Fakultas Ilmu Komputer
122
Penentuan Kelayakan Lokasi Usaha
Franchise
Menggunakan Metode AHP
dan VIKOR
Vienticentia Imanuwelita1, Rekyan Regasari Mardi Putri2, Faizatul Amalia3
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1vincentia.imanuelita@gmail.com, 2rekyan.rmp@ub.ac.id, 3faiz_amalia@ub.ac.id
Abstrak
Franchise adalah jenis usaha yang menawarkan berbagai keunggulan seperti reputasi badan usaha yang telah dikenal luas oleh masyarakat dan stabilitas prosedur operasi. Kendati demikian, usaha franchise tidak jarang mengalami kegagalan yang salah satu penyebabnya adalah lokasi. Pemilihan lokasi yang tidak memenuhi kriteria tertentu berdampak langsung pada kegagalan usaha franchise. Selama ini, penentuan kelayakan lokasi usaha untuk objek yang diteliti memiliki pola komputasi yang tidak jelas, tidak terarah dan tidak konkret. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan kelayakan lokasi usaha yang tepat didukung dengan pola perhitungan yang tepat pula. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode AHP dan VIKOR untuk membangun sebuah sistem yang dapat menjawab permasalahan Multi Criteria Decision Making (MCDM) bagi kelayakan lokasi usaha franchise. Metode AHP digunakan untuk mendapatkan nilai bobot dari seluruh kriteria, sedangkan VIKOR berfokus pada pemeringkatan alternatif lokasi usaha dan pengajuan solusi kompromi. Berdasarkan hasil dari pengujian yang dilakukan, akurasi tertinggi didapatkan sebesar 85% ketika nilai threshold diubah menjadi 0,56. Sedangkan sensitivitas nilai VIKOR ketika nilai variabel 𝑣 diubah, didapatkan empat buah alternatif lokasi yang sensitif terhadap perubahan tersebut. Hasil akhir yang diperoleh berupa status kelayakan dari setiap lokasi usaha yang diajukan.
Kata kunci: MCDM, kelayakan lokasi usaha franchise, AHP, VIKOR Abstract
Franchise is a type of businesses that offers various benefits such as the good reputation and the stability of operating procedures. Nevertheless, the franchise business could be closed to bankruptcy, one aspect which influences that fact is the location factor. Site selection that does not meet certain criteria has a direct impact on the failure of the franchise business. The determination of the business location feasibility for the object under study has a computational pattern that is not clear, not directional and not concrete. Therefore, it is important to establish the appropriate business location feasibility supported by proper calculation patterns. This research proposes AHP and VIKOR methods to build system that can answer Multi Criteria Decision Making (MCDM) problem for feasibility of franchise business location. The AHP method is used to derive the weighting value of all criterias, while VIKOR focuses on the ranking of alternative business locations and proposes compromise solution. Based on the testing performance, the highest accuracy obtained is 85% with threshold value of 0,56. The sensitivity of VIKOR value while 𝑣 value is changed derived four alternatives that are sensitive to that change. The final result obtained is the eligibility status of each proposed business location.
Keywords: MCDM, feasibility of franchise business location, AHP, VIKOR
1. PENDAHULUAN
Usaha franchise yang umumnya telah memiliki merek yang dikenal serta manajemen sistem yang teruji, dinilai lebih stabil serta memiliki prospek yang jelas. Kendati demikian, tidak dipungkiri bahwa tidak sedikit usaha
beberapa kriteria pendukung keberhasilan usaha. Hal ini berefleksi pada fakta bahwa lokasi dapat mempengaruhi kelancaran usaha, karena lokasi sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan usaha di masa mendatang (Alma, 2003).
Penting untuk menetapkan kelayakan lokasi usaha yang tepat, karena tidak jarang lokasi baru yang ditetapkan tidak dapat memberikan keuntungan optimal. Selama ini, penentuan kelayakan lokasi usaha untuk objek yang diteliti memiliki pola komputasi yang tidak jelas, tidak terarah dan tidak konkret untuk dapat menghasilkan status kelayakan lokasi usaha franchise. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka perlu dilakukan kajian serta perbaikan terhadap metode saat ini sebagai solusi dari multi criteria decision making (MCDM) untuk penentuan kelayakan lokasi usaha franchise.
Terdapat beberapa metode MCDM yang dapat diimplementasikan ke dalam sebuah sistem penentuan kelayakan lokasi usaha. Diantaranya adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) dan VIsekriterijumsko KOmpromisno Rangiranje (VIKOR). Adapun beberapa penelitan yang dijadikan referensi dijabarkan sebagai berikut.
Penelitian pertama, memiliki objek yang sama dengan metode yang berbeda dilakukan oleh (Zaky, 2015). Dalam penelitian ini, metode AHP digunakan untuk mendapatkan bobot kriteria yang diproses lebih lanjut oleh metode TOPSIS untuk pemeringkatan alternatif cabang usaha kuliner. Namun, metode TOPSIS yang digunakan tidak memberi sumbangsih terhadap stabilitas hasil maupun penerimaan keuntungan seperti yang ditawarkan oleh metode VIKOR. Sehingga tidak mungkin untuk melakukan analisis dan pemberian solusi terhadap lokasi tertentu yang memilki kelabilan nilai akhir. Perhitungan nilai preferensi dalam penelitian saudara Zaky pun dilakukan secara tidak tetap atau random, yakni dengan memilih salah satu lokasi secara acak kemudian memproses nilai jarak terbobotnya. Dengan demikian, bila lokasi lain yang terpilih dengan selisih nilai yang besar terhadap nilai terbobot saat ini, dapat dipastikan hasil status kelayakan akhir berbeda pula. Dari penerapan metode AHP-TOPSIS dalam penelitian ini diperoleh nilai akurasi sebesar 80%.
