OPTIMASI FORMULA KRIM ANTI HAIR LOSS EKSTRAK SAW PALMETTO (Serenoa repens)
DENGAN HUMECTANT GLISEROL DAN SORBITOL: APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Yenny Yason NIM: 038114125
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
OPTIMASI FORMULA KRIM ANTI HAIR LOSS EKSTRAK SAW PALMETTO (Serenoa repens)
DENGAN HUMECTANT GLISEROL DAN SORBITOL: APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Yenny Yason NIM: 038114125
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
J
Jadilah Diri Sendiri dan Tahu Bahwa
J
J
adilah Diri Sendiri dan Tahu Bahwa
adilah Diri Sendiri dan Tahu Bahwa
adilah Diri Sendiri dan Tahu Bahwa
Siapapun yang Menemukan Diri Sendiri
Siapapun yang Menemukan Diri Sendiri
Siapapun yang Menemukan Diri Sendiri
Siapapun yang Menemukan Diri Sendiri
Akan Menghapuskan Penderitaannya
Akan Menghapuskan Penderitaannya
Akan Menghapuskan Penderitaannya
Akan Menghapuskan Penderitaannya
Kekayaan pengalaman manusia yang luar biasa
Kekayaan pengalaman manusia yang luar biasa
Kekayaan pengalaman manusia yang luar biasa
Kekayaan pengalaman manusia yang luar biasa
akan kehilangan sebagian kebahagiaannya
akan kehilangan sebagian kebahagiaannya
akan kehilangan sebagian kebahagiaannya
akan kehilangan sebagian kebahagiaannya
kalau tak ada batas yang h
kalau tak ada batas yang h
kalau tak ada batas yang h
kalau tak ada batas yang harus diatasi.
arus diatasi.
arus diatasi.
arus diatasi.
Saat meraih keberhasilan tidak akan terasa begitu indah
Saat meraih keberhasilan tidak akan terasa begitu indah
Saat meraih keberhasilan tidak akan terasa begitu indah
Saat meraih keberhasilan tidak akan terasa begitu indah
andai tak ada lembah
andai tak ada lembah
andai tak ada lembah
andai tak ada lembah----lembah gelap yang harus diterobos.
lembah gelap yang harus diterobos.
lembah gelap yang harus diterobos.
lembah gelap yang harus diterobos.
Kupersembahkan Skripsi ini Untuk: Lao Mu & Mi Lek Fo
My Lovely Mom & Dad My Best Brothers
My Special Brother All my Friends
Anugerah kita yang sesungguhnya
Anugerah kita yang sesungguhnya
Anugerah kita yang sesungguhnya
Anugerah kita yang sesungguhnya
sering kita alami dalam bentuk penderitaan,
sering kita alami dalam bentuk penderitaan,
sering kita alami dalam bentuk penderitaan,
sering kita alami dalam bentuk penderitaan,
kehilangan dan kekecewaan;
kehilangan dan kekecewaan;
kehilangan dan kekecewaan;
kehilangan dan kekecewaan;
tapi marilah kita bersabar
tapi marilah kita bersabar
tapi marilah kita bersabar
tapi marilah kita bersabar
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Welas Asih atas
segala berkat, karunia, dan cinta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul "Optimasi Formula Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw
Palmetto (Serenoa repens) dengan Humectant Gliserol dan Sorbitol: Aplikasi
Desain Faktorial” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi
(S. Farm.) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis selama perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini telah
mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, nasehat,
pengarahan, dorongan, saran, kritikan dan sarana. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. Rita Suhadi M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku dosen Pembimbing
Akademik atas segala bimbingan, masukan, semangat dan sarannya.
3. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen Pembimbing Skripsi atas
bimbingan, saran dan pengarahannya baik selama penelitian dan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku dosen Penguji atas bimbingan, saran
dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini.
5. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. selaku dosen Penguji atas bimbingan, saran dan
6. Pak Mus, Mas Agung, Mas Otto, Pak Is, Mas Andre atas segala bantuan dan
dukungannya selama penulis melaksanakan penelitian di laboratorium
Formulasi dan Teknologi Sediaan Cair Semi Solid.
7. PT. Nufarindo Semarang atas kepercayaannya kepada penulis dalam
menyediakan bahan aktif untuk melakukan penelitian ini.
8. Clara Diana, S.Farm., Apt. Selaku Product Excecutive PT. Nufarindo
Semarang atas segala bantuan dan usahanya.
9. Erma, Memey, Ratna, dan teman-teman seperjuangan dalam penelitian dan
penyusunan skripsi yang lain atas segala bantuan, dukungan, dan kerja
samanya selama ini.
10.Teman-teman Che-Mistry dan teman-teman angkatan 2003 yang lain atas
bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama ini.
11.Semua pihak dan teman-teman yang telah memberi bantuan, dukungan dan
semangat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih
banyak kekurangannya mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang
dimiliki. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan oleh
penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat demi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 3 Januari 2007
INTISARI
Penelitian tentang optimasi formula krim anti hair loss ekstrak saw palmetto dengan humectant gliserol dan sorbitol telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang dominan dari gliserol, sorbitol, dan interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat fisik krim dan stabilitas fisik krim. Pada penelitian ini juga dapat diketahui keamanan dan penerimaan formulasi krim oleh masyarakat.
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental murni yang bersifat eksploratif dengan variabel ganda (desain faktorial). Subyek uji dalam penelitian ini adalah ekstrak saw palmetto yang digunakan sebagai zat aktif formula krim anti hair loss. Humectant yang digunakan adalah gliserol dan sorbitol. Untuk optimasi formula digunakan metode desain faktorial, dengan kombinasi formula 1, a, b, dan ab, dimana tiap formula memiliki kombinasi
humectant yang berbeda-beda konsentrasinya. Optimasi tersebut dilakukan terhadap parameter sifat fisik krim yang meliputi daya sebar dan viskositas, serta stabilitas fisik krim dalam penyimpanan selama 1 bulan. Formula yang dibuat tersebut juga diuji keamanannya dengan metode Draize.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sorbitol lebih dominan dalam menentukan viskositas dan daya sebar krim; dan interaksi antara gliserol dan sorbitol dominan dalam menentukan perubahan viskositas krim. Dari contour plot super imposed diperoleh area optimum untuk daya sebar, viskositas, dan perubahan viskositas. Area tersebut diperkirakan sebagai formula optimum krim pada level yang diteliti.
x
ABSTRACT
Research about optimization of anti hairloss cream formula of saw palmetto extract with glycerol and sorbitol as humectants was done. The aim of this research was to know the dominant effect of glycerol, sorbitol and the interaction between glycerol and sorbitol in determine the physical properties and stability of the cream. This research also can determine the safety and acceptability of the cream formulation.
This research used pure experimental and eksploratif with double variable (design factorial). Subject test in this research was saw palmetto extract as active ingredient in formulation cream anti hairloss. The humectants which used are glycerol and sorbitol. This formula optimization used design factorial with combination of formula 1, a, b and ab with different combination of glycerol and sorbitol in each formula. The glycerol and sorbitol combination optimization was done at physical properties of the cream include viscosity and spreadibility; and physical stability of the cream. Safety of the formula examined with draize method.
