i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FINANCIAL STRENGTH PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA
SKRIPSI
Oleh :
FILIPUS ARGENTANO GUNTUR SURYAPUTRA NIM :
1206305052
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FINANCIAL STRENGTH PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA
SKRIPSI
Oleh :
FILIPUS ARGENTANO GUNTUR SURYAPUTRA NIM :
1206305052
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas udayana Denpasar
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya,
di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh
orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 23-02-2016
Mahasiswa,
Filipus Argentano Guntur S
iv
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji
pada tanggal : 07 Maret 2016
Tim Penguji: Tanda tangan
1. Ketua : Dr. I Ketut Sujana, SE., M.Si, Ak ...
2. Sekretaris : Ni Gusti Putu Wirawati, SE., M.Si ……….
3. Anggota : Dr. I B. Putra Astika, SE., M.Si, Ak ……….
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing
Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE.,M.Si,Ak. Ni Gusti Putu Wirawati, SE., M.Si
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME, karena rahmatNya, skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Strength Pada Industri Manufaktur Di Indonesia” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
3. Dr. A.A.G.P. Widanaputra, S.E., M.Si., Ak., dan Dr. I Dewa Nyoman Badera,
S.E., M.Si., Ak., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
4. Drs. I Ketut Suryanawa, S.E,M.Si., Ak selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Ni Gusti Putu Wirawati, S.E., M.Si.selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
senantiasa membimbing penulis selama perkuliahan dan segala proses
penyelesaian skripsi ini.
6. Dr. Ida Bagus Putra Astika, SE., M.Si., Ak, selaku Dosen Pembahas Skripsi
yang telah membimbing dan memotivasi penulis hingga selesainya skripsi ini.
7. Keluarga terkasih Bapak, Dr Agustinus Suryantoro, M.S., dan dan Ibu,
Florentina Sri Sumarsih, S.E serta kakak Aloysius Tegar Prahara Suryaputra atas
doa dan dukungan tulus terhadap penulis dalam menempuh pendidikan S1 di
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Udayana.
8. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung jawab atas semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.
Denpasar, 23-02-2016
vi
Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Strength pada Industri Manufaktur di Indonesia
Nama : Filipus Argentano Guntur Suryaputra NIM : 1206305052
ABSTRAK
Financial Strength (kekuatan keuangan) yang merupakan kondisi keuangan perusahaan berasal dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain: perekonomian yang berdampak pada penjualan, kebijakan pemerintah, perilaku kreditor dan debitor, harga saham, dan lain-lain; sedangkan kondisi internal antara lain pengelolaan keuangan, permodalan, kebijakan laba perusahaan, tingkat pengembalian aset dan lain-lain. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempegaruhi Financial Strength dari suatu perusahaan.
Metode pengambilan sampelnya menggunakan metode purposive sampling yaitu sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan kriteria pengambilan sampel merupakan perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum tahun 1993 dan telah menerbitkan laporan keuangan selama 2 tahun berturut-turut tahun 2013 dan 2014, serta data perusahaan tersedia lengkap. Dari 141 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terdapat 59 perusahaan yang memenuhi kriteria dan digunakan sebagai sampel. Pengukuran financial strength digunakan indeks kekuatan keuangan (financial strenght index) yang merupakan kondisi sebaliknya dari kesulitan keuangan.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa rasio modal kerja, return on asset serta harga saham berpengaruh positif terhadap financial strength. Sedangkan rasio laba ditahan, rasio penjualan tidak berpengaruh terhadap kekuatan keuangan suatu perusahaan. Adapun besarnya pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikatnya sebesar 48,2 persen sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model.
