• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH EDISI REVISI MACAM MACAM MODEL K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH EDISI REVISI MACAM MACAM MODEL K"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH EDISI REVISI

MACAM-MACAM MODEL KONSEP KURIKULUM

Tugas Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perkembangan dan Telaah Kurikulum

Dosen pengampu:

La Rajab, M.A

Disusun oleh:

Nama :Frida Umi Kulsum

Nim :150301058

Kelas :PAI-C/IV

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) AMBON

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Model konsep muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam pendidikan. Model konsep kurikulum sangat berkaitan dengan aliran pendidikan yang dianut. Aliran pendidikan dapat dibedakan menjadi empat,yaitu:

1. Pendidikan klasik, yang menggunakan model konsep kurikulum subjek akademis,

2. Pendidikan pribadi, yang menggunakan model konsep kurikulum humanistik,

3. Teknologi pendidikan, yang menggunakan kurukulum teknologi, dan

4. Pendidikan interaksionis, yang menggunakan model konsep kurikulum rekonstruksi sosial.

Setiap aliran pendidikan bertitik tolak dari asumsi yang berbeda, seperti tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Perbedaan aliran pendidikanini juga berdampak terhadap kedudukan pendidik (guru), peran peserta didik, dan proses pendidikan.

(3)

ketiga dapat direfleksikan melalui konsep kurikulum humanistik (aktualisasi diri).1

Sampai saat ini banyak model kurikulum yang telah di kembangkan oleh para ahli. Pada makalah ini akan saya kaji empat macam model konsep kurikulum berdasarkan pada urutan kajian paling tradisional sampai pada kajian yang dianggap cukup modern.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana model kurikulum subjek akademis ?

b. Apa itu model kurikulum humanistik ?

c. Apa yang dimaksud dengan model kurikulum rekonstruksi sosial ?

d. Bagaimana model kurikulum teknologis ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah :

a. Untuk mengetahui model kurikulum akademis.

b. Mengetahui maksud model kurikulum humanistik. c. Untuk memahami model kurikulum rekonstruksi social.

d. Memahami dan mengetahui model kurikulum teknologis.

BAB II PEMBAHASAN

A. Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)

(4)

Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang paling tua sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini. Mengapa demikian ? karena kurikulum ini sangat praktis, mudah disusun, mudah digabungkan dengan tipe lainnya.2

Kurikulum subjek akademis berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan kepda generasi yang akan darang. Pengetahuan itu telah disusun oleh para ahli secara sistematis, logis, dan solid dalam bentuk mata pelajaran. Mata pelajaran tersebut diberikan di setiap sekolah. Peserta didik yang berada di sekolah harus mempelajari semua mata pelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat pengembangan intelektual.3

Penulis menyimpulkan bahwa “sesuai dengan namanya, kurikulum model ini sangat menekankan isi (content). Isi kurikulum merupakan kumpuan dari bahan ajar atau rencana pembelajaran. Tingkat pencapaian atau penguasan peserta didik terhadap materi merupakan ukuran utama dalam menilai keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, penguasaan materi sebanyak-banyaknya merupakan salah satu hal yang diprioritaskan dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru yang menggunakan kurikulum jenis ini”.

Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum subjek akademis bertujuan untuk “menghasilkan ilmuan yang bermutu tinggi dengan mengajarkan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip fundamental disiplin ilmu, menganjurkan proses penelitian dan penemuan, dan memberikan kurikulum yang didasarkan atas disiplin ilmu yang tersendiri karena tiap disiplin mempunyai metode penelitian yang khusus”.

2Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Cet. XVIII; Bandung; PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015), hlm. 81.

