• Tidak ada hasil yang ditemukan

Televisi Jam Wajib Belajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Televisi Jam Wajib Belajar"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

SINERGI

REFERENSI TEBING TINGGI DELI

ESA HILANG

MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

ISS

N 1978 - 8080 N

O

M

O

R 133 T

AHUN 2014 T

AHUN XII 2014

Televisi & Jam

Wajib Belajar

Televisi Dan Jam

Wajib Belajar

Self Sensor Versus

Kolonialisasi Media

(2)

KETUA PENGARAH

Ir.Umar Zunaidi Hasibuan, MM ( WaliKota Tebing Tinggi )

WAKIL KETUA PENGARAH H. Irham Taufik, SH, M.AP (Wakil WaliKota Tebing Tinggi )

PENGENDALI H. Johan Samose Harahap, SH, MSP

(Sekdako Tebing Tinggi Deli )

PENANGGUNG JAWAB Ir. H. Zainul Halim (Asisten Administrasi Umum )

PIMPINAN REDAKSI Drs. Bambang Sudaryono (Kabag Adm. Humas PP)

WAKIL PIMPINAN REDAKSI Maslina Dalimunthe.SE (Kasubag Adm. Humas PP)

BENDAHARA : Jafet Candra Saragih

KOORDINATOR LIPUTAN Drs Abdul Khalik, MAP SEKRETARIS REDAKSI

Dian Astuti

REDAKSI

Rizal Syam, Khairul Hakim, Juanda, Ulfa Andriani,S.Sos

LAYOUT DESAIN GRAFIS Aswin Nasution, ST

FOTOGRAFER :

Sulaiman Tejo, Tomy Erlangga, Agung Purnomo

KOORDINATOR DISTRIBUSI

Edi Suardi, S.Sos RIDUAN

LIPUTAN DAN REPORTER Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi

Redaksi menerima tulis,photo juga surat berisi saran penyempurnaan dari pembaca dengan melampirkan tanda pengenal (KTP, SIM, Paspor) dan Redaksi berhak

mengubah tulisan sepanjang tidak mengubah isi dan

maknanya.

Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan Protokol Sekreariat Daerah Kota Tebing Tinggi

Jl,Dr Sutomo No : 14 Kota Tebing Tinggi Deli Deli

Eimail : sinergi@tebingtinggikota.go.id

Facebook : majalah_sinergi@tebingtinggikota.go.id

TERBIT SEJAK 16 Juli 2002 SK WALIKOTA TEBING TINGGI NO.480.05/286 TAHUN 2002

REFERENSI TEBING TINGGI

SINERGI

D A R I R E A D A K S I

Pembaca budiman…

Coba perhatikan, dalam penerbitan ini ada yang berbeda dibanding penerbitan sebelumnya. Satu di antara perbedaan itu, adalah adanya perubahan jajarn redaksi SINERGI mulai edisi Januari 2014 ini. Ya, Pemred yang lama Ahdi Sucipto, SH yang telah mengendalikan majalah kesayangan kita ini selama dua tahun lebih, telah digantikan oleh Drs. Bambang Sudaryono.

Sebelumnya Pemred kita yang baru ini merupakan Camat Kec. Padang Hulu dan telah lama menduduki jabatan itu. Kini beliau dipercaya Wali Kota Tebingtinggi Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan, MM sebagai Kabag Humas PP Pemko Tebingtinggi. Se-dangkan Kabag Humas PP lama juga Pemred SINERGI Ahdi Sucipto, SH menduduki pos barunya di Dinas Perhubungan sebagai Kabid Sarana Prasarana.

Pergantian jabatan dalam birokrasi pemerintahan, sudah dipandang sebagai hal lazim oleh PNS yang bertugas dimanapun juga. Demikian pula dengan keduanya, akan memandang penempatan pos masing-masing merupakan proses tour and duty bagi mereka untuk lebih meningkatkan kinerja dimasa mendatang. Hal sama harus dirasakan jajaran SINERGI yang mengeloa majalan kesayangan kita ini. Jangan sampai gerak perubahan di tubuh Humas PP berdampak besar bagi kinerja SIN-ERGI.

Sebagai nakhoda baru di majalah SINERGI, saya berpesan agar kinerja majalah ini ditingkatkan secara lenih baik. Prestasi yang telah diraih selama ini harus terus dipertahankan, bahkan bila mampu harus ditingkatkan. Sebagai Pemred, saya akan memberikan dukungan penuh terhadap apa pun kebutuhan personalia SINERGI. Pembaca sekalian …

Edisi pertama ini, adalah bentuk komitmen jajaran SINERGI di bawah Pemred baru ini. Laporan utama kita akan mencoba untuk menelisik persoalan tayangan televisi dihubungkan dengan jam wajib belajar yang jadi program Pemko Tebingtinggi. Laput ini akan dilengkapi dengan beberapa laporan lain, misalnya soal bahaya bagi anak dan remaja jika kelamaan nonton TV. Juga dipersoalkan seberapa besar pengaruh TV bagi keluarga, serta perlunya self sensor (sensor pribadi) terhadap tayangan TV yang hadir selama 24 jam di rumah kita.

Kami juga akan melaporkan sejumlah kegiatan Wali Kota Ir.H.Umar Zunaidi Ha-sibuan, MM dan jajaran Pemko Tebingtinggi yang ada hubungannya dengan kinerja SKPD dari berbagai instansi yang ada. Bahkan, satu hal yang penting, edisi ini akan kami isi dengan parade tulisan dari 10 penulis ternama dari berbagai daerah, khususnya Sumut. Mereka telah menyumbangkan sejumlah karya tulis, baik dalam bentu k laporan sastra, Cerpen maupun puisi ke redaksi SINERGI. Sebagai respon positif, kami pun memuat semua sumbangan tulisan itu, pada edisi kali ini.

Sedangkan pada rubric lain, misalnya Sosial, redaktur kami mneyambar fenomena yang berkembang belakangan ini pra Pemilu. Judulnya juga terkesan provokatif “Mereka Yang Menunggu Amplop,’ Inilah laporan kami yang mungkin disodorkan secara terang-terangan tentang tidak terelakkannya politik uang alias money politic dalam kancah perpolitikan tanah air.

Satu lagi laporan yang tidak bisa pembaca abaikan, adalah laporan ragam/pluralis yang bisanya banyak diminati. Kali ini, SINERGI membuat laporan tentang sejarah secangkir the di Keraton Ngayogyakarta. The, meski pun jenis minuman yang sudah dikenal, ternyata selama ini punya sejarah menarik, khususnya di kerajaan-kerajaan yang ada di negeri ini.

(3)

Redaksi JUANDA

Redaksi KHARUL HAKIM Sekretaris Redaksi

DIAN ASTUTI

Bendahara JAFET CHANDRA SARAGIH Koordinator Liputan

Drs.ABDUL KHALIK,MAP

D A F T A R I S I

SINERGI EDISI 133 JANUARI 2014

2. SALAM REDAKSI

6. SINERGITAS

Dampak Televisi

4. MOMENTUM

7. UTAMA

Televisi Dan Jam Wajib Belajar

Self Sensor Versus Kolonialisasi Media

Ketika Televisi Menjadi Orang Tua Ketiga

14. PENDIDIKAN

Kita Perlu Hari Bahasa Indonesia

16. EKONOMI

Tinjau Pasar Tradisional

17. KESEHATAN

Jamyankes Akan Dinikmati 48 % Warga Miskin

Kota Tebing Tinggi

18. HUKUM

Deskripsi Karakter Pasca Reformasi

20. LENSA PEMKO

28. PEMKO KITA

30. PARLEMENTARIA

32. AGAMA

33. OLAH RAGA

34. CERPEN

55. INFONASIONAL

56. OPINI

57. SOSIAL

58. TEPIAN

59. IKLAN OVOP GRATIS

J A J A R A N R E D A K S I

TA H U N 2 0 1 4

Televisi Dan Jam Wajib Belajar

TELEVISI adalah wilayah bebas nilai. Di tangan penontonnya kotak cinema itu bisa menjadi...

7

UTAMA

Umar Zunaidi Hasibuan Serahkan Bantuan ke Pengungsi

PEMKO KITA

28

Bencana Erupsi Gunung Sinabung...

Redaksi RIZAL SYAM

Distributor RIDWAN Koordinator Distributor

EDI SUARDI Layout Desain Grafis

ASWIN NAST,ST

Foto Grafer Sinergi SULAIMAN

Foto Grafer Sinergi TOMY ERLANGGA Foto Grafer Sinergi

AGUNG PURNOMO Redaksi

ULFA ANDRIANI,S.Sos Pimpinan Redaksi

Drs.BAMBANG SUDARYONO

(4)
(5)
(6)

Da m p a k Te l e v i s i

Kendati demikian, pada kali lain terlihat satu hal yang menakjub-kan. Seorang anak telah lama me-nabung menyerahkan celengan-nya. Tabungan yang dimulai sejak berbulan-bulan lalu, diserahkannya kepada korban tsunami di Aceh setelah ia melihat musibah itu di televisi. Padahal tabungan terse-but tadinya akan digunakan untuk membeli sesuatu yang telah lama diinginkannya.

Setiap orang pasti membutuh-kan hiburan, salah satu hiburan tersebut adalah dengan menonton televisi. Seorang anak khususnya dapat menghabiskan waktu lebih lama untuk menonton televisi dari-pada untuk belajar. Hal ini menun-jukkan bahwa anak lebih banyak mengetahui apa yang dilihatnya melalui televisi dan besar kemung-kinan untuk ditirunya. Baik itu tontonan berupa kartun, sinetron,

iklan, film, dan berbagai jenis lain -nya.

Televisi merupakan media massa elektronik yang mampu me-nyebarkan berita secara cepat dan memiliki kemampuan mengakses informasi dan mencapai khalayak yang tak terhingga dalam waktu yang bersamaan. Tidak dipungkiri jika televisi juga banyak memberi-kan manfaat seperti memperoleh informasi terbaru yang terjadi di Indonesia bahkan di dunia. Akan tetapi, acara televisi akhir-akhir ini lebih banyak membawa pen-garuh negatif terhadap kepribadian anak. Misalnya, seperti adegan

kekerasan dalam sinetron yang sering dilihat anak dapat me-nyebabkan anak tersebut meniru-kan dalam kesehariannya.

