MEMIMPIN UMAT DI TENGAH BADAI FITNAH:
BIOGRAFI KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB
RADHIYALLAHU ‘ANHU
Oleh Rimbun Natamarga
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu pahlawan terbesar Islam sepanjang masa. Lahir sekitar tujuh tahun sebelum kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ali adalah salah satu anak lakilaki pasangan Abu Thalib—yang bernama Abdi Manaf bin Abdul Muththalib—dan Fatimah binti Asad radhiyallahu ‘anha.
Meski demikian, sejak kecil Ali sudah diambil dan diasuh Rasulullah yang ingin meringankan beban Abu Thalib. Tidak seperti pedagangpedagang Quraisy yang lain, hasil kegiatan dagang Abu Thalib banyak terpakaihabis untuk menghidupi keluarganya dan orangorang yang ditanggungnya. Rasulullah sendiri sempat menjadi tanggungan Abu Thalib ketika ditinggal mati kakeknya, Abdul Muththalib, pada waktu berumur delapan tahun.
Ali memiliki beberapa orang saudara kandung lakilaki dan perempuan. Saudara laki laki Ali adalah Thalib, ‘Aqil dan Ja’far. Mereka semua lebih tua daripada Ali. Adapun saudarasaudara perempuan, mereka adalah Ummu Hani’ dan Jumanah.
Ketika Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat menjadi nabi dan rasul lewat lima ayat pertama surat Al‘Alaq dan AlMuddatstsir, Ali menjadi orang pertama yang masuk Islam dari kalangan kanakkanak bangsa Quraisy. Ali kemudian mempelajari Islam langsung dari sang nabi.
Menjadi anak asuhan Rasulullah, Ali menyaksikan langsung perjalanan dakwah Rasulullah di Makkah. Lebih dari itu, ia mengetahui dan sering pula menyaksikan penderitaan yang dialami oleh Rasulullah dan para sahabatnya akibat perlakuan orang orang musyrikinQuraisy.
Quraisy mengepung rumah Rasulullah untuk membunuh beliau berdasarkan keputusan musyarawah di Darun Nadwah.
Darun Nadwah adalah nama bangunan yang didirikan di samping utara Masjidil Haram pada masa jahiliyyah dulu. Di tengah kita sekarang, Darun Nadwah dapat dibahasakan sebagai balai pertemuan masyarakat.
Para tokoh musyrikin Quraisy berkumpul di sana dan bermusyawarah untuk mencari cara memadamkan dakwah Islam yang diemban Rasulullah. Atas usul Abu Jahal, ‘Amr bin Hisyam, mereka kemudian mengutus sekitar sebelas orang untuk bersamasama mengepung dan menghabisi nyawa Rasulullah.
Sebelas orang itu adalah Abu Jahal, AlHakam bin Abu Al‘Ash, ‘Uqbah bin Abu Mu’ith, AnNadhar bin AlHarits, Umayyah bin Khalaf, Zam’ah bin AlAswad, Thua’imah bin ‘Adi, Abu Lahab, Ubay bin Khalaf, Nabh bin AlHajjaj dan Munabbih bin AlHajjaj. Mereka semua adalah pemudapemuda dari kabilahkabilah Quraisy yang gagahberani.
Pada waktu yang telah direncanakan, mereka berkumpul di depan pintu rumah Rasulullah. Mereka mengintai dalam kegelapan malam, menunggu keluarnya Rasulullah dari rumah. Biasanya, Rasulullah bangun malam untuk pergi shalat di depan Ka’bah pada sekitar dua pertiga malam.
Lewat perantaraan Malaikat Jibril, Rasulullah mengetahui rencana orangorang Quraisy itu. Kepada Ali yang sudah berusia 21 tahun, Rasulullah memintanya untuk tidur di atas pembaringan Rasulullah sambil mengenakan kain penutup bewarna hijau.
Rasulullah sendiri keluar lewat pintu yang sedang diintai oleh pemudapemuda Quraisy. Dengan sebuah mukjizat yang Allah berikan, Rasulullah dapat melewati mereka dan pergi menjumpai Abu Bakar di rumahnya. Malam itu juga, mereka berdua pergi melakukan perjalanan jauh.
