• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah studi dan islam 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah studi dan islam 4"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS STUDI ISLAM IV

PERNIKAHAN DALAM AGAMA ISLAM Dosen Pengampu :

Di susun oleh: Syamsul Mu’arif (10004205 )

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

(2)

DAFTAR ISI 1. Pengertian Pernikahan

a. Al-Qur’an. b. As-Sunnah. 2. Hukum Pernikahan

a. Pernikahan yang Wajib hukumnya. b. Pernikahan yang Sunnah hukumnya. c. Pernikahan yang Haram hukumnya. d. Pernikahan yang Makruh hukumnya. e. Pernikahan yang Mubah hukumnya. 3. Rukun Pernikahan

a. Ijab. b. Qabul.

c. Calon mempelai Pria dan Wanita. d. Wali dari calon mempelai Wanita. 4. Sunah Pernikahan

a. Do’a dan ucapan selamat untuk pengantin.

b. Mengucapkan salam ketika masuk ke tempat Isteri dengan mendahulukan kaki kanan. c. Do’a ketika mengusap dan meletakan tangan pada ubun-ubun Isteri.

d. Sholat sunnah setelah akad nikah.

e. Tinggal seminggu dirumah mempelai Wanita. 5. Tujuan Pernikahan

6. Hak dan Kewajiban Suami Isteri a. Hak Suami kepada Isteri. b. Hak Isteri kepada Suami.

7. Wanita yang Haram untuk di nikahi

a. Larangan karena ada hubungan Nasab ( Qoroobah ).

b. Larangan karena ada hubungan Perkawinan ( Mushooharoh ). c. Larangan karena ada hubungan Susuan

(3)

PEMBAHASAN 1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah terjemahan yang diambil dari bahasa Arab yaitu nakaha dan zawaja. Kedua kata inilah yang menjadi istilah pokok yang digunakan al-Qur’an untuk menunjuk perkawinan (pernikahan). Istilah atau kata zawaja berarti ‘pasangan’, dan istilah nakaha berarti ‘berhimpun’. Dengan demikian, dari sisi bahasa perkawinan berarti berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri, menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermitra.

Nikah menurut syara’ adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya serta membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah.

Adapun beberapa dasar hukum tentang pernikahan adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Ruum (30):21).

b. As-Sunnah

Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

” Tiga kelompok yang berhak mendapat pertolongan Allah. Mujahid di jalan Allah, budak yang ingin merdeka, orang yang menikah yang ingin menjaga kesucian (dari zina)” (HR at-Turmudzi)

2. Hukum Pernikahan

Hukum menikah dalam pandangan syariah. Para ulama ketika membahas hukum pernikahan, menemukan bahwa ternyata menikah itu terkadang bisa mejadi sunnah, terkadang bisa menjadi wajib atau terkadang juga bisa menjadi sekedar mubah saja. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi makruh. Dan ada juga hukum pernikahan yang haram untuk dilakukan.

a. Pernikahan Yang Wajib Hukumnya

(4)

Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.

Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :

Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (QS.An-Nur : 33)

b. Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya

Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.

Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.

Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi 7/78)

c. Pernikahan Yang Haram Hukumnya

Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya. Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat fisik lainnya yang secara umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon pasangannya.

Seperti orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah dengan seseorang akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.

(5)

d. Pernikahan Yang Makruh Hukumnya

Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.

Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami.

Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.

e. Pernikahan Yang Mubah Hukumnya

Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.

3. Rukun Pernikahan

Rukun dalam pernikahan yaitu:

a. Ijab

yaitu ucapan penyerahan calon mempelai wanita dari walinya atau wakilnya kepada calon mempelai pria untuk dinikahi. Misalnya: “Saya nikahkan kamu dengan Fulanah”.

b. Qabul

yaitu ucapan penerimaan pernikahan dari calon mempelai pria / walinya.

c. Calon mempelai pria dan wanita

(6)

d. Wali dari calon mempelai wanita

Wali bagi wanita adalah: bapaknya, kemudian yang diserahi tugas oleh bapaknya, kemudian ayah dari bapak terus ke atas, kemudian anaknya yang laki kemudian cucu laki dari anak laki-lakinya terus ke bawah, lalu saudara laki-laki sekandung, kemudian saudara laki-laki sebapak, kemudian keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung kemudian sebapak, lalu pamannya yang sekandung dengan bapaknya, kemudian pamannya yang sebapak dengan bapaknya, kemudian anaknya paman, lalu kerabat-kerabat yang dekat keturunan nasabnya seperti ahli waris, kemudian orang yang memerdekakannya (jika dulu ia seorang budak), kemudian baru hakim sebagai walinya Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam:

“Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR. Imam).

Apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Di antara hikmahnya, karena hal itu merupakan penyebab terjadinya perzinahan dan wanita biasanya dangkal dalam berfikir untuk memilih sesuatu yang paling maslahat bagi dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an tentang masalah pernikahan, ditujukan kepada para wali:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu” (QS. An-Nuur: 32) “Maka janganlah kamu(para wali) menghalangi mereka” (QS. Al-Baqoroh: 232) Dua orang saksi (laki-laki)

Sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir:

“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil (baik agamanya).” (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah)

4. Sunnah Pernikahan

a. Do’a dan ucapan selamat untuk pengantin

Disunnahkan bagi setiap muslim untuk memberikanucapan selamat dan do’a kepada pengantin. Sebagaimana hadistRasulullah SAW. dari Abu Hurairah r.a. ia berkata “Jika Nabi,SAW. memberikan ucapan selamat kepada mempelai, beliauSAW. mengucapkan:

“Semoga Allah mencurahkan kepadamu dan istrimu. Semoga Allah menyatukan kamu berdua dalam segala kebaikan.” (HR. Bukhari, Muslim).

b. Mengucapkan Salam ketika hendak masuk ke tempat isteri dengan mendahulukan kaki kanan

(7)

“Wahai anakku, jika engkau masuk ke tempat isterimu, hendaknya engkau mengucapkan salam kepadanya,agar menjadikan keberkahan bagimu dan bagi penghunirumahmu.” (H.R. At-Tirmidzi).

c. Do’a ketika mengusap dan meletakkan tangan pada ubun-ubun isteri

Disunnahkan pula untuk mengusap dan meletakkan tanganpada ubun-ubun isteri seraya membaca basmallah dan kemudian berdo’a memohon keberkahan:

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikandan kebaikan yang telah Engkau ciptakan padanya dan akuberlindung kepada-Mu dari kejahatan dan kejahatan yang Engkau ciptakan padanya”.

d. Shalat sunnah setelah akad nikah

e. Tinggal seminggu di rumah mempelai wanita

5. Tujuan Pernikahan

Tujuan dari pernikahan:

a. Ittiba’(mengikuti) Sunnah Rasul b. Melaksanakan ibadah

c. Untuk preventif terhadap zina

d. Melestarikan keturunan suci (kesinambungan eksistensi manusia) e. Membangun sifat kasih sayang sejati

f. Mewujudkan sifat ta’awun (tanggung jawab/tolong-menolong)

g. Memperkokoh silaturahmi baik internal keluarga maupun eksternal masyarakat.

h. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi

(8)

i. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur

Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

j. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami

Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :

"Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim". (Al-Baqarah : 229).

Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :

(9)

Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal :

a. Harus Kafa'ah b. Shalihah

a. Kafa'ah Menurut Konsep Islam

Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu' (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.

Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13).

"Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Al-Hujuraat : 13).

Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

(10)

b. Memilih Yang Shalihah

Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.

Menurut Al-Qur'an wanita yang shalihah ialah :

"Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)". (An-Nisaa : 34).

Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :

"Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta'at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta'at kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya".

Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.

k. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : "Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda lagi : "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !". (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih).

l. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih

(11)

"Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?". (An-Nahl : 72).

Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.

8. Hak & Kewajiban

a. Suami kepada Istri

 Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan

agama. (At-aubah: 24)

 Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya.

(At-Taghabun: 14)

 Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)

 Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah

(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)

 Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

 Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)

 Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan

anaknya.(Ath-Thalaq: 7)

 Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)

 Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya

terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)

(12)

 Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)

 Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak

memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).

 Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan

menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)

 Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

 Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)

 Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)

 Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib

mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)  Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu

kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)

b. Istri kepada Suami

 Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah

pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)

 Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)

 Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)

 Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya, b. Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)  Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam

kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)

 Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu

(13)

 Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)

 Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, Tirmidzi)

 Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya

dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)

 Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)

 Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan

suami(Thabrani)

 Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)

 Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta

(3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)

 Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)

 Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga

kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

9. Wanita Yang Haram Dinikahi

a. Larangan karena ada hubungan nasab ( qoroobah )  I b u

 Anak perempuan

 Saudara perempuan

 Bibi dari fihak ayah ( ‘Aammah )

 Bibi dari fihak ibu ( khoolah )

 Anak perempuan dari saudara laki-laki ( keponakan )

(14)

b. Larangan karena ada hubungan perkawinan ( mushooharoh )  Ibu dari istri ( mertua )

 Anak perempuan dari istri yang sudah digauli atau anak tiri, termasuk anak-anak

mereka kebawah

 Istri anak ( menantu ) atau istri cucu dan seterusnya

 Istri ayah ( ibu tiri )

c. Larangan karena hubungan susuan  Ibu dari wanita yang menyusui

 Wanita yang menyusui

 Ibu dari suami wanita yang menyusui

 Saudara wanita dari wanita yang menyusui

 Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui

 Anak dan cucu wanita dari wanita yang menyusui

 Saudara wanita, baik saudara kandung, seayah atau seibu

d. Larangan menikah untuk sementara (muaqqot)

 Menggabungkan untuk menikahi dua wanita yang bersaudara

 Menggabungkan untuk menikahi seorang wanita dan bibinya

 Menikahi lebih dari empat wanita

 Wanita musyrik

 Wanita yang bersuami

 Wanita yang masih dalam masa ‘iddah

 Wanita yang ia thalak tiga

e. Pernikahan yang terlarang

 Nikah dengan niat untuk men-thalaqnya.

 Nikah Tahlil, yaitu nikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang telah

diceraikan suaminya tiga kali, dengan niat untuk menceraikannya kembali agar dapat dinikahi oleh mantan suaminya.

 Nikah dengan bekas istri yang telah dithalak tiga.

(15)

 Nikahnya seorang yang dalam masa ‘iddah.

DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin, Amir.2006. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Prenada Media

Gani Abdullah, Abdul.1994. Pengantar Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Gema Insani Press

Muhd Idris, Ramulyo.2002. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/424, 425, 432), al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), ad-Darimi (II/132) dan al-Baihaqi (VII/ 77), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.

Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1006), al-Bukhari dalam al-Adaabul Mufrad (no. 227), Ahmad (V/167, 168), Ibnu Hibban (no. 4155 -at-Ta’liiqatul Hisaan) dan al-Baihaqi (IV/188), dari Abu Dzarr radhiyallaahu ‘anhu.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian pengaruh komunikasi dakwah Majelis Ulama Indonesia terhadap kepatuhan umat Islam di Cinere Depok dalam melaksanakan

Menurut berita pihak hotel tidak bertanggung jawab dengan menggunakan alasan isi dari papan peringatan yang menyatakan pengalihan tanggung jawab, oleh sebab itu diperlukan

Dari grafik indek diversitas Shannon-Wiener (Gambar 4) terlihat adanya penurunan yang drastis setelah St 1 (G. Wayang) yang mencapai nilai 0 pada St. 2 Nanjung mulai menunjukkan

Atlet yang berprestasi semuanya selalu dimulai dari tingkat keluarga, daerah dana asal daerah yang memiliki kelebihan dari berbagai dimensi serta mendukung cabang olahraga

 Inflasi terjadi terutama disebabkan adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 4,58

Kali ini Sahabat Peduli akan menyelenggarakan penyaluran hewan qurban dan sunatan massal untuk 100 anak kurang mampu di Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Bekasi..

Dengan melihat permasalahan tersebut itu maka penulis merancang media pembelajaran dengan memanfatkan kemajuan android dimana tujuan dari penelitian ini bisa membantu

secara signifikan pengaruh linier kovariat Pretes kemampuan pembuktian prinsip-prinsip analisis real (X) terhadap rerata kemampuan akhir pembuktian prinsip-prinsip analisi