PENGRAJIN ANYAMAN TIKAR SEUKEE DESA LUENG BIMBA KECAMATAN MEURAH DUA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 1990-2012
Abdul Karim, Husaini, Zulfan
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK
Penelitian mengangkat masalah tentang produksi anyaman tikar dan pengaruh terhadap sosial ekonomi pengrajin anyaman. Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan produksi anyaman tikar seukee (pandan) Desa Lueng Bimba Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya tahun 1990-2012, serta pengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi pengrajin anyaman tikar seukee (pandan)Desa Lueng Bimba Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya tahun 1990-2012.Penelitian inimenggunakanpendekatan kualitatifdenganjenis penelitian sejarah.Sumber diperoleh dari arsip dokumen desa dan informasi dari warga. Cara pengumpulan data dengan mengumpulkan data tentang produksi dan wawancara dengan warga Hasilpenelitianmenunjukkan bahwaluas lahan tanaman seukee yang hanya mencapai 15 Ha, tingkat produksi anyaman tikar seukee Desa Lueng Bimba meningkat drastis dari tahun ke tahun.Bagi masyarakat pengrajin yang membeli bahan baku pandan dari pengusaha pandan biasanya hanya membayar Rp. 200.000,- per hektarnya. Dalam 1 (satu) hektar pandan pengrajin biasanya sanggup membuat 10 sampai 15 lembar tikar pandan yang berukuran 3x3 meter yang dijual dengan harga Rp. 500.000,- sampai dengan Rp.600.000,-perlembar.Pendapatanmasyarakat Desa Lueng Bimba khususnya pengrajin anyaman tikar pandan adalah Rp. 2.400.000,- tiap bulannya. Tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Lueng Bimba mulai mencapai pada tahun 2006-2012 dengan pendapatan sebesar 36.000.00, - 43.200.00,- pertahunnya. Dengan meningkatnya pendapatan mereka mampu memenuhi kebutahan hidupnya dari hasil penjualan tikar tersebut.
Kata Kunci:Sosial, Ekonomi, Anyaman, Tikar Pandan.
PENDAHULUAN
Kerajinan anyaman pandan adalah salah satu usaha kerajinan tangan yang cukup potensial pada setiap suku bangsa di Indonesia. Pembuatannya sangat sederhana dengan mengandalkan tangan dan di bantu oleh beberapa buah alat tradisional seperti pisau, parang dan jangka. Bahan-bahannya berasal dari tumbuhan yang tumbuh di
sekitar lingkungan tempat tinggal
masyarakat di pedesaan (Evawarni,
2008:19). Keterampilan membuat anyaman
pandan ini diperoleh dari nenek moyang mereka yang diturunkan dari generasi ke generasi secara informal. Tidak di ketahui secara pasti kapan usaha kerajinan anyaman ini di mulai. Dalam proses pembuatan anyaman ini tidak semua daerah dan kabupaten di Aceh merata disebabkan karena tidak adanya bahan baku tersebut. .
Desa Lueng Bimba merupakan daerah daratan rendah yang terletak di wilayah pesisir Selat Malaka yang sangat
tanaman Seukee (pandan) sebagai bahan baku untuk pembuatan anyaman tikar. Berdasarkan data dari Kecamatan Meurah Dua (Meurah Dua Dalam Angka, 2013), penduduk Desa Lueng Bimba berjumlah 778 jiwa dengan jumlah laki-laki 370 jiwa dan perempuan 408 jiwa yang terdiri dari 220 KK.
Bagi masyarakat Desa Lueng
Bimba, pekerjaan mengayam tikar
merupakan pekerjaan yang dilakukan
secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Maka dari itu hampir setiap rumah selalu dijumpai seorang perempuan sedang mengayam tikar, para perempuan
tersebut juga mengatakan bahwa
mengayam tikar ini dilakukan untuk mengisi waktu luang sebagai ibu rumah tangga.
Pada umumnya masyarakat Desa Lueng Bimba mengayam tikar dilakukan pada pagi hari sampai sore, biasanya kalau siang mereka berada dibalai-balai yang ada di depan rumahnya. Akan tetapi kalau mengayamnya pada malam hari mereka mengayam tikar tersebut di dalam rumah, masyarakat Desa Lueng Bimba pada dasarnya membuat anyaman tikar hanya untuk keperluan perlengkapan rumah tangga. Anyaman yang biasa dibuat oleh masyarakat Desa Lueng Bimba tersebut ialah tikar sembahyang, tikar menerima tamu ketika ada orang meninggal.