Penelitian kedua dilakukan oleh (Moghaddam & Mousavi, 2011), mengimplementasikan kombinasi antara metode AHP dan VIKOR untuk pemilihan lokasi tanam. Metode AHP digunakan untuk menyelesaikan
konflik nilai kepentingan relatif dari beberapa pengambil keputusan. Sedangkan metode VIKOR dipakai untuk menentukan daftar peringkat, solusi kompromi dan rentang stabilitas pembobotan dalam mendukung keputusan. Penelitian ini berhasil menerapkan metode AHP dan VIKOR untuk mengevaluasi alternatif solusi, disertai solusi alternatif dan stabilitas pemeringkatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keuntungan dari penerapan matrik keputusan belum tercapai sehingga perubahan nilai dari variabel v sangat mempengaruhi hasil pemeringkatan.
Penelitian ketiga dilakukan oleh (Tian & Zhang, 2016) yang mengintegerasikan metode AHP dan VIKOR untuk mengevaluasi fase desain green pada industri manufaktur. Penelitian ini terdiri dari dua fase utama yaitu menghitung bobot untuk setiap indeks evaluasi dengan metode AHP dan fase evaluasi alternatif desain sekaligus menentukan pemeringkatan akhir dengan menerapkan metode VIKOR. Penelitian ini berhasil mencapai tujuannya dengan sempurna, karena pemeringkatan yang dihasilkan dari metode VIKOR bernilai stabil. Adapun hasil pemeringkatan alternatif akhir adalah A1> A3> A2. Para peneliti menyimpulkan bahwa hasil metode AHP-VIKOR layak dan efektif dalam melakukan evaluasi produk bila disejajarkan dengan metode yang jamak digunakan untuk permasalahan green design seperti AHP-TOPSIS.
Berdasarkan ketiga referensi penelitian yang dianalisis, dapat dilihat bahwa penerapan metode AHP dan VIKOR memiliki tingkat kecocokan yang tinggi terkait objek penelitian kelayakan lokasi usaha, maka penelitian ini akan menerapkan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan metode VIsekriterijumsko KOmpromisno Rangiranje (VIKOR). Metode AHP digunakan untuk memperoleh nilai bobot karena efektivitasnya dalam meresolusi konflik kepentingan antar kriteria yang secara langsung mempengaruhi bobot kriteria. Sedangkan metode VIKOR digunakan karena kelebihannya dalam perangkingan alternatif, pemberian solusi kompromi, serta penentuan stabilitas pemeringkatan dalam mendukung keputusan.
2.FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN LOKASI USAHA
Lokasi usaha dinilai sangat penting karena lokasi merupakan pengendali pendapatan dan anggaran badan usaha. Oleh karena itu, lokasi memiliki kekuatan untuk memperkuat atau memperlemah strategis bisnis perusahaan (Heizer & Render, 2011).
Pada penelitian ini digunakan tujuh buah kriteria lokasi usaha yang diperoleh dari hasil wawancara dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Zaky, 2015) dengan pemilik usaha franchise “King Juice” yakni Ibu Nurifah. Adapun ketujuh kriteria tersebut adalah:
1. Jumlah pesaing
Kriteria ini menitiberatkan pada jumlah pesaing usaha serupa yang berlokasi dalam radius ±200 meter dari lokasi usaha franchise.
2. Infrastruktur tempat usaha
Calon tempat yang akan dijadikan lokasi usaha franchise haruslah memiliki infrastruktur yang lengkap. Adapun komponen infrastruktur yang dimaksud adalah kelancaran distribusi listrik dan air untuk menggerakkan roda ekonomi usaha.
3. Jarak dengan supplier
Jarak antara supplier akan berhubungan langsung dengan biaya transportasi yang dikeluarkan untuk mengirim bahan baku. Rentang jarak yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 0-15 km.
4. Harga sewa tempat
Informasi mengenai harga sewa tempat yang dijadikan tolak ukur dalam penelitian ini berkisar dari Rp.0,- hingga >=Rp.2.000,000,-.
5. Kepadatan penduduk
Lokasi dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi, secara langsung meningkatkan keterjangkauan tempat oleh konsumen sehingga memperbesar pendapatan usaha.
6. Ukuran lokasi
Ukuran lokasi usaha yang cukup menjamin aktivitas pegawai dalam menjalankan usaha. Ukuran lokasi yang dijadikan batasan dalam penelitian ini memiliki rentang < 10 𝑚2hingga ≥ 40 𝑚2.
