;1) h. 17-18

16

Dr.Armawati Arbi, M.Si,Psikologi Komunikasi Dan Tabligh, (Jakarta: AMZAH,2012,cet;1) h. 14

(20)

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah di paparkan dapat dirumuskan bahwa yang menjadi pokok masalah ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana Peran Adat Budaya Mandar sayyang pattu’du Terhadap Efektivitas Dakwah di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene ?

2. Bagaimana Prosesi Adat Budaya Sayyang Pattu’du di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene ?

3. Apa Saja Faktor Pendukung dan Penghambat Adat Budaya Mandar sayyang pattu’du Terhadap Efektivitas Dakwah ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian skripsi ini ialah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui peran Adat Budaya sayyang pattu’du terhadap efektivitas dakwah di desa Panggalo kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene.

b. Untuk mengetahui prosesi pelaksanaan Adat Budaya sayyang pattu’du di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene. c. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat Adat

Budaya sayyang pattu’du terhadap efektivitas dakwah di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene.

2. Kegunaan penelitian

Setelah penulisan ini selesai maka diharapkan kegunaan dari penulisan ini yaitu :

(21)

1) Memberikan gambaran tentang peran Adat Budaya Mandar

sayyang pattu’du terhadap efektivitas dakwah di Panggalo, Ulumanda, Majene.

2) Menambah wawasan dan khazanah keilmuan bagi penulis dan pembaca dalam hal peran Adat Budaya Mandar terhadap efektivitas dakwah.

b. Secara praktis

1) Diharapkan menjadi bahan acuan bagi para da‟i khususnya dalam melakukan strategi pendekatan kepada masyarakat lokal Mandar. 2) Penelitian ini di harapkan dapat berguna bagi masyarakat

setempat maupun masyarakat lainnya dalam mempertahankan nilai-nilai adat dan kebudayaan masing-masing.

3) Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan pemahaman yang nantinya akan dijadikan sebagai bekal ketika berdakwah pada masyarakat lokal yang masih erat dengan adat dan budayanya.

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman dan kesimpangsiuran dalam memberikan interpretasi terhadap judul skripsi ini, maka penulis perlu menjelaskan arti terhadap kata-kata yang dianggap penting, menurut etimologi maupun terminologi kemudian merumuskan secara utuh dari pngertian judul sehingga dapat diperoleh gambaran utuh dari judul tersebut.

(22)

Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa, dan mempunyai peranan besar dalaam menggerakkan revolusi.17

2. Adat

Adat adalah aturan yang lazim dilakukan zaman dahulu. Adat istiadat adalah tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.18 Definisi lain adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan yang lain berkaitan menjadi suatu sistem.19

3. Budaya

Budaya adalah pikiran akal budi, kebudayaan ialah hasil penciptaan akal budi manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.20

4. Mandar

Asal kata mandar itu sendiri hingga saat ini belum ditemukan titik kesepahaman itulah sebabnya asal kata mandar belum dapat dipastikan.Meskipun demikian, setidaknya asal kata ini pernah digunakan untuk menyantakan wilayah, manusia, bahasa.21 Dalam kamus

17

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,(Edisi Keempat;Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) h. 1051.

18

Nur Hasanah S pd , Didik Tumianto, Kamus Besar Bergambar Bahsa Indonesia,(Jakarta Pusat: PT. Bina Sarana Pustaka,2007) h. 4

19

Asep Saeful Muhtadi dan Agus Ahmad Safei, Metode Penelitian Dakwah,(Bandung:Pustaka Setia,2003,cet;1) h. 15

20

Nur Hasanah S pd , Didik Tumianto, Kamus Besar Bergambar Bahsa Indonesia,(Jakarta Pusat: PT. Bina Sarana Pustaka,2007) h. 72-73

21

Muhammad Amir, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat kajian sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan,(Makassar: Dian Istana,2010,cet; 1) h. 15-16

(23)

Indonesia, hanya dikemukakan pengertian tentang Mandar yang meliputi nama wilayah, suku bangsa, dan sungai.22

5. Sayyang Pattu’du

Sayyang pattu‟du (kuda menari) merupakan suatu tradisi yang berkembang pada suku Mandar yang dianut secara turun temurun oleh masyarakat, atau kesenian asli masyarakat Mandar Sulawesi Barat. Acara ritual biasanya diawali pambacangan (upacara syukuran) dengan melantunkan Barazanji (tembang pujian kepada Rasulullah) saat pagi dan siang harinya. Dan pada sore harinya, barulah digelar penunggangan kuda menari.23

6. Efektifitas

Efektivitas berasal dari kata dasar efektif. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata efektif mempunyai arti, efek, pengaruh, atau dapat membawa hasil. Jadi efektivitas adalh keaktifan daya guna adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakn tugas dengan sasarn yang dituju. Efektifitas pada dasarnya menunjukan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan efisien, yang meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisian lebih melihat

22

(R.A.Pelengkahu,Abdul Muttalib, M.Zain sangi,1997.Struktur Bahasa Mandar:Depdikbud,h.1)

23

Sriesagimoon, Manusia Mandar,(Makassar: Pustaka Refleksi,2009,cet; 1) h. 84

(24)

pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya (Siagaan, 2001: 24).

7. Dakwah

Ditinjau dari sisi bahasa dakwah berarti: “panggilan”, ”seruan” atau “ajakan”. Bentuk perkataan tersebut ditinjau dalam bahasa arab disebut mashdar. Sedang bentuk kata kerja atau fi‟il nya adalah da‟a-yad‟u yang berarti “memanggil”, “menyeru” atau “mengajak”.24

24

DRS.H.A.Rosyad Sholeh,Manajemen Dakwah Islam,(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,2010,cet;1) h. 9

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Adat Budaya

1. Adat

Para ahli mendefinisikan adat adalah sebagai berikut:

a. Adat adalah aturan yang lazim dilakukan zaman dahulu. Adat istiadat adalah tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.25

b. Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan yang lain berkaitan menjadi suatu sistem26.

c. Adat atau kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasan dan mudah dikerjakan. Perbuatan manusia, jika dikerjakan secara berulang-ulang sehingga mudah melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan27.