Sebelum tahun 1990 anyaman tikar seukee (pandan) yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Lueng Bimba bukan untuk diperjual belikan tetapi hanya digunakan untuk perlengkapan rumah tangga, upacara pernikahan, menyambut tamu, upacara kematian dan upacara do’a selamat untuk anak yang baru lahir. Tetapi
sejak tahun 1990 banyak dari masyarakat
Desa Lueng Bimba sudah mulai
mempergunakan anyaman tikar seukee
(pandan) sebagai mata pencaharian untuk mengdongkrak perekonomian masyarakat setempat.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian sejarah. Menurut Kontowijoyo, (2005:90) mengatakan bahwa penelitian sejarah merupakan cara yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian dalam peristiwa sejarah dan permasalahannya. Sebagaimana beliau membagi langkah-langkah penelitian sejarah ke dalam lima tahapan, yaitu: (1)
pemilihan topik, (2) Heuristik atau
pengumpulan sumber, (3) Verivikasi atau kritik sumber (kritik eksternal, kritik internal) (4) Interpretasi atau penafsiran dan (5) Historiografi atau penulisan. Penelitian ini mendeskripsikan data yang ada di lapangan tentang Perkembangan Sosial Ekonomi Pengrajin Anyaman Tikar Seukee (Pandan) Desa Lueng Bimba Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya tahun 1990-2012.
Selain itu penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai
suatu proses yang mencoba untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai fenomena-fenomena dari hasil
temuan lapangan sesuai fokus
permasalahan yang diteliti dan berdasarkan fakta yang ada di lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Lueng Bimba
Kecamatan Meurah Dua, secara astronomis Desa Lueng Bimba terletak pada 5o14’33” LU – 5o 15’ 23” LU dan 96o 16’ 54” BT. Adapun batas-batas wilayah Desa Lueng Bimba adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Beuringen, Sebelah barat berbatasan dengan Desa Buangan, Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tidjien Daboh. Desa Lueng Bimba memiliki luas wilayah keseluruhan 85 Ha, luas wilayah Desa dipergunakan untuk persawahan 30 Ha, lahan tanaman seukee (pandan) 15 Ha, lahan tambak 22 Ha, pemukiman warga 18 Ha. Desa Lueng Bimba merupakan daerah dataran rendah yang terletak di wilayah pesisir selat malaka yang sangat cocok dipergunakan untuk ditanami tanaman pandan sebagai bahan baku anyaman tikar pandan (BPS Pidie Jaya, 2014).
Penggunaan lahan di Desa Lueng Bimba sebagian besar digunakan untuk
pemukiman warga, persawahan dan
pertambakan. Sedangkan sisanya
digunakan untuk kepentingan-kepentingan lainnya, seperti tempat ibadah, makam, bangunan sekolah, polindes dan lahan
kosong milik warga yang sebagian
ditanami tanaman pandan. Desa Lueng Bimba merupakan sebuah desa yang dipimpin oleh seorang geuchik yang berada dalam wilayah administrasi kemukiman Kuta Simpang. Disamping kepala desa dibantu oleh sekretaris geuchik, teungku imum desa, tuha peut beserta ketua pemuda. Dibawah ini gambaran struktur administrasi Desa Lueng Bimba pada gambar berikut:
Gambar Struktur Administrasi Desa Lueng Bimba
Berdasarkan data dari Kecamatan Meurah Dua (Meurah Dua Dalam Angka, 2013), penduduk Desa Lueng Bimba berjumlah 778 jiwa dengan jumlah laki-laki 370 jiwa dan perempuan 408 jiwa yang terdiri dari 220 KK. Mata pencaharian penduduk Desa Lueng Bimba beraneka
ragam, diantaranya sebagai
petani/pengrajin, nelayan, petani tambak, pegawai, pedagang dan buruh kasar. Untuk lebih lengkapnya lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel Pekerjaan berdasarkan Populasi (%) di
Desa Lueng Bimba.
Pekerjaan Populasi Persentase(%)
Petani/Pengrajin 467 60
Pedagang 19 2,5
Nelayan 156 20
Petani Tambak 78 10
PNS 19 2,5
Buruh Kasar 39 5
Sumber: Data Primer, diolah 2015.
Kondisi jalan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Keadaan jalan berpengaruh terhadap
kegiatan pemasaran untuk kelancaran pengangkutan dan penyaluran barang dari produsen ke konsumen dan dari satu tempat ketempat lainnya. Keadaan jalan di Desa Lueng Bimba Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya tercatat dalam badan pusat statistik dalam jenis permukaan jalan beraspal.