(5)

Jerome Bruner dalam salah satu bukunya yang terkenal yaitu The Process of Education menjelaskan bahwa dalam mempelajari suatu disiplin ilmu harus diutamakan pemahaman konsep dan struktur disiplin. Hal ini penting agar pengembang kurikulum dapat memahami berbagai konsep, prinsip, fakta, peristiwa dan sebagainya. Dalam konsep kurikulum subjek akademik, para ahli dari berbagai disiplin ilmu memiliki peran yang sangat dominan dan strategis, terutama dalam menentukan tujuan, bahan/isi, proses pembelajaran, dan sistem pembelajaran. Sebaliknya, peran guru dan kepala sekolah menjadi terabaikan. Pada implementasi dan pengembangannya, peran guru menjadi pertama dan utama. Singkatnya untuk mempelajari bidang ilmu, maka pelajarilah struktur disiplin. Jerome Bruner juga menyarankan agar dalam mempelajari struktur dari suatu disiplin ilmu dapat menggunakan metode penemuan (method of discovery).4

Tiap kali kita mempelajari suatu disiplin ilmu, maka kita perlu lebih dahulu memahami konsep dan struktur disiplin ilmunya. Gunanya agar memudahkan kita dalam mempelajari disiplin ilmu tersebut.

Kurikulum subjek akademis ini mengalami perkembangan menjadi 3 struktur disiplin, yaitu:

1. Aliran yang melanjutkan disiplin struktur. Aliran ini menonjolkan proses penelitian ilmiah, baik masalah sosial, nilai-nilai kebijaksanaan tokok-tokok pemerintah.

2. Pelajaran terpadu. Dalam memahami masalah yang kompleks, aliran ini menggunakan beberapa disiplin ilmu yang terpadu. Oleh karena itu, pendekatannya adalah interdisipliner.

3. Pendidikan fundamental. Aliran ini mementingkan isi dan materi, di samping cara-cara dan proses berfikir.5

4Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 128-129.

(6)

Sekurang-kurangnya da tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum subjek akademis, yaitu:

1. Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Peseta didik belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar mengingat-ingatnya.

2. Studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respon terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problem-problem yang ada.

3. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamental. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis dan memecahkan masalah-masalah sistematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan.6

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis, memiliki karakeristik tertentu, antara lain:

1. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin ilmu.

2. Isi/materi, yaitumengambil dari beberapa disiplin ilmu yang telah disusun oleh para ahli, kemudian direorganisasi sesuai kebutuhan pendidikan. Organisasi materi yang digunakan adalah unified atau concentrated, integrated, correlated, dan problem solving.

(7)

3. Metode, yaitu menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri, dan pemecahan masalah.

4. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes. Evaluasi lebih mengutamakan hasil sesuai dengan kriteria pencapaian.7

Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting diantaranya:

1. Correlated currikulum. Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari satu pelajaran dengan pelajaran yang lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensia dari setiap mata pelajaran.

2. Unified atau Concentrated Currikulum. Sesuai dengan namanya, kurikulum jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu dibangun dari berbagai tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu pelajaran disusun dalam tema-tema dalam pelajaran tertentu. Salah satu aplikasi kurkulum saat ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya tematik. Dari satu tema yang diajukan misalnya ”lingkungan“ selanjutnya dikaji dari berbagai disiplin ilmu misalnya, sains, matematika, sosial dan bahasa.

3. Integrated Currikuum. Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan warna disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat hubungan antara pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup dilingkungan masyarakat.

(8)

4. Problem Solving Currikulum. Hal ini berisi tentang pemecahan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pengetahuan serta keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.Pada kurikulum model ini guru cenderung dimaknai sebagai seseorang yang harus “digugu” dan “ditiru”.8

Berdasarkan uraian tersebut tujuan dan sifat mata pelajaran merupakan dua hal yang mempengaruhi model evaluasi kurikulum subjek akademis. Ilmu yang termasuk kategori ilmu-ilmu alam mempunyai model evaluasi yang berbeda dengan ilmu-ilmu sosial. Kurikulum ini bersumber pada pendidikan klasik. Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya yaitu, pengetahuan, idi-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu.

Pendidikan berfungsi untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan budaya tersebut kepada genersi berikutnya, sehingga kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Oleh karenanya kurikulum ini lebih bersifat intelektual.