The result showed that sorbitol dominant in determining viscosity and spreadibility of the cream; and the interaction between glycerol and sorbitol dominant in determining alteration of viscosity. The super imposed contour plot showed the optimum area of spreadability, viscosity, and alteration of viscosity. The area estimated as optimum formula of anti hairloss cream at research level.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
PRAKATA... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... viii
INTISARI... ix
ABSTRACT... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I. PENGANTAR... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Perumusan Masalah... 5
C. Keaslian Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 6
1. Manfaat teoritis... 6
2. Manfaat praktis... 6
3. Manfaat metodologis... 6
E. Tujuan Penelitian... 7
xii
A. Rambut... 8
1. Definisi... 8
2. Fungsi... 8
3. Jenis rambut... 8
4. Folikel rambut... 9
5. Struktur rambut... 10
6. Pertumbuhan dan pergantian rambut... 10
7. Masalah pada rambut... 11
B. Androgenetic Alopecia... 11
C. Saw Palmetto... 12
1. Keterangan botani... 12
2. Deskripsi umum... 12
3. Komposisi kimia... 12
4. Kegunaan... 13
5. Ekstrak saw palmetto... 13
6. Mekanisme aksi... 14
D. Krim... 15
1. Krim... 15
2. Vanishing Krim... 15
3. Bahan-Bahan Penyusun Vanishing Krim... 16
a. Asam Stearat... 16
b. Cetyl Alcohol... 16
d. Humectant... 17
e. Nipagin... 18
E. Humectant... 18
1. Gliserol... 18
2. Sorbitol... 19
F. Metode Desain Faktorial... 20
G. Iritasi Primer... 23
H. Landasan Teori... 25
I. Hipotesis... 26
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 27
A. Jenis Rancangan Penelitian... 27
B. Variabel Penelitian... 27
1. Variabel bebas... 27
2. Variabel tergantung... 27
3. Variabel pengacau terkendali... 27
4. Variabel pengacau tak terkendali... 27
C. Definisi Operasional... 28
D. Alat dan Bahan... 29
E. Tata Cara Penelitian... 30
1. Optimasi formula dan pembuatan krim... 30
a. Formula... 30
xiv
2. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik krim anti hair loss ekstrak saw
palmetto... 32
a. Uji daya sebar... 32
b. Uji viskositas... 33
3. Uji iritasi primer... 33
F. Analisis Data dan Optimasi... 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35
A. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Krim... 35
1. Daya sebar ... 37
2.Viskositas ... 40
3. Perubahan viskositas ... 43
B. Uji Iritasi Primer Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto... 45
C. Optimasi Formula... 45
1. Contour plot daya sebar ... 46
2. Contour plot viskositas ... 47
3. Contour plot perubahan viskositas ... 49
4. Contour plotsuper imposed... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 52
A. Kesimpulan... 52
B. Saran... 52
DAFTAR PUSTAKA... 53
LAMPIRAN... 56
DAFTAR TABEL
I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
level ... 21
II. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit... 24
III. Kriteria Iritasi... 24
IV. Desain penelitian ... 31
V. Bahan dalam tiap formula ... 31
VI. Evaluasi Reaksi Kulit... 33
VII. Kriteria Iritasi... 34
VIII. Hasil pengukuran sifat fisik krim... 36
IX. Efek gliserol, efek sorbitol, dan efek interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat fisik krim... 36
xvi
DAFTAR GAMBAR
1. Struktur sorbitol ... 19
2. Grafik hubungan antara gliserol (a) dan sorbitol (b) terhadap daya sebar krim. ... 37
3. Grafik hubungan antara gliserol (a) dan sorbitol (b) terhadap viskositas krim. ... 40
4. Grafik hubungan antara gliserol (a) dan sorbitol (b) terhadap perubahan viskositas krim... 43
5 Contour plot daya sebar krim... 46
6 Contour plot viskositas krim... 47
9. Contour plot perubahan viskositas krim ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
1. Certificate Of Analysis ... 56
2. Perhitungan konsentasi ekstrak saw palmetto ... 59
3. Notasi desain faktorial... 60
4. Data pengukuran sifat fisik krim anti hair loss... 61
5. Perhitungan persamaan viskositas... 63
6. Perhitungan persamaan daya sebar ... 66
7. Perhitungan persamaan perubahan viskositas ... 69
8. Perhitungan indeks iritasi primer... 72
9. Foto saw palmetto... 74
10. Foto krim anti hair loss ekstrak saw palmetto... 75
xviii
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Rambut memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia, tidak
hanya berdampak terhadap penampilan luar tetapi juga pada kepercayaan diri
mereka. Baik pria maupun wanita sangat menginginkan memiliki rambut yang
ideal, karena dapat menambah kecantikan, kepercayaan diri, serta dapat membuat
mereka tampak lebih muda. Namun, rambut juga dapat menyebabkan hal yang
negatif, yaitu ketika mulai terjadi kerontokan rambut dan menunjukkan
tanda-tanda kebotakan.
Banyak hal yang dapat mengakibatkan terjadinya kerontokan rambut.
Penyebab kerontokan rambut yang paling umum terjadi baik pada pria maupun
wanita dikenal dengan androgenetic alopecia. Androgenetic alopecia
mempengaruhi sekurang-kurangnya 50% pria yang berumur diatas 40 tahun dan
juga berpengaruh pada banyak wanita. Hal ini terjadi pada pria dan wanita sebagai
hasil dari faktor genetik dan hormonal (Trancik, 2000).
Androgenetic alopecia lebih banyak dialami oleh pria. Hal tersebut
berhubungan dengan kesehatan dari kelenjar prostat pada pria yang memiliki
hubungan yang potensial terhadap kesehatan rambut mereka. Masalah pada
prostat biasanya tidak pernah terjadi hingga telah mencapai umur 40 tahun. Akar
permasalahan yang menyebabkan androgenetic alopecia adalah enzim yang
dikenal dengan 5-alfa-reduktase. Enzim ini berinteraksi dengan testosteron
menjadi bentuk 5-alpha-dihidrotestosterone atau DHT. DHT berikatan pada suatu
reseptor yang spesifik yang dikenal dengan reseptor androgen pada folikel rambut.
DHT akan mengurangi aliran darah ke folikel rambut, sehingga memperlambat
atau menghentikan pertumbuhan rambut, serta dapat menyebabkan kerusakan atau
pengecilan folikel rambut. Akibatnya, rambut yang tumbuh akan menjadi semakin
tipis dan tidak didukung dengan adanya pertumbuhan rambut.
Enzim 5-alfa-reduktase terdiri dari dua tipe. Tipe 1 utamanya terdapat
dalam newborn scalp, kulit dan hati. Sedangkan tipe 2 utamanya terdapat pada
genital skin, hati dan prostat (Prager et al, 2002). Dalam terapi hair loss, saw
palmetto berperan dalam menghambat pembentukan DHT atau menghambat
pengikatan DHT pada reseptor androgen di folikel rambut. Dengan demikian, saw
palmetto dapat mendorong terjadinya pertumbuhan rambut di kulit kepala karena
mengurangi jumlah DHT pada reseptor androgen di folikel rambut.
Saw palmetto mengandung minyak dengan beberapa asam lemak,
meliputi capric, caprylic, caproic, lauric, oleic, dan asam palmitat dan sejumlah
besar fitosterol (beta-sitosterol, cycloartenol, stigmasterol, lupeol, lupenone dan
24-metil-cycloartenol), serta resin dan tanin. Sedangkan kulit kepala, memiliki
sekresi sebum yang akan menghasilkan cairan pada pH sekitar 5,5 dan akan
menutupi permukaan kulit. Sehingga, dengan demikian saw palmetto diharapkan
dapat menembus masuk ke dalam kulit kepala, karena sifatnya yang sama-sama
asam.
Ekstrak saw palmetto perlu dibuat ke dalam bentuk sediaan tertentu,
xx
langsung di kulit kepala. Selain itu, ekstrak saw palmetto tersebut juga memiliki
bau yang tidak enak. Oleh karena itu, diharapkan apabila dibuat dalam suatu
bentuk sediaan tertentu, akan memudahkan zat aktif yang terkandung didalamnya
untuk menembus kulit kepala dan memberikan efek yang diharapkan serta dapat
menutupi bau yang kurang enak dari ekstrak saw palmetto.