7. Gaji pegawai
Gaji pegawai yang terlalu tinggi memangkas pemasukan secara berlebihan. Di
sisi lain, gaji yang terlalu rendah berdampak pada loyalitas pegawai. Rentang gaji pegawai yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah < Rp. 400,000,- hingga > Rp.800.000,-
3. MULTI CRITERIA DECISION MAKING
(MCDM)
Untuk menilai kualitas sebuah kandidat, pengambil keputusan menggunakan beberapa ukuran tertentu, karena sejatinya tidak ada sebuah kandidat yang bernilai lebih baik pada setiap kriteria yang dijadikan alat ukur. Oleh karena itu, pengambil keputusan berkewajiban menentukan pembobotan antar setiap kriteria untuk sampai pada tahap penilaian akhir (Lootsma, 1999). Melalui Multi Criteria Decision Making (MCDM), permasalahan yang membutuhkan penyelesaian terbaik dari beberapa pilihan yang tersedia dapat terjawab dengan tepat. MCDM merupakan metode pengambilan keputusan untuk memilih alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang ada berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Adapun kriteria tersebut berupa aturan atau standar tertentu dalam mengambil keputusan (Kusumadewi et al., 2006).
MCDM terdiri atas dua model, yakni: Multi Objective Decision Making (MODM) dan Multi Attribute Decision Making (MADM). Perbedaan utama dari keduanya terletak pada ruang keputusan pencarian alterntif solusi. MODM adalah model yang digunakan untuk pemecahan masalah pada ruang keputusan kontinu, sedangkan MADM digunakan bagi pemecahan masalah dalam ruang keputusan diskrit (Zimmermann, 2001). Oleh karena jumlah alternatif pada penentuan kelayakan lokasi usaha franchise dapat dihitung dalam bilangan bulat, permasalahan ini berada dalam ruang diskrit.
4. SIKLUS PENYELESAIAN MASALAH MENGGUNAKAN METODE AHP DAN VIKOR
(kondisi C2). Preferensi kelayakan digunakan untuk menentukan status kelayakan berdasarkan nilai VIKOR yang diperoleh. Diagram alir dari metode AHP dan VIKOR untuk memecahkan permasalahan penetapan kelayakan lokasi usaha franchise ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir penentuan kelayakan dengan metode AHP dan VIKOR
5. ANALYTIC HIERARCHY PROCESS
(AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP)
merupakan suatu metode pengukuran yang pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1971. Metode AHP sejatinya digunakan untuk mengevaluasi serta memilih alternatif terbaik berdasarkan pertimbangan terhadap kriteria-kriteria tertentu yang dijadikan dasar penilaian. Merunut pada persamaan matematika dan proses kalkulasi yang diterapkan, metode AHP secara esensial membentuk matrik yang menyatakan nilai kepentingan relatif dari sebuah atribut terhadap atribut lainnya. Adapun matrik tersebut dikenal dengan istilah matrik perbandingan berpasangan berfungsi dalam menggambarkan kekuatan relatif antar setiap atribut/preferensi (Saaty R. W., 1987).
Dalam penerapan metode AHP, persepsi manusia dijadikan masukan utama untuk menyatakan relasi antar atribut sekaligus langkah awal pemecahan masalah (Maheshwarkar & Sohani, 2013). Persepsi manusia yang digunakan adalah pengetahuan dari manusia yang ahli dalam bidang yang bersesuaian dengan permasalahan yang ditemukan. Dalam hal ini manusia disebut pakar dalam bidang tertentu sehingga dipercaya dalam menentukan bobot yang menggambarkan kekuatan relatif antar atribut.
Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah dalam metode AHP menurut penelitian yang dilakukan (Saaty T. L., 1990), meliputi:
1. Menjumlahkan Matrik Perbandingan Kriteria Berpasangan
Matrik perbandingan kriteria digunakan untuk merepresentasikan kepentingan relatif antara dua buah kriteria yang diukur berdasarkan skala numerik dengan nilai kepentingan 1 hingga 9. Bentuk matrik perbandingan kriteria dalam penerapan metode AHP ditunjukkan oleh Persamaan (1).
Penjumlahan matrik perbandingan kriteria berpasangan dilakukan dengan menjumlahkan seluruh skala kepentingan relatif untuk setiap kolom kriteria. Persamaan (2) menunjukkan penjumlahan matrik perbandingan kriteria: Status bobot &
matriks
Utility Measure dan
Regret Measure)
Menghitung nilai VIKOR (Qi)
Mengurutkan alternatif berdasarkan nilai
Utility Measure,
Regret Measure
dan VIKOR
Mengajukan solusi kompromi
berdasarkan kondisi C1 dan
Dengan n merupakan kriteria terakhir pada matrik perbandingan berpasangan. Sedangkan, 𝑎1𝑛 adalah skala kepentingan relatif antara dua buah kriteria.
2. Menghitung Normalisasi Matrik Perbandingan Normalisasi
Diperoleh dengan mentransformasi nilai ke dalam skala 0-1. Proses normalisasi diterpakan dengan membagi masing-masing skala kepentingan relatif di dalam matrik perbandingan berpasangan terhadap jumlah seluruh skala kepentingan relatif untuk setiap kolom yang telah didapatkan melalui Persamaan (2). Persamaan (3) menjelaskan proses melakukan normalisasi martrik perbandingan.
