• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENJAGA LINGKUNGAN DALAM PANDANGAN TEOLO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENJAGA LINGKUNGAN DALAM PANDANGAN TEOLO"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

MENJAGA LINGKUNGAN DALAM PANDANGAN TEOLOGI

PROFETIK KUNTOWIJOYO

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti LK II HMI Cabang Metro

Disusun Oleh :

Mulkhan Andreza

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Komisariat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

CABANG YOGYAKARTA

(2)

2

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta pertolongan bagi umat-Nya. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, yang membawa dan menyebarkan kebenaran yaitu agama Islam. Berkat adanya agama Islam dan ajarannya tersebar ke daerah nusantara, sehingga HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) terlahir sebagai organisasi mahasiswa islam yang pertama dan tertua di Indonesia.

Dalam penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengikuti Latihan Kader II Cabang Metro, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain karena, dorongan, bantuan dan bimbingan teman-teman kanda, yunda, adinda seperjuangan aktivis HMI, sehingga setiap kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dan penulis dapat memperluas serta memperdalam wawasan mengenai nilai profetik dalam menjaga lingkungan dengan judul “Menjaga Lingkungan dalam Pandangan Teologi Profetik Kuntowijoyo”.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan serta jauh dari kata sempurna baik substansi maupun redaksional. Untuk itu penulis meminta masukan, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah saya yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsih wawasan yang lebih luas dan menjadi kontribusi pemikiran.

Yogyakarta, 24 Januari 2016

(3)

3

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan ... 4

A. Latar Belakang Masalah ... 4

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

BAB II Pembahasan ... 8

1. Konsep Lingkungan Dalam Perspektif Umum dan al-Qur’an ... 8

2. Akibat dan Penyebab Rusaknya Lingkungan ... 12

3. Ilmu Sosial Profetik Sebagai Anti Tessa Teologi Transformatif ... 14

4. Pandangan Teologi Profetik Dalam Menjaga Lingkungan ... 19

BAB III Penutup ... 22

A. Kesimpulan ... 22

B. Saran ... 23

Daftar Pustaka ... 24

(4)

4

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

Terjadinya beragam bencana yang menimpa Indonesia dalam bentuk banjir, longsor, kebakaran lahan, dan sebagainya itu menjadi suatu peringatan yang luar biasa untuk dipikirkan bersama. Hadirnya bencana tersebut tentu tidak serta-merta, akan tetapi merupakan proses panjang penyesuaian alam atas perubahan yang dipelopori oleh tindakan manusia.

Perubahan yang terjadi akibat rusaknya lingkungan ataupun ekosistem secara keseluruhan cenderung merupakan dampak dari berubahnya sistem kehidupan manusia yang tidak ramah lingkungan. Contohnya dalam kasus pembalakan hutan secara liar (illegal logging) untuk mendapatkan sumber daya murah, proses daur ulang limbah produksi yang tidak sesuai prosedur sehingga berdampak pada pencemaran air, sampai hal remeh seperti aturan membuang sampah pada tempatnya yang tidak dipatuhi.

Melihat kenyataan tersebut, manusia ternyata telah terjebak dalam sebuah sistem yang rusak dan merusak lingkungan hidupnya. Manusia hidup dalam sebuah ilusi panjang tentang kemakmuran yang sia-sia, atau dalam pandangan teori kritis disebut sebagai sebuah kesadaran palsu. Oleh beberapa ahli, dikatakan bahwa disinilah peran agama, atau ideology alternative tentang lingkungan lainnya harus mampu menyadarkan manusia tersebut.

Salah satu kitab suci yang banyak membahas tentang lingkungan hidup adalah Al-qur’an. Kata al ardh (bumi) saja, setidaknya disebutkan sebanyak 483 kali dalam kitab suci umat islam tersebut.1 Isu lingkungan pun telah dibahas melalui berbagai macam perspektif. Terbaru adalah

1

(5)

5

kajian tafsir tematik al-Qur’an terhadap ayat-ayat bencana yang dilakukan oleh Quraish Shihab dalam Tafsir al Misbahnya.2

Dalam Al Qur’an, permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh manusia saat ini ketika ditarik jauh ke masa silam ternyata bertemu dengan sejarah penciptaan ummat manusia (bani adam) itu sendiri. Dijelaskan bahwa potensi tindakan merusak dalam diri manusia yang menjadi alasan malaikat mengajukan interupsi ketika Allah mengutarakan kehendak-Nya; menjadikan manusia sebagai pengelola alam raya ini (khalifah fil Ardh). Melalui kebijaksanaan-Nya, Allah memberikan manusia petunjuk berupa wahyu dan ketetapannya yang lain sebagai modal kepada manusia agar mampu menjalankan tugas yang diemban kepadanya.

Seperti yang diketahui, al-Qur’an telah berusia lebih dari 14 abad sejak diturunkannya. Ketetapan lain yang diturunkan Allah seperti hukum alam (sunnatullah) pun telah berjalan sejak alam mini diciptakan. Islam sebagai sebuah ajaran yang diyakini memberi kontribusi besar dalam peradaban manusia telah masuk ke usianya yang lebih dari 14 abad pula.

Namun kenyataannya, alam tetap rusak, dan manusia bahkan yang mengaku islam pun tetap merusak.

Padahal, dalam pandangan pemikir Atheis layaknya Nietzche pun beranggapan bahwa agama memiliki power tersendiri dalam menentukan nilai yang berlaku di tataran sosial.3 Sosiolog seperti Weber pun beranggapan bahwa motivasi berdasarkan paham keagamaan adalah penggerak paling besar dalam tindakan sosial manusia.4 Namun pada kenyataannya, terutama mengenai lingkungan, mengapa kerusakan terus menerus terjadi?.