Pemilihan bentuk sediaan disesuaikan dengan kondisi kulit kepala yang
mengalami kerontokan. Krim dengan basis vanishing krim menjadi pilihan bentuk
sediaan dalam penelitian ini. Alasan pemilihan bentuk sediaan tersebut karena
basis vanishing krim merupakan basis yang memiliki konsistensi lembut, dan
dapat memberikan rasa dingin pada kulit, sehingga lebih nyaman saat digunakan.
Rasa dingin tersebut merupakan efek evaporasi (penguapan) dari kandungan air
pada basis tersebut. Keuntungan lain dari bentuk sediaan ini, yaitu sifatnya yang
mampu melekat pada permukaan tempat pemakaiannya dalam waktu yang cukup
lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Hal tersebut bermanfaat untuk
suatu sediaan topikal yang digunakan untuk mengurangi kerontokan rambut atau
meningkatkan pertumbuhan rambut. Sebab, sediaan tersebut akan menjadi efektif
apabila digunakan untuk suatu periode waktu yang panjang. Selain itu, bentuk
sediaan ini tidak menyumbat pori-pori kulit dan dapat dengan mudah dicuci
dengan air.
Bentuk sediaan yang dipilih haruslah tidak menyebabkan iritasi, agar
dapat digunakan dalam waktu yang lama. Untuk itu perlu dilakukan uji iritasi
primer terhadap sediaan krim anti hair loss ekstrak saw palmetto. Adanya air yang
membantu meminimalkan adanya iritasi secara mekanis karena gesekan pada
sekitar sel dan jaringan.
Suatu sediaan krim terdiri dari fase minyak dan fase air. Sehingga,
dibutuhkan emulgator untuk menyatukan kedua fase tersebut. Selain itu
ditambahkan pula bahan-bahan lain seperti penahan lembab, dan pengawet.
Penahan lembab (humectant) seperti gliserin, sorbitol, atau propilen glikol adalah
substansi higroskopis yang secara umum larut air, biasanya digunakan untuk
mencegah proses pengeringan dari formula itu sendiri.
Pada pemakaian topikal, jumlah total zat aktif yang diabsorpsi bervariasi
tergantung pada banyak faktor. Salah satunya adalah viskositas atau thickness dari
basis. Untuk menjaga viskositas dari basis krim, maka diperlukan humectant
dengan komposisi tertentu. Humectant membantu menjaga kelembaban dari krim
dengan mencegah penguapan kandungan air dalam krim ke udara. Selain itu, sifat
higroskopis dari lapisan film humectant merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tekstur dan kondisi dari kulit. Humectant yang digunakan dalam
penelitian ini adalah gliserol dan sorbitol. Gliserol merupakan humectant yang
paling banyak digunakan karena harganya yang murah dan hanya diperlukan
dalam jumlah kecil untuk mampu menjaga kelembaban dari sediaan. Gliserol
mampu memberikan kelembutan yang lebih apabila dikombinasi dengan
humectant lainnya seperti sorbitol. Sorbitol sudah mampu mengurangi laju
penguapan air pada konsentrasi 2% dan terbukti merupakan bahan satu-satunya
yang memberikan perlindungan yang efektif pada konsentrasi kurang dari atau
xxii
lembut, karena sorbitol mampu meningkatkan kandungan air pada produk akhir.
Sehingga, diharapkan dengan kombinasi kedua humectant ini dapat dihasilkan
formula krim yang optimum.
Desain faktorial merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan
mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap
kualitas produk. Desain faktorial digunakan dalam penelitian di mana efek dari
faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian akan diketahui. Desain faktorial
merupakan desain yang dipilih untuk mendeterminasi efek-efek secara simultan
dan interaksi antar efek tersebut. Dengan demikian, metode ini merupakan metode
yang sesuai untuk menentukan formula yang optimum dalam krim, dimana dalam
krim ada kombinasi dua humectant yang digunakan dalam berbagai konsentrasi.
Dengan metode ini akan dapat dilihat efek konsentrasi tiap-tiap humectant dan
dapat pula terlihat bagaimana hasil interaksi kedua humectant tersebut (Bolton,
1990).
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti adalah :
1. Diantara gliserol, sorbitol, dan interaksinya manakah yang lebih dominan/
berpengaruh terhadap sifat fisik krim dan stabilitas fisik krim anti hair loss
yang dipengaruhi oleh formula?
2. Dapatkah ditemukan area optimum yang merupakan sifat yang dikehendaki
sebagai anti hair loss ?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai “optimasi formula
krim anti hair loss ekstrak saw palmetto (Serenoa repens) dengan humectant
gliserol dan sorbitol: aplikasi desain faktorial” belum pernah dilakukan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan mengenai optimasi formula krim anti hair loss
ekstrak saw palmetto dengan humectant gliserol dan sorbitol menggunakan
aplikasi desain faktorial dua variabel.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan formula krim anti hair loss
optimum yang aman penggunaannya sebagai penumbuh rambut.
3. Manfaat metodologis
Diharapkan adanya upaya pengembangan dan aplikasi metode desain faktorial
untuk menemukan formula krim anti hair loss ekstrak saw palmetto dengan
humectant gliserol dan sorbitol yang optimum.
xxiv
E. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan formula krim
anti hair loss ekstrak saw palmetto (Serenoa repens) yang memenuhi persyaratan
mutu yaitu aman dan dapat diterima masyarakat.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan:
1. Menentukan manakah diantara gliserol, sorbitol, dan interaksinya yang lebih
dominan/ berpengaruh terhadap sifat fisik krim dan stabilitas krim anti hair
loss.
2. Menemukan area optimum yang merupakan sifat yang dikehendaki sebagai
anti hair loss.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rambut 1. Definisi
Rambut adalah benda seperti batang yang bersisik, terbuat dan tersusun
dari protein dan keratin (Embling, 1972). Rambut dihasilkan oleh pertumbuhan
epitel ke dalam kulit yang membentuk folikel rambut. Rambut sebagian besar
terdiri atas keratin keras, suatu zat yang secara kimia serupa keratin lunak di kulit
(Jonson, 1994).
2. Fungsi
Pada tubuh manusia ada sekitar 5 juta rambut yang mempunyai fungsi
utama sebagai pelindung. Dari sekian banyak rambut tersebut ada sekitar 100.000
helai rambut yang terdapat pada kepala, yang berfungsi untuk melindungi kepala
dari benturan (luka) dan cahaya matahari (Embling, 1972). Selain melindungi
tubuh dari rangsangan fisik seperti panas, dingin, udara kering, kelembaban juga
melindungi tubuh dari rangsangan kimia seperti zat kimia dan keringat. Khusus
untuk rambut di kepala juga berfungsi sebagai estetika (Basoeki, 1988).
3. Jenis rambut
Secara morfologi, terdapat tiga tipe rambut: vellus, terminal, dan
intermediet. Rambut vellus pendek, halus (d<0,3 nm), lembut, biasanya tidak
mengandung pigmen dan medula. Rambut terminal lebih tebal (d>0,3 nm),
xxvi
rambut yang tumbuh di dada, ketiak, lengan, dan kaki pada pria adalah rambut
terminal, sedangkan pada wanita hanya 45% dari rambut pada daerah yang sama
yang merupakan rambut terminal. Rambut intermediet berada pada kulit kepala,
dan memiliki morfologi diantara rambut vellus dan rambut terminal. Rambut
intermediet memiliki medula dan mengandung sejumlah pigmen, namun lebih
sedikit daripada pigmen yang terkandung pada rambut terminal (Trancik, 2000).
4. Folikel rambut
Folikel rambut dihasilkan oleh sel-sel stratum germinativum yang berada
di dalam dermis dan hipodermis. Folikel rambut dibatasi oleh sel epidermis dan di
atasnya terdapat papila tempat dasar tumbuh rambut. Bagian pangkal yang bulat
ini menjepit sebuah papila pembuluh darah. Folikel rambut terdiri dari 3 bagian,
yaitu pembungkus selubung akar internal, selubung akar eksternal, dan membran
kaca (Basoeki, 1988).