vii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Rumusan Masalah Penelitian ... 6
1.3Tujuan Penelitian ... 6
1.4Kegunaan Penelitian ... 7
1.5Sistematika Penulisan ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 9
2.1.1 Teori Stewardship ... 9
2.1.2 Financial Distress... 14
2.1.3 Financial Strength... 18
2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh rasio modal kerja pada Financial Strength……...... 19
2.2.2 Pengaruh rasio laba ditahan pada Financial Strength……..... 20
2.2.3 Pengaruh rasio Return On Asset pada Financial Strength……….. 20
2.2.4 Pengaruh rasio penjualan pada financial Strength……… 21
2.2.5 Pengaruh rasio Price to Book Value pada Financial Strength……….... 21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 22
3.2 Lokasi Penelitian……….. 24
3.3 Obyek Penelitian ... 24
3.4 Identifikasi Variabel ... 24
3.5 Definisi Operasional Variabel ... 24
viii
3.6.1 Jenis Data ... 26
3.6.2 Sumber Data ... 27
3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 27
3.8 Metode Pengumpulan Data ... 28
3.9 Teknik Analisis Data ... 29
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Data Penelitian………... 33
4.2 Analisis Data ……... 34
4.2.1 Statistik Deskriptif... 34
4.2.2 Uji Asumsi Klasik…….………... 35
4.2.2.1Uji Normalitas…...……….. 36
4.2.2.2Uji Multikolinieritas………. 36
4.2.2.3Uji Autokorelasi………...…...………. 37
4.2.2.4Uji Heterokedastisitas………...….……….. 38
4.2.3 Uji Kelayakan Model... 40
4.2.4 Koefisien Determinasi... 40
4.2.5 Uji t………... 42
4.3 Pembahasan……... 46
4.3.1 Pengaruh rasio modal kerja pada Financial Strength………….... 46
4.3.2 Pengaruh rasio laba ditahan pada Financial Strength……..……... 48
4.3.3 Pengaruh rasio Return On Asset pada Financial Strength... 49
4.3.4 Pengaruh rasio penjualan pada Financial Strength…………..... 51
4.3.5 Pengaruh rasio Price to Book Value pada financial Strength……... 52
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 54
5.2 Saran ... 55
DAFTAR RUJUKAN ... 57
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Penggolongan Kondisi Keuangan Perusahaan Berdasarkan Nilai
Financial Strength……….………..... 19
3.1 Populasi Penelitian ... 27
4.1 Pengambilan Sampel pada Perusahaan Manufaktur……... 33
4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 34
4.3 Hasil Uji Normalitas untuk Model Regresi... 36
4.4 Hasil Uji Multikolinieritas untuk Model Regresi... 37
4.5 Nilai Koefisien Korelasi, Determinasi dan Nilai Durbin-Watson………. 38
4.6 Hasil Uji Heterokedastisitas... 39
4.7 Nilai Koefisien Korelasi, Determinasi dan Nilai Durbin-Watson………. 41
[image:9.595.112.485.127.395.2]x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Perusahaan Sampel ... 60
2. Tabulasi Data Perusahaan ... 62
3. Hasil Output SPSS yang Menunjukkan Statistik Deskriptif, Nilai Minimum, Maksimum, Rata-rata, dan Deviasi Standar…… 64
4. Hasil Output SPSS Uji Normalitas ... 65
5. Hasil Output SPSS Uji Multikolinearitas ... 66
6. Hasil Output SPSS Uji Autokolerasi ... 67
7. Hasil Output SPSS Uji Heterokedastisitas ... 68
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia saat ini mengalami masalah perlambatan ekonomi (Bank
Indonesia, Juli 2015). Kondisi ini dapat menyebabkan krisis ekonomi apabila
terus berlangsung. Badan Pusat Statistik (BPS) pesimistis terhadap target
pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun ini sebesar 5,2 persen. Pasalnya
untuk mencapai itu, pemerintah harus bekerja keras agar realisasi ekonomi di
semester II bertumbuh 5,7 persen (Liputan6.com, 5 Agutus 2015).
Untuk mencapai pertumbuhan sebesar 5,7 persen pada semester II, maka
pemerintah harus berupaya mempercepat penyerapan anggaran negara dan
memanfaatkan pelemahan rupiah untuk menaikkan ekspor (Liputan6.com,
5 Agutus 2015). Apabila nilai ekspor berhasil dinaikan maka pencapaian 5,7
persen pertumbuhan bukan hal yang sulit. Pada akhir semester I belanja modal
yang baru terserap 9,74 persen dari anggaran Rp 275,8 triliun pada semester I
2015. Angka ini meningkat Rp 115 triliun dari anggaran belanja modal tahun lalu
Rp 160,8 triliun.
Perlambatan ekonomi Indonesia ini sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan
ekonomi global yang bias ke bawah di tengah kondisi pasar keuangan global
yang masih diliputi ketidakpastian. Ketidakpastian salah satunya disebabkan
2
tersebut disebabkan perkiraan ekonomi Amerika Serikat yang tidak setinggi
perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat.
Perekonomian Amerika Serikat secara umum akan lebih rendah dari
perkiraan semula dan ini didorong oleh realisasi triwulan I 2015 yang rendah serta
pelemahan ekspor dan investasi. Sementara perekonomian Tiongkok masih
melambat. Meskipun beberapa indikator moneter menunjukkan perbaikan, namun
kondisi ini belum menunjukkan perekonomian Tiongkok mulai membaik.
Sebaliknya perekonomian Eropa membaik yang ditopang oleh permintaan
domestik yang meningkat di tengan bergulirnya krisis Yunani (Bank Indonesia,
2015).