Oleh kuntowijoyo, seorang pemikir multi-disiplin keilmuan Indonesia, dikatakan bahwa problem terbesarnya berasal pada keyakinan ummat beragama itu sendiri terhadap ajaran agamanya. Di kalangan

2

Ahmad Suhendra, Menelisik Ekologis dalam Al-Qur a , dalam Jurnal Esensia Vol. 14 no. 1. April 2013. Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Hlm. 70-72.

3

Nietzche, Berhala Baru. Dalam Sabda Zarathustra (terj). (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 102-103.

4

(6)

6

terpelajar, bersebab seringnya berbentur dengan wacana pendidikan sekuler ala barat, telah terjadi kesangsian akademis. Sedangkan ditataran awam, terjadi disintegration paham keagamaan. Hal inilah yang menurutnya menjadi sebab mandegnya transformasi nilai kedalam bentuk tindakan nyata.5

Dalam konteks lingkungan hidup dan cara menjaganya, lemahnya keimanan dan paham terhadap keimanan itu sendiri mendorong manusia untuk merusak lingkungannya. Manusia tanpa keimanan, dalam pandangan kuntowijoyo, tidak lain tengah merendahkan kemanusiaannya sendiri. Oleh sebab itu, kesadaran manusia terhadap keimanan harus kembali dibentuk sehingga mampu mengentaskan problem yang dialaminya.

Dari pemaparan diatas, penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang term kerusakan lingkungan ini terutama dalam pandangan keislaman. Dengan sudut pandang yang diberikan Kuntowijoyo, dalam hal ini teologi profetik atau dalam istilah lain juga

disebut Ilmu Sosial Profetik, penulis ingin menginterpretasi tentang ajaran-ajaran al-qur’an, terutama dalam pembahasan tentang lingkungan itu sendiri. Penulis menghimpunnya dalam karya ilmiah dengan judul

Menjaga Lingkungan dalam Pandangan Teologi Profetik Kuntowijoyo.

B. Rumusan Masalah

Sebagai upaya menghindari interpretasi yang berbeda, maka penulis merasa perlu untuk membatasi pokok permasalahan dalam pembahasan penelitian ini. Adapun batasan dari penelitian ini berkisar pada Menjaga Lingkungan dalam Pandangan Teologi Profetik Kuntowijoyo yang terumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep lingkungan dalam perspektif umum dan

al-Qur’an?

2. Apa akibat dan sebab kerusakan lingkungan?

5

(7)

7

3. Bagaimana pemikiran teologi profetik Kuntowijoyo?

4. Bagaimana kerusakan lingkungan dibahas dalam pandangan Teologi Profetik?

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tentang lingkungan secara umum

2. Mengetahui tentang konsep lingkungan dalam al-Qur’an. 3. Mengetahui Akibat dan sebab rusaknya lingkungan 4. Mengetahui pemikiran teologi profetik Kuntowijoyo

5. Mengetahui tentang pandangan teologi profetik terhaadap problem kerusakan lingkungan.

Setelah mengetahui tujuan dari penulisan makalah ini, penulis turut mentargetkan manfaat yang akan dicapai, antara lain:

1. Memperdalam wawasan tentang kajian al-qur’an

2. Memperdalam wawasan tentang pemikiran teologi profetik Kuntowijoyo.

3. Memahami problem kerusakan lingkungan dan cara mengentaskannya

(8)

8

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Lingkungan Perspektif Umum dan al-Qur’an 1. Lingkungan Perspektif Umum

Ekosistem berasal dari kata oikos dan system. Oikos berarti rumah (kemudian diartikan dengan rumah tangga. Bandingkan dengan ilmu ekonomi sebagai ilmu rumah tangga); sedangkan system (sistem) adalah suatu kesatuan yang teratur dan terpadu antara keseluruhan bagian-bagiannya.6

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologis yang terbentuk oleh hubungan timbal-balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Menurut pengertian, suatu sistem terdiri dari atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Selama masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, keteraturan ekosistem itu pun terjaga.7

Ada dua bentuk ekosistem yang penting, yaitu ekosistem alamiah (natural ecosystem) dan ekosistem buatan (artificial ecosystem) hasil kerja manusia terhadap ekosistemnya. Di dalam ekosistem alamiah akan terdapat heterogenitas (keanekaragaman) yang tinggi dari organisme hidup di sana, sehingga mampu mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan sendirinya. Sedangkan ekosistem buatan akan mempunyai ciri kurang sifat heterogenitasnya, hal ini menjadikan ekosistem buatan bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut tetap stabil, perlu diberikan bantuan energy dari luar yang juga harus diusahakan oleh manusianya, agar membentuk suatu usaha maintenance atau perawatan terhadap ekosistem yang dibuat itu.

Perlu diusahakannya untuk menjaga ekosistem agar menjadi stabil, hal ini dimaksudkan demi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia

6

Siahaan, N.H.T, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. (Jakarta: Erlangga, 2014), hlm. 16.

7

(9)

9

dari generasi ke generasi. Di samping itu perlu disadari pula, bahwa manusia harus berfungsi sebagai subjek dari ekosistemnya, walaupun tidak boleh mengabaikan arti pentingnya menjadi kestabilan ekosistemnya sendiri. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam daerah lingkungan hidupnya akan mempengaruhi eksistensi manusianya, karena manusia akan banyak sekali bergantung pada ekosistemnya.

Telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekosistem adalah hubungan timbal balik antara makhluk-makhluk hidup dengan lingkungannya dalam satu kesatuan yang tersusun secara teratur. Bagian ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan timbal balik demikian disebut dengan ekologi. Jadi yang dimaksud dengan ilmu ekologi, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekologi berasal dari kata oikos

(lihat pengertiannya diatas) dan logos (ilmu pengetahuan).8

Haeckle memberikan definisi yang cukup komprehensip terkait ekologi, yakni sebagai suatu keseluruhan pengetahuan yang berkaitan

dengan hubungan-hubungan total antara organisme dengan lingkungannya yang bersifat organik maupun anorganik.9 Bahkan Mujiyono mendefinisikan ekologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang beberapa hal, yaitu: (1) seluk beluk organisme atau makhluk hidup di habitatnya, (2) proses dan pelaksanaan fungsi makhluk hidup dan habitatnya, dan (3) hubungan antar komponen secara keseluruhan.

Setelah melihat paparan dan uraian dari para tokoh di atas, ekologi secara sederhana dapat dikatakan studi tentang ekosistem, studi tentang keadaan lingkungan hidup atau studi tentang hubungan makhluk hidup dengan lingkungannya. Terdapat tiga kata kunci untuk merumuskan ekologi, yakni hubungan timbal-balik, hubungan antara sesama organisme dan hubungan organisme dengan lingkungannya.

8

Siahaan, N.H.T, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. (Jakarta: Erlangga, 2014), hlm. 16.

9

(10)

10

Hal lain yang berkaitan dengan ekologi adalah istilah lingkungan. Lingkungan berarti semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme. Menurut Otto Soemarwoto, lingkungan hidup merupakan ruang yang ditempati manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik. Selain makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti misalnya udara yang terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair, dan padat, tanah dan batu.10

Jadi, lingkungan adalah suatu wadah bagi makhluk hidup, baik berbentuk benda, kondisi atau keadaan, yang menjadi tempat makhluk hidup berproses dan berinteraksi. Di samping itu, lingkungan merupakan objek ekologi dan bagian dari ekosistem. Dengan demikian, ekologi, ekosistem, dan lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.

2. Lingkungan Perspektif al-Qur’an

Konsep lingkungan sendiri dalam al-Qur’an terdapat banyak terminlogy. Dipenulisan ini hanya beberapa term saja yang akan dituliskan yang dapat mewakili terkait ekologi dan lingkungan perspektif al-Qur’an.

1. Kata al-‘alamin disebutkan dalam al-Qur’an 71 kali baik dalam berbagai bentuk kata (frasa, gabungan kata) dalam hal ini terdapat dua makna kata al-‘alamin, ada yang bermakna alam secara keseluruhan dan hanya ditujukan kepada manusia. Adapun jumlah kata yang berkonotasi alam secara keseluruhan sebanyak 46 kata,11 sedangkan yang berkonotasi manusia diulang dalam al-Qur’an sebanyak 25 kali.12

2. Kata al-sama yang digunakan untuk memperkenalkan jagad raya. Kata ini dan derivasinya digunakan dalam al-Qur’an

10

Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. (Jakarta: Djambatan, 1994), hlm. 51-52.

11

Ayat yang bermakna kata al-ala i ini yang berkonotasi alam antara lain dalam QS. al-Fatihah: 1, QS. al-Baqarah: 131, dan sebagainya. Lihat, Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Qur a . (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 41.

12

(11)

11

sebanyak 387 kali. Dari sekian kata itu, Mujiyono melakukan klasifikasi makna yang dibaginya dalam makna jagad raya, ruang udara, dan ruang angkasa.13

3. Kata al-ardh (bumi) yang digunakan dalam al-Qur’an sebanyak 483 atau 461 kali.14

4. Kata al-biah yang digunakan untuk memperkenalkan istilah lingkungan sebagai ruang kehidupan. Secara kuantitatif, kata ini terdapat sebanyak 18 kali.15

5. Allah SWT berkali-bekali mengancam manusia merusak alam dalam QS. al-Baqarah: 60, QS. al-A’raf: 56, dan sebagainya. Tindakan merusak alam merupakan bentuk kezaliman dan kebodohan manusia. Semua perbuatan manusia yang dapat merugikan kehidupan manusia merupakan perbuatan dosa dan kemungkaran. Maka, setiap manusia yang melihat tindakan tersebut, maka wajib menghentikannya melalui segala cara yang mungkin dan dibenarkan.

Tindakan moral-etik tidak hanya berkaitan dengan relasi antarmanusia, tetapi juga dengan alam. Maka hak manusia untuk memanfaatkan alam tidak berarti membolehkannya mengganggu, merusak, dan bahkan menghacurkan keseimbangan ekologinya yang memang sudah ditetapkan-Nya dalam pola yang demikian indah dan harmonis. Pemanfaatan alam menurut Islam sama sekali tidak boleh mengabaikan eksistensi hewan dan tanaman-tanaman.16

13

Ayat yang bermakna kata sama ini antara lain dalam QS. Baqarah: 22, QS. al-Nahl: 79 dan sebagainya. Lihat, Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Qur a . (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm 42-43.

14

Ayat yang bermakna kata ardh ini antara lain dalam QS. Baqarah: 164, QS. al-Maidah: 21 dan sebagainya. Lihat, Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Qur a . (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm 44-46.

