Strategi Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit Indonesia Berbasis Konektivitas Perdagangan Internasional
Development Strategy of Indonesian Palm Oil Industrial Cluster Based International Trade Connectivity
DWI ARYANTHI1*, E. GUMBIRA SA’ID1,2, SETIADI DJOHAR3.
1Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor, Kampus Gunung Gede, Bogor 16151; 2Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680, 3Departemen Manajemen, Sekolah Tinggi PPM Manajemen, Kampus Tugu Tani, Jakarta 10340; *Penulis korespondensi, Telepon/Faks: +62-251-8318515; E-mail: anandaaryanthi@gmail.com
Abstrak
Indonesia sebagai negara penghasil dan pengkespor kelapa sawit terbesar di dunia memiliki tiga kawasan klaster industri (KIKS) yaitu Sei Mangkei (Sumatera Utara), Dumai (Riau), dan Malay (Kalimantan Timur). Untuk melakukan pengirman produk ke negara tujuan ekspor dari ketiga KIKS perlu dilakukan bongkar muat di negara Singapura dan Malaysia, sehingga diperlukan suatu strategi untuk mengembangkan KIKS di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan konektivitas. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi kondisi aktual KIKS Indonesia, untuk menentukan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi KIKS Indonesia, dan merumuskan prioritas strategi untuk pengembangan KIKS Indonesia sehingga Indonesia dapat menjadi hub port internasional. Alat analisis yang digunakan adalah model “Berlian Porter”, analisis kesenjangan, dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan hasil analisis strategi utama yang dibutuhkan untuk mengembangkan KIKS Indonesia berbasiskan konektivitas adalah dengan peningkatan infrasturktur. Strategi ini dapat dijalankan jika pemerintah (dalam hal ini kementrian perekonomian, kementrian perindustrian dan perdagangan, kementrian perhubungan, PT PEELINDO, dan pemerintah daerah), perusahaan swasta, akademisi dan masyarakat dapat bekerjasama dan terintegrasi dalam pelaksanaan pengembangan KIKS Indonesia. Kata kunci : Klaster Industri Kelapa Sawit,
Konektivitas Internasional, Model Berlian Porter, Analisis Kesenjangan, dan AHP
Abstract
Indonesia is the largest producer and the exporter of palm oil in the world which has three palm oil industrial cluster (POIC) areas Sei Mangkei (North Sumatera), Dumai (Riau), and Maloy (East Kalimantan) . Connectivity in these area is not well connected, yet. So , Indonesia must be done transhipment in Malaysia and Singapore to deliver Palm oil product to another country. Based on this , we need a strategy to develop the Indonesian palm oil industrial cluster based international connectivity. This study aims to identify the actual conditions POIC Indonesia, to determine the factors (internal and external) that influence the development of POIC, and formulate strategic priority for developing POIC so that Indonesia can be hub port in international trade, especially in Asia . This research uses "Diamonds" Porter’s Model, gap analysis, and the Analytical Hierarchy Process (AHP). Based on the analysis of There are three strategies that can be developed in a cluster development efforts in the Indonesian palm oil industry in the future . The main strategy is needed in the development of the palm oil industry cluster infrastructure improvements . This strategy can be done if the government , private sector , academic , and the public is able to work together and integrated . Comprised of Government in the context of the economy ministry , the ministry of industry and trade , Ministry of sea , PT PELINDO , and local government.
Pendahuluan. Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Berdasarkan data Indonesian Sustainable Palm oil Comission (Komisi ISPO) (2012), produksi kelapa sawit Indonesia pada tahun 2012 mencapai 23.9 juta ton. Nilai ekspor kelapa sawit pada tahun 2011 mencapai US $ 8.047.668 untuk produk crude palm oil (CPO) dan US $ 7.662.277 untuk produk selain palm oil (PO). Besarnya nilai ekspor kelapa sawit Indonesia ke pasar internasional menunjukkan peran penting industri kelapa sawit dalam perekonomian di Indonesia.