Terdapat empat tipe folikel rambut, yaitu: terminal, vellus, miniaturized,
dan senescent. Terminal folikel menghasilkan rambut terminal pada setiap saat
selama kehidupan manusia. Folikel miniaturized adalah folikel terminal yang
kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan rambut terminal sehingga
menghasilkan rambut vellus. Folikel senescent adalah folikel yang paling sedikit
dibandingkan dengan ketiga folikel lainnya dan kehilangan kemampuannya untuk
5. Struktur rambut
Setiap rambut terdiri dari batang dan akar. Batang rambut adalah bagian
permukaan, yang sebagian besar menjorok di atas permukaan kulit. Batang
rambut tersusun dari sel-sel yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu: medula, korteks, dan
kutikula. Akar rambut adalah bagian yang terletak di bawah permukaan yang
menembus dermis, juga lapisan subkutan. Sama seperti batang rambut, akar
rambut juga terdiri dari 3 bagian yaitu medula korteks, dan kutikula (Basoeki,
1988).
6. Pertumbuhan dan pergantian rambut
Pertumbuhan rambut utamanya berasal dari folikel. Pada tubuh manusia
terdapat kurang lebih 5 juta folikel rambut, dimana 100.000 sampai 150.000
adalah folikel pada kulit kepala. Laju pertumbuhan rambut pada kulit kepala
adalah 0,37 hingga 0,44 mm/hari dan normalnya kerontokan rambut pada kulit
kepala bervariasi antara 50-100 rambut per hari (Trancik, 2000).
Rambut tumbuh 0,5 inci tiap bulan di mana paling cepat terjadi pada umur
antara 15-30 tahun. Kerontokan normal merupakan pertanda, bahwa
rambut-rambut sedang memasuki masa istirahatnya, yang dalam beberapa bulan
kemudian akan menumbuhkan rambut baru. Bila jumlah kerontokan melebihi
batas normalnya, dapat mengakibatkan kebotakan. Kondisi atau keadaan ini
dipengaruhi beberapa faktor, antara lain faktor genetik, ras, umur, pengaruh
obat-obatan, penyakit, hormon, makanan, dan stress. Setiap folikel memiliki tiga masa
pertumbuhan, yaitu: fase pertumbuhan (anagen), fase siklus (katagen), dan fase
istirahat (telogen) (Embling, 1972).
xxviii
7. Masalah pada rambut
Masalah yang terjadi pada rambut adalah alopecia (kerontokan rambut).
Secara klinik ada 3 jenis alopecia, yaitu: alopecia areata, yaitu kehilangan
seluruh rambut pada satu atau beberapa bagian pada daerah kepala, sehingga
terlihat bercak botak di antara bagian lain yang rambutnya tumbuh dengan baik;
telogen effluvium, merupakan suatu keadaan di mana terjadi keguguran rambut
telogen pada masa dini dan dalam jumlah yang cukup banyak; dan alopecia
androgenetic, disebabkan oleh adanya pemendekan fase anagen dan
meningkatnya pergantian rambut ke fase telogen (Martodiharjo, 1991).
B. Androgenetic Alopecia
Androgenetic alopecia merupakan tipe kerontokan rambut yang paling
umum terjadi pada manusia. Androgenetic alopecia dikarakteristikkan dengan
pengecilan folikel rambut pada individu yang akan memberikan perubahan bentuk
di dalam kulit kepala. Secara biokimia, salah satu faktor yang menyebabkan
kelainan ini adalah perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT) oleh
enzim 5 alfa reduktase. DHT dipercaya akan memperpendek pertumbuhan
rambut, atau fase anagen pada siklus rambut yang menyebabkan pengecilan
folikel rambut, dan menghasilkan rambut yang lebih halus (Prager et al, 2002).
Pada androgenetic alopecia fase anagen akan menjadi pendek dan fase
telogen akan menjadi lebih panjang. Akibatnya, akan terjadi pergantian rambut
menjadi rambut vellus. Fase katagen akan menjadi lebih panjang, sehingga akan
C. Saw Palmetto 1. Keterangan botani
Nama : Saw palmetto
Nama ilmiah : Sabal serrulata
Sinonim : Palmerita, Palmito of Mountain range, Serenoa
Famili : Arecaceae (Palmae)
Bagian yang digunakan: buah (Hellemont, 1986).
2. Deskripsi umum
Saw palmetto merupakan tanaman yang kecil, pohon palem yang lebat
yang berasal dari daerah pesisir pantai Atlantik (dari Carolina Selatan hingga
Florida). Tanaman ini biasanya tumbuh dengan tinggi 6-10 kaki dan lebar 2-3
kaki, memiliki daun yang berduri dan berbentuk bundar, puncak pohon berbentuk
seperti kipas. Bagian yang mengandung sifat untuk pengobatan berasal dari
buahnya. Buah saw palmetto memiliki panjang 0,5-1 inci dengan warna
merah-kecoklatan hingga hitam dan berkerut (kisut), membujur dan memiliki diameter
sekitar 0,5 inci (Sugg and Wiggins, 1999).
3. Komposisi kimia
Buah saw palmetto mengandung sekitar 1,5% minyak yang mengandung
sterol jenuh dan tidak jenuh dan asam-asam lemak. Asam lemak bebas (capric,
caprylic, caproic, lauric, palmitic, dan asam oleat) terkandung sekitar 63% dalam
minyak ini. Sisa dari minyak ini merupakan etil ester dari asam lemak dan sterol
yang telah disebutkan di atas, terutama beta-sitosterol dan glukosida. Buahnya
xxx
4. Kegunaan
Secara tradisional saw palmetto digunakan untuk pengobatan: cystitis,
bronkitis kronis, asma, diabetes, disentri, indigesti, dan “underdevelopment
breasts”. Penggunaan modern saw palmetto adalah untuk terapi Benign prostatic
hyperplasia (BPH) (Anonim, 1998).
Saw palmetto secara tradisional digunakan dalam pengobatan topikal
untuk membantu meningkatkan kondisi kulit dan kulit kepala, memelihara
kesehatan kulit dan rambut, dan mencegah kerontokan rambut (Anonim, 2005c).
5. Ekstrak saw palmetto
Berdasarkan penelitian para ilmuwan, dilaporkan bahwa mayoritas
kandungan bioaktif dari saw palmetto adalah lipofilik dan kemudian diekstraksi
ke dalam bentuk minyak yang dapat diasimilasikan lebih baik pada kulit. Hasil
observasi ini menunjukkan bahwa ketika diaplikasikan secara topikal, Saw
palmetto mungkin lebih bioavailable dan kemudian lebih efektif untuk
pengobatan pada area dan organ tubuh (Anonim, 2005c).
.Saw palmetto mengandung minyak dengan beberapa asam lemak,
meliputi capric, caprylic, caproic, lauric, oleic, dan asam palmitat dan sejumlah
besar fitosterol (beta-sitosterol, cycloartenol, stigmasterol, lupeol, lupenone dan
24-metil-cycloartenol), serta resin dan tanin. Asam-asam lemak dan fitosterol
inilah yang secara nyata memblok formasi dari enzim 5-alfa-reduktase (Simonis,
6. Mekanisme aksi
Lima-alfa-reduktase adalah enzim dalam tubuh yang mengubah hormon
testosteron menjadi Di Hidro Testosteron (DHT). Enzim 5-alfa-reduktase terdiri
dari dua tipe. Tipe 1 utamanya terdapat pada newborn scalp, dan dalam kulit dan
hati. Sedangkan tipe 2 utamanya terdapat pada genital skin, hati dan prostat
(Prager et al, 2002). DHT dipercaya sebagai penyebab paling umum dari
kerontokan rambut. DHT berikatan pada reseptor spesifik di folikel rambut yang
dikenal dengan reseptor androgen yang kemudian menyebabkan penyempitan
folikel rambut. Hal tersebut mengakibatkan rambut yang dihasilkan lebih tipis,
lemah, dan kecil, bahkan dapat mengakibatkan kerusakan folikel dan akar rambut,
sehingga rambut rontok (Anonim, 2005a).
