LKPD: Psikologi dan Kebutuhan 1
LKPD: Psikologi dan Kebutuhan
Sebuah pandangan penulis dari pengalaman berinteraksi dengan teman-teman pemerintah di wilayah Nusa Tenggara Timur dalam membantu penyusunan laporan keuangan. Karakteristik dan pengalaman antar satu kabupaten dengan yang lain yang tidak sama walaupun tidak jauh
berbeda mengindikasikan pendekatan yang berbeda pada entitas yang didampingi.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah adalah sebuah produk wajib yang diamanatkan oleh negara kepada pemimpin di daerah (kabupaten/kota/provinsi) sebagai sebuah wilayah otonom yang memiliki hak mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam bentuk laporan keuangan tentu terikat dalam format dan isi yang diatur dalam sebuah standar akuntansi pemerintah. Standar akuntansi pemerintah ini merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang wajib diterapkan pemerintah daerah/pusat dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Kebutuhan
Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar/alasan bagi setiap individu untuk berusaha.
Mengacu pada kebutuhan kepala pemerintahan di daerah untuk menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintah pada gilirannya membutuhkan tenaga pelaksana yang mampu membaca dan menerapkan standar akuntansi pemerintah dalam proses pelaksanaan dan pertanggungjawaban laporan keuangan.
Laporan keuangan yang dibangun pemerintah daerah tidak akan dapat digunakan dan diperbandingkan jika tidak taat asas sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Menyusun laporan keuangan yang tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintah merupakan bentuk ketidaktaatan pemerintah daerah kepada negara. Ketidaktaatan yang tentu saja dapat dikenakan sanksi/hukuman, mulai dari sanksi administratif hingga sampai pidana.
Bagaimana penilaian terhadap ketaatan pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan tercermin dalam opini yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan.
Melihat fakta ini, tentu saja kepala pemerintahan di daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) tentu sangat berkepentingan untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi.
LKPD: Psikologi dan Kebutuhan 2
Psikologi
Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah.
Untuk melihat sisi psikologi dalam penyusunan laporan keuangan tersebut, tentu harus dilihat dari manusia yang menjadi alat untuk dapat mewujudkan laporan keuangan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sisi pemangku kepentingan langsung dan pegawai yang membantu pemangku kepentingan.
a. Psikologi kepala daerah
Seperti diketahui, kepala daerah adalah produk politik. Artinya kepala daerah dihasilkan dari proses politik dan bukan dari jenjang hirarki birokrasi. Dalam konteks ini, tentu dapat dimaklumi jika kepala daerah tidak memahami secara detail terhadap standar akuntansi pemerintah. Namun dalam hal ini, bukan berarti kepala daerah benar-benar tidak tahu standar akuntansi pemerintah karena sangat banyak juga kepala daerah yang memiliki background pendidikan berbasis keuangan atau sebelumnya terlibat dalam pekerjaan yang berhubungan dengan keuangan.
Semakin jauh kepala daerah tidak memahami pengelolaan keuangan di daerah, semakin tergantung kepala daerah terhadap kompetensi bawahannya yang bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan.
Hal ini bisa dilihat dari reaksi beberapa kepala daerah yang tidak terlalu terusik dengan adanya opini yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan, bahkan masih menunggu bel terakhir sebelum mulai maju mencari bantuan dalam penyusunan laporan keuangannya.
b. Psikologi pegawai
Saat ini, standar akuntansi pemerintah yang digunakan mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa standar akuntansi pemerintah berbasis akrual. Basis ini menyatakan bahwa sistem akuntansi pemerintah mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
Namun peraturan lebih lanjut yang mengatur penerapan SAP ini batu diterbitkan pada tahun 2013 melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013. Artinya sejak PP tentang SAP diterbitkan tahun 2010, membutuhkan waktu 3 tahun untuk pemerintah pusat membuat pedoman penerapannya.