Pasar keuangan global mengalami kenaikan suku bunga Fed di Amerika
Serikat, ketidakpastian krisis Yunani, serta melambatnya perekonomian Tiongkok
akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia (Bank Indonesia, 2015). Yunani
mengalami gagal melunasi kewajibannya. Perekonomian Amerika Serikat masih
sangat berpengaruh pada perekonomian dunia termasuk Indonesia.
Penanganan krisis Yunani oleh Negara Uni Eropa bisa mengakibatkan
tekanan pembalikan modal portofolio dari emerging market, termasuk Indonesia.
Perbaikan ekonomi Yunani akan menimbulkan perbaikan ekonomi yang
berdampak pada terjadinya perpindahan modal dari negara-negara yang baru
berkembang kembali ke Yunani. Negara Uni Eropa telah menfasilitasi
perpindahan modal (Santosa, 2015).
Anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko pasar
3
mempunyai potensi merembet ke Negara lain termasuk Indonesia (Santosa, 2015).
Pengalaman krisis keuangan tahun 1998 yang terjadi di Indonesia menjadi
pengalaman yang sangat berharga untuk mengantisipasi keadaan ekonomi global.
Melemahnya nilai rupiah juga merupakan masalah yang tidak dapat
diabaikan (Kompas, 14 Agustus 2015). Kondisi nilai tukar rupiah saat ini tidak
hanya dipengaruhi oleh fundamental ekonomi Indonesia, tapi juga dipengaruhi
sentimen terhadap kondisi negara-negara lain. Indonesia harus waspada agar tidak
krisis perekonomian seperti pada tahun 1998.
Melemahnya nilai rupiah juga dipengaruhi sentimen negosiasi
penyelamatan fiskal Yunani menjelang jatuh tempo pembayaran hutang, devaluasi
mata uang Tiongkok dan meningkatnya valas untuk pembayaran hutang dan
deviden secara musiman. The Fed menaikkan suku bunga sehingga nilai rupiah
melemah (Rappler.com, 12 Oktober 2015).
Menurunnya nilai rupiah atau menguatnya dollar mengakibatkan
perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan baku impor mengalami
kenaikan biaya produksi. Peningkatan biaya ini disebabkan harga bahan baku
menjadi relative lebih mahal karena harganya dalam dollar. Harnanto (1984)
mengemukakan bahwa salah satu indikator yang mempengaruhi terjadinya
kesulitan keuangan adalah kenaikan biaya produksi.
Kondisi eksternal ini dapat mengakibatkan perusahaan-perusahaan akan
mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Disamping menguatnya nilai
dollar ada berbagai penyebab terjadinya kesulitan keuangan misalnya kondisi
4
penjualan yang menurun, bencana alam, pengelolaan yang kurang baik.
Penurunan harga saham yang terus menerus di pasar modal juga merupakan faktor
eksternal (Harnanto, 1984)
Long dan Evenhouse dalam Emrinaldi (2007) dalam Agusti (2013)
menemukan bahwa faktor-faktor penyebab kesulitan keuangan dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu kondisi ekonomi secara makro,
kebijakan industri dan financial, perilaku debitor dan kreditor. Kesalahan
pengambilan keputusan yang tidak tepat dan kurangnya upaya pengawasan
kondisi keuangan sehingga penggunaan keuangan yang tidak tepat juga dapat
mengakibatkan perusahaan mengalami masalah kesulitan keuangan.
Apriyeni dan Sri (2014) menemukan bahwa financial distress dalam
penelitiannya berpengaruh negatif pada auditor swiching. Penelitian Yani Tarzan
(2013) menemukan Net Profit Margin berpengaruh terhadap financial distress.
Net profit margin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi financial
distress. Rosita (2007) telah meneliti Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang
Malang bahwa bank tersebut sedang mengalami kondisi financial distress.
Kondisi keuangan secara makro ditandai dengan melambatnya
perekonomian. Melambatnya perekonomian akan mengakibatkan melemahnya
daya beli masyarakat yang diikuti penurunan permintaan akan barang-barang dan
jasa. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan penjualan dari perusahaan.
Penurunan penjualan merupakan salah satu indikator financial distress. (Harnanto,
5
Kebijakan di bidang industri dan keuangan juga bisa mengakibatkan
perusahaan mengalami kesulitan keuangan melalui penuruan penjualan. Sebagai
contoh, kebijakan kenaikan dalam uang muka mobil dan rumah mengakibatkan
masyarakat calon pembeli harus menyediakan uang kas untuk kebutuhan uang
muka. Sehingga calon pembeli akan menunda bahkan akan mengurungkan niat
untuk membeli barang.