Maka dari itu dapat kita fahami bahwa adat merupakan gagasan kebudayaan atau kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah dan dijunjung serta dipatuhi oleh pendukungnya yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatau daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan maka akan menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.

25

Nur Hasanah S pd , Didik Tumianto, Kamus Besar Bergambar Bahsa Indonesia,(Jakarta Pusat: PT. Bina Sarana Pustaka,2007) h. 4

26

Asep Saeful Muhtadi dan Agus Ahmad Safei, Metode Penelitian Dakwah,(Bandung:Pustaka Setia,2003,cet;1) h. 15

27

Dra. St.Aisyiah BM, M.Sos.I,Antara Akhlak, Etika, Dan Moral,(Makassar: Alauddin University press,2014,cet;1) h. 38

(26)

2. Budaya

a. Pengertian Budaya

Beberapa pengertian atau definisi budaya menurut beberapa ahli sebagai berikut:

1) Budaya adalah pikiran akal budi, Kebudayaan hasil penciptaan akal budi manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.28 2) Budaya pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang muncul dari

proses interaksi antar-individu. Nilai-nilai ini diakui baik secara langsung maupun tidak, seiring dengan waktu yang dilalui dalam interaksi tersebut. Bahkan terkadang sebuah nilai tersebut di dalam alam bawah sadar individu dan diwariskan pada generasi berikutnya.29

3) Budaya adalah satu set dari sikap, perilaku, simbol-simbol yang dimiliki bersama oleh manusia dan biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.(Shiraev dan Levy,2010). 4) Selo Soemardjan, budaya adalah sebuah hasil karya, rasa dan juga

cipta masyarakat.

5) Koentjaraningrat, budaya yaitu suatu gagasan dan rasa, suatu tindakan dan juga karya yang merupakan sebuah hasil yang dihasilkan oleh masyarakat didalam kehidupan masyarakat yang nantinya dijadikan kepunyaannya dengan belajar.

28

Nur Hasanah S pd , Didik Tumianto, Kamus Besar Bergambar Bahasa Indonesia,(Jakarta Pusat: PT. Bina Sarana Pustaka,2007) h. 72-73

29

Sarlito W. Sarwono,Psikologi Lintas Budaya,(Jakarta: PT Grafindo Persada,2014,cet;1) h.22

(27)

6) E.B Taylor, budaya yaitu suatu keseluruhan yang bersifat kompleks. Keseluruhan tersebut meliputi kepercayaan, kesusilaan, adat istiadat, hokum, seni, kesanggupan dan juga semua kebiasaan yang dipelajari oleh manusia yang merupakan bagian dari suatu masyarakat.

7) Ki Hajar Dewantara, budaya adalah hasil dari perjuanagan masyarakat baik itu terhadap alam maupun terhadap zaman yang membuktikan suatu kemakmurandan juga kejayaan kehidupan masyarakat ketika menghadapi suatu keadaan sulit dan rintangan dalam mencapai sebuah kemakmuran, keselamatan, dan juga kebahagiaan, pada kehidupan.

8) Parsudi Suparian, suatu budaya dapat melandasi semua perilaku manusia karena suatu budaya merupakan sebuah pengetahuan manusia yang digunakan dalam memahami lingkungan dan juga pengalaman yang terjadi padanya.

9) Effat Syarqawi, sedangkan menurut ahli agama yaitu Effat Al-Syarqawi berpendapat bahwa budaya adalah khazanah sejarah dari suatu kelompok masyarakat yang tergambar pada sebuah kesaksian dan juga berbagai nilai yang menggambarkan suatu kehidupan harus mempunyai makna dan juga mempunyai tujuan rohani.

10) Menurut KBBI, budaya berarti sebuah pemikiran adat istiadat atau akal budi. Secara tata bahasa, arti kebudayaan diturunkan kata budaya dimana cenderung menunjuk kepada cara berfikir manusia.

(28)

Banyak definisi budaya menurut para ahli jika kita melihat dari sudut pandang masing-masing, namun secara umum budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu Budhayah yang berakar dari kata budi. Budaya adalah cara atau pola hidup yang menyeluruh dan juga bersifat berkembang. Suatau budaya dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup disuatu daerah yang merupakan warisan dari nenek moyang yang nantinya akan diwariskan dari generasi ke generasi, Adapun budaya juga meiliki sifat yang kompleks, selain itu budaya bersifat abstrak dan luas. Budaya memiliki banyak unsur pembentuknya yang merupakan kegiatan sosial dari manusia diantaranya agama, sistem polotik, bahasa, adat istiadat, pakaian , karya seni dll.30

3. Teori Budaya

Konsep tentang budaya yang dikutib dari para ahli.

a. E.B. Tylor (1832-1917) dalam buku primitive cultures,mengatak bidaya adalah keseluran hal yang kompleks, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, hokum, adat istiadat, dan kemampuanserta kebiasaan yang di peroleh manusia sebagai masyarakat.

b. Raymond Williams (1921-1917) seorang pendiri cultural studies, menyatakan budaya mencakup organisasi produksi, struktur keluarga, struktur lembaga yang mengekspresikan atau mengatur hungungan sosial, bentuk-bentuk organisasi yang khas dari anggota masyarakat.