Kelemahan dari kurikulum subjek akademis ini adalah:

1. Terlalu menonjolkan domain kognitif-akademis sehingga domain afektif, psikomotor, sosial, emosional menjadi terabaikan.

2. Konsep yang dikembangkan oleh para ahli belum tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

3. Tidak semua peserta didik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.

4. Tidak semua anak akan menjadi ilmuan profesional.

5. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai metode ilmiah (scientific method).9

(9)

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengimbangi penekanannya pada proses berfikir, mereka mulai mendorong penggunaan intuisi dan tebakan-tebakan.

2. Adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat.

3. Pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.10

Dengan adanya kelemahan serta solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, penulis mengharapkan agar konsep kurikulum ini dapat lebih baik lagi.

B. Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri).

Kurikulum humanistik lebih mengedepankan sifat humanisme dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap kurikulun yang terlalu mengedepankan intelektualitas. Kurikulum model humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik, diantaranya adalah Neil. Menurut Mc Neil “The new humanists are self actualizers who see curriculum as a liberating process that can meet the need for growth and personal integrity (John D. Mc Neil, 1977, hlm 1). Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri.11

Kurikulum humanistik didasarkan pada aliran pendidikan humanisme atau pribadi. Aliran pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Peserta didik adalah subjek yang menjadi pusat

9Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 129.

10Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 86.

(10)

kegiatan pendidikan, yang mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang.12

Tugas individu yang berkaitan dengan konsep ini adalah membantu individu dalam upaya mencapai perwujudan diri, melalui pengembangan potensi yang dimiliki. Dalam hal ini, pendidikan bukan hanya sekedar memberi, tetapi menumbuhkan keberanian kepada siswa untuk berbuat atau melakukan sesuatu.13

Dengan demikian, prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Pendekatan ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan unsur efeksi. Pendidikan ini diarahkan kepada pembina manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afeksi (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).

Hal ini mendatangakan bahwa pendekatan ini berpegang pada prinsip peserta didik merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Penganut model kurikulum ini beranggapan bahwa siswa merupakan subjek utama yang mempunyai potensi, kemampuan dan kekuatan yang dikembangkan. Hal ini sejalan dengan teori Gestalt yang mengatakan bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan yang menggunakan kurikulum ini selalu mengedepankan peran siswa di sekolah. Dengan situasi seperti ini, anak diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya pendidikan dianggap sebagai proses yang dinamis serta maerupakan upaya yang mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan potensi dirinya. Karena itu, seseorang yang telah mampu mengaktualisasilan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan perkembanagan diri dari aspek kognitif, estetika, dan moral.

12Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 132.

(11)

Kurikulum humanistik merupakan kurikulum yang lebih mementingkan proses daripada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah bagaimana memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia yang yang mandiri. Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa untuk menembangkan potensinya. Dalam evaluasi guru lebih cenderung memberikan penilaian yang bersifat subjektif.

Menurut Nana Sy. Sukmadinata (2005:87) mengklasifikasikan pendidikan humanistik menjadi 3 macam yaitu:

1. Pendidikan konfluen.

2. Pendidikan kritikisme radikal.

3. Mistikisme modern.14

Dari ketiga aliran tersebut akhirnya berkembang tiga macam jenis kurikulum sesuai dengan konsep dasar yang dianut oleh aliran tersebut.

Ahli pendidikan konfluen berupaya menyatukan segi efektif dn kognitif dalam kurikulum. Pendidikan harus mampu memperoses secara utuh kedua aspek tersebut. Dasar dari kurikulum ini adalah teori Gestalt yang menekankan keutuhan dan kesatuan secara keseluruhan. Ada lima hal yang mencirikan kurikulum konfuensi, yaitu partisifasi, integrasi, relavasi, pribadi anak dan tujuan.15

Oleh karenanya, isi pendidikan dalam model konfluen ini diambil dari dunia siswa sehingga sesuai dengan kebutuhan pribadi anak. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan satu kegiatan yang bersifat pengembangan pribadi atau aktualisasi segala potensi setta pribadi secara utuh. Pengembangan pribadi yang utuh merupakan tujuan utama dari pendidikan ini.

14Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 132-133.

(12)

Aliran pendidikan kritikisme radikal memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak dalam menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi dirinya. Dengan hal ini upaya peningkatan pengembangan dirinya bisa belajar secara optima. Proses pendidikan cenderung dilakukan secara demokratis dan tidak ada pemaksaan. Pemberian rangsangan atau dorongan ke arah perkembangan merupakan dua hal yang diutamakan.

Langkah-langkah penyusunan urutan kegiatan dalam pengajaran yang besifat efektif menurut Shiflett (1975, hlm. 121-139) adalah sebagai berikut:

1. Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat, atau perhatian tertentu.

2. Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Di dalamnya tercakup topik-topik, bahan, serta kegiatan belajar yang akan membantu peserta dalam merumuskan apa yang akan mereka pelajari.

3. Pelaksanaan kegiatan, para peserta diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.

4. Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjut.16

Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya, yang lebih ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi kurikulum humanistik lebih memberi penekanan pada proses yang dilakukan. Kurikulum ini melihat kegiatan ini sebagai sebuah manfaat untuk peserta di masa depan. Kelas yang

(13)

baik akan menyediakan berbagai pengalaman untuk membantu peserta didik menyadari potensi mereka dan orang lain, serta dapat mengembangkannya.17

Dengan demikian, bahwa evaluasi dalam kurikulum ini mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil. Karena itu, dalam kurikulum humanistik tidak ada kreteria pencapaian karena sasarannya adalah perkembangan peserta didik supaya menjadi manusia yang terbuka, lebih berdiri sendiri. Penilaiannya bersifat objektif.

C. Kurikulum Rekontruksi Sosial

Konsep kurikulum ini menekankan pentingya kurikulum sebagai alat untuk melakukan rekonstruksi atau penyusunan kembali corak kehidupan dan kebudayaan masyarakat. Di dalam kurikulum disusun rencana yang berkaitan dengan bagaimana menata kembali kehidupan masyarakat menuju tatanan yang dipandang lebih baik. Tatanan ini meliputi segi-segi sosial, politik, ekonomi, mental, dan spiritual. Melalui pendidikan di sekolah yang merupakan implementasi kurikulum siswa diajak untuk mengenali berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat, sesuai dengan tingkat kemampuan berfikirnya, kemudian perupaya mencari alternatif pemecahannya.18

Kurikulum rekonstruksi sosial sudah dimulai pada tahun 1920-an. Ketika itu Harold Rug menegaskan bahwa selama ini terdapat kesenjangan antara kutikulum dan kebutuhan masyarakat. Dia juga sangat berharap agar siswa dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang luas, serta memiliki ide atau gagasan yang cemerlang tentang masyarakat, termasuk upaya memecahkan masalah-masalah sosial. Pada gilirannya, siswa bersama stakeholder-nya dapat menciptakan masyarakat baru, yaitu masyarakat yang memiliki stabilitas ekonomi, tingkat pendidikan yang memadai, lingkungan yang sehat, keluarga yang sejahtera, dan mempunyai wawasan masa depan. Pada awal tahun 1950-an, Theodore Brameld juga mengemukakan

17Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Cet. V; Bandung; PT Remaja Rosdakarya Offset, 2013), hlm. 145.

(14)

gagasannya tentang intimidasi dan kompromi semu. Pada era tahun 1960-an, timbul pemikiran Hilda Taba melalui salah satu fungsi kurikulumnya sebagai transformasi, yaitu melakukan rekonstruksi sosial.19

Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar yang menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam prilaku, yaitu dalam berfikir, merasa dan melakukan.20

Kurikulum ini memiliki hubungan dengan kegiatan kemasyarakatan yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi. Kurikulum ini dikembangkan oleh aliran interaksional. Pakar di bidang ini berpendapat bahwa pendidikan merupakan upaya bersama dari berbagai pihak untuk menumbuhkan adanya interaksi dan kerja sama. Tujuan utama kurikulum jenis ini adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat menghadapi tantangan, termasuk di dalamnya ancaman dan hambatan. Tantangan dianggap sebagai bidang garapan salah satu disiplin ilmu, namun perlu juga di dekati dengan ilmu-ilmu lain.