Secara kekinian, ketika terjadi pe-rubahan dramatis dalam teknologi komunikasi, maka satu hal yang tak terelakkan akan berdampak pada kemajuan media massa. Pesatnya kemajuan media massa -terutama televisi- akan pula

memberikan dampak signifikan

terhadap perubahan pola hidup dan prilaku umat manusia. Persoa-lannya hanya terletak pada: bahwa komunikasi dengan menggunakan media massa ini berlaku dalam satu arah (one way communica-tion), dengan mengenyampingkan umpan balik. Meskipun begitu, dalam tahap-tahap tertentu ko-munikan masih bisa melakukan feedback atas pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa, walau tidak serta merta.

Setiap media massa me-mang memiliki karakter khas dengan kelebihan dan kekuran-gan yang ada padanya. Diantara berbagai bentuk media massa yang mungkin paling kontrover-sial adalah televisi. Televisi, lewat acara-acara yang telah diplotnya, tidak saja teramat mudah memasu-ki wilayah publik tetapi juga gam-pang sekali menyerbu ruang-ruang pribadi kita. Televisi telah duduk rapi di sudut-sudut kantor, kamar-kamar keluarga bahkan menginap di kamar tidur berjam-jam setiap harinya.

Dengan tidak bermaksud mengabaikan efek positif yang dimanifestasikan televisi, tidak sedikit ahli mengkhawatirkan dampak negatif media ini ter-hadap perilaku audiens. Masih lekat dalam ingatan tentang kisah korban acara televisi yang terjadi pada tahun 2006. Kala itu salah satu stasiun televisi menampilkan acara smackdown yang men-gakibatkan korban meninggal dan luka-luka. Data yang ber-hasil dikumpulkan adalah sebagai berikut: Reza Ikhsan Fadillah (9), Bandung (meninggal 16 Novem-ber 2006). I Made Adi S. Putra (8), Bali, meninggal. Angga Rakasiwi (11), luka-luka. Fayza Raviansyah (4), Bandung, luka dan muntah darah. Ahmad Firdaus (9), Band-ung, pingsan dan Nabila Amal (6), Bandung, mengalami patah tulang. Mar Yunani (9), Yogyakarta, gegar otak. Yudhit Bedha Ganang (10), Jakarta Selatan, luka pada kepala dan kemaluan. Angga Riawan (12), Sukabumi,luka-luka. Fuad Ayadi (9), Madura, luka-luka. M. Arif (11), Jambi, luka-luka. M.Hardianto (11), Kendari, luka-luka. Fikro Haq (7). Mulai sekarang senantiasa awasi anak-anak saat menonton televisi. Beri pengertian serius saat menon-ton setiap program acara, apalagi program tersebut belum untuk ditontonnya.

(khairul hakim)

Sejenak seusai menonton film yang mengandung adegan kekerasan, Benny bertengkar

dengan adiknya, berkelahi dengan anak tetangga, dan merusak meja makan. Orang tuanya

mengambil kesimpulan, Benny menjadi agresif karena menonton film. Bila ditanya apa

alasannya, mereka mungkin menemukan beberapa jawaban. Pertama, sudah diketahui

banyak orang bahwa menonton film akan berpengaruh pada perilaku; film kekerasan akan

melahirkan perilaku kekerasan pula. Kedua, mereka merujuk kepada pada tulisan dalam

majalah yang mengungkapakan bahwa film memang merusak perilaku remaja.

(7)

TELEVISI

adalah wilayah bebas nilai. Di tangan penonton-nya kotak cinema itu bisa men-jadi benda mematikan, tapi juga bisa jadi benda yang memberikan man-faat besar. Semua nilai yang dimilik televisi tergantung pada remote (alat pengendali) media siar itu. Jika ingin bermanfaat tergantung pada pemirsa, tapi jika pun merusak itu semua tergantung di tangan pemirsa.

Begitulah nilai filosofis yang ditanam -kan ke benak publik oleh para pemilik media elektronik ini.

Para pemodal televisi, mulai dari pe-milik hingga pemeran televisi, seolah berkeinginan agar penonton televisi adalah orang-orang yang cerdas dan bisa menikmati produksi televisi dengan sikap dan nilai yang mereka miliki. Artinya, secara langsung para pemilik media siar itu, yakin betul

apapun yang mereka buat tidak akan memberi pengaruh negatif, sepan-jang penontonnya adalah orang-orang yang memiliki kadar kecer-dasan dan pendidikan yang baik. Dalam posisi inilah kemudian, tayan-gan dan program siar yang mereka siarkan, motifnya adalah memberikan kesenangan kepada penonton tanpa peduli pada nilai-nlai yang terkand-ung didalam program siar itu. Sub-stansi penayangan berbagai program televisi, adalah bagaimana program itu mampu dilihat sebanyak-banyakn-ya mata pemirsa dan bertahan lama. Jika hal itu bisa dilakukan, maka imp-likasi kedua adalah membanjirnya pengajuan iklan dan pariwara yang akan mendatangkan laba bagi usaha broadcast itu.

Dengan tujuan demikian, rating yang dibuat lembaga-lembaga survey menjadi takarannya. Semakin tinggi

rating, semakin tinggi pula pemasu-kan iklan, dan itu artinya keuntungan dari program itu semakin melimpah. Jangan heran, jika kemudian ban-yak tayangan hiburan semacam sinetron bisa berlangsung bertahun-tahun dengan ratusan episode yang kisahnya bak benang kusut yang tak jelas lagi mana ujung dan pang-kalnya.

Demikian pula dengan acara-acara hiburan yang berlangsung bertahun-tahun tanpa henti. Prinsipnya, sepan-jang program itu masih ada penon-tonnya, dipastikan akan terus tayang walau sudah kehilangan makna luhurnya. Program Yuk Keep Smile (YKS) di TransTV, adalah contoh hiburan yang berlangsung terus me-nerus setiap malam, hingga kemu-dian acara itu booming dan mampu menciptakan kultur baru yang disebut dengan ‘joget Caesar.’

Televisi Dan Jam Wajib Belajar

(8)

U TA M A

Ada pula acara hiburan di RCTI yang dikenal dengan ‘Indonesian Idol.’ Acara yang ditonton pulu-han juta pasang mata itu, mampu melahirkan bintang idola baru di ranah public hanya dalam tempo tayangan selama satu bulan lebih. Produk tayangan yang mengidola itu adalah Fatin Shidqia Lubis, seorang remaja yang masih duduk di kelas II SMA dengan anugerah suara yang katanya luar biasa. Sulap televisi telah menjadikan remaja yang seharusnya nebeng jajan dengan orang tua itu, menjadi kaya raya.

Banyak acara semacam itu di berbagai tayangan televisi, se-lanjutnya menyihir jutaan remaja dan anak muda dari berbagai pelosok membanjiri ibu kota dan kota provinsi untuk merenda asa. Mereka mengikuti audisi agar bisa senasib dengan idola mereka. Padahal, peluang itu hanya satu dari ribuan orang. Celakanya, tak sedikit di antara mereka yang ke-mudian putus asa.

Buruknya, kultur pop yang terban-gun oleh kedua acara itu merasuk hingga ke jantung peradaban generasi muda negeri ini., Di mana mereka lebih suka berkhayal menjadi kaya dengan cara-cara in-stan, ketimbang melalui cara-cara menempuh pendidikan, memeras keringat dan berpikir berat agar bisa sukses. Padahal, kerja keras memeras keringat serta berpikir berat melalui jalan berliku dunia pendidikan, merupakan sunnatul-lah yang harus ditempuh jika ingin sukses.

Kisah tentang sosok-sosok tert-entu yang jadi kaya secara instan, hanya sebagian kecil dari peran dan pengaruh media elektronik terhadap publik. Yakni, publik yang secara implisit memiliki karakter genuine dan kemudian mengha-dapi gempuran kultur media massa

khususnya elektronik, hingga me-miliki kesadaran semu yang bukan kesadaran aslinya.

Tapi, ada pula cerita yang menge-naskan bagaimana media televisi mampu menciptakan monster dalam diri publik, khususnya ter-hadap anak-anak dibawah umur, bahkan tak jarang juga mempen-garuhi remaja. Tidak hanya mem-pengaruhi, televise juga mampu membius anak dan remaja hingga memilik kekuatan untuk meniru apa yang ditontonnya di televisi. Terdapat sejumlah contoh tragis, bagaimana program televisi bisa merubah perilaku anak. Pada 16 November 2006 misalnya, Reza Ikhsan Fadillah, 9, meninggal du-nia karena meniru program tayan-gan smack down di televisi. Begitu pula dengan Angga Rakasiwi, 7, yang mengalami lima kali jahitan di kepala, karena meniru adegan yang sama.

Di luar negeri, kasusnya jauh lebih sadis dan brutal. Pada 20 April 1999 di Amerika Serikat, dua siswa Dylan Klebold, 18, dan Eric Har-ris, 17, melakukan penembakan secara brutal dengan senapan mesin pada jam belajar di Col-umbine High School di Littleton, Colorado. Dengan bergaya koboy yang disaksikannya di televisi, kedua remaja itu memuntahkan peluru di kantin sekolah, ruang sekolah, koridor sekolah dan teras depan sekolah. Akibatnya fatal, 12 siswa dan seorang guru tewas bersimbah darah. Sedangkan 20 orang lainnya harus dirawat di rumah sakit, karena terserempet peluru nyasar. Lebih mengiris per-asaan, kedua remaja itu kemudian menembak dirinya sendiri hingga tewas. Ternyata, fakta belakangan

terungkap mereka penggemar film-film bergenre kekerasan. (Riyanto

Rasyid, 2013)

Pesona televisi yang membius

itulah kemudian menggerakkan sejumlah kalangan untuk mel-akukan berbagai langkah antisi-pasi terhadap efek negatif yang dilahirkan oleh tayangan televisi. Antisipasi itu dimulai dari guatan perangkat hukum, pen-gawasan kegiatan televisi hingga pemberdayaan pemirsa melalui self devense (pertahanan diri) serta pengaturan jadwal tayangan dengan berbagai kode dan per-ingkat. Semua itu ditujukan untuk meminimalisir dampak negatif televisi. Negara melakukan fungsi itu dengan membentuk sejumlah undang-undang membatasi kegia-tan media massa. Demikian pula ditindak lanjuti dengan pemben-tukan sejumlah komisi, misalnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI dikehendaki Negara harus ada di hingga ke dearah, bahkan di-harapkan peran serta masyarakat untuk melakukan pengawasan internal terhadap siaran televise di rumah masing-masing.