𝑎𝑗𝑘 = ∑𝑛𝑎𝑗𝑘𝑎𝑖𝑘
𝑖=1 (3)
Dengan 𝑎𝑗𝑘 merupakan hasil normalisasi matrik perbandingan kriteria berpasangan,
𝑎𝑗𝑘 adalah skala kepentingan relatif antara
dua buah kriteria, n adalah kriteria terakhir pada matrik perbandingan kriteria berpasangan, dan 𝑎𝑖𝑘 merupakan skala kepentingan relatif dalam satu kolom kriteria.
3. Menghitung Bobot Kriteria
Bobot kriteria merepresentasikan pengaruh kepentingan relatif untuk masing-masing kriteria dalam keseluruhan kriteria yang diperhitungkan. Adapun bobot ini diperoleh dengan membagi hasil penjumlahan dari normalisasi setiap baris kriteria terhadap banyaknya kriteria. Persamaan (4) menjelaskan proses untuk mendapatkan bobot kriteia.
𝑊𝐴=∑ 𝑎𝑗𝑘
𝑛 𝑗=1
𝑛 (4)
Di mana 𝑊𝐴adalah bobot kriteria A, 𝑎𝑗𝑘 adalah hasil normalisasi matrik perbandingan kriteria berpasangan dan n merupakan banyaknya kriteria.
4. Menghitung Lambda Maks
Untuk memperoleh nilai lambda maks diperlukan tiga tahapan yang harus dilakukan. Ketiga tahapan tersebut akan dijabarkan secara terpisah melalui deskripsi dan persamaan di bawah ini:
a. Mengalikan matrik perbandingan kriteria dengan bobot kriteria
Tahap pertama adalah mengalikan setiap data matrik perbandingan kriteria
berpasangan (sebelum proses normalisasi) yang bersesuaian dengan bobot kriteria yang telah diperoleh melalui Persamaan (4). Hasil akhir dari proses ini adalah n buah nilai yang mewakili n buah kriteria. Persamaan (5) menunjukkan proses mengalikan matrik perbandingan kriteria dengan bobot kriteria.
𝑅 =
[
1 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑛 1
𝑎12 ⋯
1
⋯ ⋯⋯ ⋯⋮
1 𝑎1𝑛
1
𝑎2𝑛 ⋯ 1 ]
𝑥 [ 𝑊𝐴
𝑊𝑏
⋮ 𝑊𝑛
] (5)
b. Menghitung nilai prioritas
Setelah n buah nilai didapatkan dari hasil perkalian matrik perbandingan dengan bobot kriteria, maka nilai prioritas dapat dihitung. Nilai prioritas didapatkan dengan membagi nilai hasil pemrosesan pada tahap (a) berupa n buah nilai terhadap n buah nilai bobot kriteria. Hasil akhir dari tahap ini adalah n buah nilai prioritas.
c. Menghitung nilai lambda maks
Lambda maks diperoleh dengan menjumlahkan seluruh nilai prioritas tertinggi dari setiap kriteria, kemudian membaginya dengan jumlah kriteria. Persamaan (6) menjabarkan proses perhitungan nilai lambda maks.
λ 𝑚𝑎𝑘𝑠 = ∑ λ𝑛 (6)
5. Memeriksa Konsistensi
Status konsistensi matrik perbandingan kriteria secara langsung mempengaruhi kelayakan bobot kriteria. Dibutuhkan nilai Consistency Index (CI) serta Consistency Ratio (CR). Langkah memeriksa konsistensi di jelaskan melalui Persamaan (7) dan (8). Persamaan (7) menjelaskan proses perhitungan nilai CI sedangkan persamaan (8) menjabarkan proses perhitungan nilai CR.
𝐶𝐼 = 𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑛
𝑛−1 (7)
𝐶𝑅 = 𝐼𝑅𝐶𝐼 (8)
6. VISEKRITERIJUMSKO
KOMPROMISNO RANGIRANJE
(VIKOR)
pertama kali dikembangkan dan diajukan oleh Opricovic & Tzeng pada tahun 1998. VIKOR secara harafiah memiliki arti optimatisasi beberapa kriteria ke dalam peringkat kompromi. VIKOR digunakan dalam menentukan daftar solusi peringkat, solusi kompromi, serta rentang stabilitas bobot yang dijadikan dasar bagi stabilitas solusi kompromi yang diperoleh dari bobot awal (bobot inisialisasi). Fokus pada metode VIKOR adalah melakukan pemeringkatan dan pemilihan solusi dari sekumpulan alternatif pada keadaan di mana acuan kriteria saling bertentangan (Opricovic, 1998). Adapun pemeringkatan terhadap alternatif solusi didasarkan pada ukuran kedekatan terhadap solusi ideal.
Metode VIKOR adalah salah satu metode MCDM yang digunakan untuk melakukan seleksi pada lebih dari satu kriteria. Tujuan utama metode ini adalah melakukan perangkingan dengan mengkompromi hasil nilai alternatif dan kriteria yang bertolak belakang. Berdasarkan penelitian (Opricovic & Tzeng, 2004) yang berusaha membandingakan metode TOPSIS dengan VIKOR, hasil penelitian menunjukkan bahwa keluaran metode VIKOR memiliki hasil yang lebih mendekati solusi ideal dengan penggunaan normalisasi linear bila dibandingkan dengan keluaran metode TOPSIS yang menggunakan normalisasi vektor.