Kesulitan keuangan (financial distress) yang mengarah pada kepailitan
menarik untuk diteliti. Penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih
banyak dikhususkan pada pencarian faktor-faktor yang mengakibatkan
kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan (Altman, 2000; Harnanto, 1984;
Agusti, 2013; Apriyeni dan Sri, 2014; Yani Tarzan, 2013; Rosita 2007). Dalam
penelitian-penelitian terdahulu perusahaan hanya dikelompokkan pada dua
kelompok yaitu yang mengalami kesulitan keuangan dan tidak; padahal kondisi
tiap-tiap perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan derajatnya
berbeda-beda. Demikian pula dengan perusahaan yang tidak mengalami kesulitan
keuangan mempunyai kemampuan keuangan (financial strength) juga mempunyai
derajat yang berbeda-beda.
Dengan melihat derajat yang berbeda baik perusahaan yang mengalami
kesulitan keuangan (financial distress) maupun yang mempunyai kemampuan
keuangan (financial strength), sangat menarik untuk memasukkan variabel yang
dapat mengakomodasi keduanya (financial distress dan financial strength).
Variabel tersebut adalah variabel financial strength index. Variabel ini dapat
6
keuangan dan sekaligus dapat melihat melihat seberapa besar tingkat kesulitannya
ataupun tingkat kemampuan keuangannya. Berdasarkan latar belakang tersebut
maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Strength pada Industri Manufaktur di Indonesia” 1.2Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
deteksi dini kemungkinan terjadinya kebangkrutan ataupun sekaligus juga bisa
dilihat kemampuan keuangannya. Salah satu cara untuk melihat kondisi keuangan
dari perusahaan dengan melihat kemampuan keuangan (financial strength)-nya.
Sehingga perlu diteliti dan dilihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh
terhadap kemampuan keuangan (financial strength) sebagai berikut:
1) Bagaimana pengaruh rasio modal kerjaterhadap financial strength?
2) Bagaimana pengaruh rasio laba ditahan terhadap financial strength?
3) Bagimana pengaruh rasio Return On Asset terhadap financial strength?
4) Bagimana pengaruh rasio penjualan terhadap financial strength?
5) Bagimana pengaruh rasio Price to Book Value terhadap financial strength?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi kondisi keuangan suatu perusahaan
serta :
1) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio modal kerja terhadap
financial strength.
2) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio laba ditahan terhadap
7
3) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio Return On Asset terhadap
financial strength.
4) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio penjualan terhadap
financial strength.
5) Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh rasio Price to Book Value
terhadap financial strength.
1.4Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1) Kegunaaan Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan mengenai Stewardship theory dan financial strength serta
financial distress di pasar modal Indonesia terutama analisis faktor yang
terkait dengan financial strength dan financial distress.
2) Kegunaaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi calon
investor dalam menganalisis kondisi keuangan suatu perusahaan serta
untuk memprediksi harga saham di masa yang akan datang.
1.5 Sistematika Penulisan
Pembahasan skripsi ini secara garis besar disusun berdasarkan urutan bab
8 Bab I : Pendahuluan
Bab ini adalah pendahuluan yang menguraikan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan, dan kegunaan penelitian serta menguraikan
sistematika penulisan.
Bab II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian
Bab ini adalah landasan teori yang mengemukakan berbagai landasan
teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan penelitian atau
topik penelitian dan perumusan hipotesis berdasarkan penelitian
terdahulu.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini adalah metodologi penelitian yang meliputi lokasi dan data
penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan
sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data.
Bab IV : Data dan Pembahasan Hasil Penelitian
Bab ini adalah data dan hasil penelitian yang mengemukakan tentang
keseluruhan penelitian ini dengan menampilkan hasil pengolahan data
dengan pembahasan hasil tersebut.