Namun, patut disayangkan diten-gah gempuran tayangan televisi itu, ada kesan masyarakat dibiar-kan berjuang sendirian. Perjuan-gan masyarakat itu pun hanya sebatas, menguasai remote control yang ada di tangan mereka. Pada-hal, menguasai remote control saja tak sepenuhnya mampu mengen-dalikan televisi dari cengkraman rasa ingin tahun generasi muda yang cetek pengetahuan dan pemahaman.

(9)

Lebih menyedihkan, ungkap sosok yang pernah menjadi guru teladan nasional itu, anak-anak dan re-maja yang menonton televisi lebih menyontoh yang negatifnya ketim-bang yang positif dari apa yang dil-ihat di tayangan itu. Banyak kasus terjadi yang menunjukkan kuatnya pengaruh media terhadap remaja dan anak-anak. Elvi Meilani, me-nambahkan jalan satu-satunya un-tuk mengurangi pengaruh negatif televisi, melalui cara mendampingi anak-anak menonton acara-acara yang ada.

Namun, cara itu sendiri kurang efektif mengingat waktu anak-anak dan remaja dengan orang tua sepanjang hari selalu berbeda. Ketika anak-anak dan remaja pulang sekolah, saat itu terbuka peluang anak menonton teve tanpa pengawasan. Saat malam hari semua keluarga menonton teve dan hampir tak ada kontrol di sana. Lalu, bagaimana pula den-gan trend setiap kamar di rumah tersedia teve khusus, atau laptop yang dijadikan teve atau melalui teve streaming yang kini banyak diakses remaja.

Cara lain, selain mengontrol remote yang ada di tangan, Elivi Meilani menyetujui agar pemer-intah daerah/kota menerbitkan peraturan daerah (Perda) yang bisa menggerakkan orang tua me-merintahkan anak-anaknya beralih dari menonton teve. “Saya sangat setuju jika Pemko Tebingtinggi me-nerbitkan Perda wajib belajar ba’da maghrib,” tegas dosen Unimed itu. Alasannya, jika Perda itu memang ada, otomatis anak-anak akan mengalami proses wajb melakukan kegiatan belajar di awal malam, disaat televisi menayangkan acara di waktu prime time. “Saya kira memang harusnya itu yang dilakukan, agar masyarakat ter-bantu dalam mengurangi kegiatan menonton anak-anak dan remaja,”

ujar Elvi Meilani.

Pemko Tebingtinggi, dikabarkan dalam beberapa tahun bela-kangan gencar menerima sa-ran masyarakat agar membuat peraturan daerah yang bernuansa pembangunan dan pengemban-gan nila-nilai moralitas di tengah masyarakat. Beberapa saran dan usul yang kerap muncul, misalnya Perda Anti Maksiat, Perda Gem-mar (Gerakan Mengaji Ba’da Mahgrib) dan yang terakhir Perda Jam Wajib Belajar. Namun, hingga ketiga usulan masyarakat belum menunjukkan tanda-tanda akan direspon Pemko Tebingtinggi. Kabar terakhir yang berhasil diper-oleh, rencana Perda Jam Wajib Belajar hanya direspon dengan penerbitan peraturan wali kota soal itu. Sementara usulan yang lain belum terdengar tindak lanjutnya. Dalam seminar yang digelar Badan Sensor Film (BSF) beberapa waktu lalu, ada usulan agar Pemko Tebingtinggi membuat Perda Jam Wajib Belajar. Perda itu, usul pembicara, mewajibkan pelajar agar belajar wajib belajar pada jam tertentu, misalnya mulai dari jam 19.00 hingga 21.00 atau ba’da (sesudah) mahgrib hingga qabla (sebelum) Isya.

Dikatakan, pembuatan Perda itu paling tidak akan membatasi anak-anak dan remaja menonton televisi di waktu-waktu prime time. Di saat mana, berbagai stasiun televise berusaha menjaring sebanyak-banyaknya pemirsa untuk menyak-sikan tayangan mereka. Kala itu, merupakan waktu tepat dimana semua sosok berkumpul bersama di hadapan teve, karena itu waktu-wkatu itu menjadi momen berharga untuk keluarga berkumpul.

Pengajar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumut Dr. Faisar Ananda Arfa, MA, saat diminta pandangannya soal strategi mengurangi kedekatan anak dan

generasi muda dengan teve, mengatakan starategi penguatan hukum dan kelembagaan bisa dijadikan sebagai salah satu cara mengurangi keasikan anak terha-dap tontonan teve. “Tapi selain itu, yang terpenting bagaimana ada gerakan kultural untuk mengurangi kecenderungan menonton,” ujar alumni University Of California Los Angeles (UCLA) AS itu.

Faisar menegaskan, bahwa teve di negeri ini, sepertinya tanpa ide-ologi. Seharusnya para pengelola stasiun teve harus mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Sayangnya, ideologi kapitalisme sadar atau tidak diadopsi para pemilik media teve. Bahkan, mereka terjebak dalam kapitalisme itu sendiri den-gan semata-mata menjadikan sta-siun teve sebagai sumber mencari keuntungan pribadi dan kelompok. Padahal, sejatinya keberadaan stasiun teve untuk pemberdayaan bangsa.

“Ini yang saya kira membeda-kan antara pemilik teve di negeri ini dengan yang di luar negeri. Dampaknya memang luar biasa, sebab media teve di era postmod-ernisme ini memiliki peran sebagai pengganti di semua lini kehidu-pan,” tegas dia. Seharusnya, ada kesadaran para pemilik teve untuk membawa bangsa ini bisa setara dengan masyarakat internasional dan bukan menjadi alat pemilik media vis a vis masyarakat sendiri. Pengajar program pasca sarjana dan doktor IAIN SU itu, menam-bahkan akibat dari ideologi kapi-talisme itu, dampak terbesar yang dialami anak negeri adalah krisis moral dan identitas kebangsaan. “Karakter building bangsa ini men-jadi tidak jalan , karena dirusak oleh program televisi yang banyak meniru budaya luar. Pemilik teve harus menyeleksi rumah produksi dan mereka menawarkan acara yang bermutu,” tegas dia.

(10)

Mantan aktivis IPM di masa mu-danya itu, menegaskan, media teve kita harusnya mengikuti mod-el media Barat, di mana mereka yang membentuk selara pasar dan bukan sebaliknya. Hal seperti ini hanya bisa dilaksanakan bila diberengi dengan tanggung jawab moral. Harusnya, pengelola teve sadar bahwa genera muda negeri ini lemah dan harus diperkuat jika tak ingin kalah dari bangsa lain. Kesadaran nasionalisme ini lah yang kurang dimilik pemilik sta-siun teve. Bahkan, Faisar Ananda, membenarkan jika pemiliki stasiun

teve negeri ini bisa disamakan dengan agen spinonase negara asing untuk penjajahan model baru di era global.

Dia, merekomendasikan, jika ingin melihat media teve yang sarat dengan pesan kebaikan tanpa harus terjebak dengan iklan keuntungan, maka silahkan belajar dari DAAI TV yang dikelola oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Belakangan Ormas Islam terbesar negeri ini Muham-madiyah, juga telah membangun jaringan televisi. Mudah-mudahan, keberadaan TVMu akan jadi salah

satu media elektronik alternatif yang sehat.

Pada akhirnya, media massa baik cetak dan elektronik serta suara, akan mampu menjadi pahlawan bagi bangsa ini, jika dikelola den-gan meletakkan dasar moralitas yang baik dalam pengelolaannya. Jika tidak, teve dan media massa lainnya akan menjadi sumber daya merusak bagi kebangkrutan dan kehancuran sebuah bangsa. Wallahu a’alam bi as shawab.

Abdu Khalik

Self Sensor Versus Kolonialisasi Media

Masih

ingat dengan mainan patok lele? Atau per-mainan congklak, alip cendong dan engklek atau meriam bambu? Ada banyak permainan lain yang dulunya pernah dimainkan anak-anak Jadul alias jaman dulu.di era 1980 an ke bawah. Semua jenis permainan anak-anak itu, dilakukan secara individual, tapi umumnya dilakukan secara kelom-pok. Biasanya, dilakukan saat libur sekolah, atau di saat malam bulan purnama menerangi mayapada, ketika listrik masih mahal dan terbatas. Saat ini kita menyebut permainan itu sebagai permainan tradisional.

Ketika listrik melimpah dengan perencah alat-alat komunikasi dan informasi bernama televisi, internet dan handphone serta jenis teknologi informasi lainnya su-dah menjadi bagian hidup, anak-anak kita pun tak lagi memainkan permainan kelompok itu. Alat-alat modern itu bisa dimainkan sendiri, tak perlu teman, karena alat-alat komunikasi itu telah menggantikan manusia lain sebagai teman.

Sayangnya, televisi, internet dan handphone tak selamanya men-jadi teman baik yang membentuk lingkungan baik, sehingga anak terbentuk jadi manusia baik pula. Perangkat teknologi informasi itu, meski hanya mesin elek-tronik, sejatinya merupakan alat yang dikendalikan oleh orang atau lembaga tertentu nun jauh di sana. Orang dan lembaga itu, dalam kerjanya menyisipkan pula pesan-pesan tertentu kepada anak secara terus menerus. Pesan itu pula selanjutnya membentuk im-age atau wawasan dan opini anak terhadap dunia sekitarnya.

Semakin membuat prihatin, ketika pesan yang membentuk image massif itu diukur berdasarkan standar rating penonton. Jika penonton sebuah acara banyak, maka itulah acara atau tayangan yang baik. Kebaikan tayangan televisi dan internet yang diukur berdasarkan akses terbesar itulah, selanjutnya menimbulkan anomali besar-besaran dalam bentuk yang halus dan kadang sukar dirasa-kan, membentuk perilaku,

kesa-daran dan kultur individu maupun komunitas. Terlihat ada terkatakan tidak, begitulah kira-kira.