Prosedur perhitungan metode VIKOR menurut (Opricovic & Tzeng, 2004) dan (Zhang, et al., 2016) mengikuti tahap-tahap di bawah ini:
1. Menghitung Normalisasi Matrik Keputusan Perhitungan normalisasi matrik keputusan terhadap setiap data 𝑋𝑖𝑗 mengikuti Persamaan (9).
𝑓𝑖𝑗 = 𝑋𝑖𝑗
√∑𝑚𝑖=1𝑋𝑖𝑗2 (9)
Di mana 𝑖 merupakan alternatif/lokasi ke 1,2,3, hingga ke-𝑚, 𝑗 merupakan kriteria ke 1,2,3, hingga ke-n, 𝑋𝑖𝑗 adalah nilai elemen
dari setiap kriteria dan fij merupakan nilai hasil normalisasi. Akan diperoleh matrik 𝐹 yang mengandung keseluruhan nilai elemen hasil normalisasi, ditunjukkan melalui Persamaan (10).
𝐹 = [𝑓11⋮ ⋯ 𝑓⋱ 1𝑛⋮ 𝑓𝑚1 ⋯ 𝑓𝑚𝑛
] (10)
2. Menentukan Nilai Fmax(𝑓𝑗∗) dan Fmin(𝑓𝑗−) Tentukan nilai Fmax (𝑓𝑗∗) serta nilai Fmin
(𝑓𝑗−) dari seluruh fungsi kriteria benefit, di
mana ∀𝑗 ∈ {1, 2, . . . , 𝑛}. Penentuan nilai 𝑓𝑗∗ dan 𝑓𝑗− dilakukan secara berturut-turut melalui Persamaan (11) dan (12).
𝑓𝑗∗= 𝑚𝑎𝑥𝑖 𝑓𝑖𝑗 (11)
𝑓𝑗−= 𝑚𝑖𝑛𝑖 𝑓𝑖𝑗 (12)
3. Menghitung Nilai Utility Measure (𝑆𝑖) dan Regret Measure (𝑅𝑖)
Untuk mendapatkan nilai 𝑆𝑖 dan 𝑅𝑖, diperlukan nilai bobot kriteria. Bobot kriteria (𝑤𝑗 ) bertujuan untuk merepresentasikan kepentingan relatif. Nilai 𝑆𝑖 dan 𝑅𝑖 dihitung secara berturut-turut melalui Persamaan (13) dan (14).
𝑆𝑖= ∑ 𝑤𝑗 (𝑓𝑗
∗ − 𝑓 𝑖𝑗)
(𝑓𝑗∗ −𝑓𝑗− ) 𝑛
𝑖=1 (13)
𝑅𝑖= 𝑚𝑎𝑥𝑗 [𝑤𝑗 (𝑓𝑗
∗ − 𝑓 𝑖𝑗)
(𝑓𝑗∗ −𝑓𝑗− )] (14)
4. Menghitung Nilai VIKOR (𝑄𝑖)
Sebelum menghitung nilai VIKOR, nilai dari 𝑆𝑖 𝑚𝑖𝑛, 𝑆𝑖 𝑚𝑎𝑥, 𝑅𝑖 𝑚𝑖𝑛, 𝑅𝑖 𝑚𝑎𝑥, selisih 𝑆𝑖 dan selisih 𝑅𝑖 dapat dicari menggunakan Persamaan (15) hingga Persamaan (20) secara berurutan sebagai berikut:
𝑆𝑖 𝑀𝑎𝑥 = 𝑀𝑖𝑛(𝑆𝑖) (15)
𝑆𝑖 𝑀𝑖𝑛 = 𝑀𝑎𝑥(𝑆𝑖) (16)
𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑆𝑖 = 𝑆𝑖 𝑀𝑖𝑛 − 𝑆𝑖 𝑀𝑎𝑥 (17)
𝑅𝑖 𝑀𝑎𝑥 = 𝑀𝑖𝑛(𝑅𝑖) (18)
𝑅𝑖 𝑀𝑖𝑛 = 𝑀𝑎𝑥(𝑅𝑖) (19)
𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑅𝑖 = 𝑅𝑖 𝑀𝑖𝑛 − 𝑅𝑖 𝑀𝑎𝑥 (20) Untuk menghitung nilai VIKOR diperlukan variabel 𝑣 yang dikenal dengan istilah bobot strategis dari mayoritas kriteria, di mana nilai 𝑣 default ditetapkan sebesar 0,5. Persamaan (21) menjelaskan proses mendapatkan nilai VIKOR untuk masing-masing alternatif lokasi usaha.
𝑄𝑖= 𝑣 (𝑆𝑖− 𝑆
∗)
(𝑆−− 𝑆∗)+ (1 − 𝑣) (𝑅𝑖− 𝑅 ∗)
(𝑅−− 𝑅∗) (21)
5. Melakukan pemeringkatan nilai Utility Measure (𝑆𝑖), Regret Measure (𝑅𝑖) dan VIKOR (𝑄𝑖)
Pemeringkatan terhadap ketiga nilai yakni
𝑆𝑖, 𝑅𝑖 dan 𝑄𝑖 dilakukan berdasarkan nilai
order), dengan nilai terkecil merupakan kandidat terbaik. Sehingga akan diperoleh tiga buah daftar/versi pemeringkatan.