15

Ayat yang bermakna kata al-biah ini antara lain dalam QS. al-Baqarah: 61, QS. Ali

‘I ran: 162 dan sebagainya. Lihat, Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Qur a . (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm 42-43

16

Husei Muha ad, Ma usia da Tugas Kos ik ya Me urut Isla dala

(12)

12

B. Akibat dan Penyebab Rusaknya Lingkungan

Banyak terjadi bencana yang menimpa seluruh alam dalam bentuk banjir, longsor, kebakaran hutan dan itu menjadi suatu peringatan yang luar biasa untuk dipikirkan bersama. Yang terjadi dibalik itu semua bencana tidak datang begitu saja, tetapi itu merupakan kerusakan yang dibuat oleh manusia sendiri.

Bencana (disaster) secara etimologis berasal dari bahasa yunani

kuno, yaitu ‘dus’ yang berarti buruk, dan ‘aster’ berarti bintang. Istilah ini mengacu kepada fenomena astronomi yang berkonotasi pada sesuatu yang buruk. Kemunculan bintang-bintang tertentu di cakrawala di yakini sebagai pertanda akan terjadinya sesuatu yang buruk bagi kehidupan manusia. Keseluruhan peristiwa alami yang sifatnya destruktif, misalnya gempa, badai salju, banjir, dan kekeringan, seringkali diterima begitu saja sebagai bencana (disaster).17

Kerusakan yang terjadi saat ini juga sudah semakin beragam, mulai dari kerusakan ekosistem air yang disebabkan oleh berbagai macam

pencemaran, kerusakan ekosistem hutan yang disebabkan oleh banyaknya pembalakan liar (ilegal logging), dan pembakaran hutan. Rusaknya keseimbangan ekosistem kemudian berdampak pada rusaknya keseimbangan ekosistem itu sendiri. Akibat perbuatan eksploitasi lingkungan hidup hingga menimbulkan kerusakan lingkungan (alam) yang asri dan ramah, kini berubah menjadi sumber bencana ketika sudah tidak sanggup lagi mengemban fungsinya.

Kurangnya kesadaran dan pemahaman seseorang tentang masalah lingkungan hidup menjadi penyebab pokok juga dalam kerusakan lingkungan, selain banyak faktor utama yang mengakibatkan kerusakan tersebut. Hal itu ditambah lagi dengan lemahnya penegakan hukum bagi orang-orang yang merusak lingkungan tersebut. Manusia saat ini tindakannya semakin tidak selaras dengan alam, dengan sifat keserakahannya mereka menguras sumber daya alam dengan seenaknya

17

(13)

13

tanpa mempedulikan lingkungan disekitar mereka. Padahal dalam

al-Qur’an sudah dijelaskan untuk tidak melakukan kerusakan di muka bumi dan manusia dijadikan sebagai khalifah di muka bumi untuk menjaganya. Dan didalam al-Qur’an sudah diberikan batas-batas tertentu terhadap nilai-nilai ekologis untuk tetap menjaga bumi tersebut.

Kerusakan lingkungan hidup justru dianggap membahayakan manusia secara global, karena mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, mulai dari perlindungan terhadap hutan alam yang merupakan paru-paru dunia, terjadinya polusi air yang mengakibatkan banyak manusia tidak dapat lagi menikmati dan memanfaatkan aliran sungai akibat limbah industri, polusi air laut yang mengakibatkan rusaknya kehidupan kelautan, dan seterusnya, semua itu berakibat pada kehidupan dan kesehatan manusia. Masalah ini memerlukan kesadaran semua umat manusia untuk mengembalikan dunia pada ekosistem ekologi yang normal berdasarkan hukum alam.18 Dengan dimasukkannya aspek perilaku manusia sebagai salah satu penyebab bencana, maka cakupan definisi

bencana menjadi semakin kompleks. Bencana mencakup hal, bencana alam, hingga kesehatan global dan kemiskinan yang keseluruhannya merupakan akibat perbuatan manusia.19

Bencana dalam al-Qur’an memiliki makna yang beragam, tidak hanya mengandung makna kehilangan harta benda, tetapi juga terkait dengan masalah moralitas dan spritualitas seseorang maupun masyarakat tertentu. Alam raya ini diciptakan Allah dengan sistem yang sangat serasi dan sesuai dengan kehidupan manusia. Akan tetapi, justru manusia yang melakukan kerusakan dengan kegiatan buruk yang merusak keseimbangan tersebut. Dengan demikian, terjadi kepicangan dan ketidakseimbangan pada sistem alam.20 Al-Qur’an selalu menegaskan akan perlunya keselarasan karena alam ini diciptakan secara teratur.

18

Nadjamuddin Ramly, Islam Ramah lingkungan: Konsep dan strategi dalam Pengelolaan, Pemeliharaan, dan Penyelamatan Lingkungan. (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 13-14.

19

Agus Indiyanto dan Arqom Kuswanjono, Agama, Budaya, dan Bencana: Kajian Integratif Ilmu Agama dan Budaya. (Yogyakarta: Mizan & ICRS, 2012), hlm. 8.

20

(14)

14

Bencana dapat terjadi dari krisis ekologis yang merupakan dampak dari pengerukan kekayaan alam yang terlalu mengikuti nafsu duniawi manusia itu sendiri, sehingga bencana tidak dapat dihindari. Kerusakan alam sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam, dan islam memiliki peran besar dalam menjaga dan mencegah krisis ekologis tersebut.

Kerusakan alam yang disebabkan tingkah laku manusia tidak hanya apa yang diutarakan dalam al-Qur’an dan hadis. Menurut Lynn White Jr, krisis lingkungan yang tengah terjadi sekarang ini adalah akibat kesalahan manusia menanggapi persoalan ekologisnya.21 Dengan demikian, kerusakan alam, krisis ekologis, dan berbagai bencana secara langsung dan secara spontan disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri.