Dengan itulah, Allah halangi pandangan mereka, sehingga Rasulullah dapat melenggang tenang pergi ke rumah Abu Bakar AshShiddiq. Wallahu a’lam, hanya Allahlah yang paling mengetahui semua ini.
Dengan Ali berselimut, jagoanjagoan Quraisy itu akhirnya menunggu sampai pagi, mengira bahwa yang tidur berselimut kain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka baru menyadari kekeliruan mereka, ketika Rasulullah telah jauh pergi ke luar Makkah, menuju Gua Tsur yang terletak di jalur ke arah Yaman.
Kepergian ke Gua Tsur itu, lagilagi, dalam rangka mengelabui para pengejar mereka yang mengendarai tunggangan masingmasing. Bagaimana pun, jika Rasulullah dan Abu Bakar segera pergi ke Madinah malam itu, para pengejar itu akan dapat menyusul mereka berdua.
Ali baru pergi ke Madinah setelah Rasulullah keluar dari Makkah. Sebelum itu, Ali dipercaya untuk membereskan segala urusan Rasulullah di kota Makkah, seperti melunasi hutang atau menagih piutang, mengembalikan barangbarang yang pernah dipinjam Rasulullah dari orangorang lain atau barangbarang yang pernah dititip ke Rasulullah.
Pindah ke Madinah, Ali radhiyallahu ‘anhu segera dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu. Proses persaudaraan seperti ini termasuk salah satu tindakan yang Rasulullah lakukan untuk mengurangi beban hidup yang mendera sahabatsahabat beliau dari kalangan Muhajirin.
Ali tidak banyak membawa harta ke Madinah. Akan tetapi, dalam keadaan seperti itu, Ali segera menjadi salah seorang pemuda yang diandalkan Rasulullah dalam banyak peperangan dan—karena itu—sering mendapat jatah dari harta rampasan perang atau hasil sebuah penyerbuan tanpa perang.
Dalam Perang Badar yang terjadi pada tahun kedua Hijriah, misalnya, Ali ditugaskan Rasulullah untuk memegang bendera perang milik Kaum Muhajirin. Selain itu, sebelum perang dimulai, Ali menjadi salah seorang wakil kaum muslimin untuk menghadapi perang tanding satulawansatu dengan wakilwakil musyrikin Quraisy.
Rasulullah untuk memegang bendera perang setelah pemegang bendera sebelumnya— Mush’ab bin ‘Umairradhiyallahu ‘anhu—tewas menjumpai syahid.
Pada Perang Ahzab atau yang juga disebut sebagai Perang Khandaq (parit) Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskan Ali sebagai penyergap pasukan berkuda orangorang musyrikin. Pada hari itu juga, Ali terpaksa berduel dengan salah satu jagoan orangorang Quraisy di dalam parit. Selama perang, Ali berhasil menunaikan tugastugas yang dibebankan kepadanya.
Kepahlawanan Ali makin tampak ketika Rasulullah dan para sahabat menaklukkan Benteng Khaibar pada tahun keenam Hijriah. Pada penaklukan inilah, Rasulullah bersabda, “Betulbetul akan kuberikan bendera perang ini kepada seorang lakilaki yang mencintai Allah dan RasulNya dan Allah serta RasulNya juga mencintainya.” [HR. Muslim]
Orang yang dimaksud Rasulullah adalah Ali yang pada hari itu berhasil membuka salah satu benteng dari bentengbenteng Yahudi di Khaibar. Sebelum penaklukan selesai, Alisempat berduel dengan salah satu jagoan Yahudi yang takterkalahkan, Marhab. Jagoan Yahudi ini tewas mengenaskan di tangan Ali.
Hanya satu perang bersama Rasulullah yang Ali lewatkan. Perang itu adalah Perang Tabuk yang terjadi pada Rajab tahun 9 H. Ali dipercaya Rasulullah untuk menjaga anakanak, kaum wanita dan sahabatsahabat Rasulullah yang uzur tidak bisa ikut perang karena sakit atau berusia lanjut.