30

(29)

c. Margareth Mead (1901-1978), Antropolog Amerika, menyatakan bahwa budaya adalah perilaku pembelajaran masyarakat atau subkelompok.

4. Unsur-unsur Budaya

Definisi kebudayaan itu beragam, tetapi ada unsur-unsur kebudayaan yang sering disebut sebagai yang umum yakni: a. Bahasa

b. Sistem Pengetahuan

c. Sistem peralatan hidup dan teknologi dan d. Sistem mata pencarian hidup.31

5. Wujud Kebudayaan

Kebudayaan sebagamana yang disebutkan diatas memiliki tiga wujud yaitu:

a. Wujud luar disebut artifacts, kebudayaan fisik, berupa benda-benda fisik yang langsung dapat dilihat atau diraba.

b. Lingkaran berikutnya adalah sistem tingkah laku dan tindakan yang berbeda.

c. Lingkaran selanjutnya yaitu gagasan, lalu

d. Lingkaran inti dari kebudayaan adalah gagasan ideologis.32

B. Mandar

Dalam kamus Mandar-Indonesia, hanya dikemukakan pengertian tentang Mandar yang meliputi nama wilayah, suku bangsa, dan sungai

31

Ismael Roby Silak, Konflik Perang dan Perdamaian Orang Yali di Angguruk,(Makassar: Pustaka Refleksi,2011,cet;II) h. 2

32

Ismael Roby Silak, Konflik Perang dan Perdamaian Orang Yali di Angguruk,(Makassar: Pustaka Refleksi,2011,cet;II) h. 3-4

(30)

(R.A.Pelengkahu,Abdul Muttalib, M.Zain sangi,1997.Struktur Bahasa Mandar:Depdikbud,hlm 1). Akan tetapi asal kata mandar itu sendiri hingga saat ini belum ditemukan titik kesepahaman itulah sebabnya asal kata mandar belum dapat dipastikan.Meskipun demikian, setidaknya asal kata ini pernah digunakan untuk menyatakan :

1. Wilayah, yaitu pada masa pemerintahan colonial elanda wilayah ini dikenal dengan nama afdeling mandar. Setelah Indonesia merdeka wilayah ini kemudian berbah mBenjadi daerah swantara mandar dan selanjutnya dipecah menjadi tiga kabupaten yaitu kabupaten Polmas, Majene dan Mamuju.

2. Manusia, yaitu “orang mandar „‟ atau “suku mandar‟‟. Dikalangan orang Bugis mereka disebut “to menre‟‟ yang berarti orang mandar.

Menurut Alb.C.Kruyt, di Sulawesi Tengah dikenal dengan sebutan

to mene yang diartikan mandareseen.

3. Bahasa, yaitu bahasa-bahasa mandar yang disebutkan dalam Encyclopaedie van nederlandsch indie meliputi bahasa mandar dan bahasa mamuju. Sedang menurut Dr.S.J Esser dalam peta bahasanya menegenai Zuid Celebes Talen menyebutkan

Mandarsche Dialecten yang meliputi wilayah pemakaian dari Binuang di sebelah Tenggara Polmas sampai mendekati Karossa di sebelah utara Mamuju.33

33

Muhammad Amir, Kelaskaran di Mandar Sulawesi Barat kajian sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan,(Makassar: Dian Istana,2010,cet; 1) h. 15-16

(31)

C. Sayyang Pattu’du’

Sayyang pattu’du’ (kuda menari) merupakan suatu tradisi yang berkembang pada suku Mandar yang dianut secara turun temurun oleh masyarakat, atau kesenian asli masyarakat Mandar Sulawesi Barat. Acara ritual biasanya diawali pambacangan (upacara syukuran) dengan melantungkan Barazanji (tembang pujian kepada Rasulullah) saat pagi dan siang harinya. Dan pada sore harinya, barulah digelar penunggangan kuda menari.34Tradisi sayyang pattu‟du merupakan pertemuan budaya Mandar dengan ajaran islam sehingga muncul kebiasaan sosial yang berkembang pada suku Mandar. Awal munculnya tradisi sayyang pattu’du atau tomessawe ini ketika masuknya islam ke Tanah Mandar pada abad ke-16. Para pelopor yang menyebarkan agam islam di suku Mandar yaitu Syekh Abdul Mannan Tosalama di Salabose, Sayid Al Adliy, Abdurrahim Kamaluddin tosalama di binuang, dan Sayid Zakariah.35Namun, dalam perkembangannya kuda dimanfaatkan sebagai sayyang pattu’du atau tradisi kebudayaan pada suku mandar yang memiliki hubungan erat dengan khataman al-qur‟an. Tradisi tersebut adalah warisan dari nenek moyang masyarakat Mandar, sehingga masyarakat Mandar meyakini para pendahulu mereka bahwa pada saat melaksanakan kegiatan sayyang pattu‟du ada tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat di Mandar. Apabila seorang anak di Mandar telah khatam al-qu‟an, maka diarak keliling kampung dengan menunggangi seekor kuda menari (sayyang pattu‟du),

34

Sriesagimoon, Manusia Mandar,(Makassar: Pustaka Refleksi,2009,cet; 1) h. 84

35

Muhammad Ridwan Alimuddin,Warisan Salabose,(Yogyakarta: Penerbit Ombak,2013,)h. 41

(32)

sehingga pertunjukan tradisi sayyang pattu’du menjadi motivasi bagi seorang anak untuk lebih giat mengaji dan bisa mengkhatamkan al-qur‟an.36

D. Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Ditinjau dari sisi bahasa dakwah berarti: “panggilan”, ”seruan” atau “ajakan”. Bentuk perkataan tersebut ditinjau dalam bahasa arab disebut mashdar. Sedang bentuk kata kerja atau fi‟il nya adalah da‟a-yad‟u yang berarti “memanggil”, “menyeru” atau “mengajak”.37