Para filosof era postmodernism

menyebutkan cara-cara ini se-bagai bentuk hegemoni. Berupa kuasa kata-kata yang merasuki pikiran dan perasaan massa mela-lui simbol-simbol berupa kata dan kalimat serta gambar. Melalui kua-sa hegemoni ini pula, maskua-sa atau publik bisa dikendalikan sesuai keinginan si pencipta simbol tanpa ada perasaan dipaksa, tapi jus-tru atas dasar ‘kesadaran’. Para kritikus postmodernism kemudian menyebutkan kuasa hegemoni sebagai kolonialisme bentuk baru, dengan pemeran utamanya adalah media massa, khsususnya televisi, internet dan handphone. Kuasa hegemoni ini, menjadi salah satu kekuatan penting dalam peradaban global. Sebabnya, han-ya dalam hitungan detik sebuah peristiwa di belahan terjauh dunia ini, bisa diakses public secara terbuka di belahan dunia terjauh lainnya. Misalnya, peristiwa ‘Arab Spring’ berupa revolusi

(11)

terhadap kekuasaan politik di jazirah Arab, mulai dari Tunisia, Mesir hingga Libya, dengan mudah diketahui oleh publik di Indonesia, Jepang, bahkan Brazil dan

Ar-gentina di seberang lautan Pasifik

sana. Tapi siapa bisa mengira, betapa informasi yang disampaikan itu, substansinya ,memiliki muatan ideologi tertentu. Ideologi itu sesuai dengan ideologi si pemilik media. Artinya, media massa itu tak lepas dari pemihakan pada ideologi. Jika yang melaporkan sebuah peristiwa, adalah media semacam Reuter, Asociated Press (AP) atau BBC, maka oreintasinya adalah kapitalisme liberal. Sebaliknya, jika yang melaporkan peristiwa itu adalah kantor berita resmi RRC Xinhua, bisa dipahami akan bero-rientasi sosialis kerakyatan. Saat ini, karena media massa umumnya dikendalikan oleh media-media Barat dan AS, maka warna kapi-talisme liberal melanda sebagian besar kalau tak seluruh muka bumi ini. Ringkasnya, dunia kini menjadi Barat atau kebarat-baratan.

Lalu, jika kita tak ingin terombang ambing antara kuasa hegemoni media massa yang saling berse-berangan itu, harus dikembang-kan sebuah metode penyaringan terhadap isi media massa, sesuai kepentingan kita sebagai kon-sumen media. Self sensor (atau penyaringan pribadi)

terhadap tayangan media, saat ini

dikembangkan berbagai kalangan. Upaya ini dilakukan, agar diri tidak terkontaminasi dengan berbagai tayangan yang sarat dengan pesan ideologi. Padahal, banyak sub-stansi tayangan media tidak sesuai dengan way of live individu, komu-nitas maupun bangsa/negara. ‘Kendalikan remote control yang ada di tangan kita’. Inilah pesan terpenting yang harus dijabarkan secara sadar dalam kehidupan ke-luarga, komunitas maupun bangsa dan negara. Ketika media massa semakin bebas tak terkendali, hasil dari sebuah tekanan ideologi yang kuat atas yang lemah.

Hal lain dari self sensor ini, adalah kemampuan individu untuk melaku-kan komparasi (perbandingan) atas setiap informasi yang datang. Kom-parasi itu bisa dilakukan antar satu media dengan media lainnya, yang corak ideologinya berbeda. Contoh sederhana, membandingkan anta-ra lapoanta-ran Waspada dengan Sinar Indonesia Baru (SIB) dan Analisa. Ketiga media ini memiliki ideologi dan paham berbeda dan mereka akan melaporkan informasinya juga sesuai ideologinya, terhadap suatu peristiwa. Dengan metode komparasi, kita tidak akan mudah

terjustifikasi kemudian memvonis

sebuah peristiwa berdasarkan apa yang kita baca. Singkat kata, agar tak mudah percaya begitu saja, maka lakukanlah perbandingan terhadap sebuah peristiwa dari

ber-bagai media massa. Lalu lakukan analisis isi, baru berikan kesimpu-lan atas sebuah peristiwa. Itulah cara relatif adil ditengah ‘perang’ ideologi yang berkecamuk di ber-bagai media massa.

Sedangkan buat anak-anak dan remaja yang mulai ‘gila’ dengan media televisi, internet dan hand-phone, maka tak ada cara lebih efektif menjaga mereka dari ser-buan media, terkecuali meluang-kan waktu mendampingi mereka saar menonton perangkat informasi itu. Jangan biarkan mereka menila sendiri tayangan-tayangan yang ditonton dengan ukuran mereka, karena itu akan sangat berbahaya. Pada akhirnya, khalayak harus sadar bahwa era global ini meru-pakan era lanjutan ‘perang dingin’ antara blok Barat dan Timur pasca PD II beberapa puluhan tahun lalu. Kini tak ada darah yang tertumpah dalam perang itu, karena yang mereka perebutkan adalah pikiran, perasaan dan wawasan atau cara pandang kita terhadap sesuatu. Dalam artian, kita hanya disug-uhkan dua pilihan menerima atau menolak apa yang mereka sampai-kan. Tak lebih dari itu. Sampai titik ketika kesadaran manusiawi kita mereka rebut, maka akan sangat mudah merebut sumber daya alam kita. Begitulah kira-kira.

Abdul Khalik

(12)

U TA M A

Ketika Televisi Menjadi

Orang Tua Ketiga

Ada du a fak ta te lev is i ya n g tidak dip e r deba tk a n la gi. Pe r ta ma , te lev is i me r u p ak a n fak tor p e r u s ak da n p e n gh a n cu r di s eba gia n be s a r pr ogr a m a ca r a nya . Ke du a , te lev is i me r u p ak a n fak tor p e mba n gu n di bebe r a p a pr ogr a m, n a mu n in i s a n ga t min im. I tu lah opin i p a r a ibu di bebe r a p a n e ga r a ya n g me nj aw a b a n gk e t p e n du ku n g p e nu lis a n bu ku in i. Saya me n e mu k a n 8 5 % p a r a ibu be r p e n da p a t bahw a te lev is i me r u p ak a n fak tor n e ga tif

yang memengaruhi pendidikan anak. Mereka mengatakan bahwa televisi sangat berbahaya, bahayanya melebihi menfaatnya, perusak perilaku anak, dan penyebab munculnya problematika anak. Sementara itu, para ibu yang lainnya berpendapat bahwa televisi merupakan suatu kebutuhan, namun penggunaannya harus dengan be-berapa persyaratan tertentu. Disini, kita membahas bahaya televisi karena kita sedang membahas televisi sebagai pengaruh negatif dalam pendidikan anak.

Bahaya Televisi terhadap Anak

Selama menelaah buku-buku yang ber-bicara seputar pengrah televisi terhadap anak, saya menemukan banyak peneli-tian yang menjelaskan bahaya televisi yang diklasifikasikan dalam beberapa bagian, diantaranya: bahaya dari sisi keberagaman anak, bahaya dari sisi perilaku anak, bahaya dari sisi keseha-tan, dan bahaya dari sisi kemasyaraka-tan. Berikut ini beberapa bahaya yang paling tampak.

Televisi dan Agama

Tidak sedikit program televisi yang menyuguhkan acara anak yang meru-pakan hasil impor dari negara-negara

Barat, yang dapat merusak fitrah kei

-manan anak kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Terlebih lagi, ada program acara anak yang menceritakan adanya tuhan dengan nama tertentu, seperti bernama “Tuhan” Zella (Godzila) sang

penyelamat manusia dari kejahatan. Ada cerita tentang peperangan di luar

angkasa; menggambarkan adanya mu

-suh manusia di planet lain yang dapat menghancurkan bumi. Acara tersebut menggambarkan alam semesta dan ke-hidupan seakan-akan sebuah dongeng, jauh dari gambaran islami tentang alam semesta, kehidupan, dan manusia. Ke-banyakan program acara tersebut men-ceritakan tentang alam semesta yang besar tanpa ada kendali dari kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala.

Acara ini justru menceritakan bahwa alam semesta ini dikendalikan oleh dua kekuatan: kekuatan jahat dan kekuatan bagi yang saling berebut kekuasaan, padahal sebenarnya hanya Allah sub-hanahu wa ta’ala yang kuasa mengatur dan mengendalikan segala sesuatu di alam semesta ini. Contoh (buruk yang bertentangan dengan prinsip keimanan ini adalah) film yang menggambarkan akal di sentral alam semesta ini dan akal itulah sumber peraturan alam semesta ini

Bila kita perhatikan program acara tersebut, kita dapat menemukan bahwa sebagian besar acara anak itu tidak sesuai dengan ajaran agama kita. Con-tohnya, acara anak “Hai Simsim, bu-kalah!” Acara ini merupakan terjemahan dari film Amerika. Meskipun program acara ini lebih sedikit efek negatifnya bagi anak, tetapi memiliki beberapa unsur negatif. Akibat pengaruh negatif program acara anak ini, salah seorang anak yang menonton acara tersebut bersujud kepada boneka agar

mengab-ulkan semua permintaannya!

Televisi dan Perilaku Anak

Secara umum, televisi dapat membuat anak –dengan menyempatkan diri untuk menontonnya- berkepribadian negatif, menyebabkan anak menjadi bodoh, kurang peduli, kurang peka, dan dapat menyebabkan anak melakukan tindak anarkis, jauh dari sifat kasih say-ing.

Anak menjadi korban iklan perdagan-gan yang acapkali menperdagan-gandung norma-norma negatif bagi para pemirsanya, seperti sifat tamak, mubadzir, saling membanggakan diri, tidak peduli suka menguasai, bertindak anarkis, dan berusaha untuk menarik perhatian lawan jenis. Banyak iklan yang me-nayangkan orang telanjang, padahal iklan seperti ini mendapatkan kritik di negara-negara Barat sendiri![4] Terlebih lagi iklan-iklan seperti itu menarik simpati anak untuk membeli produk yang terkadang berbahaya bagi kesehatan anak!.

(13)

Para dokter ahli menilai bahwa televisi merupakan sumber bahaya bagi perilaku anak yang memiliki kecenderungan seksual. Televisi juga berperan sebagai pembangkit diri naluri seksual pada anak.