C. Ilmu Sosial Profetik Sebagai Anti Tessa Teologi Transformatif 1. Teologi Transformatif

Kata teologi berasal dari bahasa Yunani yaitu theologia yang

terdiri dari dua kata yaitu theos yang berarti Tuhan, dan logos yang berarti wacana atau ilmu. Dengan demikian, maka teologi berarti ilmu atau pengetahuan tentang Tuhan. Selain itu, teologi juga dapat didefinisikan sebagai sebuah doktrin, keyakinan, serta pemikiran dari kelompok-kelompok keagamaan tertentu maupun seseorang tentang Tuhan. Adapun teologi yang penulis maksudkan di sini bukanlah teologi dalam pengertian kajian tentang Tuhan, melainkan teologi dalam arti sebuah kontruksi pemikiran seseorang secara sistematis, yang dalam hal ini adalah pemikiran M. Quraish Shihab.22

Sampai sejauh ini, perdebatan tentang teologi di kalangan Islam masih berkisar pada tingkat semantik. Mereka yang berlatar belakang tradisi ilmu keislaman konvensional mengartikan teologi sebagai ilmu

kalam, yaitu suatu disiplin yang mempelajari ilmu ketuhanan, bersifat abstrak, normatif, dan skolastik. Sementara itu bagi mereka yang terlatih

21

Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam Dalam Islam. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm. 7.

22

(15)

15

dalam tradisi Barat, katakanlah dari cendekiawan Muslim yang tidak mempelajari Islam dari studi-studi formal, lebih melihat teologi sebagai penafsiran terhadap realitas dalam perspektif ketuhanan, jadi lebih merupakan refleksi-refleksi empiris.

Gagasan-gagasan teologi yang bersifat empiris lahir dari dialektika, bersentuhannya keilmuan-ilmuan islam dengan ilmu-ilmu barat yang bercorak social-science. Semua itu terjadi karena banyaknya pelajar muslim yang belajar ke barat dikarnakan terjadi kejumudan dan taklid buta akan pemahaman-pemahaman dan penafsiran islam yang sempit dalam memaknai realitas empiris.

Semua itu bisa dilhat dari gagasan yang semula dilontarkan oleh Moeslim Abdurrahman yang menyiratkan serangkaian kritik tajam terhadap teologi-teologi tradisional yang dianggap sudah tidak relevan sehingga perlu ditransformasi. Tentu saja ini mengundang reaksi dari berbagai pihak, yakni suatu reaksi yang kemudian menimbulkan perdebatan dan salah paham.

Sebagian besar mengartikan konsep teologi sebagai suatu cabang dari khazanah ilmu pengetahuan keislaman yang membahas doktrin tentang ketuhanan, tentang tawhid. Itu sebabnya mereka menganggap gagasan mengenai pembaruan teologi sebagai gagasan yang membingungkan dan aneh karena hal itu akan berarti mengubah doktrin sentral Islam mengenai keesaan Tuhan. Mereka menganggap masalah teologis di dalam Islam sudah selesai dan oleh karenanya tak perlu diutak-atik apalagi dirombak.

(16)

16

mereka hanya menginginkan agar ajaran agama diberi tafsir baru dalam rangka memahami realitas.

Semangat dari gagasan Teologi Transformatif yang dikemukan Moeslim Abdurrahman akan lebih tepat misalnya jika diterjemahkan dengan istilah Ilmu Sosial Transformatif. Dengan mengganti istilah

“teologi” ke “ilmu sosial”, kita ingin menjelaskan sifat dan maksud gagasan tersebut. Jika gagasan pembaruan teologi adalah agar agama diberi tafsir baru dalam rangka memahami realitas, maka metode yang efektif untuk maksud tersebut adalah mengelaborasi ajaran-ajaran agama ke dalam bentuk suatu teori sosial. Jelas bahwa lingkup yang menjadi sasaran gagasan tersebut adalah lebih pada rekayasa untuk transformasi sosial. Oleh karena itu, lingkupnya bukan pada aspek-aspek normatif yang bersifat empiris, historis, dan temporal.

Menrut kuntowijoyo kata tauhid atau teologi dalam islam memang sangat sakral, sehingga ketika ada interpretasi terhadap teologi islam di takutkan merubah hal-hal yang sifatnya transenden dan perdebatannya

sangatlah panjang dan tidak mencapai titik temu. Satu pihak melihat dengan kacamata transenden dalam melihat yang profan dan pihak yang lain berbicara sebaliknya. Maka dari itu untuk menghindari kekacauan interpretasi terhadap tauhid, kuntowijoyo menawarkan Ilmu Sosial Profetik sebagai antitesa dari teologi transformatifnya Moeslim abdurrahman.

2. Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo

Dalam Ilmu Sosial Profetik pemikiran kuntowijoyo, Ilmu Sosial Profetik tidak sekedar mengubah demi perubahan, tapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu. Dalam pengertian ini maka Ilmu Sosial Profetik ini maka Ilmu Sosial Profetik secara sengaja memuat kandungan nilai dari cita-cita perubahan yang diidamkan masyarakatnya.

