• Tidak ada hasil yang ditemukan

LOKALISASI ADU AYAM JAGO (STUDI KASUS JALAN RAJAWALI 1 LORONG 11 KELURAHAN LETTE, KECAMATAN MARISO KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LOKALISASI ADU AYAM JAGO (STUDI KASUS JALAN RAJAWALI 1 LORONG 11 KELURAHAN LETTE, KECAMATAN MARISO KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

LOKALISASI ADU AYAM JAGO (STUDI KASUS JALAN RAJAWALI 1 LORONG 11 KELURAHAN LETTE, KECAMATAN MARISO KOTA

MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Melaksanakan Penelitian pada Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

RIVAI SETIAWAN 10538299614

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS PERGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI 2019

(2)
(3)
(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : RIVAI SETIAWAN Stambuk : 10538 2996 14 Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : Lokalisasi Adu Ayam Jago (studi kasus jalan rajawali 1 Lorong 11 Kelurahan Lette Kecamatan Mariso Kota Makassar Sulawesi Selatan.

Dengan ini menyatakan bahwa:

Skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah asli hasil karya saya sendiri, bukan hasil jiplakan dan tidak dibuat oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, FEBRUARI 2019 Yang Membuat Pernyataan

RIVAI SETIAWAN NIM. 10538 2996 14

(5)

SURAT PERJANJIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : RIVAI SETIAWAN

NIM : 10538 2996 14 Program Studi : Pendidikan Sosiologi Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini, saya akan menyusunnya sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).

2. Dalam penyusunan skripsi ini, saya akan melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam menyusun skripsi ini. 4. Apabila saya melanggar perjanjian pada butir 1, 2 dan 3, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, FEBRUARI 2019 Yang Membuat Pernyataan

RIVAI SETIAWAN NIM. 10538 2996 14

(6)

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Jadikanlah kelemahanmu sebagai kekuatanmu

Jadikanlah kesuksesanmu sebagai titik kelemahanmu Walaupun anda gagal janganlah bertutus asa

Jika kamu berhasil janganlah menyombongkan diri

Rahasia kesuksesan

Adalah

Melakukan hal yang tak biasa

Secara tak biasa pula

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada Ayahanda, Ibunda, Saudara-saudariku serta seluruh keluargaku karena berkat do'a dan kerelaan segalanya sehingga dapat mencapai kesuksesan

(7)

ABSTRAK

Rivai. 2018. Lokalisasi Adu Ayam Jago (Studi kasus jalan Rajawali 1 lorong 11 Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso Kota Makassar, Sulawesi Selatan). Skripsi dibimbing oleh pembimbing I Muhammad Nawir dan pembimbing II Jamaluddin Arifin. Program Studi Pendidikan Sosilogi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Masalah utama dalam peneliti adalah bagaimana keberadaan lokalisasi dan bagaimana dampak yang di timbulkan Adu Ayam Jago terutama di jalan Rajawali 1 Lorong 11 Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Kota Makassar Sulawesi Selatan.

Tujuan utama penelitian ini (i) mengetahui keberadaan Lokalisasi Adu Ayam Jago di Jalan Rajawaali 1 Lorong 11 Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Kota Makassar Sulawesi Selatan. Serta (ii) dampak yang di timbulkan dari lokalisasi Adu Ayam Jago yang terletak di Jalan Rajawali 1 Lorong 11 Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Kota Makassar Sulawesi Selatan. Dalam penelitian ini informan di pilih lansung oleh peneliti yang disebut dengan sasaran penelitian berdasarkan karakteristik informan yang telah di tetapkan yaitu camat, kelurahan dan masyarakat sekitar dan instansi lain. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini di lakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data melalui berbagai tahapan yaitu mencata, mengumpulkan data dan berfikir agar kategori data mempunyai makna, sedangkan teknik teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber data, triangulasi pengamat trigulasi teori dan triangulasi metode.

Hasil penelitian di lapangan bahwa, (i) Lokalisasi Adu Ayam Jago adalah suatu yang di anggap masyarakat sekitar suatu permainan, hobi dan judi sebagai hal yang biasa walaupun bertengan oleh agama manapun dan masyarakat yang tidak menyukai keberadaan lokalisasi adu ayam tersebut. Adapun dampak yang di timbulkan dari adanya lokalisasi adu ayam jago tersebut berdampak bagi keluarga, teman sekitar dan terutama terhadap diri kita sendiri. Dampak lain dari adu ayam sangatlah merugikan baik dari segi materil maupun waktu bahkan dapat merusak moral bangsa kita.

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang senantiasa menganugerahkan nikmat iman, ilmu, dan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “kolalisasi adu ayam jago (study kasus jalan rajawali 1 lorong 11.a kecamatan mariso, kelurahan lette, kota massar, provinsi sulawesi selatan. Dalam penulisan ini penulis banyak memperoleh pengalaman berharga dan tidak lepas dari beberapa rintangan dan halangan. Namun, dengan adanya doa dan motivasi dari berbagai pihak sehingga proposal ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akademik untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Pendidikan Sosiologi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr muhammad nawir, M.Pd., dan Jamaluddin Arifin, S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing satu dan pembimbing dua yang telah meluangkan waktunya dengan penuh kesabaran senantiasa memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis selama penyusuanan proposal ini selesai.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga, penulis sampaikan kepada; Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E., M.M. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, S. Pd., M. Pd., Ph. D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Drs. H.

(9)

Nurdin, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr.Muhammad Akhir, S. Pd., M. Pd., Sektretaris Jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar, seluruh dosen dan staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah mentrasformasikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis selama menimba ilmu di Unismuh Makassar, teman-teman seperjuangan di Jurusan Pendidikan Sosiologi Angkatan 2014 terkhusus Kelas c tanpa terkecuali, terima kaish atas kerja asama dan solidaritas serta saling memotivasi selama menjalani perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun seseorang yang sangat membantu saya dalam mengerjakan dan memberikan motivasi untuk mengerjakan dana menyelesaikan prosal ini ialah Evi Rahma aulia. Motivasi yang tidak akan pernah terlupakan dan teristimewa kepada kedua orang tua (Ibunda sriyani dan ayahanda bachtiar) tercinta yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, perhatian, dorongan, bantuan, dan selalu berdoa demi keberhasilan penulis.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, demi kesempurnaan, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin Ya Rabbal’alamin.

Makassar, Januari 2019

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ... ii LEMBAR PERSETUJUAN... ... iii SURAT PERNYATAAN... ... iv SURAT PERJANJIAN ... ... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... ... vi ABSTRAK ... ... vii KATA PENGANTAR ... ... viii DAFTAR ISI ... ... ix DAFTAR TABEL ... ... x DAFTAR GAMBAR ... ... xi BAB I PENDAHULUAN ... ... 1 A. Latar Belakang ... ... 1 B. RumusanMasalah ... ... 5 C. Tujuan Penelitian ... ... 5

(11)

D. Manfaat Penelitian ... ... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori ... ... 7 1. Hasil penelitian Yang Relevan ...

... 7 2. Pengertian Lokalisasi ...

... 8 3. Konsep Mengenai Adu Ayam ...

... 8 4. Adu Ayam Sebagai Warisan Budaya ...

... 10 5. Adu Ayam Dalam Persfektif Adat Dan Budaya ...

... 12 6. Adu Ayam Dalam Perspektif Agama ...

... 14 7. Landasan Teori Sosiologi ...

... 16 B. Kerangka Berpikir ...

... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... ... 27 A. Jenis Penelitian ... ... 27 B. Lokasi Penelitian ... ... 27 C. Informan Penelitian ... ... 28

(12)

D. Fokus Penelitian ...

... 29

E. Instrumen Penelitian... ... 30

F. Jenis dan Sumber Data ... ... 31

G. Teknik Pengumpulan Data ... ... 32

H. Teknik Analisis Data ... ... 34

I. Teknik Keabsahan Data ... ... 35

BAB IV DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN DAN DESKRIPSI KHUSUS LATAR PENELITIAN ... ... 38

A. Deskripsi Umum Kota Makassar Sebagai Daerah Penelitian ... ... 38

1. Sejarah Singkat Kota Makassar ... ... 38

2. Letak Geografis Kota Makassar ... 42

3. Tipologi, Geologi dan Hidrologi ... 44

B. Deskripsi khusus kecamatan mariso, sebagai latar penelitian ... 47

1. Sejarah Singkat Kelurahan Lette ... 47

2. Tingkat Pendidikan ... 48

3. Mata Pencaharain ... 49

4. Kondisi Sosial Budaya ... 50

5. Kehidupan Keberagaman ... 51

6. Sejarah Munculnya Lokalisasi Adu Ayam Jago di Kecamatan Mariso ... 51

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMABAHASAN ... 53

(13)

1. Keberadaan Lokalisasi Adu Ayam Jago ... 53

2. Dampak Keberadaan Lokalisasi Adu Ayam Jago ... 61

B. Pembahasan ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 67

A. Simpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adu ayam merupakan tradisi pertarungan antara 2 ayam jantan pada suatu arena atau wilayah tertentu. Adu ayam bukan lagi sebuah permainan yang asing di telinga, apalagi bagi mereka yang tumbuh dan dibesarkan di kawasan perkampungan. Bahkan di zaman yang modern, adu ayam sampai saat ini belum juga punah karena keberadaannya masih erat dengan tradisi dan budaya masyarakat Indonesia dan masih eksis hingga saat ini. Masyarakat Indonesia khususnya mereka yang belum banyak tersentuh oleh kemajuan teknologi dan arus perubahan kehidupan sosial yang begitu deras, terbilang kokoh dalam mempertahankan budaya serta tradisinya, termasuk tradisi adu ayam ini. Apa yang terlahir dari kebiasaan masyarakat, nyatanya sulit untuk dihapuskan karena terkadang hal tersebut bukan lagi berurusan dengan boleh atau tidak, tetapi wajib.

Namun saat ini keberadaan perjudian adu ayam kian marak bahkan dampak dari adu ayam tersebut terhadap masyarakat sosial sangat terasa ditambah dalam prakteknya saat ini para anggota masyarakat yang ikut serta dalam perjudian adu ayam di daerah perkotaan sendiri telah mendirikan sebuah kelompok atau orgaisasi, serta keuntungan dan suatu gengsi membuatnya memiliki oknum seorang aparat yang membuatnya disegani dan sulit terlacak oleh pihak berwajib. Masyarakat yang tidak bekerja dan cenderung menghabiskan

(15)

waktu luangnya dengan hal yang negatif semacam adu ayam. Dalam laga besar dan beberapa ronde yang digelar pemain bisa menghabiskan puluhan ayam jago yang masing-masing harganya tidak murah dan sudah bisa ditebak dampak negatifnya. Adu ayam sebenarnya sebuah permainan yang berubah kategori menjadi tradisi atau kebudayaan. Perubahan ini bisa jadi disebabkan karena rutinitas dan kebiasaan masyarakat yang sering memainkan permainan tersebut.

Dalam kebudayaan Bugis sendiri adu ayam merupakan kebudayaan yang telah melekat lama. Menurut M Farid W Makkulau, Manu’(Bugis) atau Jangang (Makassar) yang berarti ayam, merupakan kata yang sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Bugis Makassar. Gilbert Hamonic menyebutkan bahwa kultur bugis kental dengan mitologi ayam. Pada tahun 1562, Raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1548 – 1565) mengadakan kunjungan resmi ke Kerajaan Bone dan disambut sebagai tamu negara. Kedatangan tamu negara tersebut dimeriahkan dengan acara ’massaung manu’. Oleh Raja Gowa, Daeng Bonto mengajak Raja Bone La Tenrirawe Bongkange’ bertaruh dalam adu ayam tersebut. Taruhan Raja Gowa 100 katie emas, sedangkan Raja Bone sendiri mempertaruhkan segenap orang Panyula (satu kampung). Adu ayam antara dua raja penguasa semenanjung timur dan barat ini bukanlah adu ayam biasa, melainkan pertandingan kesaktian dan kharisma. Alhasil, Ayam jago Gowa yang berwarna merah (Jangang Ejana Gowa) mati terbunuh oleh ayam jago Bone (Manu Bakkana Bone).

Kematian ayam jago Raja Gowa merupakan fenomena kekalahan kesaktian dan kharisma Raja Gowa oleh Raja Bone, sehingga Raja Gowa Daeng

(16)

Bonto merasa terpukul dan malu. Tragedi ini dipandang sebagai peristiwa siri’ oleh Kerajaan Gowa. Di lain pihak, kemenangan Manu Bakkana Bone menempatkan Kerajaan Bone dalam posisi psikologis yang kuat terhadap kerajaan-kerajaan kecil yang terletak di sekitarnya. Dampak positifnya, tidak lama sesudah peristiwa adu ayam tersebut serta merta kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Kerajaan Bone menyatakan diri bergabung dengan atau tanpa tekanan militer, seperti Ajang Ale, Awo, Teko, serta negeri Tellu Limpoe.

Tempat lokalisasi adu ayam yang terletak di Rajawali 1 lorong 11a Kelurahan Lette Kecamatan Mariso di dalam (Pasar Lette), Terdapat suatu struktur atau tersusun sebagaimana yang kita diketahui setiap bagian memiliki fungsi dan tugas masing-masing. Orang yang memiliki tempat lokalisasi atau tempat judi adu ayam memiliki wewenang atau kekuasan yang sangat besar dan sangat penting di dalam terbentuknya suatu arena adu ayam tersebut. Pemengang kekuasan telah menunjuk seseorang sebagai wasit untuk mengambil alih sebagai pengatur suatu pertandingan yang ilegal (adu ayam).

Wasit memimpin pertandingan antar ayam seseorang dengan ayam orang lain, maupun ayam antar kelompok. Sebelum ayam main atau bertarung di arena, setiap joki ayam harus terlebih dahulu membayar uang air atau pajak sewa. Pembayaran tersebut digunakan sebagai uang pengamanan atau becking arena dan untuk membayar wasit yang telah menjalankan suatu pertandingan. Di tempat lokalisasi tersebut terdapat beberapa golongan di dalamnya dari penjudi, sekedar hobi dan sekedar hiburan semata saja. Di arena tersebut terdapat beberapa lapisan sosial campur aduk di dalamnya baik pejabat, pengusaha, pedagang, tukang

(17)

becak, dan pengangguran. Setiap arena adu ayam memiliki keamanan atau oknum baik dari pihak kepolisian, tentara dan brimob tetapi semuanya ilegal karena tidak dapat persetujuan pihak kepolisian tetapi ada juga tempat adu ayam atau judi ayam yang dilegalkan oleh polisi misalkan Paguyuban Penggemar Ayam Jago Seluruh Indonesia (PAPAJI) atau Perkumpulan Penghobi Ayam Kontes Nusantara (PPAKN).

Adu ayam sebenarnya sebuah permainan yang berubah kategori menjadi tradisi atau kebudayaan. Perubahan ini bisa jadi disebabkan karena rutinitas dan Kebiasaan masyarakat yang sering memainkan permainan tersebut.

Pada hakikatnya perjudian bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral pancasila, serta membahayakan bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Namun pada kenyataannya justru perjudian berkembang pesat dan makin marak dilakukan baik secara sembunyi maupun secara terang-terangan. Biasanya permainan adu ayam ini juga identik dengan judi. Walaupun judi dilarang dan diancam dengan hukuman, masih banyak saja yang melakukannya hal itu antara lain karena kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sedangkan di sisi lain setiap orang tidak dapat memenuhi karena berbagai sebab, misalnya tidak mempunyai pekerjaan atau penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan mereka, atau mempunyai pekerjaan tetapi tidak cukup memenuhi kebutuhannya, mereka memilih untuk menambah kekurangan kebutuhannya, antara lain mereka melakukan perjudian. Judi lewat adu ayam jago terpaksa dilakukan meskipun mereka tahu resikonya.