Sarana angkutan yang merupakan hal yang dibutuhkan dalam proses dalam pemasaran ini juga dapat dipengaruhi oleh sarana angkutan yang tersedia. Keadaan sarana angkutan yang ada di Desa Lueng Bimba Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya dan beberapa Kecamatan yang lain di Pidie Jaya berupa kendaraan bermesin. Dari keseluruhan kendaraan tersebut dapat menunjang kelancaran pengangkutan bahan baku (pandan) atau bahan penolong serta pemasaran Kerajinan
Anyaman Tikar Pandan.Sarana
Perekonomian
Keadaan sarana perekonomian
berpengaruh terhadap pemasaran,
khususnya pemasaran produk-produk
pertanian dan produk-produk kerajinan serta kemudahan dalam mendapatkan
barang yang dibutuhkan. Dengan
tersedianya jalan dan transportasi yang dapat menghubungkan kesetiap desa maka sarana perekonomian seperti pasar, rumah makan, KUD/BUUD, Bank dan asuransi juga sudah tersedia meskipun belum tersebar merata disetiap desa. Untuk sarana perekonomian seperti pasar umum,pasar desa,toko dan kios/warung keberadaannya disetiap desa hampir merata.
Keadaan Lahan Garapan Tanaman Seukee (Pandan)
Di Desa Lueng Bimba Kecamatan
Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya
mayoritas masyarakat melakukan kegiatan mengayam tikar seukee (pandan). Para pengrajin anyaman tersebut melakukan pengolahan lahan untuk menanam bahan baku secara mandiri. Penanaman bahan baku yang dilakukan oleh para pengrajin di lahan garapan masing-masing. Luas lahan garapan tanaman seukee (pandan) lebih sedikit dari lahan pertanian lain. Untuk lebih rinci penggunaan lahan usaha menanam seukee (pandan) di Desa Lueng Bimba Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya dapat di lihat pada tabel berikut:
Tabel Penggunaan Lahan di Desa Lueng Bimba
Fungsi lahan Luas lahan (Ha)
Sumber: Data Primer, diolah 2015.
Berdasarkan tabel diatas
Perkembangan Produksi Anyaman Tikar Seukee Desa Lueng Bimba
Pembuatan anyaman tikar seukee (pandan) di Desa Lueng Bimba mayoritas
ditekuni oleh kaum hawa, dalam
memproduksi tikar masyarakat
menggunakan bahan baku mentahyang tersedia di kebun sendiri. Untuk mengolah bahan mentah tersebut masyarakat di Desa
Lueng Bimba menggunakan alat-alat
tradisional yang biasa digunakan oleh leluhurnya secara turun temurun.
Tampilan tikar yang berwarna-warni dengan dominan warna merah, hijau, ungu,
bahkan hitam, menghasilkan banyak
interpretasi terhadap keberadaan dan eksistensi tikar Pandan. Berdasarkan pada beberapa narasumber setempat, bahwa warna tikar ini mendapatkan pengaruh dari beberapa negara dikawasan Asia Tenggara. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri, tetapi belum dapat juga dipastikan. Karena belum ditemukan catatan tertulis yang mengatakan secara langsung, bahwa tikar Pandan mendapat pengaruh tertentu dari negara lain. Kehidupan masyarakat di Desa
Lueng Bimba walaupun rata-rata
penghasilan ekonominya pas-pasan, namun tidak semata-mata seorang istri yang mengharapkan dari pemberian sang suami sudah ambil gaji pada tanggal muda. Perempuan-perempuan yang ada di desa Lueng Bimba tidak hanya memangku
tangan mengharapkan kepulangan
suaminya dan memberi uang belanja.
Mereka mampu mengeluarkan biaya
belanja dari hasil keringat mereka sendiri lewat karya tangannya sendiri yaitu tika seuke (tikar pandan).
Dalam memasarkan hasil produksi, pegrajin menjual hasil kerajinannya ke
pedagang pengumpul, dan kemudian
pedagang pengumpul menjual pada pasar-pasar tradisional dan stand-stand pameran, tetapi banyak juga pengerajin menjual hasil kerajinannya langsung kepada konsumen
atau konsumen langsung datang ke
pengrajin. Ini menandakan bahwa dalam hal memasarkan hasil pengrajin selama ini tidak memiliki masalah bagi masyarakat desa Lueng Bimba dalam memasarkan anyamannya.