6. Mengajukan solusi kompromi berdasarkan pemenuhan kondisi C1 dan C2
Solusi kompromi berupa alternatif(𝑎′) diajukan ketika kondisi C1 dan C2 terpenuhi di mana alternatif 𝑎′merupakan alternatif yang menempati peringkat pertama dalam pemeringkatan nilai VIKOR (𝑄𝑖). Adapun kondisi C1 dan C2 dijelaskan sebagai berikut: a. Kondisi C1 : “Penerimaan Keuntungan”
Syarat terpenuhinya kondisi C1 atau penerimaan keuntungan adalah dengan membandingkan selisih nilai alternatif peringkat kedua dengan alternatif pada peringkat pertama terhadap nilai DQ. Persamaan (22) dan (23) menjelaskan cara terpenuhinya kondisi C1 secara matematis.
𝑄(𝑎") − 𝑄(𝑎′) ≥ 𝐷𝑄 (22)
𝐷𝑄 =𝑚−11 (23)
b. Kondisi C2 : “Penerimaan Stabilitas dalam Pendukung Keputusan”
Untuk memenuhi kondisi C2, alternatif
𝑎′ harus pula menduduki peringkat pertama dalam pemeringkatan nilai 𝑆𝑖 dan/atau 𝑅𝑖. Apabila kondisi C2 terpenuhi, maka kestabilan solusi kompromi diterima dalam proses pengambilan keputusan. Adapun jenis kestabilan yang dicapai, berupa:
- Terpilih oleh “majority rule”, ketika
𝑣 > 0,5
- Terpilih oleh “consensus”, ketika 𝑣 ≈ 0,5
- Terpilih secara “veto”, ketika 𝑣 < 0,5 Apabila salah satu kondisi tidak terpenuhi, beberapa solusi kompromi akan diajukan. Solusi kompromi dapat terdiri atas:
- Alternatif 𝑎′ dan 𝑎", jika dan hanya jika kondisi C2 tidak terpenuhi
- Alternatif 𝑎′, 𝑎",…, 𝑎(𝑚), apabila kondisi C1 tidak terpenuhi
𝑄 (𝑎(𝑚)) − 𝑄(𝑎′) < 𝐷𝑄 (24)
7. PREFRENSI STATUS KELAYAKAN Nilai preferensi kelayakan dihitung berdasarkan rerata nilai VIKOR setiap alternatif kecuali alternatif yang merupakan solusi
kompromi. Persamaan (25) menjelaskan logika untuk memperoleh nilai preferensi kelayakan.
𝑃𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖 = (𝑄1+𝑄2+ 𝑄3+⋯+𝑄𝑛)−(𝑄(𝑎′)+⋯+𝑄(𝑎𝑚)
𝑛−𝑚 (25)
Keterangan:
𝑄1 : Nilai VIKOR alternatif pertama
𝑄𝑛 : Nilai VIKOR alternatif ke-n
𝑄(𝑎′): Nilai VIKOR dari solusi kompromi pertama
𝑄(𝑎𝑚): Solusi kompromi ke-m
𝑛 : jumlah alternatif/lokasi
𝑚 : jumlah solusi kompromi
8. PENGGUNAAN DATA
Terdapat dua buah data dari pakar yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:
1. Data Matrik Perbandingan Kriteria Berpasangan
Data ini akan merupakan masukan bagi pemrosesan oleh metode AHP. Matrik perbandingan berpasangan pada penelitian ini menjabarkan skala kepentingan relatif antara tujuh buah kriteria yang disimbolkan oleh A-G. Adapun ketujuh kriteria tersebut adalah:
A: Jumlah pesaing
B: Infrastruktur tempat usaha C: Jarak dengan supplier D: Harga sewa tempat E: Kepadatan penduduk F: Ukuran lokasi G: Gaji pegawai
Skala yang terdapat pada Tabel 1 menunjukkan hubungan antar dua buah kriteria yang diintepretasikan sesuai skala AHP.
Tabel 1. Matrik Perbandingan Kriteria Berpasangan
Krit
Data matrik keputusan menjadi salah satu masukan bersamaan dengan bobot kriteria yang diperoleh melalui metode AHP. Data matrik keputusan menunjukkan nilai lokasi usaha terhadap setiap kriteria. Adapun nilai tersebut didapatkan melalui konversi data aktual ke dalam skor kepentingan kriteria. Pengelompokkan data awal ke dalam skor kepentingan kriteria dilakukan oleh pakar yang dalam penelitian ini merupakan pemilik franchise. Tabel 2 menjelaskan aturan konversi data ke dalam skor kepentingan yang menjadi dasar penentuan matrik keputusan.
Tabel 2. Aturan Konversi Data Berdasarkan Kriteria
Kriteria Data Aktual Konversi
Jumlah
Listrik kurang dan air
cukup 2
Listrik cukup dan air
kurang 3
Berdasarkan informasi skala konversi data actual pada Tabel 2, informasi ditransformasikan ke dalam matrik keputusan pada Tabel 3. Tabel 6 merangkum skor kepentingan bagi 20 alternatif lokasi terhadap tujuh buah kriteria.