(18)

Melihat latar belakang di atas maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Lokalisasi Adu Ayam Jago Studi Kasus Jalan Rajawali 1 lorong 11 kelurahan lette kecamatan mariso makassar.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keberadaan Lokalisasi Adu Ayam Jago di Jalan Rajawali 1 Lorong 11 Makassar?

2. Bagaimana dampak keberadaan Lokalisasi Adu Ayam Jago terhadap masyarakat sekitar?

C. Tujuan Peneliti

Adapun tujuan dalam meneliti adalah:

1 Untuk mendeskripsikan keberadaan Lokalisasi Adu Ayam Jago di Jalan Rajawali Lorong 11 Makassar.

2 Untuk mengetahui dampak dari keberadaan Lokalisasi Adu Ayam Jago terhadap masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dalam penelitian ini sebagai betikut:

1. Manfaat Teoretis

Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai (lokalisasi adu ayam jago di jalan rajawali 1 lorong 11 Kecamatan Mariso Kelurahan Lette Kota Makassar).

(19)

2. Manfaat Praktis a. bagi Masyarakat

Sebegai pengetahuan baru bagi masyarakat umumnya mengenai lokalisasi adu ayam jago.

b. bagi Pemerintah

Sebagai sumbangan pemikiran didalam lokalisasi adu ayam jago terhadap masyakarat sekitar.

c. Bagi Lembaga Terkait

Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam bahan referensi selenjutnya yang berhubungan dengan lokalisasi adu Ayam Jago. d. Bagi Peneliti

Untuk diharapkan bisa menjadi bahan acuan dan sekaligus mampu memberikan stimulus untuk peneliti lain yang tertarik untuk meneliti topik yang terkait sehingga studi sosiologi selalu mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dan diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi sumbangsi pengetahuan bagi masyarakat yang ada di sekitar pertambangan tersebut.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, sudah pernah di teliti oleh Abdul Ghani (2017:27-8) yang berjudul”fenomena perjudian sabung ayam di masyarakat kampung galian kumejing desa sukamurni, kecamatan sukakarya, kabupaten bekasi” penelitian ini membahas tentang perjudian sabung ayam merupakan sebuah periku yang menyimpang di dalam masyakarat, sebagian masyarakat beranggapan bahwa sabuang ayam bukan sekedar judi semata tetapi sebuah hoby semata saja. Di mana sebagian masyarakat banyak yang merasa terganggu dengan adanya sebuah arena sabung ayam di kampung galian kumejing desa sukamurni.

Perjudian sabung ayam menimbulkan reaksi dari masyarakat. Banyak masyarakat yang tidak suka dengan keberadaan perjudian sabung ayam di kampungnya, masyarakat menegur dan bertindak akan tetapi perjudian tersebut terus berjanjut dan haja berpindah tempat saja. teguran sudah sering di berikan oleh masyarakat dari berbagai macam kalangan bahkan kepala desa sebagai pemimpin tidak diam saja , ia sudah memperingati kepada pelaku agar tidak melakukan perjudian tersebut, tetap saja peringatan tersebut di abaikan dan bahkan masyarakat bersikap yang tidak baik terhadap pelaku perjudian seperti mengucilkan, menjaga jarak dan bahkan sudah membecinya karena masyarakat khawatir bagian dari keluarganya ikut kedalam perjudian sabung ayam tersebut.

(21)

2. Pengertian Lokalisasi

Defenisi dari kata “lokalisasi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) lo-ka-li-sa-si yaitu pembatasan pada suatu tempat atau lingkungan. Melokalisir suatu kegiatan atau mengumpulkan suatu aktivitas di suatu tempat yang di dalamnya sering terjadi pelanggaran terhadap norma-norma sosial yang di anut masyarakat yang selama ini di ajarkan oleh keluarga. Menurut Soejono D, (1973: 122-124) menyebutkan pengertian lokalisasi adalah sebentuk usaha mengumpulkan segala macam aktifitas atau kegiatan dalam satu wadah dan kemudian menjadi melokalisasi. Lokalisasi memliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga lokalisasi dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Penggunaan istilah lokalisasi sudah memelintir hakikat makna istilah tersebut. Pengertian lokalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 838) adalah pembatasan pada suatu tempat atau lingkungan, misalnya lokalisasi wabah kolera.

Hasil dari penelitian terdahulu menyebutkan bahwa lokalisasi adalah di mana suatu tempat yang di yakini atau dipandang oleh masyarakat sebagai hal yang bersifat negatif baik itu suatu tempat pelacuran, perjudian kartu dan adu ayam.

3. Konsep mengenai Adu Ayam

Ayam jago adalah satu jenis binatang yang mudah ditemukan dibanyak tempat, tidak hanya di Makassar, kiranyanya di kota-kota lain bisa juga ditemukan. Apalagi jenis ayam adu, bisa di katakan hampir di semua tempat di wilayah

(22)

Indonesia mudah sekali ditemukan. Orang sering membedakan antar jenis ayam setidaknya dikenal dua jenis kategori, ialah ayam adu dan ayam sabung. Di kalangan masyarakat biasa ayam adu atau ayam sabung mereka samakan atau mereka beranggapan ayam adu sama dengan ayam sabung sama saja tapi kalangan masyarakat yang mengenal ayam mereka membedakan dari keduanya kalau ayam adu adalah ayam yang di adu tidak menggunakan taji atau pisau yang terbuat dari besi atau kuningan sedangkan ayam sabung adalah ayam yang di adu menggunakan pisau yang terbuat dari besi atau kuningan yang sangat tajam . Khusus pada ayam jago masih bisa dilihat dari “aliran darah” mana ayam jago itu berasal, sehingga ada bermacam jenis sebutan ayam jago, misalnya ayam (jago) Bangkok. Ayam jago ada yang berfungsi untuk aduan, tapi ada juga yang tidak sekedar untuk dipelihara dan untuk “menemani” ayam betina.

Di makassar khususnya dan di sulawesi selatan umumnya, mungkin juga di tempat-tempat lain, kiranya mudah sekali ditemukan kelompok orang yang gemar akan adu ayam. Rupanya, adu ayam ini sekaligus untuk judi. Artinya, orang yang terlibat adu ayam, baik pemilik ayam jago atau pemain, semua bertaruh untuk memilih salah satu ayam jagonya keluar sebagai pemenang. Pendeknya, masing-masing pemain memiliki “jagonya” sendiri, dan masing-masing-masing-masing saling berharap sekaligus yakin, “jagonya” akan menang. Itulah ayam jago yang difungsikan sebagai aduan. Tampaknya, kreativitas orang untuk menggunakan makhluk hidup seperti ayam jago tidak melihat, kalau dalam bahasa manusia, “perasaan”. Barangkali orang sudah mempunyai anggapan (dan keyakinan) bahwa ayam

(23)

(binatang) tidak memiliki perasaan, karena itu pendekatannya juga tidak dengan perasaan.

Namun biasanya, pemilik ayam jago aduan mempunyai kecintaan merawat ayam jagonya. Merawat yang utama bukan untuk menjaga kelangsungan hidup ayam jagonya, tetapi lebih untuk “mempersiapkan” ayam jago tersebut masuk dalam arena pertarungan. Jadi, perawatan yang dilakukan lebih untuk mempersiapkan ayam jago masuk dalam proses “penderitaan”. Ayam jago dan juga ayam pada umumnya, tidak memiliki daya terhadap dirinya sendiri, utamanya ketika berhubungan dengan manusia. Jika tidak dipakai aduan khususnya untuk ayam jago, bisa dipotong atau kalau tidak dijual (dan juga kemudian dipotong).

Di Makassar, masih mudah di temukan ayam jago dan juga tidak sulit menemukan orang mengadu ayam. Meski sering ada razia adu ayam yang dilakukan oleh polisi, tetapi selalu saja orang terus melakukan dengan sembunyi-sembunyi. Meskipun sudah di grebek oleh pihak yang berwajib tetapi pemain ayam adu tidak pernah jera dan masih membuka tempat lokalisasi adu ayam tersebut seperti halnya tempat lokalisasi adu ayam jago di daerah( jalan rajawali 1 lorong 11a kelurahan lette kecamatan mariso khususnya di dalam pasar lette).