Dakwah memiliki kesamaan makna dengan kata an-nida (panggilan) seperti panggilan untuk makan, dan panggilan melakukan sesuatu, setara selainnya, yang secara etimologis kata dakwah tesebut berasal dari bahsa arab اوعدي– اعد ةوعد kata dakwah tersebut merupakan isim mashdar dari kata da‟a yang dalam ensiklopedia islam diartikan sebagai “ ajakan kepada islam,”38

. Adapula yang mendefinisikan dakwah ialah ”ajakan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama”39

. Dakwah dalam arti seperti itu dapat di jumpai dalam ayat-ayat alqur‟an, misalnya:

ِهْيَلِإ ِنَِنوُعْدَي اَِّمِ ََّلَِإ ُّبَحَأ ُنْجِّسلا ِّبَر َلاَق

Terjemahnya :

36

Muhammad Ridwan Alimuddin, Mandar Nol Kilometer,(Yogyakarta: Penerbit Ombak,2011) h. 124

37

DRS. H. A. Rosyad Sholeh,Manajemen Dakwah Islam,(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,2010,cet;1) h. 7

38

Dr. Hj.Mulyati Amin, M.Ag, Filsafat Dakwah,(Makassar: Alauddin University Press,2014,cet;1) h. 46

39

Nur Hasanah S pd , Didik Tumianto, Kamus Besar Bergambar Bahsa Indonesia,(Jakarta Pusat: PT. Bina Sarana Pustaka,2007) h. 108

(33)

“Yusuf berkata:‟Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku”40

(Q.s. Yusuf: 33)

ميِقَتْسُم ٍطاَرِص َٰلَِإ ُءاَشَي ْنَم يِدْهَ يَو ِم َلََّسلا ِراَد َٰلَِإ وُعْدَي ُهَّللاَو

Terjemahnya :

“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga)”41

(Q.s. Yunus: 25)

Kata da‟a dalam al-qu‟ran, terulang sebanyak 5 kali, sedangkan kata yad‟u terulang sebanyak 8 kali dan kata dakwah terulang sebanyak 4 kali.42 Kata da‟a pertama kali dipakai dalam al-quran dengan arti mengadu (meminta pertolongan kepada allah) yang pelakunya adalah nabi Nuh as43. Lalu kata ini berarti memohon pertolongan kepada tuhan yang pelakunya adalah manusia (dalam arti umum)44. Setelah itu, kata da‟a berarti menyeru kepada Allah yang pelakunya adalah kaum muslimin.45

Kemudian kata yad‟u, pertama kali dipakai dalam alquran dengan arti mengajak ke neraka yang pelakunya adalah syaiton.46 Lalu kata itu berarti mengajak ke surga yang pelakunya adalah Allah swt,47 bahkan dalam ayat lain ditemukan bahwa kata yad‟u multi interpretasi secara tekstual dan kontekstual, diantara dipakai bersama untuk mengajak ke neraka yang pelakunya orang-orang musyrik dan mengajak kesurga yang pelakunya Allah, sebagai dalam qur‟an surah al-baqarah:221 “ Mereka

40

Departemen Agama,R.I., Al-Qur’an dan Terjemahan,(PT. Bumi Restu,1975) h.310

41

Ibid ,h. 310

42

Muhammad Fu‟ad Abd al-baqi,Mu’jam Mufahras li alfaz Qur’an

al-Karim,(Bairut: al-Fikr,1992) h. 330

43 QS. Al-Qomar/54: 10 44 QS. Al-Qomar/54: 8 45 QS. Fushshilat/41: 33 46 QS. Fathir/35: 6 47 QS. Yunus/10: 25

(34)

mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga”.48

Sedangkan kata dakwah atau dakwatan sendiri, pertama kali digunakan dalam al-quran dengan arti seruan yang dilakukan oleh para rasul Allah itu tidak berkenan kepada objeknya.49 Namun kemudian kata itu berarti panggilan yang juga disertai bentuk (da‟a kum) dan kali ini panggilan akan terwujud karena tuhan yang memanggil.50 Lalu kata itu berarti permohonan yang digunakan dalam bentuk doa kepada tuhan dan dia menjanjikan akan mengabulkannya.51

Dari uraian diatas, maka dapat dipahami bahwa kata dakwah dalam pengertian bahasa adalah menyeruh, memanggi, mengajak, dan menjamu. Adapun orang yang melakukan ajakan atau seeruan tersebut dikenal da‟i (orang yang menyeru). Pada sisi lain, karena penyampaian dakwah termasuk tabligh, maka pelaku dakwah tersebut disamping dapat disebut sebagi da‟i, dapat pula disebut sebagai muballigh, yaitu orang yang beerfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan

(message) kepada pihak komunikan.52

Dari segi istilah, banyak pendapat tentang definisi dakwah, diantara pendapat itu sebagai berikut:

Syekh Ali Makhfuz, dalam kitabnya HIDAYATUL MURSYIDIN

memberikan definisi dakwah sebagai berikut:

48

Departemen Agama RI, Al-Qur’an da Terjemahannya(Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur‟an,2003) h. 54

49 QS. Al-Mu‟min/40:43 50 QS. Ar-Rum/30:25 51 QS. Al-Baqarah/2:186 52

Dr. Hj.Mulyati Amin, M.Ag, Filsafat Dakwah,(Makassar: Alauddin University Press,2014,cet;1) h. 48

(35)

ةداعسب ازوفيل ركنلما نع يهنلاو فورعلمااب رملأا و ىدلها و يرلجا ىلع سانلا ثح

لجلألا و لجاعلا

Artinya:

“Mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru kepada mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan mungkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat”.53