Saw palmetto bekerja secara lokal pada sisi aktif dari hormon yang
berikatan dengan reseptor pada sel. Saw palmetto juga menghambat secara lokal
enzim 5 alfa reduktase yang mengubah testosteron menjadi DHT (Anonim,
2005b). Beta-sitosterol yang merupakan kandungan aktif dari saw palmetto telah
dibuktikan dalam penelitian, mampu memblok pengikatan DHT pada reseptor
androgen yang terdapat pada folikel rambut, dan juga berperan dalam
meningkatkan fungsi prostat (Anonim, 2005a). Kandungan fitosterol sebesar
0,01%-0,5% telah dibuktikan dapat berefek sebagai anti hair loss dalam sediaan
topikal(Goodman, 2002).
xxxii
D. Krim 1. Krim
Sediaan farmasi semipadat meliputi salep, pasta, emulsi krim, gel, dan
busa yang kaku. Sifat umum sediaan ini adalah mampu melekat pada permukaan
tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau
dihilangkan. Pelekatan ini disebabkan oleh sifat rheologis plastik sediaan ini, yang
memungkinkan sediaan semipadat tersebut tetap pada bentuknya dan melekat
sebagai lapisan tipis sampai ada suatu tindakan, yaitu dengan suatu kekuatan dari
luar, yang mengakibatkan bentuk sediaan semipadat ini akan rusak bentuknya dan
mengalir (Lachman, 1994).
Krim merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan penampilan
tidak jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifat
rheologisnya tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau
minyak dalam air, dan juga pada sifat zat padat dalam fase internal (Lachman,
1994).
2. Vanishing krim
Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak di dalam air,
dan dikenal sebagai “krim”. Basis vanishing krim termasuk dalam golongan ini.
Diberi istilah vanishing krim, karena waktu krim ini digunakan dan digosokkan
pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat bukti nyata tentang adanya krim yang
sebelumnya. Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan
tipis yang semipermeabel, setelah air menguap pada tempat yang digunakan
Serbuk yang tidak larut dan larutan berair dapat dicampurkan dengan
menggunakan pilltile dan spatula atau mortir dan stamper. Bahan-bahan yang larut
air dapat ditambahkan dengan melarutkan serbuk ke dalam sejumlah kecil air dan
mencampurkannya ke dalam basis. Sejumlah kecil minyak dapat ditambahkan
langsung ke dalam basis asalkan terdapat kelebihan emulsifying agent (Allen,
2002).
3. Bahan-bahan penyusun vanishing krim
a. Asam stearat. Asam stearat digunakan dalam krim yang basisnya
dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi
krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak menyilaukan pada kulit.
Jika sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya kalium
hidroksida atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan
8-20% asam stearat. Asam lemak yang tidak bereaksi meningkatkan konsistensi
krim. Krim ini bersifat lunak dan menjadi mengkilap saat penyimpanan,
disebabkan oleh adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat (Lachman,
1994).
b. Cetyl alcohol. Cetyl alcohol digunakan sebagai pembantu
pengemulsi dan emolien dalam krim. Cetyl alcohol merupakan zat polar yang
bersifat lemak. Penambahannya pada sediaan semipadat cenderung menstabilkan
emulsi minyak dalam air dari sediaan semipadat (Lachman, 1994).
Cetyl alcohol digunakan dalam lotion, krim, dan salep karena sifat
emoliennya, kemampuan mengabsorpsi air dan sifat mengemulsinya. Cetyl
xxxiv
tekstur sediaan. Cetyl alcohol dapat menjaga stabilitas emulsi minyak dalam air
dengan mengkombinasikannya dengan agen pengemulsi yang larut dalam air
(Boylan, 1986).
c. Trietanolamin. Trietanolamin bila direaksikan dengan asam lemak
seperti asam stearat atau asam oleat akan membentuk sabun yang dapat digunakan
sebagai emulgator untuk menghasilkan emulsi yang stabil, berbutir halus pada
emulsi o/w dengan pH sekitar 8 (Reynold, 1982). Sabun trietanolamin bebas dari
efek mengiritasi pada kulit. Sabunnya membentuk emulsi yang sangat stabil pada
penggunaan sebagian besar minyak, lemak, dan lilin sebagai fase eksternal
(Boylan, 1986).
d. Humectant. Humectant biasanya ditambahkan ke dalam krim
kosmetik, khususnya tipe minyak dalam air, untuk mengurangi pengeringan
beberapa krim akibat penguapan air ke udara. Selain itu, sifat higroskopis dari
lapisan film humectant pada kulit merupakan faktor penting dalam membantu
menjaga tekstur dan kondis kulit saat produk diaplikasikan (Harry, 1982). Untuk
mencegah pengeringan emulsi o/w yang terlalu cepat pada kulit, dapat
ditambahkan humectant seperti gliserin, propilen glikol, sorbitol 70%, atau PEG
300/400 dalam formulasi (Allen, 2002). Sorbitol, gliserin dan propilen glikol
merupakan pelembab yang efektif bila digunakan dalam konsentrasi 5-20%. Jika
digunakan dalam konsentrasi yang berlebih, zat-zat tersebut cenderung untuk
mengabsorpsi kelembaban dari kulit dan menghasilkan efek pengeringan yang
e. Nipagin. Nipagin atau propilparaben (0,05%-0,25%) digunakan
sendiri atau dikombinasi dengan ester-ester lainnya dari asam p-hidroksibenzoat
atau dengan agen antimikroba lainnya untuk digunakan sebagai pengawet dalam
sediaan farmasi (Boylan, 1986). Nipagin yang tergolong ester dari asam
p-hidroksibenzoat masih populer sebagai bahan pengawet karena toksisitasnya yang
rendah, ester ini tidak begitu berbau, tidak menyebabkan kotor, dan tidak
menimbulkan iritasi pada kulit. Kelemahannya yaitu, mempunyai kelarutan yang
rendah dalam air dan kurang efektif terhadap bakteri gram negatif dibandingkan
terhadap jamur dan ragi (Lachman, 1994).
E. Humectant 1. Gliserol
Gliserol (C3H8O3) berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
seperti sirup dan merupakan cairan yang higroskopik. Gliserol dapat digunakan
sebagai humectant pada konsentrasi hingga 30% (Boylan, 1986). Gliserol dapat
berperan sebagai absorption enhancer, yaitu bahan yang memfasilitasi absorpsi
obat melalui kulit (Allen, 2002). Gliserol bersifat sebagai bahan pengawet dan
sering digunakan sebagai stabilisator dan sebagai suatu pelarut pembantu dalam
hubungannya dengan air dan alkohol (Ansel, 1989). Gliserol memiliki sifat alir
newtonian (Aulton, 2002).
Secara umum tipe humectant yang digunakan tergantung dari
ketersediaannya. Gliserol menjadi humectant yang paling populer digunakan
xxxvi
Gliserol merupakan pilihan utama humectant dalam produk perawatan diri, karena
mampu memberikan rasa yang lembut dan dapat ditingkatkan kelembutannya
dengan cara mengkombinasikan dengan humectant lainnya seperti sorbitol (Barel
et al, 2001).
2. Sorbitol
Gambar 1. Sorbitol (C6H14O6)
Sorbitol adalah hexahidric alcohol yang berupa serbuk kristal berwarna
putih, tidak berbau, dan memiliki rasa yang manis. Sorbitol secara umum tersedia
sebagai larutan 70%, yang jernih, tidak berwarna, dan kental. Secara alami
terdapat dalam buah-buahan dan mudah dilarutkan dalam air, tidak begitu larut
dalam alkohol, dan hampir tidak larut dalam pelarut organik (Barel et al, 2001).