4. Adu Ayam sebagai Warisan Budaya

Dalam kitab La Galigo diceritakan bahwa tokoh utama dalam epik mitik yaitu Sawerigading, kesukaannya mengadu ayam. Dahulu, orang tidak disebut pemberani (to-barani) jika tidak memiliki kebiasaan minum arak (angnginung ballo), judi (abbotoro’), dan massaung manu’ (adu ayam). Menyatakan keberanian

(24)

orang itu, biasanya dibandingkan atau diasosiasikan dengan ayam jantan paling berani di kampungnya (di negerinya), seperti “Buleng-bulengna Mangasa, Korona Mannongkoki, Barumbunna Pa’la’lakkang, Buluarana Teko, Campagana Ilagaruda (Galesong), Bakka Lolona Sawitto, dan lain sebagainya. Dan hal sangat penting yang belum banyak diungkap dalam buku sejarah adalah fakta bahwa awal konflik dan perang antara dua negara adikuasa, penguasa semenanjung barat dan timur jazirah Sulawesi Selatan, Kerajaan Gowa dan Bone diawali dengan “Massaung Manu”. (Manu Bakkana Bone Vs Jangang Ejana Gowa).

Pada tahun 1562, Raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1548-1565) mengadakan kunjungan resmi ke Kerajaan Bone dan disambut sebagai tamu negara. Kedatangan tamu negara tersebut dimeriahkan dengan acara ’massaung manu’. Oleh Raja Gowa, Daeng Bonto mengajak Raja Bone La Tenrirawe Bongkange’ bertaruh dalam adu ayam tersebut. Taruhan Raja Gowa 100 katie emas, sedang Raja Bone sendiri mempertaruhkan segenap orang Panyula (satu kampung). Adu ayam antara dua raja penguasa semenanjung timur dan barat ini bukanlah adu ayam biasa, melainkan pertandingan kesaktian dan kharisma. Alhasil, Ayam aduanGowa yang berwarna merah (Jangang Ejana Gowa) mati terbunuh oleh ayam Raja Bone (Manu Bakkana Bone).

Kematian ayam Raja Gowa merupakan fenomena kekalahan kesaktian dan kharisma Raja Gowa oleh Raja Bone, sehingga Raja Gowa Daeng Bonto merasa terpukul dan malu. Tragedi ini dipandang sebagai peristiwa siri’ oleh Kerajaan Gowa. Di lain pihak, kemenangan Manu Bakkana Bone menempatkan Kerajaan

(25)

Bone dalam posisi psikologis yang kuat terhadap kerajaan-kerajaan kecil yang terletak di sekitarnya. Dampak positifnya, tidak lama sesudah peristiwa adu ayam tersebut serta merta kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Kerajaan Bone menyatakan diri bergabung dengan atau tanpa tekanan militer, seperti Ajang Ale, Awo, Teko, serta negeri Tellu Limpoe.

5. Adu Ayam dalam Persfektif Adat dan Budaya

Bukan lagi sebuah permainan yang asing di telinga, apalagi bagi mereka yang tumbuh dan di besarkan di kawasan perkampungan. Bahkan di zaman yang kini telah modern, belum juga punah karena keberadaannya yang erat dengan tradisi dan budaya masyarakat Indonesia. Ya, masih eksis hingga saat ini. Masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang belum terlalu banyak tersentuh kemajuan teknologi dan arus perubahan kehidupan sosial yang begitu deras, terbilang kokoh dalam mempertahankan budaya serta tradisinya. Termasuk tradisi ini, Apa yang terlahir dari kebiasaan masyarakat, nyatanya sulit untuk dihapuskan. Karena terkadang hal tersebut sudah bukan lagi berurusan dengan boleh atau tidak, tapi wajib. Meninggalkan atau melupakan tradisi, akan terasa ganjil, jika memang hal tersebut sudah melekat erat. Begitupun yang terjadi dengan tradisi ini. sebenarnya sebuah merupakan permainan yang berubah kategori menjadi tradisi atau kebudayaan. Perubahan itu bisa jadi di sebabkan karena rutinitas dan kebiasaan masyarakat yang sering memainkan permainan tersebut. Dalam, ada dua Ayam yang di pertemukan dalam satu kali kesempatan main. Dua Ayam tersebut berada dalam satu arena, pasti sudah dapat menebak apa yang kemudian terjadi.

(26)

Ayam yang sering diikutkan pada permainan sekaligus tradisi ini biasanya adalah ayam jago. Ayam jago biasanya mudah tersulut emosinya sehingga sangat mudah untuk di pancing agar dapat menyerang lawan. Kalaupun Ayam tersebut terlihat diam dan tidak terpancing, orang-orang di sekitar arena tersebutlah yang akan memancingnya. Layaknya seorang pria yang tengah bertanding, ayam jago tersebut akan saling mengalahkan. Satu di antara dua ayam jago tersebut harus kalah. Baru kemudian diketahui siapa pemenang dalam tersebut.

Ayam yang kalah biasanya dan menyerah biasanya akan kabur, terluka, atau mati.Sayangnya, tradisi ini seringkali ditempeli dengan praktik perjudian di antara pemilik Ayam atau orang-orang yang menyaksikan. Layaknya pertandingan bola, mereka akan menjagokan salah satu ayam tersebut dengan mengeluarkan sejumlah uang. Tentu saja, pemenanglah yang nantinya akan memperoleh uang. Praktik taruhan atau perjudian saat berlangung beberapa kali pernah ditangani oleh pihak berwajib. Sayangnya, hukum di Indonesia tidak sekeras hidup di ibukota. Dengan kompromi dan di selesaikan melalui azas kekeluargaan, masalah perjudian ini tak jarang selesai dan tidak berlanjut.Wajar rasanya jika permainan ini bukan hanya berpredikat sebagai permainan biasa. Karena berdasarkan cerita, ini sudah di lakoni oleh masyarakat Indonesia pada saat Kerajaan Demak berkuasa. Dari cerita tersebut, permainan ini bisa jadi berakar dari salah satu kerajaan terbesar di Indonesia itu. Bukan itu saja, hampir disetiap provinsi di Indonesia membudidayakan pergelaran padahal dalam agama sangat ada pelarangan keras mengenai ditambah lagi menyiksa binatang yang tidak bersalah.

(27)

6. Adu Ayam dalam Perspektif Agama

Sunarto (1993) mengemukakan bahwa agama merupakan suatu institusi penting yang mengatur kehidupan manusia. Istilah agama di sini merupakan terjemahan dari kata religion, suatu istilah yang ruang lingkupnya lebih luas dari istilah agama yang digunakan oleh Pemerintah RI, yang hanya mencakup agama-agama yang di akui oleh Pemerintah, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Khatolik, Hindu dan Budha.

Pada hakikatnya Islam mengajarkan pada umatnya untuk menyayangi binatang dan melestarikan kehidupannya. Di dalam Al-qur’an, Allah SWT menekankan bahwa telah menganugerahi manusia wilayah kekuasaan yang mencakup segala sesuatu di dunia ini, hal ini tertuang dalam surat Al-Jatsiyah, 45:13 “Dan Dia telah menundukan untukmu segala apa yang ada di langit dan segala apa yang ada di muka bumi; semuanya itu dari Dia; sesungguhnya di dalam yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir.”Ayat ini sama sekali tidak menunjukan bahwa manusia memiliki kekuasaan mutlak (carte blance) untuk berbuat sekendak hatinya dan tidak pula memiliki hak tanpa batas untuk menggunakan alam sehingga merusak keseimbangan ekologisnya. Begitu pula ayat ini tidak mendukung manusia untuk menyalahgunakan binatang untuk tujuan olahraga maupun untuk menjadikan binatang sebagai objek eksperimen yang sembarangan. Ayat ini mengingatkan umat manusia bahwa Sang Pencipta telah menjadikan semua yang ada di alam ini (terrmasuk satwa) sebagai amanah yang harus mereka jaga.