Bagi kita itu berarti perubahan yang didasarkan pada cita-cita humanisasi/emansipasi, liberasi, dan transendensi, suatu cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi historis Islam sebagaimana terkandung dalam

(17)

17

di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran

(kejahatan), dan beriman kepada Allah. Tiga muatan nilai inilah yang mengkarakterisasikan ilmu sosil profetik. Dengan kandungan nilai-nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi, ilmu sosial profetik diarahkan untuk rekayasa masyarakat menuju cita-cita sosio-etiknya pada masa depan.23

Jadi pilar dari ilmu sosial profetik itu ada tiga, yaitu amar ma’ruf (humanisasi), nahi munkar (liberasi), dan tu’minuna billah

(transendensi).24 Dari tiga pilar tersebut memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Humanisasi

Tujuan pertama humanisasi adalah memanusiakan manusia,

menghilangkan “kebendaan”, ketergantungan, kekerasan dan kebenciaan

dari manusia. Kita tahu bahwa kita sekarang mengalami proses dehumanisasi karena masyarakat industrial kita menjadikan kita sebagai bagian dari masyarakat abstrak tanpa wajah kemanusiaan. Kita mengalami objektivasi ketika berada di tengah-tengah mesin politik dan

mesin-mesin pasar. Ilmu dan teknologi juga telah membantu kecendrungan reduksionistik yang melihat manusia dengan cara parsial.

Akar dari humanisasi adalah humanisme-teosentris yang berakar dari tauhid islam yang selalu bersinergi dengan hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah), hubungan manusia dengan manusia (hablum minannas) dan hubungan manusia dengan alam (hablum minal alam). Konsep humanisasi disini mencoba untuk mengangkat harkat martabat manusia sendiri yang cendrung mementingkan aspek kebendaan (matrealisme) yang menyebabkan kerusakan dialam raya dengan mengajak kembali untuk memusatkan diri pada Tuhan (transenden) dalam mengemban amanahnya sebagai pemelihara penjaga bumi (khalifatullah filard).

23

Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi. (Bandung: Mizan Pustaka, 2008), hlm. 478-483

24

(18)

18

b. Liberasi

Tujuan ke dua liberasi adalah pembebasan bangsa dari kekejaman kemiskinan, keangkuhan teknologi, dan pemerasan kelimpahan. Dalam ilmu sosial profetik librasi bukanlah ideologi melainkan ilmu yang didasari oleh nilai-nilai luhur yang transendental. Jika nilai-nilai liberatif dalam teolgi pembebasan dipahami dalam konteks ajaran teologis, maka nilai-nilai liberatif dalam Ilmu Sosial Profetik dipahami dan didudukkan dalam konteks ilmu sosial yang memiliki tanggung jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hegemoni kesadaran palsu. Jadi ilmu sosial profetik mencari sandaran semangat liberatif pada nilai-nilai profetik tansendental dari agama yang telah ditransformasikan dalam ilmu dan amalan kehidupan masyarakat.

Kuntowijoyo menggariskan empat sasaran liberasi yaitu, sistem pengetahuan, sistem sosial, sistem ekonomi, sistem politik yang membelenggu manusia sehingga tidak dapat mengaktualisasikan dirinya

sebagai makhluk yang merdeka dan mulia.

Kita menyatu rasa dengan mereka yang miskin, mereka yang terperangkap dalam kesadaran teknokratis dan mereka yang tergusur oleh kekuatan ekonomi raksasa. Kita ingin bersama-sama membebaskan diri dari belenggu-belenggu yang kita bangun sendiri.

c. Transendensi

(19)

19

Transendensi adalah dasar dari humanisasi dan liberasi yang mengarahkan kemana tujuan humanisasi dan liberasi itu dilakukan. Transendensi dalam hal ini berfungsi sebagai dasar nilai praksis dan autokritik terhadap arah untuk mengabdi dalam perkembangan peradaban manusia. Melalui kritik tersebut masyarakat akan dibebaskan dari kesadaran materilialistik yang membelenggu sistem ekonomi, sistem politik, dan sosial masyarakat menuju masyarakat berperadaban maju.

Transendensi adalah akar dari humanisasi dan liberasi yang mengikis aspek hedonisme, materialisme, dan kapitaliseme ekonomi-budaya yang dekaden. Kita percaya bahwa sesuatu harus dilakukan, yaitu membersihkan diri dengan mengingatkan kembali dimensi transendental yang menjadi bagian sah dari fitrah kemanusiaan. Kita ingin merasakan kembali dunia ini sebagai rahmat Tuhan. Kita ingin hidup kembali dalam suasana yang lepas dari ruang dan waktu, ketika kita bersentuhan dengan kebesaran Tuhan.25

D. Pandangan Teologi Profetik dalam Menjaga Lingkungan

Dari pemikiran Kuntowijoyo yang diuraikan diatas bisa kita aplikasikan untuk menjaga lingkungan sekitar kita. Dalam gagasan teologi yang di transformasikan oleh Kuntowijoyo menjadi Ilmu Sosial Profetik memiliki tiga pilar yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi. Liberalisme lebih mementingkan yang pertama, Marxisme yang kedua, dan kebanyakan agama yang ketiga. Ilmu Sosial Profetik mencoba untuk menggabungkan ketiganya, yang satu tidak terpisah dari yang lain.

Ilmu Sosial Profetik tidak sekedar mengubah demi perubahan, tapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu. Dalam kandungan nilai dari yang dicita-citakan ialah yang diidamkan didalam masyarakat, lalu diarahkan untuk rekayasa masyarakat menuju cita-cita sosio-etiknya pada masa depan. Implementasi tiga pilar Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo terdapat bagaimana caranya menjaga lingkungan

25

(20)

20

kita. Yang kita tarik dari misi historis Islam sebagaimana terkandung dalam QS. Ali-Imran: 110: Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran

(kejahatan), dan beriman kepada Allah.