Bab V : Simpulan dan Saran
Bab ini adalah simpulan dan saran yang menjelaskan simpulan yang
diperoleh dari hasil penulisan serta saran-saran yang diharapkan dapat
digunakan oleh pihak yang berkepentingan terhadap hasil penelitian
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Stewardship
Pandangan masyarakat secara umum terhadap ilmu akuntansi nampaknya
masih dalam tatanan konsep fundamental yaitu akuntansi sebagai sebuah proses
mencatat, meringkas, pemeriksaan (auditing), pelaporan keuangan dalam lingkup
aktivitas perusahaan yang didominasi oleh organisasi profit. Pandangan ini cukup
beralasan jika berangkat dari terminologi teoritis yang diajukan oleh masyarakat
akuntansi (dalam hal ini praktisi profesi akuntansi dan akademisi), sebagaimana
yang dikemukakan institusi ataupun para pakar akuntansi seperti sebuah
organisasi profesi akuntan di USA, Accounting Principles Board (APB), A
Statement Of Basic Accounting Theory (ASOBAT), Belkoui, True Blood
Committee. American Certified Public Accountant. (AICPA)
Dewasa ini akuntansi telah merambah ke berbagai disiplin ilmu antara lain
seperti sosiologi, psikologi, teknologi informasi, manajemen, dan sebagainya, hal
ini disebabkan oleh perkembangan bisnis yang demikian pesat dalam bidang
teknologi dan perubahan di seluruh kehidupan dengan isu global ikut serta
menyebabkan akuntansi masuk ke dimensi lain dari disiplinnya. Perkembangan
teori akuntansi belakangan ini tidak hanya pada ilmu ekonomi dan manajemen
saja. Ilmu akuntansi terus berusaha untuk menyiapkan diri dan mengantisipasi
10
dan Davis, 1991). Berangkat dari perkembangan ilmu akuntansi yang tidak hanya
terpaku pada manajemen dan ilmu-ilmu ekonomi, penelitian ini memberikan
sebuah uraian/diskripsi dan menampilkan kajian mengenai konsep pengelolaan
organisasi ditinjau dalam perspektif akuntansi manajemen dengan pendekatan
Stewardship Theory (Donaldson dan Davis, 1991). Walaupun fokus dari
Stewardship Theory adalah harmonisasi antara pemilik modal (principles) dengan
pengelola modal (steward) dalam mencapai tujuan bersama, namun secara
merefleksikan bagaimana ilmu akuntansi merintis sebuah konstruksi pola
kepemimpinan dan hubungan komunikasi antara shareholder dan manajemen
dapat juga terjadi antara top manajemen dengan jajaran manajemen menengah dan
lain dibawahnya dalam suatu organisasi perusahaan dengan mekanisme
situasional yang mencakup seluruh filosofis manajemen dengan perbedaan budaya
organisasi, dan kepemimpinan dalam mencapai tujuan bersama tanpa
menghalangi kepentingan masing-masing pihak.
Stewardship Theory merupakan teori yang berdasarkan dalam teori
sosiologi dan psikologi, dimana manajer dimotivasi untuk berperilaku dan berbuat
secara kolektif demi kepentingan organisasi, sehingga kerjasama seluruh anggota
organisasi merupakan ciri utama dari stewardship. Para ahli teori stewardship
mengasumsikan bahwa adanya hubungan kuat antar kesuksesan dan kepuasan
organisasi. Kesuksesan organisasi mencerminkan maksimalisasi kekayaan para
pemegang saham (pemilik). Kesuksesan organisasi akan memaksimumkan utilitas
11
memaksimumkan kepentingan-kepentingan individu yang telah ada dalam
kelompok organisasi tersebut.
Teori stewardship merupakan teori yang menggambarkan situasi dimana
para manajer tidaklah termotivasi oleh seluruh tujuan-tujuan individu tetapi lebih
ditujukan pada target hasil utama mereka hanya untuk kepentingan organisasi,
sehingga teori ini mempunyai dasar sosiologi dan psikologi yang telah dirancang
dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai
keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan
organisasinya sebab steward akan berusaha mencapai target organisasinya. Teori
ini didesain bagi peneliti untuk menguji situasi dimana para eksekutif dalam
perusahaan sebagai pelayan agar dapat termotivasi untuk bertindak dengan
metode terbaik pada principalnya (Donaldson dan Davis, 1991).
Teori stewardship menjelaskan perilaku steward adalah perilaku kolektif,
sebab steward akan berpedoman dengan perilaku tersebut demi tujuan organisasi
yang dapat dicapai. Contohnya dalam peningkatan penjualan atau profitabilitas.
Perilaku kolektif ini akan menguntungkan pemilik termasuk outside owner (efek
positif yang timbul dari keuntungan dalam bentuk shareprices dan deviden), hal
ini akan memberikan keuntungan dalam status manajerial, sebab tujuan mereka
dilaksanakan dengan apa yang di tujukan oleh steward. Para ahli teori stewardship
mengasumsikan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara kesuksesan
organisasi dengan kepuasan principal. Steward memaksimumkan dan melindungi
shareholder melalui kinerja suatu perusahaan, sehingga fungsi utilitas steward
12
Steward yang sukses akan dapat meningkatkan kinerja suatu perusahaan
dan akan mampu memuaskan sebagian besar organisasi-organisasi yang lain,
karena sebagian besar shareholder memiliki kepentingan yang telah dilayani
dengan baik dengan meningkatkan kemakmuran yang telah diraih organisasi.
Oleh karena itu, steward yang mendukung organisasi termotivasi untuk
memaksimumkan kinerja suatu perusahaan, disamping dapat memberikan
kepuasan oleh kepentingan shareholder.