(28)

Al-qur’an berkali-kali mengingatkan bahwa kelak manusia akan mempertanggung jawabkan semua perbuatan mereka di dunia, seperti yang termaktub dalam ayat berikut : “Barang siapa melakukan amal saleh, maka (keuntungannya) adalah untuk dirinya sendiri; dan barang siapa melakukan perbuatan buruk, maka itu akan mengenai dirinya sendiri dan kelak kamu semua akan kembali kepada Tuhanmu” (Q.S Al-Jatsiyah, 45:15). Karena itu, umat manusia harus memanfaatkan segala sesuatu menurut cara yang bisa dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini, Muhammad Fazlur Rahman Anshari menulis :“Segala yang dimuka bumi ini diciptakan untuk kita, maka sudah menjadi kewajiban alamiah kita untuk : menjaga segala sesuatu dari kerusakan; Memanfaatkannya dengan tetap menjaga martabatnya sebagai ciptaan Tuhan; Melestarikannya sebisa mungkin, yang dengan demikian, mensyukuri nikmat Tuhan dalam bentuk perbuatan nyata.” {Muhammad Fazlur Rahman Anshari, The Qur’anic Foundation and Structure of Muslim Society (Karachi: Trade and Industry Publications Ltd, 1973) Vol 2, hal. 126 }. Menyangkut hewan atau satwa peliharaan, Al-Qur’an dalam surat Al-Nahl menyebutkan beberapa manfaat, yaitu: a. Dan mereka membawakan muatan milikmu yang berat menuju tanah yang tidak dapat kau capai dengan selamat kecuali dengan upaya yang sangat berat karena sesungguhnya Tuhanmu benar-benar maha pengasih dan penyayang (Q.S. Al-Nahl, 16:7).

b. Dan dia telah menciptakan kuda, bagal, dan keledai untukmu baik sebagai kendaraan maupun sebagai hiasan dan Dia telah menciptakan makhluk-makhluk lainnya yang belum kamu ketahui (Q.S. Al-Nahl, 16:8).

(29)

c. Dan dia telah menciptakan binatang ternak untukmu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat lainnya dan sebagiannya kamu makan (Q.S. Al-Nahl,16:5).

7. Landasan Teori Sosiologi a. Teori Jaringan Sosial.

Memiliki konsep menunjukkan suatu hubungan sosial yang diikat oleh adanya kepercayaan dan kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh norma-norma yang ada. Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksakan ataupun mengatasi sesuatu. Teori jaringan sosial menilai bahwa setiap aktor (individual atau kelompok) memiliki akases berbeda terhadap sumber kekayaan, kekuatan dan informasi.

Sebelum memasuki ke jaringan sosial terlebih dahulu, ditetapkan apa yang dinamakan kebudayaan dan struktur sosial, yang selama ini lebih dikenal oleh kalangan ilmuwan sosial dan khususnya kalangan ahli antropologi sebagai dua konsep yang memiliki properti terhadap ketidakluasaan tindakan sosial. Baik tindakan sosial, perilaku maupun sikap seorang manusia tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan (ruang dan waktu) di mana tindakan sosial, perilaku dan sikap itu diwujudkan. Hal ini dikarenakan manusia merupakan anggota kebudayaan dan struktur sosial tertentu di mana masing-masing lingkungan tersebut mempunyai norma-norma, nilai-nilai dan aturan-aturan yang harus ditaati, atau setidaknya dipertimbangkan saaat seorang mewujudkan tindakan, sikap dan perilakunya. Dengan kata lain, kebudayaan dan struktur sosial

(30)

mengakibatkan adanya ketidakkeluasaan (constraits) bagi individu sebagai anggota kebudayaan dan struktur sosial tertentu dalam mewujudkan tindakan, perilaku atau sikap.

Namun perlu dilihat secara hati-hati sebab seorang manusia dalam mewujudkan tindakannya selalu berada di dalam lingkungan saling keterhubungannya dengan manusia lain yang ada disekitarnya, yang harus di pertimbangkan pula. Oleh karena itu, jaringan sosial perlu mendapat perhatian bila akan mengkaji sesuatu yang berkaitan dengan tindakan sosial. biasanya, tindakan, sikap atau perilaku seseorang dapat di katakan rasional atau wajar bila sesuai dengan aturan dan norma serta nilai yang terdapat pada kebudayaan dan struktur sosial di mana seseorang tersebut mewujudkan tindakan, sikap atau perilakunya dan bila yang terjadi adalah sebaliknya, perilaku yang bersangkutan akan di nyatakan sebagai deviyant. Namun berkenaan dengan adanya konsep jaringan sosial maka hal seperti ini tidak bisa dikatakan dengan begitu saja bahwa tindakan orang tersebut adalah ”tidak rasional” atau si pelaku akan di lebel sebagai seorang yang divayent.

Dalam kasus semacam ini, tindakan sikap atau perilaku yang di wujudkan oleh seseorang atau sekumpulan orang perlu di kaji dan di nilai secara hati-hati sebab aturan-aturan dan norma serta nilai-nilai yang terdapat pada kebudayaan dan struktur sosial belum tentu sejalan dengan aturan-aturan dan norma-norma jaringan sosial. Oleh karena itu, sebelum mengulas properti jaringan sosial atas tindakan sosial, perlu kiranya memberi sedikit ulasan singkat mengenai hubungan antara konsep-konsep di atas terhadap masalah ketidakleluasaan tindakan serta

(31)

saling keterhubungan antara konsep yang satu dengan konsep-konsep yang lain sebab kebudayaan dan struktur sosial serta jaringan sosial berada pada level abstraksi yang berbeda satu sama lain, tetapi ketiga-tiganya saling berhubungan.

b. Teori Struktur Sosial

Struktur sosial merupakan tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial didalam kehidupan masyarakat di mana didalamnya terdapat hubungan timbal balik. Seperti yang kita ketahui bahwa manusia sejatinya tidak bisa hidup sendiri melainkan harus dengan bantuan orang lain . bahkan bisa dibilang bahwa dari kita lahir sampai dewasa membutuhkan manusia. Masyarakat secara sederhana bisa di katakan terdiri dari individu-individu, kelompok-kelompok. Pertama, individu sebagai masyarakat dalam bertindak selalu di kaitkan dengan struktur-struktur sosial yang ada di dalam masyarakat di mana individu yang bersangkutan hidup dan tinggal. Sementara itu, sebagai anggota kelompok, dia dikaitkan dengan anggota-anggota yang lain dalam kelompok yang bersangkutan. Hal ini tersirat pada adanya penggolongan-penggolongan atau kriteria tertentu di dalamnya. Dengan demikian, baik masyarakat maupun kelompok-kelompok individu, keduanya memiliki struktur sosial yang sifatnya juga membatasi atau memberi ketidakluasaan terhadap perwujudan tindakan individu-individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal ini, dapat di katakan bahwa seorang individu sebagai warga masyarakat, di satu pihak menjadi anggota lingkungan sosial tertentu seperti lingkungan kekerabatan dan di lain pihak juga menjadi anggota organisasi-organisasi sosial yang ada dalam masyarakat seperti lingkungan rukun keluarga (TR), rukun warga (RW),

(32)

lingkungan pekerjaan atau profesi, kumpulan arisan dan sebagainya. lingkungan-lingkungan sosial tersebut, masing-masing memiliki struktur sosial yang bebeda antara satu dengan yang lainnya.

Jadi masing-masing lingkungan sosial tersebut memliki struktur sosial sendiri-sendiri dalam mengatur interaksi antar anggotanya. Ada serangkain hak dan kewajiban bagi para anggota yang harus di penuhi, yang terwujud dalam peran-peran yang di jalankan oleh yang bersangkutan. Semua itu pada dasarnya bisa dipandang batasan atau ketidakluasan bagi pewujudan tindakan, sikap atau perilaku para anggotanya, tidakan, sikap atau perilaku mana yang di perbolehkan dan mana yang di larang atau apa yang seharusnya di wujudkan oleh para anggota kelompok sosial yang bersangkutan. Dengan demikian struktur sosial ini banyak hal dan bahkan sering kali menentukan macam perwujudan intraksi sosial yang menghasilkan hubungan-hubungan yang ada.

c. Teori Kekuasan

Harold D. Laswell (1984 :9) berpendapat bahwa kekuasaan secara umum berarti kemampuan pelaku untuk mempengaharuhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menajadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang menjadi kekuasaan.