Dari penafsiran saya manusia ialah makluk yang sempurna dan memiliki kebebasan dalam berpikir maupun bertindak. Disini manusia perlu untuk disadarkan kembali akan amanah yang mereka pikul untuk menjaga bumi ini dari kerusakan dan menjaganya. Dalam menegakkan kebaikan maka manusia perlu untuk menimbulkan fitrahnya sebagai seorang manusia yaitu menimbulkan rasa kepekaan terhadap kebenaran dan mencegah hal-hal yang sangat merugikan lingkungan disekitarnya. dalam tiga pilar Ilmu Sosial Profetik akan dijelaskan bagaimana pilar ini menyadarkan manusia dari belenggu-belenggu materialistik dan menjaga lingkungan di muka bumi ini.

Pilar pertama yaitu humanisasi, kita dapat mengakat martabat manusia dengan cara memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia

yang dimaksud ialah mendidik manusia supaya untuk bisa memerankan perannya sebagai manusia, yaitu sebagai khalifah dimuka bumi untuk memikul amanah menjaga dan menyempurnakan bumi sesuai dengan pola-pola yang telah ditetapkan Tuhan dalam kitab sucinya.

Lalu pilar kedua yaitu liberasi, yaitu membebaskan. Terbebas dari kekejaman kemiskinan, keangkuhan teknologi, dan pemerasan kelimpahan.

(*)Hal pertama yang dari tujuan liberasi itu ialah terbebas dari kemiskinan, karena dengan kemiskinan manusia bisa berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhannya. Seperti masyarakat yang membakar hutan tanpa memikirkan akibat dengan lingkungan sekitarnya demi selembaran rupiah.

(21)

21

Berdasarkan ilmu sosial profetik mempunyai prioritas tersendiri untuk hal ini, yaitu memecahkan persoalan untuk menghadapi masyarakat industri.26 Kita harusnya tidak semena-mena dalam kemudahan teknologi, karena dari kemudahan teknologi tersebut membawa banyak kerusakan dalam lingkungan seperti pembuangan limbah pabrik yang berlebihan dan kemudian merusak dan mencemari lingkungan disekitarnya. pembuangan limbah pabrik bisa diatasi dengan mengelola limbah tersebut sehingga pencemaran lingkungan bisa diatasi dengan baik.

(*)Yang ketiga yaitu pemerasan kelimpahan, yang dimaksud pemerasan kelimpahan ialah mengekpoloitasi sumber daya alam dengan cara yang berlebihan tanpa memikirkan akibat terhadap lingkungan sekitarnya. Seperti pengerukan minyak dilaut secara berlebihan sehingga terjadinya penggeseran lempeng didasar laut dan mengakibatkan tsunami yang memakan korban jiwa. Dan juga penebangan hutan yang secara berlebihan dan tidak melakukan reboisasi sehingga terjadinya longsor dan banjir yang mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia dan

lingkunganya.

Lalu pilar ketiga dalam Ilmu Sosial Profetik yaitu transendensi, beriman kepada Tuhan dan kembali kepada nilai-nilai keimanan dan kebenaran. Dan menambahkan dimensi transendental dalam kebudayaan. Kita harus membersihkan diri dengan meningkatkan dimensi transendental yang menjadi bagian dari fitrah kemanusiaan. Manusia yang memiliki nilai-nilai keimanan dan kebenaran akan menjaga lingkungan disekitarnya, karena transendensi ialah akar dari humanisasi dan liberasi yang mengarahkan kemana tujuan humanisasi dan liberasi itu dilakukan.

Melalui transendensi tersebut masyarakat akan dibebaskan dari kesadaran materilialistik yang membelenggu sistem ekonomi, sistem politik, dan sosial masyarakat menuju masyarakat berperadaban maju. Sehingga lingkungan dapat terjaga kelestariannya dan dari generasi-generasi umat manusia dapat menikmati keindahan kelestarian lingkungan yang Tuhan ciptakan.

26

(22)

22

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan.

Permasalahan lingkungan hidup pada hakikatnya adalah permasalahan ekologi. Terdapat tiga kata kunci untuk merumuskan ekologi, yakni hubungan timbal-balik, hubungan antara sesama organisme dan hubungan organisme dengan lingkungannya. Alam raya ini diciptakan Allah dengan sistem yang sangat serasi dan sesuai dengan kehidupan manusia. Akan tetapi, justru manusia yang melakukan kerusakan dengan kegiatan buruk yang merusak keseimbangan tersebut. Dengan demikian, banyaknua bencana alam yang terjadi tidak hanya menjadi sebuah takdir Ilahi semata, tetapi hal itu lebih banyak disebabkan hukum keseimbangan alam yang tidak terjaga.

Kehidupan alam dalam pandangan Islam berjalan di atas prinsip keselarasan dan keseimbangan. Konsep lingkungan yang diperkenalkan oleh al-Qur’an dengan beragam bentuk dan model kata. Yaitu kata

al-‘alamin, al-sama, al-ardh, dan al-biah. Dengan beberapa ayat-ayat yang menerangkang masalah ekologi, Islam seraya menegaskan hubungan integral antara keimanan dan lingkungan.