Sebelumnya para penganut teori stewardship menitikberatkan pada suatu
struktur yang memungkinkan untuk manajer-manajer pada tingkat yang lebih
tinggi (Donalson dan Davis, 1991; Davis, Scoorman dan Donalson (1997)
berpendapat bahwa CEO yang bertindak sebagai steward akan mempunyai sikap
pro-organisasional pada saat struktur manajemen perusahaan memberikan otoritas
dan keleluasaan yang tinggi. Struktur tersebut memperlihatkan adanya
disfungsional model of man dari teori agensi. Tetapi model of man pada
Stewardship Theory akan memaksimasi utilitas steward untuk mencapai tujuan
organisasional dibandingkan dengan tujuan untuk diri sendiri.
Stewardship Theory difokuskan pada intrinsic reward (penghargaan yang
hakiki) yang tidak dapat diubah dengan mudah. Penghargaan ini merupakan
kesempatan untuk meningkatkan pertumbuhan, prestasi, asosiasi, dan aktualisasi
diri. Pada titik terendah dalam hubungan stewardship pada hakikatnya memotivasi
untuk bekerja keras untuk kepentingan organisasi dengan penghargaan yang tidak
nyata. Stewardship lebih difokuskan pada tingginya kebutuhan pada hierarki
13 Berdasarkan teori tersebut, maka :
1) Orang yang dimotivasi oleh order kebutuhan yang lebih tinggi akan lebih
suka menjadi steward dalam hubungan steward-principal, daripada orang
yang tidak termotivasi oleh order kebutuhan yang lebih tinggi.
2) Orang yang dimotivasi oleh faktor intrinsik akan lebih suka menjadi
steward dalam hubungan steward-principal, daripada orang yang
dimotivasi oleh faktor ekstrinsik.
Dari sisi identifikasi, manajer menetapkan sendiri dirinya sebagai anggota
dalam organisasi khusus sesuai dengan misi, visi dan tujuan organisasi. Melalui
identifikasi suatu organisasi menjadi eksistensi dari struktur psikologi steward.
Identifikasi memungkinkan manajer seolah-olah memperoleh penghargaan untuk
kesuksesan organisasi dan pengalaman frustasi akan kegagalan organisasi, hal ini
dapat menambah hubungan kerja.
Beberapa penulis mempunyai pendirian bahwa manajer yang diidentifikasi
dengan atribut organisasi, kesuksesan organisasi, dan atribut ini memberikan
kontribusi pada self-image, dan self concept. Ini menggambarkan bahwa
identifikasi sosial konsisten dengan Stewardship Theory.
Konsep diatas diidentikan sebagai komitmen organisasi, yaitu adanya
individu-individu tangguh dan termasuk dalam unsur utama organisas.
Karakteristik komitmen organisasi sebagai suatu bangunan multidimensi yang
berisi pengulangan komitmen yang disebut “belief individu and acceptance of
goal of the organization”. Dalam teori agency nilai komitmen tidak memiliki nilai
14
Berdasarkan teori tersebut, maka orang yang lebih suka menggunakan
personal power sebagai dasar untuk mempengaruhi lainnya akan lebih suka
menjadi steward dalam hubungan steward-prinsipal, daripada orang yang
menggunakan power institusional.
2.1.2 Financial Distress
Financial distress adalah kondisi yang menggambarkan keadaaan sebuah
perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Financial distress
digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki
kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Menurut
Whitaker (1999), financial distress terjadi saat arus kas perusahaan kurang dari
jumlah porsi hutang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Plat dan Plat (2002)
mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan
yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.
Salah satu penyebab kesulitan keuangan menurut Brigham dan Daves
(2003) dalam Almilia (2004) adalah adanya serangkaian kesalahan, pengambilan
keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan
yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada
manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi
keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan.
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Umumnya model
financial distress berpegang pada data-data kebangkrutan, karena data-data ini
mudah diperoleh. Altman, Marco dan Varetto (1994) dan Yang, Platt dan Platt
15
gagal dan tidak gagal. Pengguna dari model ini termasuk kreditur, suplier yang
berfokus pada repayment dan investor potensial. Model ini memberikan
keuntungan untuk berbagai macam aplikasi seperti: Pemilihan portofolio (Platt
dan Platt, 1991); Penilaian kredit (Altman dan Haldeman, 1995); Perubahan
manajemen (Platt dan Platt, 2000).
Salah satu dampak financial distress adalah dapat membawa perusahaan
mengalami kesulitan dalam membayarkan kewajiban yang ditanggung. Menurut
Anggarini (2010), perusahaan yang mengalami financial distress (kesulitan
keuangan) akan menghadapi kondisi :
1) Tidak mampu memenuhi jadwal atau kegagalan pembayaran kembali
kewajiban yang sudah jatuh tempo kepada kreditor.