Televisi dapat mencetuskan sifat anarkis (kekerasan) pada jiwa anak atau menambah kenakalan anak. Ada penelitian yang menjelaskan bahwa 70% orang tua mencela tindakan anarkis anak yang disebab-kan oleh cerita-cerita dan tayangan kriminal secara brutal di televisi atau disiarkan di radio. Tayangan tentang tindakan kriminal dan brutal tersebut mendorong anak yang tidak memi-liki kecenderungan bersikap anarkis untuk mencoba dan menirunya, juga dapat menambah kenakalan pada anak yang memiliki kecenderungan sikap anarkis.Anak yang sering menonton acara televisi yang men-gandung unsur tindakan anarkis, kecenderngannya untuk bertingkah nakal menjadi lebih tinggi daripada anak yang tidak menontonnya.

Televisi dan Bahaya Kesehatan Anak

Duduk dalam waktu lama di depan televisi dapat menyebabkan bahaya di punggung, sama seperti bahay-anya membawa barang berat. Berlebihan dalam mengisi muatan informasi pada susunan saraf anak dengan kondisi cahaya yang me-nyilaukan akan menyebabkan anak mengidap penyakit yang dikenal dengan sebutan epilepsi televisi. Penyakit itu akan menjadi bertambah parah bila anak masih sangat kecil!

Televisi dapat mempersempit waktu anak untuk bermain, khususnya permainan yang melatih kemampuan daya kreativitas, dan mempersingkat waktu tidur anak.[13] Juga ber-dampak negatif bagi indera

penden-garan dan penglihatan anak.[14] Menurut kesehatan, anak kecil di bawah usia dua tahun sangat berba-hay menonton televisi.

Bahaya Televisi terhadap Daya Berpikir Anak

Sebagian besar acara televisi un-tuk anak-termasuk acara program pendidikan-tidak mampu mengem-bangkan potensi kecerdasan anak karena mayoritas acara tersebut menyuguhkan jawabab/solusi praktis. Hal ini melemahkan potensi anak untuk berpikir.

Televisi dan Keluarga

Televisi dapat menjauhkan hubungan di antara individu keluarga. Sebagian keluarga ada yang tidak berkumpul bersama kecuali ketika menonton si-netron dan film. Kebersamaan seperti ini tidak mengandung unsur interaksi antarindividunya, juga membuat anak tidak leluasa dalam berbuat dan bersikap dengan kedua oran tua tercinta.

Prinsip-prinsip yang Ditawarkan untuk Menjauhkan Anak dari Ba-haya Televisi

Jauhkan mengizinkan anak menon-ton televisi lebih dari satu jam per hari. Adapun anak yan masih me-nyusui ASI (anak di bawah usia dua tahun), dokter menyarankan agar ketika menyusui, ibu tidak mempo-sisikan anak berhadapan dengan televisi karena pertumbuhan fungsi otak anak masih belum sempurna.[ Jadikanlah apa yang ditonton anak sebagai kesempatan bagi orang tua untuk menajarkannya; perbuatan mana yang benar dan yang salah.

Berikanlah kepada anak kegiatan so-sial di dalam atau di luar rumah dan berikanlah hiburan pengganti.

Penting sekali bagi orang tua untuk memberikan contoh kepada anak su-paya tidak menonton program acara televisi yang tidak bermanfaat dan bertentangan dengan agama.

Janganlah menggunakan televisi se-bagai alat untuk menenangkan anak, atau untuk memberikan ganjaran atau hukuman. Menurut persaksian para ibu-yang turut menjawab angket yang disebarkan- ada di antara mereka yang menjadika tontonan tel-evisi sebagai cara untuk memberikan ganjaran atau hukuman bagi anak!

Tanamkanlah pada diri anak untuk menghargai waktu melalui ucapan dan praktik agar anak tidak meng-habiskan waktu di depan televisi.

Pastikanlah anak meminta izin terlebih dahulu sebelum meng-hidupkan televisi, tentunya setelah orang tua membatasi program acara televisi apa saja yang boleh ditonton anak dan menentukan waktu untuk menonton; selama tidak lebih dari satu jam. Yang terpenting lagi, biasa-kanlah anak menonton televisi sambil duduk.

Berikanlah hadiah per minggu bagi anggota keluarga yang paling jarang menonton televisi dalam seminggu.

Hendaknya memperhatikan syarat-syarat kesehatan dalam menonton televisi, seperti minimal jarak antara televisi dan penonton sejauh enam kaki (l.k. dua meter), layar TV sejajar dengan pandangan mata atau di bawahnya, dan ruang tempat menon-ton haru terang untuk menetralisasi cahaya yang memancar dari layar televisi.

Oleh : Hidayatullah binti Ahmad, www.eramuslim.com

(Disadur oleh Abdul Khalik)

(14)

P E N D I D I K A N

Mungkin seniman tari, musik, teater, lukis, ukir dan multi media tak mau tinggal. Mereka berga-bung untuk mendeklarasikan Hari Kesenian Indonesia (HKI). Belum lagi budayawan di daerah-daer-ah, pun mendeklarasikan Hari Ke-budayaan Indonesia (HAKI) agar bisa menampung semua cabang kesenian, termasuk sastra. Lalu, kita mengusulkan pendeklarasian Hari Bahasa Indonesia ( HBI ) yang pasti diperlukan negara dan bangsa Indonesia, apalagi para sastrawan, seniman atau bu-dayawan tersebut.

Terus terang, banyak hal prinsip perlu diperdebatkan terkait deklarasi-deklarasian ini. Pertama, mengapa HPI dan HSI dideklarasikan di kota kecil, tidak di Jakarta, Suraba- ya atau Medan sebagai kota terbesar di Indonesia? Sebab, persoalan

tempat menjadi sig-nifikan bila

ingin mendeklarasikan sesuatu atas nama Indonesia dalam era reformasi ini. Kita merasa kota

kecil bukanlah lokasi ideal. Meski Bukit Tinggi memiliki nilai sejarah, tetapi tidaklah serta-merta dapat dijadikan alasan pembenaran pemilihan tempat.

Kedua, apakah peserta sudah mewakili daerahnya? Apakah korum peserta sudah mewakili Indonesia? Kalau belum, berarti deklarasi dianggap gagal,ditunda. Terbukti, pe- serta tidak mewakili seluruh provinsi, kabupaten, kota di Indonesia. Malah lebih ban-yak Jakarta dan orang setempat, sedangkan beberapa provinsi/ kabupaten/kota lainnya hanya seorang-seorang saja. Anehnya, tanpa perhitungan, kabarnya maklumat itu telah disahkan Wa-mendikbud. Akibatnya, muncullah berbagai tanggapan daerah yang menolak.

Ketiga, apa konsep dasar, latar pemikiran, sehingga kela-hiran Abdoel Moeis dite-tapkan sebagai tanggal dan bulan HSI? Kalau tak berhasil menemukan tanggal terbit per-tama Balai

Pustaka ( BP ), lalu mengapa berani-beraninya panitia kecil menetapkan tang-gal dan bulan kelahiran Abdoel Moeis. Bukan-kah hal ini berarti bahwa HSI

gagasan Tau-fiq yang sudah dis -ahkan itu, telah gagal meletakkan dasar pemikirannya. Jadi, bukan BP, melainkan entah apa, terlalu dipaksakan, padahal penelitian-nya belum selesai.

Keempat, lain halnya deklarasi HPI gagasan Sutardji. Latarnya jelas, Sumpah Pe-muda ( SP ). Contoh bait 1 : “Indonesia dilahirkan oleh puisi yang ditulis secara bersama-sama oleh para pemuda dari berbagai wilayah tanah air. Puisi pendek itu adalah Sumpah Pemuda. Ia memberi dampak yang panjang dan luas bagi imajinasi dan kesadaran rakyat nusantara. Sejak itu pula sastrawan dari berbagai daerah menulis dalam bahasa Indonesia, mengantarkan bangsa Indonesia meraih kedaulatan sebagai bang-sa yang merdeka.”

Kita Perlu Hari Bahasa Indonesia

Oleh : Mihar Harahap

Hari Puisi Indonesia ( HPI ) pada 15 November 2012 di Pekan Baru

(15)

P E N D I D I K A N

Ada 3 hal yang dikemukakan bait ini. Satu, SP adalah puisi yang dit-ulis bersama- sama. Dua, SP ber-dampak positif terhadap imajinasi bangsa Indonesia. Tiga, SP mer-upa- kan momentum sastrawan menulis dalam bahasa Indonesia. Kesan kita, bahwa bahasa Indo-nesia adalah komitmen bangsa dan tanah air yang telah menyeja-rah, memersatukan dan mestinya kita konsisten. Cuma, pernyataan SP itu puisi, menyentakkan kita, sebab tak terpikirkan sebelumnya. Barangkali Teks Proklamasi juga puisi.

Jika demikian, lalu menga-pa tidak tanggal 28 Oktober 1928 dijadikan sebagai HPI atau kelahi-ran Muhammad Yamin, sastrawan yang justru banyak terlibat dalam SP? Ter-masuk Amir Hamzah. Mengapa mencatut nama Chairil Anwar yang baru anak kemarin dalam sejarah SP?. Bukankah Mu-hammad Yamin dan Amir Hamzah banyak berjasa ter- hadap bahasa Indonesia ketika itu. Adapun Chairil Anwar adalah menjelang dideklar-asi- kannya kemerdekaan negara dan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Jadi, kalau SP dijadikan landasan dasar ideal HPI bahkan dinyatakan puisi karya bersama, maka logikanya hari lahir SP, mestinya dijadikan sebagai HPI. Atau kelahiran Muhammad Yamin ataupun Amir Hamzah. Itu baru namanya konsisten kepada SP seper- ti komitmen para pendahu-lu. Karena itu, kita setuju latarnya SP, tetapi bukan HPI, juga H SI, melainkan HBI. Sebab bahasa Indonesia adalah bahasa negara, bahasa bangsa, bahasa sastra/ seni/budaya, bahasa kebanggaan dan bahasa identitas orang Indon-sia.

Kelima, Sutardji Calzoum Bachri deklarasikan HPI mengacu kelahiran Chairil An war karena

Chairil konsisten pada SP. Taufiq

Ismail deklarasikan HSI mengacu kelahiran Abdoel Moies karena Ab-doel konsisten terhadap perjuan-gan bangsa, pahlawan nasional dan karyanya sangat monumental. Wowok Hesti Prabowo deklar-asikan HSI mengacu ke- lahiran Pramoedya Ananta Toer. Alasan, karena Pramoedya nominator pemenang hadiah nobel sastra dan karyanya mengandung se-mangat kebangsaan. Siapa lagi?