Dan kenyataan di seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur, penyelenggaran laporan keuangan berbasis akrual baru diterapkan pada untuk laporan keuangan tahun 2015. Itupun dapat disebutkan, penyusunan laporan keuangan berbasis akrual belum murni berangkat dari proses pengelolaan awal tahun namun proses tambal sulam catatan akuntansi dan keuangan pada selepas pertengahan tahun.
Kelambatan proses penerapan ini dapat mengindikasikan bahwa pegawai yang bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan keuangan masih belum siap dalam menerapkan standar akuntansi pemerintah yang berlaku.
LKPD: Psikologi dan Kebutuhan 3 1. Pegawai tidak memiliki motivasi yang kuat
Ketiadaan motivasi ini dapat terjadi oleh beberapa hal, seperti pegawai yang menganggap perannya kurang penting dalam berkontribusi menghasilkan laporan keuangan, keengganan mengikuti peraturan pengelolaan keuangan yang baru (resistensi), penghasilan pegawai tidak sebanding dengan beban tanggung jawab yang diembannya.
2. Pegawai tidak memiliki kompetensi yang memadai
Kekurangan kompentensi ini paling utama diakibatkan oleh metode rekruitmen lama yang tidak terlalu mempertimbangkan spesifikasi khusus dalam rekruitmen pegawai di bidang pengelolaan keuangan. Hal ini dengan mudah dapat dilihat dari jumlah pegawai secara keseluruhan di pemerintah daerah dibandingkan dengan pegawai di bidang pengelolaan keuangan yang memiliki latar belakang pendidikan berhubungan dengan akuntansi/keuangan daerah.
Peran Pendamping
Dalam mewujudkan laporan keuangan yang taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah, BPKP tentu berkewajiban ikut membantu pemerintah daerah untuk mengembangkan kapabilitasnya sehingga mampu mandiri dalam penyusunan laporan keuangan.
Selain mendorong pengelolaan keuangan pemerintah yang baik melalui kegiatan pengawasan, salah satu yang menonjol dalam upaya tersebut adalah keterlibatan BPKP sebagai lembaga konsultatif bagi pemerintah daerah dalam upaya pengelolaan keuangan.
Menurut pengalaman penulis saat terlibat dalam pendampingan penyusunan laporan keuangan di pemerintah daerah, terdapat beberapa poin penting yang patut dijadikan titik acuan dalam menghadapi dinamika pengelolaan keuangan di daerah.
a. Pemahaman Pengelolaan Keuangan
Pemahaman pengelolaan keuangan di daerah ini tidak semata pemahaman pengelolaan saat ini namun juga pemahaman bagaimana pengelolaan keuangan sebelumnya. Dengan memahami pengelolaan keuangan sebelumnya dan saat ini, seorang pendamping akan dengan mudah menjelaskan perbedaan antara yang saat ini berlaku dengan yang sebelumnya terutama kepada pegawai yang sudah terlibat aktif dalam pengelolaan keuangan menggunakan ketentuan yang sebelumnya ada.
Tanpa pemahaman komprehensif ini, seorang pendamping akan kesulitan menjawab apa kekurangan ketentuan yang lama dibandingkan yang baru. Karena sebuah awalan yang buruk jika komunikasi dimulai dengan kata: pokoknya!
Kata itu mengindikasikan pendamping tidak bersedia memahami sifat resistensi manusia terhadap perubahan. Tanpa memahami sifat resistensi manusia terhadap perubahan ini, perjalanan pendampingan dengan sendirinya telah menghadapi dinding terjal itu sendiri.
b. Keahlian Komunikasi
LKPD: Psikologi dan Kebutuhan 4 mengkomunikasikan apa yang telah, sedang dan akan dilakukannya kepada pegawai di
pemerintah daerah.
1. Mendorong kepala daerah memahami pengelolaan keuangan
Dalam berbagai kesempatan berkomunikasi sering ditemui beberapa kepala daerah sangat menginginkan laporan keuangan pemerintah daerah bisa mendapatkan opini yang baik namun tidak tahu dengan persis kendala yang dihadapi agar apa yang diinginkan dapat tercapai.