1) Interaksi sosial

merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial juga dapat dikatakan sebagai seuah bentuk hubungan yang dibangun antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun

(33)

kelompok dengan kelompok dalam kehidupan bermasyarakat. Di mana interaksi juga merupakan sebuah proses sosial yang secara se ngaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan hidup (Elli Setiadi, 2011: 92).

Interaksi sosial terjadi karena adanya sebuah tindakan sosial yang dilakukan oleh pelakunya dan kemudian di dalamnya terjadi kontak sosial, yaitu penyampaian pesan dari komunikasi kepada komunikan. Pengaturan interaksi sosial diantara para anggota terjadi karena komiten mereka terhadap norma-norma sosial yang menghasilkan daya untuk mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan diantara mereka. Suatu hal yang memungkinkan mereka untuk membentuk keselarasan satu sama yang lain dalam suatu integritas sosial. Interaksi sosial terjadi apabila dalam masyarakat terjadi kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Jadi arti secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. (Soerjono Soekanto, 2007: 59). Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor seperti imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut bisa bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Apabila ditinjau secara lebih mendalam khususnya pada faktor imitasi, mempunyai peran yang sangat penting dalam proses interaksi sosial.

Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku, namun imitasi juga memungkinkan terjadinya hal-hal negatif seperti

(34)

tindakan-tindakan yang menyimpang apabila imitasi yang di dapat dari proses interaksi sosial tersebut meniru tindakan atau perilaku yang melanggar nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat (Soekanto, 2006: 57-58). (Mochtar Mas’oed dan Nasikun 1987 :22). “Kekuasaan merupakan suatu kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk memengaharuhi perilaku pihak lain.

2) Teori Penyimpangan atau Deviasi

Dalam studi tentang penyimpangan terhadap perbedaan dalam menentukan pelaku dan jenis perilaku atau kondisi yang dianggap menyimpang. Kebanyakan orang baru dapat menentukan penyimpangan jika mereka melihatnya. Misalnya bunuh diri, keterbelakangan mental, homosexual, alkoholisme, secara umum diterima sebagai salah satu bentuk penyimpangan. Tetapi bahkan bentuk penyimpangan yang umum tersebut saja masih terdapat perbedaan pendapat (Jokie, 2009: 13).

Dari pendapat para ahli yang mendefinisikan tentang penyimpangan, maka secara umum dapat dikelompokan kedalam empat sudut pandang yang bisa dijadikan acuan pada saat mendefinisikan penyimpangan. Keempat sudut pandang tersebt adalah: 1) Pandangan Statistik Menurut pandangan ini, penyimpangan bukanlah perilaku rata-rata atau yang banyak terjadi. Melainkan penyimpangan menunjukan kepada perilaku yang secara statistik berbeda dengan perilaku kebanyakan orang. Jadi, bukan pada benar atau salah, baik-buruk, tetapi lebih kepada kecenderungan angka statistik semata yang jarang terjadi. Dalam

(35)

pendangan ini penyimpangan belum tentu berkonotasi secara negatif secara moral. 2) Pandangan Absolutisme Pandangan absolutisme mengasumsikan bahwa masyarakat memiliki aturan dan dasar yang jelas dan anggotanya sepakat tentang perilaku yang dianggap menyimpang karena acuan tentang perilaku normal jelas telah diterima secara luas. Penyimpangan secara Universal dianggap sebagai kegagalan penyesuaian individu, terlepas dari perbedaan norma budaya dan subbudayanya. Oleh karena itu, pandangan absolutisme ini banyak mengabaikan aspek sosial perkembangan individu karena bagi para penganut ini penyimpangan tetaplah penyimpangan. 3) Pandangan Reaktivitis Para penganut reaktivitis melihat penyimpangan sebagai perilaku atau kondisi yang di labelkan menyimpang oleh orang lain. Penyimpangan adalah cap yang di berikan terhadap seseorang yang perilakunya telah dicap menyimpang oleh orang lain. Para reaktivitis mencoaba mendefinisikan penyimpangan secara sosial, interaksi antara penyimpangan dan masyarakat (sebagai agen pengendali sosial) dan konsekuensi dari interaksi tersebut. Mereka menolak bahwa apa yang dianggap menyimpang tergantung pada ciri bawaan perilakunya. Mereka berpendapat bahwa apakah perilaku tersebut menyimpang atau tidak tergantung pada reaksi masyarakat yang menyaksikan perilaku tersebut. Kelemahan pandangan ini adalah, walaupun interaksi antara penyimpangan dengan agen pengendali sosial merupakan proses yang penting. Tetapi pandangan ini dapat mendefinisikan penyimpangan sehingga penyimpangan bersifat relatif.

(36)

Selain itu harus ada sesuatu dari perilaku yang menyebabkan orang lain bereaksi dan ciri-ciri tersebut menyebabkan orang lain bereaksi dan ciri perilaku tersebut menunjukan apa yang disebut penyimpangan. 4) Pandangan Normatif Menurut pandangan ini penyimpangan adalah pelanggaran terhadap norma yang telah menjadi standar penting dimana apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dipikirkan, di lakukan dalam situasi tertentu. Pelanggaran norma sering digambarkan sebagai reaksi atau saksi dari pengendalian sosial. Sanksi merupakan perwujudan dari tekanan masyarakat agar individu mematuhi norma. Norma tidak muncul dengan begitu saja dalam masyarakat, tetapi norma tercipta, dijaga, dan disebarluaskan dari satu orang ke orang lainnya dalam masyarakat. Lebih jauh lagi norma dan penyimpangan berhubungan langsung dengan struktur masyarakat. Pada akhirnya, definisi normatif ini menjawab pertanyaan para reaktivis tentang apa yan mendasari masyarakat bereaksi terhadap suatu perilaku tertentu. Pada bagian ini mungkin ada kemiripan definisi antara reaktivis dengan normatif dimana norma menjadi dasar bagi masyarakat untuk bereaksi terhadap penyimpangan, tetapi norma tersebut kemudian diekspresikan dan penyimpangan ditentukan hanya melalui reaksi sosial (Jokie, 2009: 13-15).

Berdasarkan berbagai definisi penyimpangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa deviasi atau penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata masyarakat pada umumnya. Sedangkan perilaku menyimpang

(37)

adalah tingkah laku yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada.

3) Teori Kontrol Sosial

Kontrol sosial adalah perspektif yang terbatas untuk menjelaskan delikuensi kejahatan. Menurut teori kontrol sosial, penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan kontrol sosial atau pengendalian sosial. Teori ini dibangun atas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada hukum dan memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran terhadap hukum (J Dwi Narwoko dan Bangong Suyanto, 2010: 116) kontrol sosial mengacu pada suatu proses baik direncanakan maupun yang tidak direncanakan. Dalam proses kontrol sosial tersebut masyarakat dibuat agar mematuhi norma-norma yang berlaku di masyarakat. Norma yang ada di masyarakat di sosialisasikan kemudian kepada generasi penerus melalui proses sosialisasi. Adanya norma tentu bertujuan untuk mencapai kehidupan yang ideal. Ketika dalam prosesnya ada hal yang menyimpang, maka diperlukan suatu sistem pengendalian sosial untuk menanggulangi maupun meminimalisir penyimpangan tersebut. Masyarakat berharap bahwa individu yang menjadi bagian dari mereka secara mandiri memiliki kesadaran untuk mematuhi norma yang berlaku di masyarakat serta memiliki perilaku yang sesuai dengan aturan yang ada di masyarakat.

(38)

B. Kerangka Pikir

Lokalisasi adalah suatu tempat di mana masyarakat beranggapan bahwa suatu tempat yang tidak sesuai dengan norma-norma di masyarakat dan keluar dari ajaran gama manapun. Sedangkan adu ayam adalah pertarungan antara 2 ayam jantan pada suatu arena atau wilayah tertentu. Jadi lokalisasi adu ayam jago adalah suatu tempat atau wilayah yang terdapat pertarungan 2 ayam jantan pada suatu arena yang di anggap oleh masyarakat keluar dari norma-norma yang ada di masyarakat dan dilarang oleh agama manapun.