Banyak dari masyarakat menekuni anyaman tikar seukee, walaupun kegiatan tersebut merupakan pekerjaan sampingan bagi kaum wanita. Mereka menekuni pekerjaan tersebut sebagai penambahan ekonomi keluarga .Dalam pembuatan tikar tersebut didapatkan bahwa dalam satu minggu bias menyelesaikan satu tikar pandan, kadang-kadang dua lembar yang berukuran 3x2 meter siap untuk dijual dengan harga Rp. 600.000,-per lembarnya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pendapatan masyarakat Leung Bimba khususnya pengrajin anyaman tikar pandan adalah Rp. 2.400.000,-per bulan. Dengan pendapatan tersebut sangat membantu
perkembangan perekonomian keluarga
dalamp ertumbuhan ekonomi masyarakat (wawancara dengan Jufri Ismail, 3 April 2015). Desa Lueng Bimba juga didapatkan bahwa dalam pembuatan anyaman tikar pandan masyarakat desa Lueng Bimba masih menggunakan cara tradisional.
Persiapan bahan baku juga masih
menggunakan alat seadanya seperti parang dan pisau dapur serta sabit.
pengrajin yang membeli bahan baku panda dari pengusaha pandan biasanya hanya membayar Rp. 200.000,- per hektarnya. Dalam 1 (satu) hektar pandan pengrajin biasanya sanggup membuat 10 sampai 15 lembar tikar pandan yang berukuran 3x3 meter yang dijual dengan harga Rp. 500.000,- sampai dengan Rp.600.000,-perlembar (wawancara dengan Nazariah, 5 April 2015).
Produk kerajinan tangan seperti tikar pandan dan berbagai Produk lainnya dari bahan yang sama di Desa Lueng
Bimba, Kecamatan Meurah Dua,
Kabupaten Pidie Jaya, diharapkan dapat menjadi salah satu sumber perekonomian untuk menambah pendapatan keluarga.
Dengan berjalannya usaha kerajinan
tangan, maka akan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, secara tidak
langsung juga akan meningkatkan
kesejahteraan keluarga. Untuk lebih rinci tentang hasil produksi anyaman tikar ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel Rata-rata Perkembangan Hasil Produksi Anyaman Tikar Seukee (Pandan) Desa Lueng Bimba Tahun 1990-2012
Tahun Perkembangan Hasil
Sumber: Data Primer, diolah 2015.
Pengaruh Tingkat Produksi Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Pengrajin Anyaman Tikar Seukee (Pandan) Desa Lueng Bimba Tahun 1990-2012
Anyaman tikar Pandan mengalami proses perkembangan, baik sebagai suatu
karya seni atau suatu karya industri. Perkembangan dan transformasi sosial senantiasa terjadi didalamnya, tinggal
bagaimana para perajin dapat
menyikapinya kembali. Jika kemudian banyak terjadi pengulangan terhadap bentuk motif tikar Pandan, bukan berarti
tidak ada nilai pembaharuan dan
kreativitas. Akan tetapi lebih di nilai sebagai aktifitas pertumbuhan dalam tubuh anyaman tikar itu sendiri, dan hal seperti inilah yang perlu dipertahankan. Bukan juga bermakna karya tikar tersebut didapatkan dari bentuk-bentuk tiruan terhadap produk lain, tetapi lebih ditekankan kepada nilai-nilai untuk
mempertahankan budaya tradisi dan
eksistensinya.
Transformasi sosial yang terjadi
dalam kehidupan sosial masyarakat
Pandan, membawa banyak perubahan
paradigma. Pemikiran-pemikiran yang
inovatif bermunculan, kreativitas semakin berkembang, serta produktifitas itu senantiasa berjalan dengan lancar. Jika kemudian perkembangan nilai sakral ke profan menjadi kendala, jika kemasan anyaman tikar kemudian dianggap sebagai ‘perombakan’ terhadap karya tradisi, maka akan terjadi adalah pembatasan-pembatasan berkembangnya bentuk baru tikar. Hal seperti inilah yang perlu dihindari, sehingga tikar kemasan pariwisata akan menjadi
pilihan bagi orang-orang yang
Pada masa kini belum seberapa pandai dalam pembuatan motif bunga-bunga dan warna pada tikar. Mereka
menganyamnya dalam bentuk anyaman
dasar dan biasa saja. Belum sampai seperti tikar yang kita lihat sekarang. Generasi-generasi setelah kami dan generasi sekaranglah yang lebih pandai dan
bagus-bagus dalam pembuatan motif dan
pemberian warna tikar. Mereka jauh lebih pandai dari kami dulu. Sungguh satu kesenangan sendiri bagi kami yang sudah tua-tua melihat mereka jauh lebih mampu
dari kami-kami sebelum mereka
(Wawancara dengan Tihasanah, 8 April 2015).