Mengapa penulis berpandangan demikian, karena apa yang diinginkan kepala daerah tidak tertuang dalam perencanaan dan penganggaran. Bagaimana dapat dikatakan kepala daerah berkebutuhan mendapatkan laporan keuangan yang baik, jika perencanaan/anggaran yang berhubungan dengan peningkatan kapasitas dan kapabilitas pegawai di bidang pengelolaan keuangan tidak mendapatkan porsi yang memadai.
Hal ini tidak hanya untuk kepala daerah saja namun juga kepala uni/satuan kerja yang merupakan pengguna anggaran.
Jadi langkah awal agar pendampingan mendapatkan jalan yang lancar adalah mengenalkan pengelolaan keuangan kepada pemangku kepentingan baik kepada kepala daerah maupun kepada kepala unit/satuan kerja.
Kegiatan pengenalan pengelolaan keuangan kepada kepala daerah dan kepala unit/satuan kerja penting dilakukan diawal kegiatan pendampingan. Pemahaman ini bersifat umum dan sedapat mungkin mengurangi istilah-istilah teknis kecuali istilah teknis yang sudah umum dipahami.
Inti dari pemahaman di tingkat ini adalah untuk menjadikan kepala daerah dan kepala unit/satuan kerja menjadi lokomotif pengelolaan keuangan yang baik. Tanpa memberikan pemahaman pada level ini, akan menyulitkan kegiatan pendampingan itu sendiri karena dukungan yang seharusnya mengalir dari pimpinan kepada anak buahnya tidak terjadi.
Pemahaman ini juga bermanfaat untuk menghilangkan hambatan ego sektoral yang sering terjadi antar unit/satuan kerja atau antar bidang/bagian.
2. Mendorong pemahaman pegawai
Mendorong pemahaman pegawai di bidang pengelolaan keuangan ini berdasarkan pengalaman penulis bukanlah pekerjaan yang mudah. Kondisi umum yang penulis temui atas kondisi pegawai di bidang pengelolaan keuangan, antara lain:
a) Pegawai yang menganggap perannya kurang penting dalam berkontribusi menghasilkan laporan keuangan
Hal ini seringkali terjadi pada pegawai yang menangani administrasi keuangan sehingga kesulitan menghubungkan peran/tugas pokok dan fungsi dan kaitannya dengan laporan keuangan yang dihasilkan. Pegawai seperti ini sering menganggap mengikuti/tidak ketentuan yang baru tidak berpengaruh terhadap laporan keuangan.
LKPD: Psikologi dan Kebutuhan 5 Kesulitan mendorong pegawai yang enggan/menolak dengan peraturan yang
baru sering kali disebabkan kebiasaan pegawai mengikuti pola kebiasaan yang sudah ada. Seingkali pegawai yang baru dimutasi belajar prosedur bukan berdasarkan ketentuan/petunjuk teknis yang ada namun berdasarkan kebiasaan pegawai sebelumnya.
Seringkali pula, hal ini terjadi pada pegawai yang kekurangan kompetensi sehingga tidak ingin perubahan karena mengakibatkan harus ada proses pembelajaran hal baru.
Untuk menghadapi kondisi ini, seorang pendamping harus dapat menjelaskan manfaat yang diperoleh dengan adanya perubahan ini. Kegagalan pendamping menjelaskan ini dapat mengakibatkan pegawai tidak akan mengikuti apa yang sudah disampaikan pendamping.
c) Penghasilan pegawai tidak sebanding dengan beban tanggung jawab yang diembannya
Kondisi ini seringkali justru dihadapi pada pegawai yang secara kompetensi memenuhi persyaratan atau justru menjadi ujung tombak pengelolaan keuangan namun menghadapi kenyataan sistem di pemerintah daerah yang tidak memiliki sistem reward yang dapat mendorong pegawai yang bekerja dengan lebih baik mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
Untuk kondisi dengan pegawai ini, pendamping harus ikut mendorong kepala daerah menciptakan sistem yang mendorong persaingan kerja yang sehat. Pendamping juga bisa mendorong pimpinan unit/satuan kerja memperhatikan pegawai yang memiliki kinerja yang baik.