Sorbitol 70% lebih higroskopis daripada gliserin dan digunakan pada
konsentrasi yang lebih rendah, umumnya 3% sorbitol 70% sebanding dengan 10%
gliserin (Lachman, 1994). Sorbitol dapat mengurangi evaporasi dalam setiap
konsentrasi, bahkan pada konsentrasi 2%. Sorbitol terbukti menjadi satu-satunya
bahan protektif yang efektif pada konsentrasi 5% bahkan pada konsentrasi lebih
kecil dari 5% (Jellinek, 1970). Penggantian sebagian atau seluruh bagian gliserol
dengan sorbitol mampu meningkatkan kandungan air pada produk akhir (Harry,
F. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan
mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap
kualitas produk. Desain faktorial digunakan dalam penelitian di mana efek dari
faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian akan diketahui. Desain faktorial
merupakan desain yang dipilih untuk mendeterminasi efek-efek secara simultan
dan interaksi antar efek tersebut. Dengan demikian, metode ini merupakan metode
yang sesuai untuk menentukan formula yang optimum dalam krim, dimana dalam
krim ada kombinasi dua humectant yang digunakan dalam berbagai konsentrasi.
Dengan metode ini akan dapat dilihat efek konsentrasi tiap-tiap humectant dan
dapat pula terlihat bagaimana hasil interaksi kedua humectant tersebut (Bolton,
1990).
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik
untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan
matematika (Bolton, 1990). Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor
(misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda,
yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu
percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan
terhadap suatu respon (Bolton, 1990).
xxxviii
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain
faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12 X1X2………...(1)
Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati
X1, X2 = level bagian A, level bagian B
b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
b0 = Rata- rata hasil semua percobaan
b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n =4,
dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Penamaan
formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk percobaan I,
formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab
untuk percobaan IV (Bolton, 1990). Respon yang ingin diukur harus dapat
dikuantitatifkan. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
level :
Tabel 1. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Formula A (faktor I) B (faktor II)
1 - -
a + -
b - +
ab + +
Keterangan :
(-) = level rendah
(+) = level tinggi
Berdasarkan persamaan tersebut, dengan substitusi secara matematis, dapat
dihitung besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi. Besarnya
efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level
tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut
Bolton (1990) sebagai berikut :
Efek faktor I = ((a-(1)) + (ab-b)) / 2
Efek faktor II = ((b-(1)) + (ab-a)) / 2
Efek faktor III = ((ab-b) - (a-1)) / 2
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990).
Rancangan faktorial yang paling sederhana ialah yang menggunakan dua
faktor, dan masing-masing faktor menggunakan dua kategori. Rancangan yang
demikian itu biasanya digambarkan sebagai rancangan faktorial 2 x 2. Pada desain
faktorial ada dua variabel eksperimental yang diselidiki secara serempak.
Informasi yang dapat diperoleh dari rancangan penelitian ini adalah efek utama
dari masing-masing variabel bebas, simple effect dan efek interaksi antara kedua
variabel bebas (Suryabrata, 1998).
xl
G. Iritasi Primer
Iritasi adalah suatu reaksi pada kulit oleh zat kimia, misalnya alkali kuat,
asam kuat, pelarut dan detergen. Beratnya bermacam-macam dari hyperemia,
edema dan vesikulasi sampai pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak
dan umumnya pada sentuhan pertama (Lu, 1995).
Iritasi primer kulit diukur dengan suatu teknik uji-tempel pada kulit
lecet/kulit utuh kelinci yang rambutnya dicukur. Minimum digunakan enam
subjek untuk tiap preparat yang diuji (masing-masing tiga ekor). Metode ini
dilakukan dengan memasukkan di bawah tempelan satu-inci 0,5 ml (bila cair) atau
0,5 g (bila padat dan semi padat) bahan uji. Untuk zat kimia yang padat, sebaiknya
zat ini dicoba dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dan larutan itu dioleskan.
Seluruh badan hewan kemudian dibungkus dengan kain berlapis selama 24, 48,
dan 72 jam periode pajanan. Prosedur terakhir ini membantu dalam
mempertahankan tempelan uji pada posisinya, dan selain itu, mencegah
penguapan zat-zat yang mudah menguap. Setelah 24 jam pertama pajanan
tempelan dibuang dan reaksi yang timbul dievaluasikan berdasarkan skor dalam
Tabel II. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit (Lu, 1995)
Jenis Iritasi Skor
Tanpa eritema 0
Eritema hampir tidak tampak 1
Eritema berbatas jelas 2
Eritema moderat sampai berat 3
Eritema
Eritema berat (merah bit) sampai sedikit
membentuk kerak
4
Tanpa edema 0
Edema hampir tidak tampak 1
Edema tepi berbatas jelas 2
Edema moderat (tepi naik ± 1 mm) 3
Edema
Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan meluas keluar daerah pejanan)
4
Setelah pengamatan selesai dilakukan, dilakukan perhitungan indeks iritasi
primer berdasarkan jumlah eritema dan jumlah oedema yang mungkin terdapat
pada kulit hewan uji dengan rumus di bawah ini:
Indeks Iritasi Primer
hewan jumlah jam)/3 24/48/72 oedema (Jumlah jam)/3 24/48/72 eritema
(Jumlah +
=
Berdasarkan indeks iritasi primer yang diperoleh dapat diketahui kriteria
iritasi dari masing-masing formula yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel III. Kriteria Iritasi (Hayes, 2001)
Indeks Iritasi Kriteria Iritasi Senyawa Kimia
< 2 Tidak Mengiritasi
2-5 Iritan Ringan
>5 Iritan Berat
xlii
H. Landasan Teori
Agar anti hair loss dapat digunakan masyarakat dengan nyaman saat
penggunaan maka diperlukan suatu bentuk sediaan farmasi yang dapat memenuhi
persyaratan mutu tersebut. Bentuk sediaan farmasi yang akan diteliti adalah
bentuk krim yang mengandung basis vanishing krim. Alasan pemilihan bentuk
sediaan tersebut karena bentuk sediaan krim dengan basis vanishing krim
memiliki konsistensi lembut, dan memberikan rasa dingin pada kulit. Keuntungan
lain dari bentuk sediaan yang dipilih adalah terbentuknya lapisan tipis (film) pada
kulit yang dapat dicuci dengan air akibat evaporasi air. Hal ini sesuai dengan salah
satu kriteria yang diinginkan dari anti hair loss yang diinginkanyaitu dapat dicuci
dengan air, sehingga tidak membuat rambut terlihat berminyak.
Dalam penelitian ini dilakukan optimasi formula krim dengan bahan
ekstrak saw palmetto dan sebagai humectant digunakan gliserol dan sorbitol.
Dengan adanya humectant maka dapat dicegah pengeringan yang terlalu cepat
dari krim saat diaplikasikan di kulit kepala. Hal tersebut dapat membuat krim
terasa lebih nyaman untuk digunakan dalam waktu yang lama. Sebab, sediaan
tersebut akan menjadi efektif apabila digunakan untuk suatu periode waktu yang
panjang. Sehingga, bentuk sediaan yang dipilih haruslah tidak menyebabkan
iritasi, agar dapat digunakan dalam waktu yang lama. Adanya air yang cukup
banyak dalam basis vanishing krim membuat krim tersebut memiliki konsistensi
yang lembut, sehingga membantu meminimalkan adanya iritasi secara mekanis
Efek kombinasi bahan-bahan pembuat krim biasanya akan
mempengaruhi karakter krim tersebut. Untuk melihat efek mana yang dominan
(gliserol/sorbitol) dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik, metode desain
faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki efisiensi yang
maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon.
Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini memungkinkan
untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar
faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian jika
dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah.