Pembangunan industri kelapa sawit melalui pembentukan dan pembangunan klaster industri sesuai dengan keputusan Menteri Perindustrian (KMP No. 13/M-IND/PER/I/2010) yang telah menetapkan tiga wilayah sebagai lokasi pendirian klaster industri kelapa sawit, yakni: di Sei Mangkei (Sumatera Utara), Dumai, dan Kuala Enok (Riau), serta Maloy (Kalimantan Timur). Ketiga kawasan tersebut saat ini belum terkoneksi dengan baik dengan pasar domestik dan pasar internasional. Sehingga, untuk melakukan pengiriman harus dilakukan transhipment yang menyebabkan produk-produk kelapa sawit Indonesia kalah bersaing dengan produk kelapa sawit Malaysia terutama untuk produk-produk hilir kelapa sawit. Hal ini tidak sejalan dengan konsep klaster industri yang akan dibentuk oleh pemerintah. Dimana klaster industri dapat didefinisikan sebagai pemusatan geografis
industri-indutri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya yang terintegrasi satu dan lainnya (JICA, 2004).
Konektivitas di ketiga wilayah KIKS Indonesia yang belum terbangun menyebabkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia belum terbentuk dengan kuat. Menurut Daryanto (2006), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan klaster industri antara lain identifikasi dan pemetaan karakteristik dan konektivitas wilayah klaster dengna wilayah lainnya, penciptaan iklim yang kondusif melalui perbaikan kebijakan-kebijakan pemerintah, kerjasama stakeholder, dan penyediaan sarana dan lembaga pendukung dalam klaster.
Berdasarkan hal ini, diperlukan suatu strategi untuk mengembangkan klaster industri kelapa sawit Indonesia yang berbasiskan perdagangan internasional. Tujuan penelitian ini antara lain mengidentifikasi kondisi aktual KIKS Indonesia (Sei mangkei, Dumai - Pelintung, dan Maloy), menentukan faktor-faktor eksternal dan internal yang berpengaruh pada pengembangan pengembangan KIKS Indonesia, dan merekomendasikan prioritas strategi yang tepat untuk mengembangkan KIKS Indonesia sehingga Indonesia dapat menjadi pintu masuk perdagangan kelapa sawit dunia khususnya Asia.
Sumatera Utara dan Kalimantan Timur pada tahun 2012. Teknik pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan contoh tanpa peluang (non probability sampling) dengan penentuan responden secara sengaja (purposive sampling) melalui pendekatan expertise judgement (Cooper dan Schindler, 2006). Teknik tersebut digunakan karena responden yang dipilih adalah pakar yang memiliki kapasitas dan kemampuan dalam merumuskan strategi pengembangan KIKS Indonesia. Dalam penelitian dilibatkan
beberapa pemangku kepentingan
pembangunan klaster industri kelapa sawit yakni: Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI), Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Pelaku Bisnis, Akademisi, Pemerintah Daerah.
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner kepada para pakar sebagai responden. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber melalui studi pustaka, instansi dan kelembagaan lainnya serta rujukan internet. Teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara-cara observasi, wawancara, dan studi pustaka.
Analisis data menggunakan model berlian Porter untuk menganalisa lingkungan internal dan eksternal dari KIKS Indonesia. Model berlian Porter merupakan model daya
saing ntuk menggambarkan daya saing suatu negara (wilayah) yang terdiri dari kondisi faktor input, kondisi faktor permintaan, kondisi persaingan dalam konteks strategi dan rivalitas perusahaan (negara), serta industri pendukung yang terkait untuk menghasilkan keunggulan kompetitif berupa daya saing klaster industri sebagai derivatif dari model permata (Snowdown dan Stonehouse, 2006).
Analisis lingkungan internal dan eksternal dengan menggunakan model berlian Porter akan menghasilkan gambaran kondisi aktual di KIKS Indonesia. Setelah itu, dilanjutkan dengan analisis kesenjangan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi aktual dan kondisi yang diharapkan. Pada analisis kesenjangan yang digunakan sebgai patok duga adalah Palm Oil Industrial Cluster (POIC) Lahad Datu. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan perumusan strategi dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan teori pengukuran dengan melakukan pendekatan kuantitatif dan/ atau kriteria tidak kasat mata (intangible) (Saaty, 2000). Pembuatan keputusan dilakukan dengan pendekatan multi criteria melalui pairwaise comparison yang datang dari skala preferensi di antara sekelompok alternatif (Saaty, 2000).
Model Klaster Industri Kelapa Sawit (Pratiwi, 2011). Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal eksternal diperoleh kondisi aktual klaster yang diperlihatkan pada Tabel 1.