Tampak, ketiga deklarasi ini tak sama dalam memandang para tokoh sastra untuk ditetap-kan sebagai hari kelahiran puisi atau sastra Indonesia. Belum lagi daerah lain, me- munculkan nama-nama semisal Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Merari Siregar dan sebagainya. Atau memilih salah satu nama tokoh diantara ketiga deklarasi tersebut. Akan tetapi, bagaimana pula dengan seniman dan budayawan lain yang juga akan mengajukan nama-nama tokoh, termasuk nama-nama-nama-nama harinya. Karena itu, buatlah lebih umum.

Yang umum, kita usulkan HBI. Dasar

pe-mikiran SP, satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa yakni Indo-nesia yang bersifat satu kesatuan. Tanggal dan bulan HBI, 1). 28 Okto-ber 1928 atau 2). bila diambil dari kelahiran tokoh SP adalah Muham-mad Yamin atau-pun Amir Hamzah. Kedua nama ini tak diragukan lagi, tokoh sastra, tokoh organisasi pe-muda dan pahla-wan nasional.

Sayang,betapa tragis kematian Amir. Ia dibunuh, dipeng- gal batang lehernya oleh algojo, ka-rena dendam masyarakat terhadap Sultan Langkat.

Tempat deklarasi boleh pilih antara Jakarta, Surabaya atau Medan. Pelaksana seharusnya pemerintah pusat (Mendikbud dan jajaran terkait) dengan mengun-dang utusan tiap provinsi.Utu-san itu, merupakan pilihan gubur-nur atas usul bupati atau walikota yang terdiri dari bahasawan, sas-trawan, seniman, budayawan, per-guruan tinggi dan lembaga, baik negeri maupun swasta.Deklarasi termaktub dalam lembaran negara, disosialisasikan, diperingati oleh presiden dan dirayakan seluruh masyarakat Indonesia. Semoga.

(Penulis adalah Kriti-kus Sastra Indonesia, Pembina Omong-Omong Sastra Sumut, Pemred Majalah/Pengawas Yayasan/Dosen di lingkungan UISU dan Reporter Tamu Ma-jalah Sinergi Pemko Tebing Tinggi)

(16)

Walikota

Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan di dampingi Sekdako Johan Samose Harahap, Kadis Kouperindag HM Yunus Matondang SE dan sejumlah pimpinan SKPD terkait melakukan peninjauan mendadak terhadap pengelolaan pasar tradisional di kota itu, Senin sore (6/1). Dia me-minta agar pasar-pasar tradisional yang rusak segera diperbaiki, parit tersumbat sampah dibersihkan dan penataan pedagang agar tidak berjualanan di badan jalan.

Dalam sidak tersebut, Walikota Umar Zunaidi Hasibuan sempat menegur Kadis Pertamanan dan Kebersihan Kota Tebingtinggi, Hj Rusmiaty Harahap ketika meninjau

Pasar Gambir di Jalan Iskandar Muda, sebab terlihat parit-parit dibawah lapak pedagang banyak tumpukan sampah didalamnya, karena apabila hal ini dibiarkan berlarut, maka akan gampang ban-jir jika hujan turun.

Bukan itu saja, Walikota juga me-manggil Kadis Pendapatan Daerah Kota Tebingtinggi yang membawai pasar, Jeffry Sembiring dan Kadis Pekerjaan Umum (PU) Kota Tebingtinggi, Muhammad Nurdin agar segera memperbaiki pasar-pasar yang sudah rusak dan parit-parit yang tidak berfungsi karena banyaknya tumpukan sampah.

Sebelumnya Walikota Tebingtinggi meninjau Pasar Inpres dan Pasar Kain Bunga di Jalan Haryono MT

Kota Tebingtinggi untuk melihat secara langsung aktivitas pasar dan apa keluhan pedagang, terkait perbaikan pasar nantinya, para pedagang meminta agar perbaikan tersebut tidak secara global mel-ainkan perbaikan secara bertahap mulai dari blok ke blok.

“Setelah memperbaiki bangunan pasar tradisional, pengelola pasar juga harus memperhatikan ke-butuhan air dan listrik, agar tidak terjadi korsleting sehingga bisa menyebabkan kebakaran, maka kondisi pasar harus tertata dengan baik,” pinta Walikota Tebing Tinggi Ir. H. Umar Zunaidi Hasibuan, MM**.

Dian

Tinjau Pasar Tradisional

Pasar Tradisional Harus Dikelola Dengan Baik

Keterangan gambar :

SIDAK “Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan didampingi Kadis Kouperindag HM Yunus Matondang terlihat berkomunikasi dengan para pedagang Pasar Tradisional Gambir Kota Tebingtinggi. dia meminta agar pengelolaan pasar dilakukan dengan baik”.

(17)

Terhitung mulai bulan Januari

2014, jaminan pelayanan

kes-ehatan (Jamyankes) pada tahap

awal akan dinikmati sekitar 48

persen warga kepesertaan

Jamkesmas dan Jamkesda

untuk rakyat miskin yang ada di

Kota Tebingtinggi.

Hal itu disampaikan Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan MM pada Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Pekerja Harian Lepas (PHL) Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tebingtinggi, Rabu (8/1) di halaman kantor DKP Jalan Gunung Leuser Kota Tebingtinggi.

Menurut walikota, kehadiran BPJS bidang ketenagakerjaan dan keseha-tan merupakan bagian dari system jaminan social nasional secara lebih merata, adil dan manfaatnya bisa

dirasakan secara nyata oleh seluruh rakyat Indonesia. “Saya tidak ingin mendengar ada pekerja yang tidak terlindungi, dan saya juga tidak mau mendengar ada laporan bahwa ada masyarakat kurang mampu yang di-tolak oleh rumah sakit dan tidak bisa berobat karena lasan biaya”, tegas Umar Zunaidi Hasibuan.

Menyahuti kehadiran BPJS Kes-ehatan dan Ketenagakerjaan yang diluncurkan pemerintah mulai Januari 2014 ini, Pemko Tebingtinggi melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tebingtinggi tahun anggaran 2014 mengalokasikan anggaran un-tuk BPJS kesehatan dan ketenagak-erjaan dengan jumlah pekerja harian lepas (PHL) sebanyak 270 orang terdiri dari 215 orang pekerja laki-laki dan 55 pekerja perempuan.

Kepada pengelola BPJS Kesehatan, Umar Zunaidi Hasibuan berharap agar dapat meningkatkan

pembe-rian layanan kesehatan yang makin professional berkualitas dan cepat. “Orang sakit tidak dapat menunggu dan mesti segera mendapatkan pelayanan. Permudah urusan admin-istrasi, benahi prosedur dan kem-bangkan kerjasama dengan seluruh rumah sakit, tingkatkan profesion-alisme yang telah ada selama ini”, pesan Umar Hasibuan.

Sebelumnya Kadis Kebersihan dan Pertamanan Kota Tebingtinggi Hj Rusmiaty Harahap ST menyam-paikan, hasil dari sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan itu diharapkan para pengelola BPJS lebih professional, berkualitas dan cepat serta prosedur administrasi dapat dipermudah. “Kita berharap melalui sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan ini, para PHL di Dinas Kebersihan dapat menambah wawasan terntang BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan”, imbuhnya.**.

Maslina

Mulai Januari 2014,

Jamyankes Akan Dinikmati 48

%

Warga Miskin

Kota Tebing Tinggi

Keterangan gambar :

KARTU BPJS “Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan memperlihatkan Kartu BPJS kepada ratusan Pekerja Harian Lepas (PHL) di Dinas Kebersihan dan Pertamanan pada acara sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan di Kota Tebingtinggi”.

(18)

Gambar Di Sadur Dari www.merdeka.com

Deskripsi Karakter Pasca Reformasi

Oleh : Mihar Harahap

Sadar atau tidak, perbuatan ko-rupsi oknum pemerintah dan lem-baga negara ini, setidaknya dapat berimbas kepada sikap pesimistif, perlawanan negatif atau malah kon- tra atraktif rakyat secara luas. Lihat saja merajalelanya, demo mahasiswa, kaum buruh, masyarakat kota, kisruh partai politik, pemilihan guburnur, bupa-ti-walikota hingga kepala desa, tawuran antar pelajar, kelompok preman, perebutan lahan, teror-isme, kriminal, nar- koba, obat terlarang, pemerkosaan, perda-gangan wanita, kekerasan rumah tangga, tenaga kerja, gelandan-gan, pengemis, pengangguran dan persoalan lainnya.

Ada apa dengan Indone-sia pascareformasi dewasa ini? Persoalan korupsi yang berimbas kepada demo hingga pengang-guran di atas – jelas-jelas meng-enyampingkan agama, sosial-budaya dan Pancasila – menurut

kita mendeskripsikan kehidupan yang berkecamuk, tidak nyaman bahkan dapat mengancam jiwa. Ternyata, hakikat reformasi yang dijanjikan mensejahterakan rakyat lahir-batin hingga 15 tahun tera-khir ini, belum juga menunjukkan tanda tanda kemenangan. Malah masih kalah atau beberapa ang-gota masyarakat menyebutnya chaos, bila dibanding dengan masa orde baru.

Tampaknya, pertama, kita memerlukan waktu puluhan tahun lagi untuk tiba pada cita-cita refor-masi. Kedua, perlu penelitian, apakah chaos sebagai langkah maju (dampak positif) untuk men-uju cita-cita/kemenangan atau langkah mundur (dampak negatif) kare- na salah menangani/menyi-kapi kehendak reformasi. Semen-tara itu, --sebagimana fakta dan kajian—kita perlu karakter baru dalam mengisi pembangunan reformasi. Makanya, harus ada

perubahan karakter dan bukan sebaliknya, tetap mempertahan-kan karakter lama atau malah kehilangan karakter sama sekali. Bah, betapa ironisnya.

Karakter dari bahasa Yunani yakni 1).to mark = menan-dai, memfokuskan, bagai-mana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan/tingkah laku, 2).charassein = barang/alat untuk menggores yang kemu-dian dipahami sebagai stempel, cap atau sifat seseorang. Pada Presiden Soekarno, karakter (character building) menjadi watak bangsa (yang seharusnya dibangun) sedang pada Ki Hajar Dewantara (tokoh pendidikan) menja-di pendidikan watak siswa. Barangkali akan berbeda lagi penekanan pengertian karakter pada ekonom, teknorat, politisi, advokat, ulama/pendeta dan praktisi lainnya.