Keberadaan lokalisasi adu jago ini terletak di jalan rajawali 1 lorong 11 tepatnya di pasar lette, awal mula berdirinya tempat lokalisasi adu jago ini tempat lokalisasi dulunya tempat kosong yang digunakan sebagai tempat minum-minuman keras . ada salah satu dari peminum yang hobi dengan ayam sehingga ia merawat ayamnya di tempat tersebut. Pemilik pasar merasa menguntungkan kalau mendirikan tempat adu ayam sehingga berdiri sampai sekarang ini. Adapun dampak yang di timbulkan dari lokalisasi adu jago dampak positif dan negatif bagi masyarakat sekitar.

Dampak positif yang didapat oleh masyarakat adalah sebagai tempat hiburan bagi warga sekitar yang pecinta ayam adu dan mendapatkan pengahsilan tambahan seperti jualan minuman dingin, makanan dan rokok. Adapun dampak negatif yang di rasakan oleh masyarakat dengan adanya tempat lokalosasi adu ayam jago tersebut. Memberikan pandangan negatif terhadap daerah tersebut dan menimbulkan keributan atau keresehan yang dapat mengganggu warga sekitar.

(39)

Bagan Kerangka Pikir

Gambar 2.1 bagan kerangka pikir

BAB III

METODE PENELITIAN Lokalisasi Adu Ayam Jago

Keberadaan  Latar belakang berdirinya

lokalisasi adu ayam jago adalah tempat lokalisasi dulunya tempat kosong yang digunakan sebagai tempat minum-minuman keras . ada salah satu dari peminum yang hobi dengan ayam sehingga ia merawat ayamnya di tempat tersebut. Pemilik pasar merasa menguntungkan kalau

mendirikan tempat adu ayam sehingga berdiri.

sampai.sekarang ini

 Didirikan oleh inisial (D 42 tahun)

Dampak bagi masyarakat

Dampak positif  Sebagai tempat hiburan  Mendapat  penghasilan tambahan dari jualan.  Dampak negatif  Memberikan pandangan negatif terhadap lingkungan sekitar.  Menimbulkan keributan yang dapat. menagnggu warga sekitar.

(40)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yakni penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci. Disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini juga sering disebut metode penelitian naturalistik, karena penelitiannnya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) (Sugiyono, 2013:14).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Kualitatif yang dimaksud adalah suatu proses kegiatan penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural sesuai dengan kondisi objektif di lapangan, tanpa adanya manipulasi atau rekayasa. Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah bersifat deskriptif di mana data yang dikumpulkan dalam bentuk kata-kata, gambar dan bukan angka.

Metode penelitan kualitatif dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi, mencatat apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai kejadian yang ditemukan di lapangan dan membuat laporan penelitian. B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di jalan Rajawali 1 lorong 11 Kecamatan Mariso Kelurahan Lette Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

(41)

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Dalam penelitian ini ada tiga jenis informan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu informan kunci, dimana informan kunci yaitu pada masyarakat itu sendiri, kemudian yang kedua informan ahli, diambil dari pemerintah-pemerintah daerah, dan informan biasa diambil dari para tokoh-tokoh masyarakat di Kecamatan Mariso.

Moleong (dalam Prastowo (2014:195), menjelaskan bahwa “orang-dalam” yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar (lokasi atau tempat) penelitian. Jadi syaratnya, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang lokasi penelitian. Sedangkan kewajibannya adalah secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal.

Teknik yang digunakan dalam menentukan informan adalah teknik purposive dan teknik sampling snowball. Purposive adalah teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu dengan maksud menemukan apa yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sumber dengan memilih orang-orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2013:300).

Teknik sampling snowball adalah suatu metode untuk mengidentifikasi, memilih dan mengambil sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus. Meneliti menyajikan suatu jaringan melalui gambar sociogram berupa gambar lingkaran-lingkaran yang dikaitkan suatu yang dihubungkan dengan garis-garis menunjukkan hubungan antar responden atau antar kasus (Neuman, 2003)

(42)

Dalam penelitian ini ada tiga jenis informan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu informan kunci, di mana informan kunci yaitu pada masyarakat itu sendiri, kemudian yang kedua informan ahli, diambil dari pemerintah-pemerintah daerah, dan informan biasa diambil dari para tokoh-tokoh masyarakat di Kecamatan Mariso.

1. Guba serta Bogdan dan Biklen dalam Prastowo (2014:196), menerangkan bahwa kegunaan infornan bagi peneliti adalah sebagai berikut :Membantu agar secepatnya dan tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat, terutama bagi peneliti yang belum mengalami latihan etnografi.

2. Agar dalam waktu yang relatif singkat banyak informasi yang terkumpul sebagai sampling internal karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subjek lainnya dapat dilakukan.

3. Jadi dalam penelitian ini peneliti menentukan informan sesuai dengan kriteria atau sesuai dengan tujuan penelitian yaitu pada pemilihan kepala desa lamahala jaya yang berpatokan pada kalangan bella tello (tiga marga besar) dan sebagainya dengan jumlah informan sebanyak 10 orang.

D. Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah keberadaan lokalisasi adu ayam jago dan dampaknya terhadap masyarakat sekitar yang berada di jalan Rajawali 1 Lorong 11 Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Kota Makassar Sulawesi Selatan.

(43)

E. Instrumen Penelitian

Salah satu kegiatan dalam penelitian adalah menyusun instrumen penelitian atau disebut juga alat pengumpul data. Menurut Arikunto (1985 : 36) “Instrumen Penelitian merupakan alat yang dapat menampung sejumlah data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menguji hipotesisi penelitian.”

Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, di mana peneliti disini dapat mengetahui secara lansung dalam proses turun lansung ke tempat penelitian dan melihat fakta yang terjadi sebenarnya. sehingga validasi akan dilakukan oleh peneliti itu dengan memperhatikan beberapa di antaranya:

1. Pemahaman peneliti terhadap metode penelitian

2. Penguasaan wawasan peneliti terhadap bidang yang diteliti

3. Kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian secara akademik maupun logistik.

Adapun yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data, adalah:

a. Lembar obserasis b. Pedoman wawancara c. Alat tulis (pulpen dan buku) d. Alat perekam

e. Kamera

F. Jenis dan Sumber Data Penelitian 1. Jenis data

(44)

a. Data Primer

Data primer adalah pelaku-pelaku yang di mana mereka melakukan adu ayam jago di tempat tersebut seperti pemilik lokalisasi adu ayam jago, wasit adu ayam, dan pelaku yang melakukan lokalisasi adu ayam jago. Data yang diperoleh langsung dari masyrakat yang masuk dalam kategori melalui proses wawancara mendalam, intensif dan langsung, wawancara terikat, observasi dilokasi penelitian, sehingga dibutuhkan alat berupa tape perekam, kamera dan buku catatan

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak lansung melalui media perantara, data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun di arsip. Data yang di dapatkan dari hasil telaah buku referensi atau dokumentasi. Contohnya seperti mengambil gambar dilokasi tempat di mana kita meneliti.

Gunawan (2013:22), jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada lokasi penelitian, yang ditempuh melalui observasi, wawancara, sedangkan Data Sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, yaitu melalui dokumen-dokumen, arsip, buku-buku literatur, dan referensi tertulis lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dapat memperkuat hasil observasi dan wawancara.

2. Data dan Sumber Data

(45)

T1

Untuk mengetahui keberadaan lokalisasi adu ayam jago di Kecamatan Mariso, Kelurahan Lette.

Sumber data dari pemerintah setempat (kecamatan dan kelurahan, dan masyarakat sekitar)

T2

Untuk mengetahui dampak dari lokalisasi adu ayam jago di kecamatan mariso, kelurahan lette.