Dalam praktiknya, perancang kurikulum terkonstruksi sosial selalu berusaha menyelaraskan antara tujuan nasiaonal dengan tujuan siswa. Kerjasama antarindividu maupun kelompok merupakan kegiatan yang sangat dominan dalam pengajaran yang menggunakan kurikulum jenis ini. Dengan demikian, kompetisi antarindividu maupun kelompok bukan hal yang diprioritaskan. Ahli kurikulum yang berorientasi pada kemajuan di masa yang akan datang menyarankan pentingnya kurikulum yang difokukan pada hal yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional, yang bertolak dari pemikiran manusia sebagai mahluk sosial.

Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan berintikan kerjasama dan interaksi. Dengan demikian, kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problem-problem yang dihadapi masyarakat.

19Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi, hlm. 130.

(15)

Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini yaitu, asumsi, masalah-masalah sosial yang mendesak, dan pola-pola organisasi. Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda seperti, tujuan dan isi kurikulum, metode, dan evaluasi.21

Tujuan dan isi kurikulum ini setiap tahun bisa berubah, tergantung dari perubahan masyarakat. Dalam pemilihan metode guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Dalam kegiatan evaluasi siswa dilibatkan, terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.

D. Kurikulum Teknologi dan Kurikulum

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini cukup pesat. Perkembangan tersebut telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional di Indonesia. Tidak heran jika sampai dengan tahun 1970-an, sekolah di Indonesia masih menggunakan teknologi atau alat-alat pendidikan yang tradisional, seperti papan tulis, kapur, dan sabak. Sekitar tahun 1980-an, koputer mulai banyak digunakan di lingkungan pendidikan formal, terutama perguruan tinggi. Pada awalnya komputer hanya digunakan untuk mengetik tulisan dan berhitung, tetapi sekarang berkat kemajuan teknologi orang sudah menggunakan komputer untuk berbagai keperluan. Dalam kurikulum lama, komputer masih merupakan muatan lokal, tetapi sejak tahun 2004 komputer sudah menjadi mata pelajaran tersendiri yang disebut dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).22

Di kalangan pendidikan, teknologi sudah dikenal dalam bentuk pembelajaran berbasis komputer, sistem pembelajaran individu, serta kaset atau video pembelajaran. Banyak pihak yang kurang menyadari bahwa teknologi sangat

21Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 92-94.

(16)

membantu menganalisis masalah kurikulum, dalam hal pembuatan, implementasi, evaluasi, dan pengelolaan instruksional.23

Istilah teknologi yang dimaksudkan di sini adalah suatu pendekatan sistem dalam memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Konsep ini memandang bahwa kurikulum merupakan suatu sistem yang dikembangkan dengan pendekatan sistem. Sebagai suatu sistem, kurikulum mempunyai sejumlah komponen yang saling kebergantungan dan keterkaitan dalam mengefektifkan pencapaian tujuan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang menggunakn pendekatan sistem dimulai dari perumusan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan tujuan, dirumuskan alat untuk mengukur keberhasilan pencapaiannya. Selanjutnya, dirumuskan bahan-bahan pelajaran, dan kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan, seperti metode dan alat yang dipandang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan itu.24

Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar terhadap perkembangan model konsep kurikulum.

Ciri-ciri kurikulum teknologis antara lain sebagai berikut :

1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang masih bersifat umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil (tujuan khusus), yang di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.

2. Metode pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas sesuai dengan kecepatan masing-masing.

(17)

3. Organisasi bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil dengan memperhatikan urutan-urutan penyajian materi dalam pengorganisasiannya.