2) Perusahaan dalam kondisi tidak solvable (insolvency).
Terdapat tiga hal yang paling terlihat ketika perusahaan mengalami
financial distress, yaitu :
1. Business Failure (kegagalan bisnis), dapat diartikan sebagai :
a) Keadaan dimana realized rate of return dari modal yang diinvestasikan
secara signifikan terus menerus lebih kecil dari rate of return pada
investasi sejenis.
b) Suatu keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi biaya
perusahaan.
c) Perusahaan diklasifikasikan mengalami kerugian operasional selama
beberapa tahun atau memiliki return yang lebih kecil dari pada biaya
16
2. Insolvency (tidak solvable), dapat diartikan sebagai:
a) Technical insolvency timbul apabila perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran hutangnya pada saat jatuh tempo.
b) Accounting insolvency, perusahaan memiliki negative networth, secara
akuntansi memiliki kinerja buruk (insolvent), hal ini terjadi apabila nilai
buku dari kewajiban perusahaan melebihi nilai buku dari total harta
perusahaan tersebut.
3. Bankruptcy
Bankruptcy yaitu kesulitan keuangan yang mengakibatkan perusahaan
memiliki negative stockholders equity atau nilai pasiva perusahaan lebih besar
dari nilai wajar harta perusahaan. Apabila hutang lebih banyak dari pada aktiva
perusahaan akan kesulitan menutup kerugian aktivitas operasional. Bankruptcy
nantinya akan berpengaruh going concern suatu perusahaan.
Berdasarkan tiga macam kategori financial distress di atas, penelitian ini
menggunakan poin pertama untuk mengkategorikan perusahaan yang dianggap
mengalami financial distress, yaitu ketika perusahaan mengalami kegagalan
bisnis yang terlihat dari pendapatan perusahaan yang tidak dapat menutupi biaya
perusahaan yang timbul. Berarti jika terjadi hal demikian, perusahaan sedang
mengalami kerugian, yang berimbas pada kewajiban perusahaan untuk menutupi
kekurangan biaya yang terjadi dengan sumber-sumber pendanaan yang lain.
Financial distress dapat timbul karena adanya pengaruh dari dalam
Faktor-17
faktor penyebab financial distress dari dalam perusahan lebih bersifat mikro,
faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Kesulitan arus kas
Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi
perusahaan tidak cukup untuk menutupi bebab-beban usaha yang timbul atas
aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan adanya
kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahan untuk pembayaran
aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan perusahaan.
2) Besarnya jumlah hutang
Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk menutupi biaya yang
timbul akibat operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan
untuk mengembalikan hutang di masa depan. Ketika tagihan jatuh tempo dan
perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar tagihan-tagihan yang
terjadi maka kemungkinan yang dilakukan kreditur adalah mengadakan penyitaan
harta perusahaan untuk menutupi kekurangan pembayaran tagihan tersebut.
3) Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun.
Kerugian operasional perusahaan menimbulkan arus kas negatif dalam
perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari
pendapatan yang diterima perusahaan. Jika perusahaan mampu menutupi atau
menanggulangi tiga di atas, belum tetu perusahaan tersebut dapat terhindar dari
financial distress. Karena masih terdapat faktor eksternal perusahaan yang
18
4) Faktor eksternal perusahaan lebih bersifat makro dan cakupannya lebih luas.
Faktor eksternal dapat berupa kebijakan pemerintah yang dapat menambah
beban usaha yang di tanggung perusahaan, misalnya tarif pajak yang meningkat
yang dapat menambah beban perusahaan. Selain itu masih ada kebijakan suku
bunga pinjaman yang meingkat, menyebabkan beban bunga yang ditanggung
perusahaan meningkat.
2.1.3 Financial Strength
Financial strength (kekuatan keuangan) merupakan kondisi sebaliknya
dari kesulitan keuangan (financial distress). Perusahaan yang kondisi
keuangannya baik, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan mempunyai
kekuatan keuangan. Kekuatan keuangan suatu perusahaan dapat digunakan
sebagai indikator sehatnya suatu perusahaan.
Financial Strength Index merupakan ukuran tentang kesehatan keuangan
dari perusahaan yang juga dapat digunakan untuk sektor industri (Price, Cameron
and Price, 2005). Ukuran ini berimplikasi bahwa perusahaan dengan tingkat
keuntungan tinggi, likuiditas yang baik, tingkat hutang yang rendah dan fasilitas
yang baik akan mempunyai kekuatan/ kemampuan keuangan yang baik.