Gambar 1 Model berlian Porter KIKS Indonesia
Analisis kesenjangan dilakukan dengan menggunakan elemen-elemen yang diperoleh pada analisis lingkungan internal dan eksternal KIKS. Pada analisis ini POIC Lahad Datu, Malaysia digunakan sebagai patok duga sebagai acuan kondisi ideal klaster industri. Pengelompokkan penilaian kondisi elemen-elemen adalah Sangat Buruk bernilai satu (1), Buruk bernilai dua (2), Baik bernilai tiga (3), dan Sangat Baik bernilai empat (4). Analisis kesenjangan menggunakan Lahad Datu, POIC Malaysia sebagai patok duga. Hasil analisis diperlihatkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
A B
C D E
F
0 2 4
Analisis Kesenjangan Internal
Gambar 2 Analisis Kesenjangan Elemen Internal KIKS di Indonesia
A
B
C
D 0
2 4
Analisis Kesenjangan Eksternal
Gambar 3 Analisis Kesenjangan Elemen Eksternal KIKS di Indonesia Hasil pemilihan prioritas pengembangan klaster industri kelapa sawit di Indonesia dilaksanakan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan hierarchy process beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah, pihak
A = Luas Lahan Perkebunan B = Volume Produksi CPO C = Infrastruktur Transportasi Darat D = Pelabuhan dan sarana lainnya E = Kebijakan Pemerintah F = Industri Inti dan Pengolah
A = Sinergi Pemerintah daerah dan Pusat
B = Adanya Pesaing Klaster Industri
Kelapa Sawit
MENCIPTAKAN KONEKTIVITAS GLOBAL (0,420)
MENINGKATKAN NILAI TAMBAH (0,218)
MENINGKATKAN DAYA SERAP PASAR (0,224)
STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI KELAPA SAWIT DI INDONESIA
INFRASTRUKTUR PENDUKUNG (0,493)
INDUSTRI INTI DAN PENGOLAH
(0,231) PESAING KLASTER INDUSTRI(0,109) PERMINTAAN PASAR GLOBAL(0,167)
Level 1
swasta, dan akademisi antara lain perbaikan regulasi, peningkatan infrastruktur, dan peningkatan nilai tambah melalui inovasi berkelanjutan. Pemerintah dalam hal ini kementerian perhubungan, kementerian perindustrian, kementerian perekonomian, dan PT Pelabuhan Indonesia memiliki peran penting dalam penignkatan infrastruktur yang berkaitan dengan perbaikan sistem logistik, kepelabuhanan, sistem transportasi, dan juga informasi serta teknologi. Selain itu, untuk mencapai konektivitas internasional sistem kontrak transportasi sebaiknya dirubah dari FOB menjadi CIF. Sehingga diharapakan konektivitas yang lebih efisien tercapai seperti yang diperlihatkan Pada Gambar 5.
Gambar 4 Hasil Pengolahan Prioritas Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit di Indonesia.
Gambar 5 Ilustrasi pengangkutan produk dalam perdagangan dunia ke Indonesia (Ditjen Perhubungan Laut, 2012).
Kesimpulan dan Saran.
Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal diperoleh beberapa elemen yang mempengaruhi pengembangan klaster industri kelapa sawit Indonesia. Elemen internal yang mempengaruhi pengembangan KIKS Indonesia yaitu luas lahan perkebunan, volume produksi CPO, infrastruktur transportasi darat, pelabuhan dan sarana lainnya, kebijakan pemerintah, dan industri inti dan pengolah CPO. Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan KIKS Indonesia yaitu pesaing klaster industri (Malaysia), permintaan produk, sinergi pemerintah pusat dan daerah, saluran distribus serta ekspor kelapa sawit.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan hierarchy process yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah perbaikan infrastruktur dan peningkatan nilai tambah melalui inovasi berkelanjutan. Untuk mencapai konektivitas internasional sistem
PasarDomestik
PelabuhanSingapura
PemindahanMuatan
Pelabuhan Malaysia
PemindahanMuatan
Pelabuhan Malaysia
PelabuhanAsal
kontrak transportasi sebaiknya dirubah dari FOB menjadi CIF. Sehingga diharapakan konektivitas yang lebih efisien tercapai.
Saran. Saran untuk penelitian selanjutnya diperlukan penambahan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan klaster industry kelapa sawit yang disusun dalam model “berlian” Porter. Diperlukan upaya penelitian lebih lanjut terhadap upaya pengembangan klaster industry kelapa sawit di masing-masing wilayah KIKS Indonesia dengan menyesuaikan perkembangan pembangunan yang ada di lapangan.