Muhammad Natsir, dalam tulisannya yang berjudul Fungsi Dakwah Islam Dalam Rangka Perjuangan mendefinisikan dakwah sebagai:

Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat konsepsi islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia didunia ini, yang meliputi amal ma‟ruf nahi mungkar, dengan berbagai macam media dan cara memperbolehkan akhlak dan membimbing pengamalannya dalam peri kehidupan perseorangan, peri kehidupan berumah tangga (usrah) peri kehidupan bermasyarakat dan peri kehidupan bernegara.54

H.S.M Nasaruddin Latif mendefisikan dakwah sebagai:

“Setiap usaha atau aktifitas dengan lisan dan tulian dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah swt, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta ahlak islamiyah ”.55

Letjen H Sudirman, dalam tulisannya yang berjudul Problematika Dakwah Islam di Indonesia memberikan definisi sebagai berikut:

“Usaha untuk merealisasikan ajaran islam di dalam kenyataan hidup sehari-hari, baik bagi kehidupan seseorang maupun kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup bersama, dalam rangka pembangunan bangsa dan umat manusia untuk memperoleh keridhaan Allah swt.”56

53

Syekh Ali Makhfuz, Hidayatul Mursyidin, Terjemahan Chadidjah Nasution,(Usaha Penerbita Tiga A,1970) h. 17

54

Muhammad Natsir, Fungsi Dakwah Islam Dalam Rangka Perjuanagan, h. 17

55

HSM.Nasruddin Latif,Teori dan praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta, Firma Dara) h. 11

56

Letjen H. Sudirman, Problematika Da’wah Islam di Indonesia, (Jakarta: Forum Da‟wah, Pusat Da‟wah Islam di Indonesia,1972) h. 47

(36)

Dakwah secara terminologis adalah mengajak ummat manusia kepada al-khaer serta memerintahkan mereka berbuat ma‟ruf dan mencegah berbuat mungkar agar mereka memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.57 Pengertian dakwah ini, berdasarkan qur‟an pada surah ali imran: 104.

َنْوَهْ نَ يَو ِفوُرْعَمْلاِب َنوُرُمْأَيَو ِْيرَْلْا َلَِإ َنوُعْدَي ٌةَّمُأ ْمُكْنِم ْنُكَتْلَو

َنوُحِلْفُمْلا ُمُه َكِئَٰلوُأَو

ۚ

ِرَكْنُمْلا ِنَع

Terjemahnya:

Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencega dari yang mungkar, mereka orang-orang yang beruntung.58

Sejalan dengan pengertian dakwah tersebut, Didin Hafidhuddin menyatakan bahwa makna dakwah ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan secara seksama yakni:

a. Dakwah sering di salah mengertikan sebagai pesan yang dating dari luar, sehingga langkah pendekatan lebih diwarnai dengan interfentif, dan para da‟I lebih mendudukan diri sebagai orang asing, tidak terkait dengan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.

b. Dakwah sering diartikan menjadi sekedar ceramah dalam arti sempit, sehingga orientasi dakwah sering pada hal-hal uang bersifat rohani saja.

c. Masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah sering dianggap vacum

padahal dakwah berhadapan dengan setting masyarakat dengan berbagai corak dan keadaannya.

57

Dr. Hj.Mulyati Amin, M.Ag, Filsafat Dakwah,(Makassar: Alauddin University Press,2014,cet;1) h. 48

58

(37)

d. Dakwah diartikan hanya sekedar menyampaikan dan hasil akhirnya terserah kepada Allah, akan menafikan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dari kegiatan dakwah. Oleh karena itu, tidak pada tempatnya bila kegiatan dakwah hanya asal-asalan.

e. Allah SWT akan menjamin kemenangan hak yang didakwakan, karena yang hak jelas akan mengalahkan yang bathil59.

Dari definisi-definisi diatas meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan, tetapi apabila di perbandingkan satu sama lain, dapatlah di ambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

1) Dakwah itu adalah merupakan proses penyelenggaraan suatu usaha atau akvifitas yang dilakukan dengan sadar dan sengaja. 2) Usaha yang diselenggarakan itu adalah berupa mengajak orang

untuk beriman dan menaati Allah SWT. atau memeluk agama Islam, ber-Amar ma‟ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat

(ishlah), dan Nahi mungkar.

3) Proses penyelenggaraan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhai Allah swt.60

2. Konsep Keilmuan Dakwah

Keilmuan dakwah adalah suatu metodologi yang menuntun tentang cara-cara untuk menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau melaksanakan suatu ideologi agama,

59

Didin Hafhidhuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press,1998, cet;1) h. 69-70

60

DRS. H. A. Rosyad Sholeh,Manajemen Dakwah Islam,(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,2010,cet;1) h. 9-10

(38)

pendapat atau persetujuan tertentu.61 Keilmuan dakwah fokus pada kajian tentang bagaimana dakwah atau proses pembumian islam dilakukan.