Sedangkan perusahaan dengan tingkat keuntungan yang kecil, tingkat likuiditas
yang rendah, keuntungan yang kecil serta fasilitas fisik yang kuno cenderung akan
mengalami keuangan yang buruk.
Nilai FSI > 3 menunjukkan bahwa kondisi keuangan dari perusahaan
tersebut sangat baik; 0 sampai 3 kondisi keuangan perusahaan tersebut baik; -2
19
perusahaan yang mempunyai indeks kekuatan keuangan dibawah -2
menjunjukkan kondisi keuangannya buruk. Sehingga, jika suatu perusahaan
mempunyai indek kekuatan keuangan (financial strength index) kurang dari -2,
maka harus segera dianalisis agar perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan
(financial distress). Kondisi kemampuan keuangan suatu perusahaan dapat dilihat
[image:30.595.174.452.312.462.2]pada tabel 2.1 di bawah.
Tabel 2.1 Penggolongan Kondisi Keuangan Perusahaan Berdasarkan Nilai Financial Strength Index.
Financial Strength Index Kondisi Keuangannya
> 3,00 Sangat Baik
3,00 - 0,00 Baik
0,00 - (2,00) Cukup
(2,00) < Buruk (financial distress)
Sumber: Price, Cameron and Price, (2005)
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Rasio Modal Kerja pada Financial Strength
Rasio modal kerja menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar
daripada hutang jangka pendek sehingga dapat melunasi kewajibannya (Platt dan
Platt, 2002). Price, Cameron and Price (2006) meneliti kemungkinan terjadinya
kesulitan keuangan (financial distress) pada usaha rumah sakit di Amerika.
Amalia (2006) dan Agusti (2013) menggunakan model logit dalam penelitian
terhadap perusahaan manufaktur menyimpulkan rasio modal kerja berpengaruh
20
indikator dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan tingkat keamanan bagi
kreditur jangka pendek menjamin going concern suatu perusahaan.
H1 : Rasio modal kerjaberpengaruh positif pada financial strength.
2.2.2 Pengaruh Rasio Laba ditahan pada Financial Strength
Rasio laba ditahan menunjukkan laba ditahan dibandingkan keseluruhan
asset. Altman (2000) menunjukkan bahwa laba sesudah pajak dan pembayaran
bunga hutang merupakan hasil bersih dari perusahaan yang dapat digunakan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Rasio laba
ditahan digunakan untuk menghitung laba untuk dijadikan modal perusahaan
seberapa besar proporsi laba ditahan tersebut. Semakin besar laba ditahan
kemungkinan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan.
H2 : Rasio laba ditahan berpengaruh positif pada financial strength.
2.2.3 Pengaruh Rasio Return on Asset pada Financial Strength
Return on Asset (ROA) merupakan ukuran tentang efektifitas penggunaan
asset untuk menghasilkan pendapatan. Semakin tinggi nilai ROA ini menunjukkan
penggunaan asset yang semakin efektif dalam menghasilkan pendapatan (Altman,
2000). Hasymi (2007) dan Agusti (2013) menyimpulkan bahwa ROA memiliki
pengaruh negative terhadap financial distress merupakan salah satu rasio
keuangan yang menunjukkan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik
akan mencegah kesulitan keuangan.
21
2.2.4 Pengaruh Rasio Penjualan pada Financial Strength
Rasio penjualan merupakan perbandingan antara penjualan dengan total
asset. Altman (2000) menemukan bahwa rasio penjualan berpengaruh secara
signifkan negative terhadap kemungkinan terjadinya kseulitan keuangan
(financial distress) pada perusahaan. Price, Cameron and Price (2005)
menyatakan semakin penjualan semakin baik kinerja perusahaan. Penjualan
merupakan pendapatan utama dari perusahaan. Penjualan yang besar menunjukan
kinerja pemasaran perusahaan tersebut baik sehingga dapat terhindar dari
kesulitan keuangan.
H4:Rasio penjualan berpengaruh positif pada financial strength index.
2.2.5 Pengaruh Rasio Price to Book Value pada Financial Strength
Rasio Price to Book Value merupakan perbandingan nilai pasar saham
dengan nilai bukunya (Altman, 2000). Nilai pasar saham yang tinggi
menunjukkan bahwa masyarakat yang membeli saham menaruh kepercayaan yang
tinggi pula terhadap perusahaan tersebut dan sebaliknya. PBV adalah salah satu
indikator dalam penelitian ini. Harga pasar saham akan mempengaruhi perilaku
manajemen dalam mengembangkan perusahaan. Harga pasar saham dipengaruhi
tingkat penawaran dan permintaan pasar dalam bursa efek.