Pada perang yang dikenal juga lewat sebutan Sa’atu ‘Usrah itu, Ali bukan sekedar dipercayakan sebuah kota yang dihuni oleh orangorang lemah. Lebih dari itu, Ali dipercaya oleh Rasulullah untuk mengawal Madinah dari segala makar yang mungkin dilakukan oleh orangorang munafik Madinah. Seperti yang dilukiskan ulang oleh Allahta’ala dalam Surat AtTaubah, banyak orangorang munafik sengaja meminta izin untuk tidak ikut serta pada perang itu dengan 1001 alasan yang dibuatbuat mereka.
Tidak hanya di medan laga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memercayakan beberapa permasalahan penting di luar perang untuk ditangani Ali. Pada bulan Dzul Hijjah tahun 9 Hijriah juga, misalnya, Ali diutus Rasulullah untuk membacakan Surat AtTaubah ke hadapan khalayak yang berhaji di Makkah waktu itu. Pada tahun 10 H, Ali diutus Rasulullah bersama Khalid bin Walid ke Yaman untuk kembali membawa 100 ekor onta yang akan disembelih Rasulullah di Makkah ketika Haji Wada’.
Ali termasuk salah seorang keluarga Rasulullah yang diminta untuk membantu Rasulullah ketika sakit. Misalnya, ketika Rasulullah ingin datang ke masjid, Ali adalah orang yang memapah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abbas bin Abdil Muththalibradhiyallahu ‘anhu. Ali pun menjadi salah seorang yang dipercaya untuk memandikan, mengafankan, dan menguburkan jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena bentuk kepercayaan seperti itu, tidak mengherankan jika ada sebagian dari kaum muslimin yang mencoba membuat riwayatriwayat palsu tentang Ali. Di antara riwayatriwayat tersebut adalah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan Ali dengan diri beliau pada harihari pertama tiba di Madinah.
Termasuk pula ke dalam riwayatriwayat yang dimaksud adalah riwayat yang mengetengahkan ucapan Rasulullah, “Engkau adalah saudaraku, pewarisku, pemimpin penggantiku (khalifah rasulullah) dan pemimpin terbaik sepeninggalku.” Riwayat ini bertentangan dengan sebuah riwayat sahih dalam Shahih AlBukhari.
Imam AlBukhari pernah meriwayatkan, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamsakit, Abbas berkata kepada Ali,
‘Mari kita pergi ke Rasulullah. Lalu, segera kita tanyakan ke Rasulullah tentang siapa yang berhak memegang kepemimpinan nanti. Jika itu ada pada orangorang kita, niscaya kita akan tahu tentangnya. Adapun jika itu ada pada orangorang selain kita, kita pun tahu siapa itu. Dengan begitu, Rasulullah berarti telah memberikan wasiat di depan kita (tentang kepemimpinan itu sebelum wafatnya).’
Ketika itu, Ali menjawab,
sepeninggal beliau. Dan sesungguhnya aku, demi Allah, tidak akan menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam’.” [HR. AlBukhari]
Bersama sembilan sahabat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjaminkan untuknya Surga dan ini adalah di antara keutamaan Ali yang tak bisa dilupakan oleh kaum muslimin dari dulu sampai sekarang. Dalam sebuah hadits sahih, Rasulullah pernah bersabda,
“Sepuluh orang di Surga. Abu Bakar di Surga. Umar di Surga. Utsman, Ali, Zubair,Thalhah, Abdurrahman (bin ‘Auf), Abu ‘Ubaidah, dan Sa’ad bin Abi Waqqash di Surga.”[HR. AtTirmidzi nomor 3748 dan disahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin AlAlbani]
Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan juga Imam Abu Dawud. Dalam kelengkapan riwayat itu, orang ke10 yang dijamin masuk Surga oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu.
Sebagai sahabat Rasulullah yang telah dijamin masuk Surga, Ali radhiyallahu ‘anhusejatinya adalah seorang lakilaki yang berkulit coklat muda. Kedua matanya besar dan pada putih bola matanya terlihat warna kemerahmerahan—sebuah tanda akan keberanian dan sikap pantang menyerah yang ada pada dirinya. Kepalanya botak dan jenggotnya lebat.
Ali berperawakan pendek. Akan tetapi, ketika berjalan, langkahlangkahnya terlihat ringan. Langkahlangkahnya itu akan terlihat setengah berlari ketika berjalan di tengah perang.