Dari masyarakat setempat (sekitar lokalisasi adu ayam jago)

Tabel 3.1 Data dan Sumber Data

G. Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan mengumpulkan data pada prinsipnya merupakan kegiatan pengunaan metode dan intrumen yang telah ditentukan dan di uji validitas dan reabilitasnya. Secara sederhana, mengumpulkan data diartikan sebagai proses atau kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau menjaring suatu informasi atau kondisi lokasi penelitian sesuai dengan lingkup menelitian.

Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa data-data, tindakan, dan data tambahan, seperti dokumen dan nilai-nilai. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah :

1. Observasi

Obsevasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah di ketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang di butuhkan untuk melanjutkan penelitian.

(46)

Langsung yang bertujuan dengan membandingkan apa yang telah diperoleh melalui literatul yang ada dengan apa yang betul-betul terjadi/berlangsung dilapangan. Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Observasi ini dilakukan dengan cara peneliti mendatangi lokasi penelitian, selanjutnya melakukan pengamatan dan pencatatan fenomena-fenomena yang diteliti.

2. Wawancara

Wawancara atau interview adalah suatu percakapan antara dua orang atau lebih dan berlansung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk memperolehinformasi yang tepat dari narasumber yang terpercaya, wawancara dilakukan dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan dari pewawacara kepada narasumber baik secara formal dan nonformal.

Baik secara formal maupun informal. Wawancara ini bertujuan untuk memperkuat apa yang telah didapat dari observasi langsung. Dalam penelitian ini digunakan tekhnik wawancara mendalam (indepth iterview) yaitu dengan mengumpulkan sejumlah data dari informan dengan menggunakan daftar pertanyaan dengan merajuk pada pedoman wawancara yang telah disusun secara sistematis agar data yang ingin diperolah lebih lengkap dan valid.

(47)

Dokumentasi adalah subuah cara yang dikakukan untuk menyediakan berbagai macam dokumen. Salah satu caranya adalah dengan mengunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber informasi.

Dokumentasi adalah suatu metode yang digunakan penulis untuk memperoleh data dengan cara menggali kumpulan data verbal, baik yang berbentuk tulisan atau tidak baik berupa gambar dan juga foto. Salah satu kelebihan dari dokumentasi ini adalah secara tidak langsung dapat mempresentasi realitas.

H.Teknik Analisis Data

Data yang didapatkan melalui berbagai teknik pengumpulan data seperti observasi, wawancara, dan dokumentasi dikumpulkan setelah semuanya terkumpul maka peneliti memilih data yang relevan dan yang tidak relevan dengan fokus penelitian , data yang relevan dikaitkan dengan data relevan yang lain, kemudian peneliti melakukan penarikan kesimpulan untuk menjawab fokus penelitian.

Menurut Miles dan Huberman terdapat tiga teknik analisis data yaitu duksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Proses ini berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul.

1. Reduksi data

Yaitu yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis secara kualitatif, di mana data yang diperoleh di lapangan, diolah kemudian disajikan dalam bentuk tulisan. Menyangkut analisis data kualitatif, menganjurkan

(48)

tahapan-tahapan dalam menganalisis data kualitatif sebagai berikut: Reduksi data, yaitu menyaring data yang diperoleh di lapangan yang masih ditulis dalam bentuk uraian atau laporan terperinci, laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih, difokuskan pada bantuan program, disusun lebih sistematis, sehingga mudah dipahami.

2. Penyajian data

Yaitu usaha untuk menunjukkan sekumpulan data atau informasi, untuk melihat gambaran keseluruhannya atau bagian tertentu dari penelitian tersebut.

3. Penarikan kesimpulan

Merupakan proses untuk menjawab permasalahan dan tujuan sehingga ditentukan saran dan masukan untuk pemecahan masalah.

I. Teknik Keabsahan Data

Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitataif. Yin (2003) mengajukan empat kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah Sebagai berikut :

1. Keabsahan Konstruk (Construct validity)

Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastiaan bahwa yang berukur benar- benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau Sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut

(49)

Patton (dalam Sulistiany 1999) ada 4 macam triangulasi Sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu :

a. Triangulasi Data

Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.

b. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.

c. Triangulasi Metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancra dilakukan.

2. Keabsahan Internal (Internal validity)

Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian

(50)

tersebut. Walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda.

3. Keabsahan Eksternal (Eksternal validity)

Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memeiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitiaan kualitatif tetapi dapat dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama.

4. Keajegan (Reabilitas)

Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama, sekali lagi.

Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.

(51)

BAB IV

DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN DAN DESKRIPSI KHUSUS LATAR PENELITIAN A. Deskripsi Umum Kota Makassar Sebagai Daerah Penelitian

1. Sejarah Singkat Kota Makassar

Nama Makassar sudah disebutkan dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakartagama karya Mpu Prapanca pada abad ke-14, sebagai salah satu daerag taklukkan Majapahit. Walaupun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan adalah toko pertama yang benar-benar mengembangkan Kota Makassar. Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan. Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, seklaigus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di Kota tersebut.

Sikap yang toleran terhadap agama berarti bahwa meskipun Islam semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama Kristen dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang Melayu yang bekerja dalam perdagangan di Kepulauan Maluku dan juga menjadi markas yang penting bagi pedagang-pedagang dari Eropa dan Arab. Semua kestimewaan

(52)

ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu (Sultan Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awalul Islam, Raja Tallo).

Kontrol penguasa Makassar semakin menurun seiring semakin kuatnya pengaruh Belanda di wilayah tersebut dan menguatnya politik monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalui VOC. Pada tahun 1669, Belanda, bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dna beberapa kerajaan sekutu Belanda melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa Tallo (Makassar) terdesak dan terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya.

Kota ini dahulu bernama Ujung Pandang dan dipakai dari kira-kira tahun 1972 sampai tahun 1999. Adapun alasan untuk mengganti nama Makassar menjadi Ujung Pandang adalah alasan politik, antara lain karena Makassar adalah nama sebuah suku bangsa padahal tidak semua penduduk kota Makassar adalah anggota dari etnik Makassar. Perang dunia kedua dan pendirian Republik Indonesia sekali lagi mengubah wajah Makassar. Hengkangnya sebagian besar warga asingnya pada tahun 1949 dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada akhir tahun 1950-an menjadikannya kembali sebuah kota provinsi. Bahkan sifat asli Makassar pun semakin menghilang dengan kedatangan warga baru dari daerah-daerah pedalaman yang berusaha menyelamatkan diri dari kekacauan akibat berbagai pergolakan pasca revolusi. Antara tahun 1930-an sampai tahun 1961 jumlah penduduk meningkat dari kurang lebih 90.000 jiwa menjadi hampir 400.000 orang, lebih daripada setengahnya pendatang baru dari wilayah luar kota. Hal ini dicerminkan dalam penggantian nama kota menjadi Ujung Pandang berdasarkan julukan “Jumpandang yang selama berabad-abad lamanya menandai

Gambar

Gambar 2.1 bagan kerangka pikir
Tabel 3.1 Data dan Sumber Data

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengertian yang diungkapkan Bafadal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengadaan bahan-bahan pustaka adalah suatu kegiatan yang dilakukan perpustakaan

Guru menugaskan peserta didik untuk mengamati dan mencari informasi tentang Latihan kekuatan otot lengan,dada,dan perut dari video pembelajaran yang akan dilihat..

Sistem yang akan dibangun di aplikasi wisata jogja merupakan sistem untuk menginformasikan tempat-tempat wisata dan kalender acara yang terdapat di Daerah Jogjakarta.. Sehingga

Z načrtovanjem kariere zaposleni je organizacija bolj konkurenčna na trgu, delo je razdeljeno, tako tudi odgovornost zaposlenih za opravljeno delo je točno določen.. Organizacija

Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif pada pada ibu menyusui di

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui teknik survei yaitu melakukan kegiatan

13 Lalu ditutup dengan motif ―Akulah TUHAN‖ (19:37).Proposal Kaiser ini cukup untuk memahami susunan pasal 19 ini, yang intinya adalah Sepuluh Hukum Musa. Pasal

Dari fakta yang ditemukan dipersidangan, yaitu barang yang diambil oleh para terdakwa I dan terdakwa II adalah milik orang lain dan bukan milik para terdakwa sebagaimana