Sejatinya memang ilmu dakwah dewasa sudah menjadi disiplin keilmuan tersendiri yang mandiri karena persyaratan minimal dari sebuah ilmu sudah dimiliki oleh dakwah sejak lama. Berkenaan dengan itu, Wahidi Saputra menyakan bahwa sebuah ilmu secara metodologinya, setidaknya dakwah harus memliki lima syarat, yakni:

a. Mempunyai akar sejarah yang jelas

b. Ada pakar dakwah yang mengembangkan keilmuan tersebut c. Secara akademis ilmu dakwah diperhatikan dan diajarkan

d. Diakui oleh lembaga-lembaga akademisi yang memiliki reputasi ilmia. e. Ada sejumlah penelitian yang mengembangkan metode-metode baru

dalam ilmu dakwah.62 3. Materi Dakwah

Pada dasarnya seluruh rangkaian materi dakwah adalah mencakup ajaran Islam secara keseluruhan yang terdapat dalam alquran dan hadits, yang diturunkan oleh Allah SWT. Memiliki karakter sejalan dengan fitrah dan kebutuhan manusia.63 Materi pertama yang menjadi landasan utama yang disampaikan oleh Rasullah kepada umat manusia adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan pembinaan keimanan yang benar (aqidah), masalah kemanusiaan (tujuan, status sosial dan tugas hidup dunia), persamaan derajaat manusia di hadapan Allah swt, Dan keadilan

61

Muh. Ali Aziz,llmu Dakwah(Jakarta: Prenada Media,2010) h. 42

62

Wahidin Saputra,Pengantar Ilmu Dakwah,(Jakarta: Rajawali Pers,2011,cet;1) h. 157

63

(39)

yang ditegakan oleh seluruh manusia dalam menata kehidupannya. Perasaan dan keadilan ini pada dasarnya adalah merupakan konsekuensi logis dari keimanan yang benar. Namun secara global materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu masalah keimanan (aqidah), masalah hukum (syariah), dan masalah budi pekerti (ahlak)64. Menurut Isa Anshari, bahwa al-quran dan sunnah sebagai sumber materi dakwah didalamnya terkandung tiga prinsip pokok antara lain:

a. Aqidah, yaitu menyangkut sistem keimanan terhadap Allah Swt. Yang menjadi landasan fundamental dalam keseluruhan aktivitas seorang muslim, baik yang menyangkut mental maupun tingkah lakunya.

b. Syariat, yaitu serangkain ajaran yang menyangkut aktivitas umat Islam di dalam semua aspek hidup dalam kehidupannya dengan menjadi halal dan haram sebagai barometer.

c. Akhlak, yaitu menyangkut tata cara berhubungan baik secara vertikal dengan Allah maupun secara horizontal dengan sesame manusia dan seluruh mahluk Allah SWT. (hablumminallah dan habluminannas).65

Materi-materi tersebut sering terkait antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dalam menerapkan materi-materi tersebut haruslah memenuhi tahapan-tahapan yaitu dari yang paling mendasar sampai kepada pengaktualisasian ajaran Islam baik dalam bentuk ibadah ritual maupun berupa tata pergaulan dengan sesama mahluk Allah swt. Materi dakwah yang pertama-tama harus ditanamkan kepada sasaran

64

Wardi Bahtiar,Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah,(Jakarta: Logos,1997,cet;1) h. 33-34

65

Isa Anshari,Paradigma Dakwah Kontenporer,(Jakarta:Media Kalam,2014) h. 146

(40)

dakwah adalah aspek aqidah (keimanan) sebab aqidah ini diturunkan lebih dahulu sebelum diturunknnya perintah dan ajaran islam tentang ibadah, syariat dam muamalat.66

66

DRS. H. A. Rosyad Sholeh,Manajemen Dakwah Islam,(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,2010,cet;1) h. 111

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif lapangan (Field research) yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan di lapangan dengan lokasi di desa Panggalo kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene. Salah satu ciri penelitian kualitatif ini adalah bahwa hipotesis dibangun selama tahap-tahap penelitian, setelah diuji atau di konfrontasikan dengan data yang diperoleh peneliti selama penelitian tersebut, jadi tidak ada hipotesis yang spesifik pada saat penelitian dimulai.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis. Pendekatan dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasisituasi tertentu. Penelitian dengan pendekatan fenomenologi tidak berasumsi mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti. Yang ditekankan hanyalah aspek subjektif dari perilaku orang. Sehingga penelitian ini berusaha untuk masuk ke dalam dunia subyek dan akhirnya dapat mengetahui bagaimana peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, karena penelitian ini berusaha untuk mengetahui secara langsung bagaimana peran adat budaya

(42)

Mandar Sayyang pattu’du’ di desa Panggalo kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene.

B. Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana suatu penelitian dilaksanakan. Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Panggalao kecamatan Ulumanda kab. Majene Sulawesi Barat. Penelitian yang dilakukan di desa tesebut. Maka peneliti mengambil objek penelitian diantaranya: tokoh adat, pemuka agama, masyarakat setempat, anak/ remaja yang mengikuti tradsisi tersebut, yang masing-masing akan dimintai keterangan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

C. Fokus Penelitian

Sesuai dengan permasalahan judul dan rumusan masalah pada penelitian ini, maka peneliti menentukan fokus penelitian, yaitu:

1. Peranan adat budaya Mandar“sayyang pattu’du”. 2. Prosesi adat budaya Mandar“sayyang pattu’du”.

3. Faktor penghambat dan pendukung adat budaya mandar “sayyang

pattu’du”.

D. Deskripsi Fokus Penelitian

Adapun deskripsi fokus penetlitian yaitu:

1. Peranan adat budaya Mandar “sayyang pattu’du” sebagai wasilah dakwah dalam masyarakat ialah untuk mengubah masyarakat, dari situasi kurang baik ke situasi lebih baik, mengajarkan masyarakat perkara yang baik dan perkara yang yang buruk, dan

(43)

mempengaruhi masyarakat agar menyukai yang baik serta menolak yang buruk yang terjadi dalam masyarakat.

2. Prosesi adat budaya Mandar “sayyang pattu’du” ialah pelaksanaan adat budaya tersebut dalam masyarakat yang dimulai dari syarat, persiapan hingga akhir dari ritual “sayyang pattu’du” tersebut. 3. Faktor penghambat dan pendukung adat budaya mandar “sayyang

pattu’du” dalam masyarakat ialah perkara apa saja yang membuat ritual “sayyang pattu’du” efektif dan efisien dan sebaliknya.