Ali menikah dengan Fatimah, putri bungsu Rasulullah. Darinya, Ali mendapat anak yang bernama Hasan, Husain, Muhsin, dan Ummu Kultsum.
Sepeninggal Fatimah, sebagaimana diriwayatkan dalam AthThabaqat Ibnu Sa’ad danTarikh ArRusul wa AlMuluk Imam AthThabari, Ali menikah dengan beberapa orang wanita. Dari beberapa orang istri itu, Ali mendapat banyak putra dan putri.
Ali juga menikahi Laila binti Mas’ud AtTamimiyah. Darinya, Ali mendapat dua orang putra, Ubaidullah dan Abu Bakar. Jika Abu Bakar terbunuh di Karbala, maka Ubaidullah dibunuh oleh AlMukhtar AtsTsaqafi, sang nabi palsu.
Sebenarnya, Ali memiliki seorang istri dari Bani Tsaqifah, kabilah sang nabi palsu itu. Wanita tersebut bernama Ummu Sa’id binti Urwah bin Mas’ud AtsTsaqafiyah. Dari istri yang ini, Ali memiliki dua orang putri yang bernama Ummul Hasan dan Ramlah AlKubra.
Istri Ja’far bin Abi Thalib bernama Asma’ binti Umais AlKhats’amiyah radhiyallahu ‘anhuma. Setelah ditinggal mati pada Perang Mu’tah, Asma’ dinikahi Abu Bakar Ash Shiddiq dan melahirkan untuknya seorang putra yang bernama Muhammad. Setelah Abu Bakar wafat pada tahun ke13 Hijriah, Asma’ dinikahi Ali. Untuknya, Asma’ melahirkan Yahya dan ‘Aun.
Ada yang mengatakan, anak kedua Ali dari Asma’ itu bukan ‘Aun, tetapi Muhammad AlAshghar. Pendapat inilah yang benar, sebagaimana dikatakan Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wa AnNihayah.
Muhammad AlAshghar berarti Muhammad yang kecil. Selain dirinya, Ali memiliki anakanak lain yang juga bernama Muhammad. Mereka adalah Muhammad AlAkbar dan Muhammad AlAwsath.
Muhammad AlAwsath adalah satusatunya putra Ali dari istri yang bernama Umamah binti Abil Ash bin Rabi’. Wanita ini adalah cucu Rasulullah dari putri beliau yang bernama Zainab radhiyallahu ‘anhu, kakak perempuan Fatimah yang sulung. Tentu saja, pernikahan Ali dan Umamah baru terjadi setelah Fatimah wafat dan itu atas wasiat Fatimah langsung ke Ali.
Muhammad AlAkbar dikenal pula sebagai Muhammad bin AlHanafiyyah atau sering disebut Ibnul Hanafiyyah. Ibunya adalah Khaulah binti Ja’far dari Bani Hanifah. Semula, Khaulah adalah salah satu wanita yang ditawan pasukan Khalid bin Walid ketika memerangi orangorang murtad pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash Shiddiq. Sebagai tawanan, Khaulah kemudian diberikan kepada Ali dan dinikahinya.
dan dinikahinya. Darinya kemudian Ali mendapat seorang putra yang dinamai Umar dan seorang putri yang dinamai Ruqayyah.
Istri Ali yang terakhir bernama Bintu Amruul Qais bin ‘Adi. Wanita ini berasal dari Bani Kalb. Darinya, Ali mendapat seorang putri yang lucu.
Semua istri yang disebut tidak dinikahi Ali dalam sekali waktu, sebab Islam melarang seorang lakilaki beristri lebih dari empat orang sekaligus, seperti termaktub dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala ayat ke2 dan ke4 surat AnNisa’. Ada empat orang istri, sembilan belas budak wanita, empat belas putra dan tujuh belas orang putri yang menyertai Ali sampai penghujung hidupnya.
Dari keturunan sebanyak itu, ternyata, hanya lima orang yang meneruskan garis keturunan Ali radhiyallahu ‘anhu, karena bangsa Arab—kemudian Islam—hanya mengenal sistem keturunan yang bersifat patrilineal. Mereka adalah Hasan, Husen, Muhammad bin AlHanafiyah, Abbas bin AlKalbiyah, Umar bin AtTaghlibiyah.