(19)

Memang, para pakar pun mem-bedakannya, kelihatan sangat tergantung dari aspek mana mereka memandangnya. Pemer-intah, juga membedakannya, setidaknya pada tem-pat dan sasaran. Tempatnya di sekolah - sasarannya siswa, sementara tempatnya di luar sekolah – sasa-rannya umum. Sehingga sebutan berbeda yakni Pendidikan Karak-ter (di se- kolah) dan KarakKarak-ter Bangsa (di luar sekolah). Di se-kolah pendidikan karakter sudah sejak lama, terakhir termaktub dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Na-sio- nal dan Permendiknas No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

Di luar sekolah, karakter bangsa termaktub dalam Ren-cana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025. Bahkan pada 2 Mei 2010 Pres-iden SBY telah mencanangkan Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa yang didukung sepenuhnya 10 menteri yakni Kemendiknas/bud, Kemenkesra, Kemenpolhumkam, Kemend-agri, Kemenag, Ke-menkeu, Kemenkominfo, Kemenhubpar, Kemenpora dan Kemenperwa. Namun begitu, sosialisasi, real-isasi dan implementasi, baik di sekolah (pada siswa) maupun di luar seko-lah (pada masyarakat) belum kelihatan hasilnya secara merata dan memuaskan.

Karakter bangsa berasal dari nilai dasar pribadi sese-orang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang mem-bedakannya dengan orang lain serta diwujudkan dalam sikap dan prilaku dalam kehidupan

se-hari-hari. Maksudnya, 1).karakter itu adalah nilai dasar kepribadian seseorang, 2).terbentuk karena pengaruh hereditas atau lingkun-gan, 3).diwujudkan dalam sikap dan prilaku kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, karakter bangsa bukan warisan bangsa (meski ada pengaruh keluarga) melainkan kemauan dan kemam-puan pribadi yang berkelanjutan.

Pendidikan karakter ada-lah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk men-jadi manusia seutuhnya yang ber-prilaku dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa serta karsa. Karena itu, pendidikan karakter sebagai 1).pendidikan nilai, budi pekerti, moral, watak siswa, 2).bertujuan untuk mengembangkan kemauan dan kemampuan siswa, 3).a-gar siswa dapat memutuskan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mengaplikasikan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari. In-gat, bahwa dalam proses pembe-rian tuntunan ini, Kepala Sekolah/ Wakil dan guru-guru merupakan contoh bagi siswanya.

Hasil penelitian men-unjukkan bahwa kesuksesan/ keberhasilan hidup seseorang hanya 20 % ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan (hard skill), sedangkan 80 % lagi ditentukan oleh kemampuan mengelola diri, orang lain dan hubungan keduanya (soft skill). Hal ini berarti bahwa 1).pene-kanan pendidikan akademik perlu ditolelir dengan pendidikan non-akademik, 2).peluang dan peran pendidikan karakter atau karakter

bang- sa menjadi sangat signifi -kan. Dengan demikian, diperlu-kan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan

kecerdasan spiritual (SQ) secara seimbang.

Terus terang, selama ini sekolah kurang memperhatikan tugas pendidikan ketim-bang tugas pengajaran (IQ). Padahal di dalam aspek pendidikan (EQ apalagi SQ) itulah justru ditun-tun karakter siswa. Perlu diberi-kan reward/reinforcement untuk meningkatkan pendidikan karak-ter ini. Sementara itu pemerin-tah dan jajarannya, juga tokoh masyarakat, aparat kepolisian, cendikiawan, ulama/pendeta kurang memperhatikan sosialisa-si dan realisasosialisa-si karakter bangsa di tengah-tengah masyarakat. Perlu pencerahan, simulasi dan pemberian reward hingga sampai ke lingkungan secara serius dan kontinu.

Memang, maksud menun-tun karakter siswa dan karakter umum –padahal karak-ter itu ber-guna untuk dirinya—tidaklah mu-dah. Apalagi kalau penyimpangan karakter itu, dilakukan sebagai akibat berkecamuknya persoalan di negera ini. Tetapi kalau kita menyadari perlunya membenahi diri untuk diri dan orang lain, maka sebenarnya tidak ada yang sulit. Sebab, toh sumber karak-ter itu adalah Pancasila, Agama, Budaya (PAB) yang sudah begitu melekat di sanubari bangsa Indo-nesia dari desa hingga kota. Jadi, karakter baru masa reformasi adalah kembali ke PAB. Semoga.

(Penulis adalah Kriti-kus Sastra Indonesia, Pembina Omong-Omong Sastra Sumut, Pemred Majalah/Pengawas Yayasan/Dosen di lingkungan UISU dan Reporter Tamu Ma-jalah Sinergi Pemko Tebing Tinggi).

(20)

L E N S A P E M K O

(21)

E K O N O M I

SILATURAHMI KAMTIBMAS KAPOLRES TEBING TINGGI DENGAN

KETUA PARPOL DAN PARA CALON LEGISLATIF PEMILU 2014

(22)

H U K U M

WALIKOTA TEBING TINGGI MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA

PENGUNGSI KORBAN ERUPSI GUNUNG SINABUNG

DI KABANJAHE KABUPATEN KARO

(23)

WALIKOTA TEBING TINGGI MEMBERIKAN BANTUAN

KEPADA WARGA TIONGHOA KURANG MAMPU

(24)

L I N G K U N G A N H I D U P

WALIKOTA TEBING TINGGI SIDAK PASAR

(25)

L E N S A P E M K O

(26)

L E N S A P E M K O

MTQ KELURAHAN LUBUK BARU KECAMATAN PADANG HULU,

DI MESJID AS-SYUHADA 29 JANUARI 2014

(27)

MTQ DI MESJID JAMI KELURAHAN TAMBANGAN

HULU KECAMATAN PADANG HILIR

(28)

Bencana erupsi Gunung

Sinabung

telah menggugah

hati masyarakat Kota Tebingtinggi dan lintas agama untuk membantu warga yang tertimpa bencana. Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan MM didampingi Sekdako H Johan Samose Hara-hap, Rabu (15/1) secara langsung menyerahkan bantuan kepada pengungsi yang menjadi korban bencana erupsi Gunung Sinabung.

“Saya mewakili masyarakat

Tebingtinggi harus peka dan peduli dengan korban bencana Gunung Sinabung, kami datang dari Kota Tebingtinggi menyerahkan bantuan sembako langsung ke kordinator pengusian di semua titik”, sebut Umar Zunaidi Hasibuan dalam siaran pers yang disampaikan Ka-bag Humasy Pemko Tebingtinggi Ahdi Sucipto SH, Rabu (15/1) dari Kota Kabanjahe Kabupaten Karo.

Umar Zunaidi Hasibuan meminta kepada pengungsi untuk bersabar, ini semua cobaan yang diberikan Tuhan dan semoga cepat berakhir,

erupsi Gunung Sinabung akan membawa kesuburan yang akan dinikmati oleh anak cucu kelak. “Diharapkan anak-anak di tenda pengungsian harus terus sekolah dan sekolah serta jangan lupa tetap berdoa”, harap Umar.

Disebutkan bahwa lokasi pengung-sian yang dikunjungi ada lima tem-pat diantaranya lokasi pengung-sian di Gereja Klasis Kabanjahe, Univeristas Karo 1 dan 2 Kaban-jahe, Masjid Agung Kabajahe dan Masjid Istihar Berastagi.

Selain bantuan dari Pemko

Tebingtinggi, kepedulian Sinabung dilakukan oleh masyarakat, pelajar, Vihara Avalokites Vara San See Temple Suhu Darma Surya, Fo-rum Komunikasi Kesatuan Bangsa (FKKB) dr Djohan Zein, lintas agama Kristen, Islam dan Budha dari Kota Tebingtinggi.

Sebelum menyerahkan bantuan, rombongan Walikota Tebingtinggi diterima langsung oleh Bupati Karo, Kena Ukur Surbaksi atau Karo Jambi, dia mengucapkan

terimah kasih atas kepedulian masyarakat Kota Tebingtinggi.

Salah seorang warga di pengung-sian, R Br Tarigan (54) sangat berterimah kasih atas kunjun-gan kepala daerah, Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan ke lokasi pengungsian korban bencana erupsi Gunung Sinabung di Kabajahe. “Selama empat bulan belakangan ini belum ada kepala daerah yang melihat langsung kondisi pengungsi di lokasi pengungsian. Baru kali ini ada Walikota mengunjungi kami di lokasi pengungsian, selama ini tidak ada”, cetus R Br Tarigan.

Sementara staf ahli walikota, Ismail Budiman SH meminta kepada Pemerintah Pusat agar men-etapkan bencana erupsi Gunung Sinabung ini menjadi bencana nasional, karena selama empat bulan masyarakat di radius 10 km lokasi bencana harus mengungsi di tenda-tenda pengungsian berjum-lah ribuan orang di setiap titik-titik lokasi pengungsian.**.

Sulaiman

Tebing Tinggi Peduli Sinabung,

Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan, MM Serahkan Bantuan ke Pengungsi

Keterangan gambar :

SERAHKAN BANTUAN

“Walikota Tebing Tinggi

Ir h Umar Zunaidi

Hasibuan MM

menyerahkan bantuan

kepada pengungsi korban

erupsi Gunung Sinabung

di Kabanjahe”.

(29)

P E M K O K I TA

Koalisi Kependudukan dan Pembangunan

Kota Tebing Tinggi Dikukuhkan

Kepengurusan Koalisi Kependudukan dan Pemban-gunan (K2P) kota Tebing Tinggi periode 2013-2016 secara resmi dikukuhkan oleh Ketua K2P Sumut Heru Santosa, Rabu (8/1) di Aula Kantor Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana (PPAKB) Jalan KL Yos Sudarso Kota Tebing Tinggi.

Acara pengukuhan KP2 Kota Tebing Tinggi yang turut dihadiri Walikota Ir H Umar Zunaidi Ha-sibuan MM, Kakan PPAKB drg Dina Kamarina M.Kes, Ketua FKUB H Abu Hasyim Siregar SH dan para pimpinan SKPD di jajaran Pemko Tebing Tinggi itu ditandai dengan penandatangan naskah pengukuhan oleh Ketua K2P Su-mut dan Walikota Tebing Tinggi.