Tabel 3. Matrik Keputusan Lokasi Usaha Franchise
Alternatif A B C D E F G
9. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penerapan metode AHP, didapatkan nilai nilai Consistency Ratio (CR). Sebesar 0,0877. Berdasarkan dasar teori yang telah dikemukaan, maka bobot prioritas dari hasil perhitungan AHP bernilai konsisten. Dengan begitu, pemrosesan data oleh metode VIKOR selanjutnya dapat diterapkan.
Dari hasil pemeringkatan berdasarkan nilai VIKOR untuk lokasi yang menduduki peringkat pertama/lokasi terbaik adalah Jl Banten dengan skor 0, sedangkan posisi ke-2 ditempati oleh lokasi Betek dengan nilai VIKOR 0,0794. Maka, berpedoman pada Persamaan (22) dan (23), kondisi C1 pada penelitian ini terpenuhi karena selisih nilai VIKOR untuk lokasi Betek dengan lokasi Jl Banten bernilai lebih besar dibanding rerata jarak seluruh nilai VIKOR (DQ). Adapun nilai perbandingan pada kondisi C1 yaitu:
0,07945 ≥ 0,05263 𝐶1 ≥ 0,05263
𝐶1 ≥ DQ
Dengan demikian penerimaan keuntungan dalam pemeringkatn telah tercapai (kondisi C1) karena lokasi Jl Banten bersifat mutlak lebih baik atau superior terhadap sembilan belas lokasi usaha lainnya.
stabilitas solusi kompromi tercapai serta diakui secara konsensus dalam pengambilan keputusan.
Melalui pemenuhan kondisi C1 dan kondisi C2, maka alternatif (𝑎′) yakni lokasi Jl Banten diajukan sebagai solusi kompromi. Hasil ini memiliki arti bahwa Jl Banten merupakan lokasi dengan tingkat kemungkinan berhasil paling tinggi secara absolute diantara 20 lokasi yang diajukan. Sehingga apabila pengambil keputusan bermaksud membuka usaha franchise pada satu lokasi, maka lokasi Jl Banten adalah yang paling direkomendasikan untuk memulai usaha.
Status kelayakan ditentukan oleh nilai preferensi yang dihitung berdasarkan Persamaan (25). Oleh karena solusi kompromi adalah lokasi Jl Banten, maka nilai preferensi merupakan rerata nilai VIKOR dari 19 lokasi lainnya. Pada penelitian ini didapatkan nilai preferensi sebesar 0,5705. Alternatif yang mendapatkan label status “layak” adalah alternatif dengan nilai VIKOR kurang dari atau sama dengan 0,5705. Dengan demikian terdapat 10 buah lokasi berstatus “layak” dan 10 lokasi berstatus “tidak layak”. Hasil pengurutan nilai Qi secara ascending dirangkum oleh Tabel 4.
Tabel 4. Status Kelayakan Alternatif Berdasarkan Nilai VIKOR (Qi)
Alternatif Qi Status
Jl Banten 0,0000 Layak
Betek 0,0794 Layak
Tlogomas 0,1866 Layak
Celaket 0,2451 Layak
Jl Surabaya 0,2973 Layak
Pulosari 0,5014 Layak
Bendungan
Sutami 0,5062 Layak
Dinoyo 0,5437 Layak
Batujajar 0,5549 Layak
Mertojoyo 0,5646 Layak
Ketawanggede 0,5743 Tidak Layak Bengawan Solo 0,6315 Tidak Layak
Sawojajar 0,6524 Tidak Layak
Landungsari 0,6565 Tidak Layak
Bunul 0,6706 Tidak Layak
Pakisaji 0,7055 Tidak Layak
Lawang 0,7431 Tidak Layak
Gajayana 0,8219 Tidak Layak
Sumbersari 0,9041 Tidak Layak
Sigura-gura 1,0000 Tidak Layak
11. PENGUJIAN
11.1. Pengujian Akurasi
Tujuan dari pengujian akurasi adalah menunjukkan kedekatan hasil keluaran sistem penentuan kelayakan lokasi usaha franchise terhadap hasil yang dihimpun dari pakar. Pengujian akurasi dihitung dengan Persamaan (26).
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = ∑𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑗𝑖 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑗𝑖 𝑥 100% (26)
=1620 𝑥 100% = 80%
Dengan nilai preferensi kelayakan sebesar 0,5705 diperoleh tingkat akurasi 80% yang mencerminkan 16 dari 20 data keluaran sistem sesuai dengan data pakar. Adapun 4 data lokasi yang tidak sesuai adalah Mertojoyo, Bengawan Solo, Pakisaji, dan Sumbersari.