E. Sumber Data

Pada tahap ini peneliti, berusaha mencari dan mengumpulkan berbagai sumber yang ada hubunganya dengan masalah yang diteliti. Penelitian itu sendiri merupakan suatu kegiatan ilmiah untuk memeperoleh pengetahuan yang benar tentang sesuatu (Ahmad Tanzeh 2009:V) bahwa dalam penelitian ini terdapat data utama (primer) dan data pendukung (skunder).

1. Data Primer

Data primer menurut Nadzir (1988:58) merupakan sumber sumber dasar yang terdiri dari bukti-bukti atau saksi utama dari kejadian (fenomena) objek yang diteliti dan gejala yang terjadi di lapangan. Sumber primer merupakan informasi dan kesaksian seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau dengan panca indra yang lain atau dengan alat mekanis seperti diktafon yaitu alat atau orang pada peristiwa sejarah

(44)

(gottschalk 17:35) Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penggalian data dari lembaga kebudayaan atau budayawan Mandar dengan mencari keterangan dari orang yang terlibat secara langsung terutama para anak remaja, pemuka adat, tokoh masyarakat. Sebagai sumber untuk menggali informasi terkait fokus penelitian, untuk medapatkan informasi ini peneliti menggunakan metode wawancara.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang didapat atau diperoleh secara tidak langsung, data sekunder mencakup data yang diperoleh dari arsip-arsip, dokumen, catatan dan laporan pondok pesantren. Hal ini dilakukan karena data yang digali haruslah valid sehingga peneliti harus melakukan pengamatan secara langsug dan mengobservasi di lapangan yang menghasilkan data yang lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen dan alat penelitian adalah peneliti itu sendiri (human Instrumen). Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus " Divalidasi" seberapa jauh seorang peneliti siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjuan ke lapangan, serta berfungsi memilih informasi sebagai sumber data, melakukan

(45)

pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temunya.67

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data seorang peneliti harus menyadari adanya permasalahan akses dan etika yang kompleks dalam proses pengumpulan data dikarenakan keduanya sangat berpengaruh terhadap data yang dikumpulkan yaitu bagaimana memperolehnya dan bagaimana pula memeprolehnya. Untuk menghindari permasalahan-permasalahan ini maka perlu adanya etika yang harus diperhatikan dalam penelitian diantaranya:

1. Identitas subjek harus dilindungi sehingga informasi yang dikumpulkan tidak mempermalukan atau menjatohkan mereka. 2. Perlakukan subjek dengan baik dan raihla kerja samanya dalam

penelitian.68

Setelah memahami permasalahan-permasalahan diatas penulis dapat mengambil alat-alat yang dapat dipergunakan dalam proses pengumpulan data atau yang biasa disebut dengan instrumen penelitian diantaranya:

a. Wawancara /interview

Moleong (2005), Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang melibatkan dua orang yaitu pewawancara (interview) yang

67

Prof.Dr.Sugiyono,Metode Penelitian, ( Bandung:Alfabeta) h .222

68

Prof. Dr. H.E. Mulyasa, M.Pd, Praktik penelitian tindakan kelas, (Bandung: RemajaRosda Karya) h. 5

(46)

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.69

Sutrisno Hadi dalam bukunya mengemukakan bahwa wawancara/interview yaitu proses pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang diselidiki dengan sistematik dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan.70

Sedangkan Afrizal mengakatakan dalam bukunya “wawancara merupakan sebua interaksi sosial informal antara seorang peneliti dengan para informannya, atau disebut dengan proses interaksi antara dua orang tentang satu dan banyak hal untuk mendapatkan data yang valid, yaitu data yang menunjukan sesuatu yang ingin diketahui.71

b. Pengamatan/Observasi

Observasi umumnya digunakan dalam setting dan konteks kelompok (walaupun tidak menutup kemungkinan digunakan dalam konteks individual) dimana konteks kelompokdalam sebuah observasi dilihat sebagai interaksi antara subjek penelitian dengan orang lain yang ada di lingkungannya tersebut.72

69

Haris Herdiansyah, M.Si. Wawancara,observasi,dan focus Group,(Jakarta :RajaGrafindo Persada) h. 29

70

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta:Andi offset,1989),h. 136 dan 139

71

Prof. Dr. Alfarizal,M.A, Metode peneitian kualitatif, (Depok: RajaGrafindoPersada,cet;3,2016), h. 137

72

(47)

Herdiansyah dalam bukunya mengemukakan bahwa observasi adalah suatu kegiatan yang dapat digunakan untuk mencari data atau diagnosis.73

Sutritno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan.74

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang suda berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dukumen merupakan pelengkap dari metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.75

H. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumplan data yang bermacam-macam (Tringulasi), yang dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh. Nasution mengatakan bahwa

" Melakukan analisis data adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis membutuhkan daya kreatif dan kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitinya".76 Setelah peneliti memperoleh data dari penelitiannya, maka seorang peneliti harus mampu menganalisis data-data tersebut. Dalam hal ini

73

Haris Herdiansyah, M.Si. Wawancara,observasi,dan focus Group, h. 131-132

74

Prof.Dr.Sugiyono.Metode Penelitian, (Bandung: Alfabeta),h. 145

75

(48)

seorang peneliti mampu memahami berbagai bentuk data yang berbeda dengan jenis analisisnya masing-masing yang sesuai.77

77

Prof.Dr.H.E.Mulyasa,M.PD, Praktik penelitian tindakan kelas, (Bandung: RemajaRosdaKarya),cet: 5. H. 27

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Keadaan Geografis Desa Panggalo

Letak geografis Desa Panggalo berada diantara 02058‟729” LS dan 118053‟ 068” BT. Desa Panggalo merupakan salah satu dari delapan desa/kelurahan di Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene Sulawesi Barat. Kecamatan Ulumanda memiliki luas wilayah 456,00 km yang terdiri dari delapan desa yaitu Desa Sambabo, Desa Salutambung, Desa Kabiraan, Desa Sulai, Desa Tandeallo, Desa Panggalo, Desa Ulumanda, Desa Popenga.