Pengurus Koalisi Kepndudukan dan Pembangunan Kota Tebing Tinggi priode 2013-2016 yang dilantik antara lain, Ketua drg Dina Kamrina M.Kes, Sekretaris Umum Marimbun Marpaung SP MSi dan Bendahara Pariem serta dilengkapi dengan kelompok kerja (Pokja).

Ketua K2P Sumut Heru Santosa mengatakan, Koalisi

Kependudu-kan dan Pembangunan merupaKependudu-kan organisasi profesi indenpenden yang terdiri dari unsure pemerin-tahan, LSM, organisasi profesi, swasta, media, tokoh masyarakat, tokoh agama dan unsur lainnya. “Pembentukan Koalisi Kependudu-kan merupaKependudu-kan implementasi UU No.52 tahun 2009 tentang perkem-bangan kependudukan dan pem-bangunan keluarga. Berdasarkan AD/ART bahwa tujuannya adalah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas penduduk dan memperkuat koordinasi serta keterpaduan dan kemitraan dalam berbagai kegiatan kependudukan”, jelasnya.

Heru mengajak kepengurusan Koalisi Kependudukan dan Pem-bangunan kota Tebing Tinggi yang telah dikukuhkan untuk dapat mel-akukan program-program konkrit sebagai sumbangsih pemikiran dalam pembangunan kependudu-kan di Kota Tebing Tinggi.

Sementara Walikota Tebing Tinggi Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan,MM. menilai bahwa para pengurus yang duduk di Koaliasi Kependudukan dan Pembangunan kota Tebing Tinggi merupakan orang-orang

yang memiliki pendidikan rata-rata Strata 2 (S2). Untuk itu diharapkan kepada para pengurus nantinya untuk tidak berlaurut-larut dalam mengambil keputusan.

Walikota juga mengatakan, sesuai dengan UU No.52 tentang perkembangan kependudukan dan pembamngunan keluarga, pembangunan adalah mencakup semua dimensi dan aspek ke-hidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangu-nan keluarga untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara berkelanjutan.

“Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan ter-encana disegala bidang untuk menciptakan kondisi ideal antara perkembamngan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memen-uhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemam-puan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa”, kata Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan,MM.**.

(30)

Setelah melalui proses

pembahasan yang cukup

panjang, akhirnya Dewan

Perwakilan Rakyat

Dae-rah (DPRD) Kota Tebing

Tinggi melalui sidang

paripurna dipimpin Ketua

DPRD H.Syahrial Malik,

mensyahkan Anggaran

Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) Tebing

Tinggi Tahun Anggaran

(TA) 2014 sebesar Rp

518.113.522.000

Walikota Tebing Tinggi Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan,MM. dalam si-aran pers kepada wartawan, Senin (3/2) menyampaikan apresiasi kepada anggota DPRD yang telah memberikan perhatian dan den-gan teliti, cermat serta memahami

dasar pengalokasian anggaran yang tepat sehingga setiap angga-ran kegiatan dapat terukur, terarah dan tepat sasaran demi pembagu-nan Kota Tebingtinggi.

Dikatakan, prioritas utama APBD TA 2014 yaitu pendidikan gratis berupa bantuan BOS, beasiswa bagi keluarga tidak mampu, ban-tuan siswa kurang mampu yang orang tuanya tukang becak, tukang cuci, pemulung dan lain-lain, selain itu berobat gratis bagi masyarakat yang tidak mampu melalui badan penyelenggaraan jaminan sosial (BPJS) dan ban-tuan premi melalui BPJS, pembe-rian raskin mandiri dan pembepembe-rian makanan tambahan bagi balita dalam rangka pencapaian MDGS sebagaimana diamanatkan dalam Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang program pembangu-nan berkeadilan.

APBD Kota Tebingtinggi TA 2014 yang ditetapkan sebesar Rp 518.113.522.000 diperoleh dari PAD sebesar Rp 47.477.336.000 dana perimbangan sebesar Rp 430.172.186.000 dan lain-lain sebesar Rp 40.464.000.000.

Sedangkan anggaran belanja dae-rah sebesar Rp 568.367.239.900 dengan perincian, belanja tidak langsung Rp 259.435.153.000, belanja langsung sebesar Rp 308.932.086.900, jika dibanding-kan target penerimaan pendapatan daerah dengan jumlah penge-luaran belanja daerah terdapat

defisit anggaran sebesar Rp

50.253.717.900 dan akan ditang-gulangi dengan memanfaatkan sumber dana pada pos pembi-ayaan sebesar Rp 55.000.000.000 yang berasal dari sisa lebih perhi-tungan anggaran TA 2013.**.

(JUANDA)

APBD Kota Tebing Tinggi TA. 2014

Rp 518,1 Miliar Disyahkan

Keterangan gambar :

SAMPAIKAN NOTA “Walikota Tebingtinggi Ir H Umar Zunaidi Hasibuan,MM sampaikan Nota Keuangan R.APBD Kota Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2014 pada Sidang Paripurna DPRD dipimpin Ketua DPRD Tebing Tinggi

H Syahrial Malik dan H Amril Harahap”.

(31)

Hal itu disampaikan beberapa anggota DPRD Tebing Tinggi diantaranya Murli Purba, Agus-tami, Wakidi, H.Hasnan Lubis,

Zulfikar dan Hendra Gunawan,

Rabu (29/1) pada rapat gabungan antara Legislatif dan Eksekutif pada pembahasan R.APBD tahun 2014 diruang sidang utama DPRD setempat.

Dalam penyampaian saran tersebut, para anggota dewan memberikan penilaian bahwa target yang disampaikan Dinas Perhubungan dari retribusi parkir sebesar Rp 700 juta untuk tahun 2014 masih harus ditingkatkan lagi lebih dari jumlah tersebut, terlebih-lebih adanya penam-bahan titik daerah lokasi parkir yang menjadi 35 titik secara resmi sesuai dengan peraturan Wa-likota.

Disampaikan Murli Purba, per-mintaan menaikan target retri-busi parkir ini bukan asal-asalan tetapi lewat survey yang dilakukan pihaknya dilapangan, “Ini sudah kami perhitungkan sejak dari awal

sejak permintaan kami (DPRD) agar pengelolaan parkir langsung dikelola langsung oleh Pemko Tebing Tinggi, tidak dipihak keti-gakan dengan tujuan meningkat-kan PAD Kota Tebingtinggi”, tegas Murli.

Selain retribusi parkir, ang-gota Dewan melalui Sekdako Tebingtinggi Johan Samose Hara-hap sebagai Ketua TAPD mem-pertimbangkan juga untuk me-nambah target retribusi terminal sebesar Rp 420 juta dan retribusi pemakaian jalan daerah (tonase) sebesar Rp 350 juta di tahun 2014. “Kami yakin setiap tahun-nya kenderaan terus bertambah, baik bus umum yang masuk termi-nal Bandar Kajum, maupun truk pengangkut yang lewat di jalan di daerah”, tandasnya.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Tebing Tinggi H.Syafrin

Effendi Harahap,SH secara terpi-sah mengatakan, pihaknya meny-ambut baik aspirasi yang disam-paikan anggota Dewan tersebut, hal ini katanya, memperlihatkan

kepedulian anggota Dewan terha-dap kemajuan Kota Tebingtinggi terutama untuk meningkatkan PAD bagi kepentingan pembangu-nan di Kota Tebing Tinggi.

“Aspirasi yang disampaikan ang-gota Dewan tersebut layak untuk menjadi perhatian kami, namun demikian, masih diperlukan lagi pengkajian secara konfrehensif secara bersama-sama antara legislatif dan eksekutif lewat survey di lapangan dengan mem-perhitungkan secara akurat”, kata Syafrin.

Dijelaskan juga oleh Kadishub, untuk tahun 2014 telah ditetapkan target masing-masing untuk retri-busi parkir Rp 700 juta naik Rp 200 juta dari tahun 2013, retribusi terminal tahun 2013 Rp 350 juta menjadi Rp 420 juta di tahun 2014 dan retribusi tonase 2013 dari Rp 280 juta menjadi Rp 350 juta di tahun 2014, “Mudah-mudahan target ini bisa kita realisasikan nantinya”, harap Syafrin.**.

(JUANDA)

DPRD Tebing Tinggi Minta Target

Retribusi Parkir Dinaikkan

DPRD Tebing Tinggi meminta Dinas Perhubungan selaku

pengelola perparkiran di Kota Tebing Tinggi supaya

menaikkan target retribusi parkir tahun 2014 dari sebelumnya

di tahun 2013 sebesar Rp 500 juta menjadi Rp 700 juta.

Gambar

Gambar Ilustrasi
Gambar Di Sadur Dari www.merdeka.com
Gambar Ilustrasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan perhatian antara industri besar dan sedang terkait permasalahan lingkungan disekitarnya, terdapat perbedaan

Pada rangkaian penguat dengan penguatan tinggi Quad semakin tinggi frekuensi yang diberikan maka bentuk gelombang akan menjadi gelombang sinus, semakin besar lagi akan

Bali Segara Nusantara yakni 1138 nilai tersebut berada pada rentang skor 982,8 ± 1284,2 rentang skor tersebut berada pada kategori cukup baik, dengan demikian

Dengan Metode ini kita dapat mengetahui Dengan Penggunaan Google Custom Search, Yufid.com bisa membantu mengatasi salah satu persoalan yang lumayan berat dan beresiko,

godine na mjestu beglerbega u Jegru (mađ. godine, Halil-beg, odnosno Halil-paša Memibegović, okončao svoj životni put. Nakon smrti Halil-pašino tijelo dopremljeno je u Banju Luku

merupakan sebuah ritual untuk pertaubatan diri, karena mereka menganggap bahwa pada Bulan Muharram yaitu merupakan tahun baru dalam kalender Islam adalah bulan yang mulia maka

Berdasarkan memilih bentuk yang disalurkan, 69% responden memilih menyalurkan zakatnya dalam bentuk uang untuk zakat hartanya, 84% responden memilih menyalurkan

Komunikasi visual menggunakan mata sebagai media rangsangnya, komunikasi visual merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan bahasa visual (gambar), kekuatan utama