Ucapan Terima Kasih. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir E. Gumbira Sa’id, MA. Dev dan Bapak Ir Setiadi Djohar, MSM, DBA selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Masyarakat Kelapa Sawit Indoneisa (MAKSI), Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, PT PELINDO I wiayah Belawan, perusahaan shippingline, dan PT Bakrie Sumatera Plantation yang telah membantu selama pengumpulan data.
Daftar Pustaka
Gumbira, E. 2012. Kajian Kelengkapan Infrastruktur dan Jenis Industri Residen pada Klaster Industri Kelapa Sawit Indonesia dalam Menunjang Program MP3EI. Di dalam Prosiding Seminar Nasional. UNES. Semarang. Oktober 2012.
Komisi ISPO. 2012. Indonesian Palm Oil in Numbers 2012.
Pahan I. 2011. Pengembangan klaster industri kelapa sawit di Indonesia. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pahan I. 2010. Panduan lengkap kelapa sawit. Manajemen agribisnis dari hulu hingga hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.
Porter ME. 1990. The competitive advantage of nation. Free Press, New York.
Pratiwi E. 2011. Analisis Determinan Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara. Medan. Rodriguez-Clare A. 2005. Coordination
failures, clusters and microeconomic interventions [Research Network Working Paper R-544]. Inter-American Development Bank, Washington DC. Satty, T,L. 2000. Pengambilan Keputusan
Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Terjemahan, Lembaga
Pendidikan dan Pembinaan
N
o Elemen
INDONESIA MALAYSIA
Sei Mangkei Dumai Maloy
1
Luas
LahanPerkebunan Luas lahan Tahun 2010: 8.110.447 Ha dan tahun 2011 8.908.399 Ha Luas lahan tahun 2010 : 4,58 juta
hektar dan tahun 2011 : 5 juta hektar
2 Industri inti dan terkait Industri minyak goreng industri olein, stearin, dan PFAD industri oleokimia dasar
Industri biodiesel, Refinery, fatty alcohol, fatty acid, Palm kernel crushing, solvent extraction Plant, Fertilizer, Bioenergy, food, dan biomass, etc
Industri fatty acid, gliserine,
sabun dan deterjen Indsutri asam lemak
industri berbasis makanan
Industri Fatty alcohol
Industri non makanan
Industri biodiesel Fasilitas penunjang
3 Infrastruktur a. Transportasi
Darat jalan darat (dengan kondisi 20 %
rusak berat dan sedang)
Jalan darat (kondisi rusak sedang, ringan, dan berat mencapai 70 %)
Jalan darat (kondisi rusak sedang, ringan, dan berat mencapai 90 %)
Railway, dan rail siding
Fly over dan highway
rel kerata api masih dalam pembangunan
rel kereta api belum ada
Rel kereta api belum ada
b. Pelabuhan Belawan dan Kuala Tanjung Dumai Maloy Lahad Datu port, Kuantan Port
Belum terdapat pelabuhan dengan standar internasional Standar internasional : liquid bulk
terminal, dry bulk terminal, dan container terminal(hub perdagangan Asia)
4 Konektivitas harus melakukan transhipment ke Malaysia dan Singapura
5 Perdagangan ekspor CPO dan PKO tahun 2011 : US $ 10,4 milyar Ekspor CPO dan PKO tahun 2011 : RM 3,219
ekspor produk lainnya tahun 2011 : US$ 9 milyar
Ekspor Produk lainnya : RM 80.4 milyar
Negara Tujuan : India, China, Belanda, Bangladesh, Mesir, Singapura, Italia,
Spanyol, Rusia, Ukraina, dan negara lainnya Negara tujuan : Uni Eropa, Brazil, Uni Emirate Arab, America, China,
Pemerintah Peluang
Bisnis
Klaster Industri Kelapa Sawit
KONDISI PERSAINGAN
KONDIS I PERMINTAAN
In
inf rastruktur (Jalan, Pelab uhan , Tangki timbun, dll) Industri Pengolahan CPO
INDU STRI PENDUKUNG Saluran distribusi dan ekspor
Volume Pro duksi CPO Industri pemasok (CPO d an PKO) Luas L ah an Perkebunan