Khusus Desa Panggalo memiliki luas wilayah 69,53 kilometer persegi. Ibukota desa ini terletak di Dusun Kolehalang. Wilayah Desa Panggalo sendiri terbagi kedalam delapan dusun yaitu Dusun Kolehalang, Dusun Udung Lemo, Dusun Peledoang, Dusun Panggalo

Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene merupakan desa yang terletak diantara pegunungan yang terdiri dari empat dusun yaitu:

Tabel 01 : Nama-nama Dusun

NO NAMA KEPALA DUSUN NAMA DUSUN

1. Sukka Kolehalang

2. Makka Udunglemo

3. Nadir Panggalo

(50)

Secara geografis Desa Panggalo memiliki batasan wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Tammero‟do sendana

b) Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Ulumanda Kecamatan Ulumanda

c) Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Tandeallo dan Kecamatan Tubo Sendana

d) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Tutar kabupaten Polewali Mandar

2. Keadaan Demografis Desa Panggalo

Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene memiliki penduduk sebanyak 1015 jiwa.78

B. Peran Adat Budaya Mandar sayyang pattu’du Terhadap Efektivitas Dakwah di Desa Panggalo Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene

Setiap daerah atau suku mempunyai adat budaya yang menjadi ciri khas dan ideologi daerah masing-masing, Sayyang Pattu’du contohnya. Dimana tradisi ini berangkat dari sebuah bentuk pengagungan terhadap al-qur‟an dan orang yang berhasil menamatkan bacaannya semua itu dituangkan dalam menunggang kuda yang diarak keliling kampung. Adapun peran adat budaya Sayyang Pattu’du ialah sebagai berikut :

1. Sebagai Motivasi dan Dorongan Bagi Anak Untuk Mengaji

78

(51)

Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan terkait hal ini :

a) Menurut ustad Muhammad Thahir selaku imam masjid Al-khairat di Desa Panggalo bahwa peran adat budaya Sayyang Pattu’du (kuda menari) adalah:

“Tradisi Sayyang Pattu’du ini dek‟ bukan Cuma tradisi biasa tapi tradisi ini menjadi penarik dan pendorong anak-anak untuk rajin mengaji karena syarat utama ikut dalam tradisi ini itu harus tamat bacaan al-qur‟an nya, kalau belum tamat bacaannya tidak bisa di ikutkan di tradisi Sayyang Pattu’du ini. Itu anak-anak berlomba-lomba semua mau natamatkan bacaan al-qur‟an nya karna mau katanya pintar mengaji terus bisa naik kuda”.79

b) Indra Dewi mengatakan :

Salah satu motivasi terbesar kami anak suku Mandar dalam beragama khususnya membaca al-qur‟an yaitu Sayyang Pattu’du

(kuda menari) nilai-nilai yang tersirat didalam nya begitu penuh makna agamis yang diwariskan dari nenek moyang.80

Berdasarkan beberapa hasil wawancara yang penulis dapatkan, maka penulis menyimpulkan bahwa tradisi Sayyang Pattu’du ini digelar untuk mengapresiasi anak-anak yang telah berhasil megkhatamkan al-qur‟an sehingga mereka mampu memahami bagaimana al-al-qur‟an mampu mengangkat derajat setiap orang yang dekat dan mencintai al-qur‟an, sehingga sejak usia dini mereka bisa merasakan bagaimana kemuliaan al-qur‟an yang mampu mengangkat derajat seseorang di dunia apalagi di akhirat nanti.

Berangkat dari sinilah anak-anak akan merasa sangat terdorong dan termotivasi untuk mempelajari dan membaca al-qur‟an kemudian secepatnya menamatkan bacaan al-qur‟an nya. Apresiasi ini dituangkan

79

Muhammad Thahir, Imam masjid Al-Khairat, wawancara dicatat pada tanggal 12 juli 2018

80

Indra Dewi, Mahasiswi semester 6 sekolah tingi ilmu ekonomi Muhammadiyah Mamuju, wawancara dicatat pada tanggal 22 juli 2018

Gambar

Tabel 01 : Nama-nama Dusun

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Rencana Kerja ( RENJA ) ini memerlukan partisipasi, semangat dan komitmen dari seluruh aparatur Kelurahan Kalinyamat Kulon karena akan menentukan

Hasil penelitian ini secara teoritik berguna untuk pengembangan ilmu pendidikan khususnya pengajaran Bahasa Arab, sebagai masukan bagi Pondok Modern Gontor III Darul

upaya untuk meningkatkan keberhasilan belajar siswa dengan mengembangkan media pembelajaran. Perkembangan teknologi informasi berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Salah

Subjek kanak-kanak daripada kedua-dua kumpulan menghasilkan struktur KRO dengan menggugurkan kata relatif ‘yang’ sama seperti menghasilkan struktur KRS yang merupakan

Aktualisasi prinsip continuous improvement dalam kepemimpinan responsif kepala PAUD Islam Terpadu al-Ikhlas kecamatan Bumiayu kabupaten Brebes dapat diartikan

Pada metode ini penulis melakukan pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab langsung kepada pihak yang bersangkutan, yaitu petugas Perusahaan Daerah Air Minum

Suatu kegiatan dalam rekayasa kebutuhan untuk memastikan bahwa kebutuhan yang telah didefinisikan telah benar sesuai dengan apa yang dibutuhkan pengguna adalah bagian

Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi dan cara