Tindakan moral-etik tidak hanya berkaitan dengan relasi antarmanusia, tetapi juga dengan alam. Maka hak manusia untuk memanfaatkan alam tidak berarti juga dengan alam. Maka hak manusia untuk memanfaatkan alam, tidak berarti membolehkannya mengganggu, merusak, dan bahkan menghancurkan keseimbangan ekologisnya ynag memang sudah ditetapkan-Nya. Karena persoalan lingkungan hidup bukan sekedar masalah sampah, pencemaran, atau pelestarian alam dan sejenisnya, melainkan sebagai bagian dari suatu pandangan hidup itu sendiri.

(23)

23

meliputi 3 aspek yang dibahas secara rigit dalam teori ilmu sosial profetik. Aspek pertama adalah humanisasi artinya memanusiakan manusia, menghilangkan aspek materialisme, egosentrisme, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia menuju manusia yang berperadaban. Aspek kedua yaitu liberasi, merupakan ilmu-ilmu yang didasari dari nilai-nilai transendental yang membebaskan dari belenggu-belenggu sistem ekonomi, sistem politik, sosial, dan budaya. Liberasi menempatkan diri pada aspek moralitas yang abstrak kepada moralitas yang konkrit yang didasari dengan nilai humanisme teosentris. Aspek ketiga ialah transendensi yang merupakan dasar dari humanisasi dan liberasi yang berperan mengarahkan tujuan hidup manusia agar kembali kefitrahnya sebagai khalifah fil- ardh.

Teologi profetik bisa dijadikan anti thesa dalam menanggulangi kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Kerusakan tersebut terjadi tidak lain merupakan ulah dari tangan manusia yang cendrung lebih mementingkan kepentingan materi sesaat. Peran dari

teologi profetik adalah membangun kesadaran manusia untuk sadar dalam menjaga dan melestarikan alam dengan mengambil semangat humanisasi, liberasi dan transendensi. Kerusakkan bisa di hindari ketika sudah terbangun kesadaran bagi manusia untuk pentingnya menjaga alam ini dengan teologi profetik sebagai aspek penting yang membangun kesadaran penting untuk manusia dalam menjaga alam.

B. Saran

(24)

24

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Mujiyono. Agama Ramah Lingkungan Perspektif al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 1999.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Indiyanto dan Arqom Kuswanjono, Agus. Agama, Budaya, dan Bencana: Kajian Integratif Ilmu Agama dan Budaya, Yogyakarta: Mizan & ICRS, 2012. Kuntowijoyo. Budaya dan Masyarakat. Edisi paripurna, Yogyakarta; Tiara

Wacana, 2006.

Kuntowijoyo. Muslim Tanpa Mesjid, Bandung: Mizan, 2001.

Kuntowijoyo. Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, Bandung: Mizan Pustaka, 2008.

Mangunjaya, Fachruddin M. Konservasi Alam Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.

Mangunjaya, dkk, Fachruddin M. Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan

Gerakan Lingkungan Hidup, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.

Menaughton & Larry. L, S.J. Ekologi Umum, terj, Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada Press, 1992.

N.H.T, Siahaan. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Jakarta: Erlangga, 2014.

Nietzche. Berhala Baru. Dalam Sabda Zarathustra, terj, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2014.

Ramly, Nadjamuddin. Islam Ramah lingkungan: Konsep dan strategi dalam Pengelolaan, Pemeliharaan, dan Penyelamatan Lingkungan, Jakarta: Grasindo, 2007.

Shihab, Quraish M. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2003.

Soemarwoto, Otto Ekologi. Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta: Djambatan, 1994.

Suhendra, Ahmad. Menelisik Ekologis dalam Al-Qur’an” dalam Jurnal Esensia Vol. 14 no. 1. April 2013.

(25)

25

CURRICULUM VITUE

Nama Lengkap : Mulkhan Andreza Tempat dan Tanggal : Duri, 28 Agustus 1996 Lahir

Alamat Asal : Komplek Apel no. 367 perumahan PT. Chevron Pacific Indonesia, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak Sri Indrapura, Provinsi Riau 28885

Alamat Yogyakarta : Jln. Wahid Hasyim no. 99, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta 55281

No. Handphone : 085767571025

Email : mulkhanandreza28@gmail.com Riwayat Pendidikan : - TK Cendana Duri, 2000 – 2002

- SD Cendana Duri, 2002 - 2008 - SMP Cendana Duri, 2008 - 2009 - SMP Cendana Pekanbaru, 2009-2011

- SMA Cendana Pekanbaru, Lulus tahun 2011 - 2014 - UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014 - ....

Pengalaman Oganisasi: - Departemen P3A HMI Komisariat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2015-2016

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang dominan dari gliserol, sorbitol, dan interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat fisik krim dan stabilitas

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penerapan Pendekatan Saintifik dalam peningkatan keaktifan dan hasil belajar IPA tentang sumber energi panas dan bunyi, (2)

Tujuan dari Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan ini adalah berorientasi pada profit, memberikan kreasi dan variasi terhadap produk olahan daging

Selanjutnya karyawan yang memiliki kemampuan mengatasi masalah dalam pekerjaan, mampu menguasai bidang pekerjaannya dan bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya

penerapan model pembelajaran ARIAS oleh guru di kelas. Pada akhir siklus I diadakan post test untuk mengukur hasil belajar siswa setelah diberikan

ALOKASI PENGGUNAAN SUMBERDAYA DALAM USAHA TERNAK SAPI PADA PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA

Ditemukannya Maritime Earwig di perkebunan Desa Pattallassang Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa yang terjebak dalam Pitfall Trap dikarenakan serangga dari famili ini

Mengapa kemudian yang didukung oleh AS adalah SNC dan FSA, hal ini cukup beralasan karena dari pandangan AS bahwa keduanya dianggap sebagai kelompok yang berpotensi