I. Hipotesis
Pada optimasi formula krim anti hair loss dengan humectant gliserol dan
sorbitol diduga terdapat pengaruh humectant dalam menentukan sifat-sifat fisik
dan stabilitas fisik krim pada level yang diteliti.
xliv
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni dengan
variabel eksperimental ganda (desain faktorial) dan bersifat eksploratif, yaitu
mencari komposisi humectant (gliserol dan sorbitol) yang optimum dalam
formula krim anti hair loss ekstrak saw palmetto dalam menentukan sifat fisik
krim dan stabilitas fisik krim.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis dan kadar humectant yang digunakan.
2.Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik krim meliputi daya sebar dan viskositas; dan keamanan krim yaitu iritasi primer.
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah ekstrak saw
palmetto, alat percobaan, wadah penyimpanan, intensitas cahaya
penyimpanan, umur, berat badan, jenis kelamin, dan galur hewan uji.
4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini meliputi banyaknya air yang menguap pada saat pembuatan sediaan, kelembaban relatif saat
penyimpanan, suhu ruang pada saat dilakukan uji sifat fisik krim anti hair loss,
dan subjektivitas peneliti dalam pengamatan uji iritasi primer.
C. Definisi Operasional
1. Ekstrak saw palmetto adalah ekstrak kering tanaman saw palmetto dengan
kandungan zat aktif diantaranya beta sitosterol yang bermanfaat dalam
pengobatan hair loss.
2. Androgenetic alopecia, disebabkan oleh adanya pemendekan fase anagen
dan meningkatnya pergantian rambut ke fase telogen yang diakibatkan oleh
perubahan hormon testosteron menjadi DHT oleh enzim 5-alfa-reduktase.
3. Sifat fisik krim adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas
fisik krim, dalam penelitian ini meliputi daya sebar, viskositas, dan
perubahan viskositas selama penyimpanan 1 bulan.
4. Daya sebar optimal adalah diameter penyebaran krim pada pengukuran
massa krim 1 gram, diberi beban 125 gram dan diukur selama 1 menit. Daya
sebar optimal yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah 3,5-4,5 cm.
5. Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung stabilitas krim dan
spreadability yang baik saat digunakan. Viskositas optimal dalam penelitian
ini adalah 135-165 dPas.
6. Perubahan viskositas adalah selisih viskositas setelah 1 bulan dengan
viskositas segera setelah dibuat dibagi viskositas segera setelah dibuat
dikali 100 %. Rumus untuk perubahan viskositas adalah sebagai berikut:
100% x dibuat setelah segera viskositas dibuat setelah segera s viskosita -bulan 1 setelah viskositas
Perubahan viskositas yang diharapkan dalam penelitian ini adalah kurang
dari 5%.
xlvi
7. Komposisi optimum adalah komposisi krim anti hair loss ekstrak saw
palmetto dengan humectant gliserol dan sorbitol yang memiliki sifat fisik
krim dan stabilitas fisik krim yang optimum.
8. Iritasi adalah suatu rangsangan atau pun keadaan eksitasi yang berlebihan
dan kepekaan yang tidak semestinya, yang dapat menyebabkan perubahan
kondisi kulit.
9. Humectant adalah faktor utama yang akan diamati dan sangat berpengaruh
terhadap bentuk sediaan krim, dalam hal ini adalah gliserol dan sorbitol.
10. Contour plot super imposed adalah penggabungan garis-garis pada daerah
optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas, dan perubahan
viskositas.
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut: Glasswares
(PYREX-GERMANY), Viscometer seri VT 04 (RION-JAPAN), alat uji daya sebar, mortir
dan stamper, serta gunting dan silet untuk membersihkan punggung kelinci.
Bahan yang digunakan yaitu asam stearat, cetyl alcohol, trietanolamin,
gliserol, sorbitol, dan nipagin kualitas farmasetis; aquadest, ekstrak saw palmetto,
E. Tata Cara Penelitian 1. Optimasi formula dan pembuatan krim
a. Formula. Eksipien yang dipilih sebagai basis sediaan krim
mengacu pada formula vanishing creams dalam Practical Cosmetics Science
(Young, 1972) dengan perincian formula sebagai berikut :
A. Stearic Acid 20,0 gram
Cetyl Alkohol 0,50 gram
Triethanolamin 1,20 gram
B. Sodium hydroxide one microspatula-full
Glycerine 8,0
Distilled water 69,94 gram
Preservative (Nipagin M) one microspatula-full
C. Perfume three or four drop
Komposisi formula baru setelah modifikasi (untuk 100 gram) sebagai berikut:
A. Asam stearat 9 gram
Cetyl Alcohol 0,42 gram
Trietanolamin 0,8 gram
B. Gliserol (8-12) gram
Sorbitol (2-5) gram
Nipagin 0,15 gram
Aquadest 60,0 gram
C. Ekstrak saw palmetto 15,385 gram
D. Parfum 0,36 gram
xlviii
Dari formula diatas basis krim terdiri dari fase minyak (asam stearat,
cetyl alcohol, dan trietanolamin) dan fase air (gliserol, sorbitol, nipagin, dan
aquadest) yang kemudian ditambahkan dengan ekstrak saw palmetto dan parfum.
Kombinasi humectant (gliserol dan sorbitol) dilakukan pada level rendah dan
level tinggi. Untuk gliserol level rendahnya 8 gram dan level tingginya 12 gram
sedangkan untuk sorbitol level rendahnya 2 gram dan level tingginya 5 gram.
Masing-masing jumlah humectant yang digunakan baik untuk level rendah
maupun level tinggi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel IV. Desain penelitian
Formula Gliserol (g) Sorbitol (g)
1 8 2
a 12 2
b 8 5
ab 12 5
Dari desain penelitian diatas diperoleh komposisi setiap bahan pada
masing-masing formula sebagai berikut:
Tabel V. Bahan dalam tiap formula
BAHAN 1(g) a(g) b(g) ab(g)
a. Asam stearat 9 9 9 9
Cetyl alcohol 0,42 0,42 0,42 0,42
Trietanolamin 0,8 0,8 0,8 0,8
b. Gliserol 8 12 8 12
Sorbitol 2 2 5 5
Aquadest 60 60 60 60
Nipagin 0,15 0,15 0,15 0,15
c. Saw Palmetto 15,385 15,385 15,385 15,385
b. Cara kerja pembuatan formula. Campur asam stearat, cetyl alcohol,
trietanolamin (fase A) dalam satu cawan porselen. Campur gliserol, sorbitol,
nipagin dan aquadest (fase B) dalam satu cawan porselen yang berbeda dengan
fase A. Panaskan masing-masing fase di atas waterbath sampai suhu ± 70O
C.
Campur kedua fase dalam mortir yang telah dihangatkan sebelumnya, aduk pelan
dengan stamper sampai terbentuk krim yang berwarna putih. Campurkan ekstrak
saw palmeto (fase C) dengan basis krim dalam mortir yang berbeda. Pencampuran
dilakukan dengan menambahkan secara berseling sedikit demi sedikit antara basis
krim dan ekstrak saw palmetto. Pencampuran dilakukan sambil terus di aduk
hingga homogen. Teteskan parfume (fase D) 40 tetes ke dalam krim saw palmetto,
aduk hingga homogen.
2. Uji sifat fisik krim dan stabilitas fisik krim anti hair loss ekstrak saw palmetto
a. Uji daya sebar. Uji daya sebar sediaan krim anti hair loss ekstrak saw
palmetto dilakukan maksimal 48 jam setelah pembuatan. Cara: krim ditimbang
seberat 1 gram, diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas krim diletakkan
kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram,
didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat penyebarannya (Garg, Aggarwal,
Garg, & Singla, 2002).
l
b. Uji viskositas. Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer
Rion seri VT 04. Cara: krim dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada
portable viscotester. Viskositas krim diketahui dengan mengamati gerakan jarum
penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) segera setelah krim
selesai dibuat dan (2) setelah disimpan selama 1 bulan.
3. Uji iritasi primer
Uji iritasi primer yang dilakukan menggunakan metode Draize dengan
tiga ekor kelinci.