11.2. Pengujian Threshold
Pengujian threshold dilakukan untuk menguji nilai ambang batas minimal yang dapat menghasilkan status kelayakan lokasi usaha paling optimal. Paling optimal bermakna meningkatkan kecocokan hasil status kelayakan sistem dengan data statuskelayakan milik pakar. Pengujian threshold dilakukan
dengan
mengubah nilai threshold atau dalam penelitian ini preferensi kelayakan dalam selang 0,2 dan 0,1 lebih rendah dan lebih tinggi disbanding nilai aktual preferensi yang diperoleh, yakni sebesar 0,57. Adapun hasilnya, sebagai berikut, dengan mengubah threshold menjadi 0,55 sebanyak 16 dari 20 data sesuai dengan data pakar. Ketika threshold diubah menjadi 0,56 sebanyak 17 dari 20 data sesuai dengan hasil pakar. Ketika threshold diterapkan sebesar 0,58 maupun 0,59 terdapat 15 data yang sesuai dengan data pakar.
11.3. Pengujian Sensitivitas Nilai VIKOR (Qi)
Pengujian sensitivitas nilai VIKOR dilakukan untuk melihat alternatif lokasi yang tidak stabil terhadap perubahan variabel v. Nilai variabel v yang digunakan untuk pengujian ini adalah 0,4 dan 0,6 dari nilai tetapan v sebesar 0,5.
Sedangkan ketika nilai v sebesar 0,6, posisi nilai VIKOR yang tidak sinkron terhadap peringkat nilai VIKOR untuk alternatif lokasi saat nilai v= 0,5 adalah alternatif Pakisaji, Bengawan Solo, Sawojajar, Bunul dan Landungsari.
12. KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan:
1. Berdasarkan hasil pengujian akurasi, ketidaksesuaian data besar kemungkinan disebabkan oleh nilai matrik perbandingan kriteria yang tidak tepat. Meskipun matrik tersebut bernilai konsisten berdasarkan penerapan metode AHP, namun metode AHP tidak menjamin ketepatan. Pemberian skala sangat mungkin untuk tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi sebenarnya. Oleh karena itu, penelitian terkait konversi data aktual masing-masing kriteria ke dalam skala harus diperdalam.
2. Berdasarkan hasil pengujian threshold disimpulkan bahwa perubahan threshold, mempengaruhi tingkat akurasi. Hasil terbaik didapatkan dengan mengubah threshold atau nilai preferensi menjadi 0,56 berhasil meningkatkan akurasi hasil status kelayakan sebesar 5%. Sehingga tingkat akurasi status kelayakan yang dihasilkan oleh sistem menjadi 85%
3. Berdasarkan pengujian sensitivitas nilai VIKOR, disimpulkan bahwa alternatif lokasi Pakisaji, Bengawan Solo, Sawojajar, Bunul dan Landungsari memiliki nilai VIKOR yang sensitif terhadap perubahan nilai variabel v. Oleh karena itu, konsep alternatif untuk lokasi Pakisaji, Bengawan Solo, Sawojajar, Bunul dan Landungsari bergantung pada preferensi risiko dari pengambil keputusan.
Saran yang dapat diberikan bagi pengembangan penelitian di masa mendatang terkait penentuan kelayakan lokasi usaha franchise menggunakan metode AHP dan VIKOR, antara lain:
1. Dalam penelitian selanjutnya dapat dilakukan optimasi untuk nilai matrik perbandingan kriteria berpasangan menggunakan metode algoritma genetika. Dengan harapan dapat meningkatkan nilai akurasi dari hasil akhir penerapan metode AHP dan VIKOR untuk objek yang diteliti. 2. Dalam penelitian lebih lanjut dapat
dilakukan oleh peneliti yang berasal dari
rumpun ilmu ekonomi dan bisnis untuk mempelajari aturan konversi data aktual ke dalam skala yang paling tepat untuk masing-masing kriteria. Tidak menutup kemungkinan bagi penelitian tersebut untuk memberi sumbangsih berupa kriteria lain yang memiliki pengaruh signifikan terhadap penentuan status kelayakan penentuan lokasi usaha franchise.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, B. 2003. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Alfabeta, Bandung.
Heizer, J., & Render, B. 2011. Operations Management: Tenth Edition. Pearson, New Jearsey.
Kusumadewi, et al. 2006. Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Lootsma, F. A. 1999. Multi-Criteria Decision Analysis via Ratio and Difference Judgement. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht.
Moghaddam, R. T., & Mousavi, S. 2011. An Integrated AHP-VIKOR Methodology For Plant Location Selection. IJE Transaction B, 24(2), 127-137.
Opricovic, S., & Tzeng, G. 2004. Compromise solution by MCDM methods: a comparative analysis of VIKOR and TOPSIS. European Journal of Operational Research, 445-455.
Saaty, R. W. 1987. The Analytic Hierarchy Process-What It Is and How It Is Used. Mathematical Modelling, 161-176.
Saaty, T. L. 1990, How to make a decision: The Analytic Hierarchy Process. European Journal of Operational Research, 9-26.
Sudarmiatin, M. 2011. Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia, Peluang Usaha dan Investasi. Universitas Negeri Malang, Malang.
Swastha, B. 2000, Pengantar Bisnis Modern. Liberty, Jakarta.
Zaky, I. M. 2015. Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kelayakan Lokasi Cabang Usaha Kuliner dengan Metode AHP-TOPSIS. Universitas Brawijaya, Malang.
Zhang, X., Jiang, J., Ge, B., & Yang, K. 2016. Group decision making for weapon systems selection with VIKOR based on consistency analysis. Systems Conference (SysCon) 2016 Annual IEEE, 1-6