Salah satu cara adalah mendorong diciptakannya satuan tugas (satgas) untuk pengelolaan keuangan tertentu dengan tugas yang jelas dan dengan tanggung jawab masing-masing yang jelas sehingga mudah diukur kinerja antar pegawai.
c. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Seiring dengan makin kompleksnya kebutuhan pengelolaan keuangan, pemerintah daerah harus didorong terus untuk memanfaatkan teknologi informasi.
1. Mengurangi pekerjaan pengulangan
Pendampingan untuk memanfaatkan aplikasi/alat bantu terkomputerisasi ini utamanya dilakukan pada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya administratif, berulang-ulang dengan tingkat kompleksitas rendah.
Mengapa ini penting dilakukan, karena sering kali hambatan penyusunan laporan keuangan disajikan berkualitas karena kekurangan pegawai. Kekurangan pegawai ini bukan disebabkan jumlah pegawai yang sedikit namun karena pegwai yang direkrut lebih ditujukan untuk mengerjakan pekerjaan administratif dan pengulangan yang seharusnya bisa dikurangi dengan memanfaatkan dukungan aplikasi/alat bantu terkomputerisasi.
2. Membantu menangani pekerjaan yang kompleks
LKPD: Psikologi dan Kebutuhan 6 untuk membantu penanganan dokumen-dokumen yang tersebar dalam
beberapa/banyak unit/satuan kerja.
Dengan membangun sistem kodifikasi dan penomoran yang baik, sebuah data keuangan/aset dapat dengan mudah dilacak dengan dokumen-dokumen sumber.
Penggunaan teknologi informasi tingkat ini lebih membutuhkan kerjasama antar unit/satuan kerja karena sebuah angka yang disajikan dalam laporan keuangan memiliki dokumen sumber yang tersebar.
3. Memudahkan proses dokumentasi dan perekaman data
Penggunaan berikutnya dalam pemanfaatan teknologi informasi adalah untuk memudahkan proses dokumentasi atas data-data keuangan dan pemanfaatan perekaman digital atas data keuangan sebagai back up.
Pemanfaatan teknologi informasi untuk kegiatan ini pada ujungnya akan memudahkan pengelolaan keuangan untuk melihat kembali histori transaksi keuangan.
d. Konsultansi Berjenjang
Yang dimaksudkan konsultansi berjenjang adalah membangun kapabilitas pegawai bidang keuangan agar mampu menjadi jembatan konsultasi bagi pegawai di unit/satuan kerja di bawahnya. Jadi pada tahap ini, penugasan pendampingan tidak hanya membuat pegawai di bidang pengelolaan keuangan mengerti bagaimana melaksanakan pengelolaan keuangan yang baik sesuai dengan standar akuntansi pemerintah tetapi juga mampu menjadi konselor/pendamping bagi unit/satuan kerja di bawahnya dalam mengembangkan pengelolaan keuangan di unit/satuan kerjanya.
Artinya, pendamping BPKP membantu pegawai di bidang keuangan pemerintah daerah untuk mampu menjadi pendamping pegawai di unit/satuan kerja.
Dalam banyak kesempatan, penulis sering mengalami permintaan kegiatan pendampingan yang sifatnya perulangan di kabupaten yang sama. Pangkal masalah dari hal ini disebabkan pegawai di bidang keuangan tidak memiliki kemampuan menyampaikan apa yang diperoleh sebelumnya kepada unit/satuan kerja dibawahnya. Hal ini dapat terjadi karena kekurangan keahlian komunikasi dari pegawai tersebut, namun bisa juga terjadi karena keengganan pegawai tersebut membagikan pengetahuan kepada unit/satuan kerja dibawahnya.
Penulis:
Baktiar Sontani