Cara: sejumlah 0,5 gram krim anti hair loss ekstrak saw palmetto dioleskan pada
kulit punggung kelinci seluas 2,5 cm X 2,5 cm yang telah dicukur, kemudian
tempelan tersebut ditutup dengan perban. Tempelan dibiarkan di kulit selama 4
jam, kemudian diambil dan diamati terjadinya eritema dan edema pada interval
waktu 1 jam; 24 jam; 48 jam; 72 jam; 1 minggu. Terjadinya eritrema dan edema
diberi skor sesuai dengan tabel evaluasi reaksi iritasi kulit.
Reaksi yang timbul dievaluasikan berdasarkan skor dalam tabel. VI
Tabel VI. Evaluasi Reaksi Kulit
(1) Eritrema dan Pembentukan Kerak Skor
Tanpa eritrema 0
Eritrema sangat sedikit (hampir tidak tampak) 1
Eritrema berbatas jelas 2
Eritrema moderat sampai berat 3
Eritrema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak (luka dalam)
4
(2)Pembentukan edema Skor
Tanpa edema 0
Edema sangat sedikit (hampir tidak tampak) 1
Edema sedikit (tepi daerah berbatas jelas) 2
Edema moderat (tepi naik kira-kira 1 mm) 3
Edema berat (naik lebih dari 1 mm dan meluas ke luar daerah pajanan)
4
Total skor edema yang mungkin 4
Tabel VII. Kriteria Iritasi (Hayes, 2001)
Indeks Iritasi Kriteria Iritasi Senyawa Kimia
< 2 Kurang merangsang
2-5 Iritan Moderat
>5 Iritan Berat
F. Analisis Data dan Optimasi
Data standarisasi ekstrak saw palmetto mengacu pada standar yang
tercantum dalam Certificate of Analysis dari supplier.
Data daya sebar, viskositas, dan perubahan viskositas yang diperoleh
dianalisis dengan perhitungan efek menurut desain faktorial dan grafik hubungan
untuk mengetahui besarnya efek dari gliserol, sorbitol dan interaksinya.
Selanjutnya dilakukan analisis statistik varian dua arah (desain faktorial) untuk
menentukan komposisi antara gliserol dengan sorbitol yang optimum dalam
formula krim anti hair loss dengan humectant gliserol – sorbitol. Formula yang
optimal diperoleh dari penggabungan contour plot masing-masing parameter yang
dikenal dengan contour plot super imposed.
lii
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Krim
Kualitas suatu sediaan yang baik dan dapat diterima oleh masyarakat
adalah sediaan yang memenuhi persyaratan sifat fisik yang baik dan stabil dalam
penyimpanan. Sifat fisik yang diukur dari sediaan krim anti hair loss ini adalah
daya sebar krim dan viskositasnya. Stabilitas fisik sediaannya dilihat dari
persentase perubahan viskositas yang terjadi setelah disimpan 1 bulan. Apabila
tidak terjadi perubahan viskositas yang besar setelah disimpan 1 bulan, maka
dapat dikatakan krim memiliki stabilitas fisik yang baik.
Pengukuran daya sebar dilakukan dengan mengukur diameter
penyebaran krim paling panjang pada skala kaca bulat. Pengukuran dilakukan
setelah kaca bulat ditimpa dengan beban seberat 125 gram selama 1 menit. Daya
sebar yang baik menjamin pemerataan krim saat diaplikasikan pada kulit kepala.
Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan semipadat, semakin
besar daya sebar sediaan semipadat, maka viskositas semakin kecil (Garg,
Aggarwal, Garg, & Singla, 2002).
Pengukuran viskositas dilakukan dengan membaca skala pada
viscometer Rion seri VT 04. Pengukuran viskositas ini dilakukan dua kali, segera
setelah dibuat dan 1 bulan setelah pembuatan krim. Pengukuran viskositas setelah
pembuatan krim menunjukkan profil kekentalan krim. Sedangkan pengukuran
viskositas setelah penyimpanan krim selama 1 bulan menunjukkan stabilitas krim.
Perubahan viskositas setelah penyimpanan 1 bulan merupakan salah satu
indikator ketidakstabilan krim selama penyimpanan. Krim yang dibuat akan
semakin tidak stabil apabila perubahan viskositas semakin besar. Perubahan
viskositas disebabkan oleh adanya penguapan air yang mengakibatkan krim
menjadi lebih kental, maupun akibat penarikan uap air dari lingkungan yang
disebabkan sifat higroskopis dari humectant yang terkandung di dalam krim
selama penyimpanan yang mengakibatkan krim menjadi lebih encer.
Tabel VIII. Hasil pengukuran sifat fisik krim
Formula Daya sebar
(cm)
Viskositas (d Pa.s)
δ Viskositas (%)
1 3,84 ± 0,11 166,83 ± 2,04 -0,30
a 3,99 ± 0,13 156,83 ± 3,82 3,19
b 4,15 ± 0,17 135,5 ± 5,21 6,52
ab 4,29 ± 0,07 131,33 ± 3,20 -1,02
Perhitungan secara desain faktorial dapat digunakan untuk mengetahui
faktor mana yang dominan antara gliserol, sorbitol atau interaksi antara keduanya
dalam menentukan daya sebar, viskositas, dan perubahan viskositas dari sediaan
krim. Hasil perhitungan desain faktorial sifat fisik krim adalah sebagai berikut:
Tabel IX. Efek gliserol,efek sorbitol, dan efek interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat fisik krim
Efek Daya sebar
(cm)
Viskositas (d Pa.s)
δ Viskositas (%)
Gliserol 0,146 -7,083 -1,308
Sorbitol 0,304 -28,417 2,023
Interaksi -0,012 2,917 - 4,196
Dari perhitungan efek gliserol, efek sorbitol dan efek interaksi antara
gliserol dan sorbitol dapat diketahui efek yang paling dominan dalam menentukan
liv
semakin dominan dalam meningkatkan sifat fisik krim. Bila hasil yang diperoleh
nilai mutlak negatif yang besar maka efek ini berpengaruh pada penurunan sifat
fisik dan stabilitas fisik krim yang meliputi daya sebar, viskositas dan perubahan
viskositas krim setelah disimpan selama 1 bulan.
1. Daya Sebar
Untuk melihat hubungan pengaruh peningkatan level gliserol dan
sorbitolterhadap daya sebar krim dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik Hubungan Gliserol Terhadap Daya Sebar Level Rendah Sorbitol Level Tinggi Sorbitol 3,8 3,9 4 4,1 4,2 4,3 4,4
7 8 9 10 11 12 13
Gliserol (gram) D a y a S e b a r (c m )
Grafik Hubungan Sorbitol Terhadap Daya Sebar Level Rendah Gliserol Level Tinggi Gliserol 3,8 3,9 4 4,1 4,2 4,3 4,4
1 2 3 4 5 6
Sorbitol (gram) D a y a S e b a r (c m )
Gambar 2a Gambar 2b
Gambar 2. Hubungan antara gliserol (a) dan sorbitol (b) terhadap daya sebar krim.
Semakin banyak gliserol yang digunakan dalam formula pada
penggunaan sorbitol level rendah maupun level tinggi akan meningkatkan daya
sebar krim. Hal ini dikarenakan oleh higroskopisitas dari gliserol sebagai
humectant, sehingga peningkatan konsentrasi dari gliserol juga akan memberikan
peningkatan efeknya terhadap daya sebar karena semakin banyak uap air dari
udara yang mampu diikat oleh gliserol di dalam krim. Pada peningkatan jumlah
gliserol yang digunakan dari level rendah ke level tinggi, peningkatan daya sebar
penggunaan sorbitol level rendah (Gambar 2a). Hal ini dikarenakan sorbitol
mampu meningkatkan kandungan air pada produk akhir apabila dikombinasikan
dengan gliserol, terkait dengan higr