4. Evaluasi dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu topik/subtopik, ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi ini antara lain sebagai umpan balik: bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (formatif), bagi program semester (sumatif), serta bagi guru dan pengembang kurikulum. Bentuk evaluasi umumnya obyektif tes.25

Salah satu kelemahan kurikulum teknologi ini adalah kurangnya perhatian pada penerapan dan dinamika inovasi. Model teknologi ini hanya menekankan pengembangan efektifitas produk saja, sedangkan perhatian untuk mengubah lingkungan yang lebih luas, seperti organisasi sekolah, sikap guru, dan cara pandang masyarakat sangat kurang.26

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:

1. Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.

2. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi tertentu.

25Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, hlm. 97-98.

(18)

Pengembangan kurikulum ini membutuhkan kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik dan media cetak. Di pihak lain harus dicegah agar jangan sampai pengembangan kurikulum ini menjadi objek bisnis. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Inilah hambatan utama pengembangan kurikulum ini, terutama bagi sekolah atau daerah-daerah yang kemampuan finansialnya masih rendah.27

Seperti halnya model yang lain, model kurikulum ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Program pengajaran yang menggunakan alat-alat yang berbau teknologi, khususnya teknologi terbaru, secara umum lebih menyenangkan dan terkesan up to date. Dari sisi pelaksanaannya, program pengajaran ini sangat mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Dengan model pengajaran seperti ini, standar penguasaan siswa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan model-model lain.

Model kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran teknologi pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan penguasaan kompetensi, dan bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu seperti pada pendidikan klasik. Model kurikulum teknolgi berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang, sedangkan pendidikan klasik berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini juga menekankan pada isi kurikulum. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih kecil sehingga akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau diukur.

BAB III

(19)

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep kurikulum subjek akademis memandang kurikulum sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual. Bentuk kurikulum berdasarkan konsep ini adalah kurikulum bidang studi yang berbentuk spiral dan kurikulum inti.

Kurikulum humanistis memandang kurikulum sebagai alat untuk mengembangkan pribadi individu. Bentuk kurikulum berdasarkan konsep ini adalah kurikulum yang berpusat pada anak didik.

Konsep kurikulum rekonstruksi sosial memandang kurikulum sebagai alat untuk menata kembali kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Bentuk kurikulum berdasarkan konsep ini adalah kurikulum kegiatan, kurikulum proyek, atau kurikulum pengalaman.

Konsep kurikulum teknologis memandang kurikulum sebagai suatu sistem yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan sistem. Bentuk kurikulum berdasarkan konsep ini adalah kurikulum yang diimplementasikan dalam bentuk pengajaran individual.

B. Saran

Semoga makalah ini bermanfaat untuk memperkaya dan memperluas wawasan keilmuan kita sebagai pembaca yang haus akan ilmu pendidikan. Marilah kita menjadikan diri yang kaya akan pendidikan agar menjadi insan-insan yang terdidik,berbudi pekerti yang baik serta dan bermoral yang berpegang teguh pada agama masing-masing.

(20)

Adu, La. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. I; Makassar: Dua Satu Press, 2013.

Ali, Mohammad. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Cet. II; Bandung: CV Penerbit Sinar Baru, 1992.

Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi dan Inovasi. Cet. IV; Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2014.

Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Cet. V; Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2013.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Cet. XVIII; Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015.

(21)

A. Kurikulum Subjek Akademis

Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau yang disiapkan oleh guru. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya sangat bersifat intelektual, nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika, ilmu kealaman, sejarah dsb.

Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum subjek akademis yaitu:

1. Melanjutkan pendekatkan struktur pengetahuan. 2. Studi yang bersifat integratif.

3. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri-ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Metode yang banyak digunakan dalam kurikulum subjek akademis adalah metode ekspositori dan inquiry. Sedangkan pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis antara lain:

a. Correlated curriculum

b. Unified atau concentrated curriculum c. Integrated curriculum

d. Problem solving curriculum.

Tentang kegiatan evaluasi kurikulum subject akademis menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran.

(22)

disiplin ilmu yang ada. Ada bebrapa saran untuk mengatasi masalah tersebut yaitu:

a. Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.

b. Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility). c. Menekankan pengetahuan dasar.

Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyusunan bahan secara logis dan sistematis dari pada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berfikir anak. Mereka umunya kurang memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi yaitu apa yang diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama pentingya dengan penguasaan konsep dan prinsip-prinsip.

Untuk mengatasi kelemahan diatas dalam perkembangan selanjutnya dilakukan bebrapa penyempurnaan, pertama untuk mengimbangi penekanannya pada proses berfikir, kedua adnya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat, ketiga pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.

B. Kurikulum Humanistik

Kurikulum humanistic dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistic. Kurikulum ini berdasarakan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J Rousseau (romantic education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. mereka bertolak dari asumsi bahwa anak/siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan.

(23)

1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif. 2. Menghormati individu peserta didik,

3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.

Kurikulum humanisik mempunyai beberapa karakteristik berkenaan dengan tujuan , metode, organisasi isi dan evaluasi. Menurut para humanis kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman atau pengetahuan berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Bagi mereka tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang laindan belajar.

Kurikulum humanistic menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dengan murid. Dalam evaluasi kurikulum humanistic berbeda dengan yang biasa. Model lebih mengutamakan proses daripada hasil.

Kelemahan kurikulum humanistic antara lain sebagai berikut:

1. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.

2. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik. 3. Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara

keseluruhan.

4. Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.

C. Kurikulum Rekontruksi Sosial

(24)

siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya.melalui interaksi dan kerjasama ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.

Pandangan rekonstruksi social di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah sosial.

Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi social. Dalam masyarakat demokratis, seluruh warga masyarakat harus ikut serta dalam perkembangan dana pembaharuan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai posisi yang cukup penting. Sekolah bukan saja dapat membantu individu mengembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan social.

Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum ini antara lain yaitu: 1. Survey kritis terhadap suatu masyarakat.

2. Study yang melihat hubungan antara ekonomi local dengan ekonomi nasional atau internasional.

3. Studi pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal. 4. Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian .

5. Berbagai pertimbangan perubahan politik.

6. Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.

D. Kurikulum Teknologi

(25)

sangat membantu menganalisis masalah kurikulum, dalam hal pembuatan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan instruksional.

Persepektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dalam dua cara yaitu aplikasi dan teori.

Pada tahun 1960, B. F. Skimmer menganjurkan efesiensi dalam belajar, yaitu cara mengajar yang memberikan lebih banyak subjek kepada peserta didik .Efesiensi ini adalah tahapan belajar melalui terminal perilaku tertentu. Berdasarkan hal ini, teknologi mengembangkan aturan-aturan untuk membangun kurikulumdalam bentuk latihan terprogram.

Ciri-ciri kurikulum teknologis anatara lain sebagai berikut:

1. Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.

2. Metode. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang diharapkan maka respon tersebut diperkuat.

3. Organisasi bahan ajar. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi.

4. Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun semester.

(26)

nilai yang didapat dan pembelajaran bagi para siswa saat model ini diterapkan.

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat hubungan yang signifikan anta- ra pengetahuan gizi dan kafein dengan kon- sumsi kopi yaitu semakin tinggi pengetahuan gizi dan kafein, maka jumlah dan frekuensi

atau dalam luasan area yang cukup luas sehingga wilayah Dusun Pancuran masih.. memiliki satu kriteria yang sama menyangkut tentang aspek keamanan

13 Beranjak dari teori Wallas inilah yang digunakan sebagai indikator dalam penelitian untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa.. Kemampuan berpikir kreatif dapat

[r]

Analisis data menggunakan uji regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel ekuitas merek (kesadaran merek, asosiasi

Jika salah satu dari aspek C.I.A tersebut tidak dapat dipenuhi oleh organisasi, maka akurasi dan ketersediaan informasi pada organisasi tersebut akan dipertanyakan dan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa biji kolowe ( C. excelsus ) memiliki bioaktivitas yang cukup kuat untuk membasmi jentik nyamuk penyebab deman berdarah

Base substitution value, genetic distance and grouping of 15 mango accessions based on accessions in chloroplast DNA (cpDNA) among 15 mango accessions were assessed.. The