Bila dalam proses pewarnaan itu sendiri kurang bagus, maka kualitas tikar yang akan dihasilkan nanti juga kurang, serta harga yang ditawarkan oleh pembeli akan tidak sampai kepada target yang diinginkan oleh perajin. Aminah sendiri mengakui bahwa generasi sekarang lebih pandai dari mereka dahulu. Kemampuan otak mereka untuk merancang motif dan pewarnaan yang diinginkan dan daya nalar
yang dikehendaki oleh sipembuatnya
sendiri jauh lebih besar dan hebat dari kami dulu. Bila kita tidak bisa membaca daya dan nalar dipikiran dan mencurahkan dalam satu wadah yaitu bunga yang ada di tikar, maka motif yang diinginkan pun tidak akan
terwujud, karena daya ingatan dan
kepandaian mencontoh itu sangat
dibutuhkan dalam pembuatan bunga
tersebut.
Modal adalah faktor yang paling kecil mempengaruhi eksistensi kerajinan anyaman tikar pandan ini karena modal yang dibutuhkan tidak besar dan bahan baku serta alat lainnya mudah dicari dan
digunakan. Dengan pekerjaan sehari-harinya tersebut para perempuan sudah
sangat membantu pertumbahan
perekonomian keluarganya (Wawancara dengan Siti Maryam 15 April 2015).
Dalam memasarkan hasil produksi, pengrajin menjual hasil kerajinannya ke
pedagang pengumpul, dan kemudian
pedagang pengumpul menjual padawarga-warga di luarkota, pasar-pasar tradisional dan stand-stand pameran, tetapi banyak juga pengerajin menjual hasil kerajinannya langsung kepada konsumen atau konsumen
langsung datang ke pengrajin. Ini
menandakan bahwa dalam hal memasarkan hasil pengrajin selama ini tidak memiliki masalah.
Berdasarakan wawancara dengan Habsah (pedagang), mengatakan bahwa modal untuk membeli tikar dari pengrajin adalah modal sendiri, biasanya harga yang ditawarkan kepada pengrajin anyaman sangat bervariasi dari Rp. 400.000, sampai
dengan 600.000 agar pedagang
mendapatkan untung juga. Dalam hal memasarkan para pedagang biasanya keluar
daerah untuk memasarkan secara
tradisional dengan cara berkeliling
kampung-kampung untuk menawarkan
tikar tersebut kepada para warga. Dalam hal penawaran kepada warga biasanya para pedagang melakukan negosiasi dengan membuka harga diatas harga yang mereka beli dari pengrajin berkisar antara Rp.100.000 sampai dengan Rp. 200.000 (Wawancara dengan Habsah (pedagang) 16 April 2015).
tidak ada waktu untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga yang lain.
Pendapatan yang didapatkan oleh pengrajin anyaman tikar di Desa Lueng Bimba perhatikan pada tabel berikut.
Harga Tikar Beserta Pendapatan Perbulan dan Pertahun yang Pengrajin Anyaman Tikar dapatkan dari Hasil Produksi (1990-2012)
Tahun Harga
1995 Rp. 20.000 Rp. 400.000 Rp. 4.400.000
1996-2000 Rp. 30.000 Rp. 600.000 Rp. 7.200.000.
2001-2005 Rp. 70.000 Rp. 1.400.000 Rp. 16.800.000
2006-2010 Rp. 120.000 Rp. 3.000.000 Rp. 36.000.000
2011-2012 Rp. 120.000 Rp. 3.600.000 Rp. 43.200.000
Sumber: Data Primer, diolah 2015.
Menjelang tahun 2006 sampai 2010 terjadi perubahan yang signifikan terhadap pengrajin anyaman tikar dikarenakan pada periode ini harga tikar melonjak tinggi
mencapai Rp. 120.000/meter.Tingkat
produksi yang dihasilkan oleh pengrajin anyaman tikar mencapai 300 lembar dalam
jangka waktu lima tahun, sehingga
pendapatan yang mereka dapatkan sebesar Rp. 3.000.000/bulan. Pada periode ini tingkat kesejahteraan masyarakat Desa
Lueng Bimba mulai terlihat karena
tingginya angka produksi dan melonjak harga tikar.
Memasuki tahun 2011 sampai 2012 tingkat produksi anyaman tikar yang dihasilkan oleh pengrajin mencapai 160 lembar, harga yang dipasarkan masih seperti harga pada tahun 2006 sampai 2010 Rp. 120.000/meter. Penghasilan yang mereka dapatkan Rp. 3.600.000/bulan,
banyaknya pendapatan yang mereka
peroleh dapat mencukupi
menyesejahterakan kebutuhan hidup
keluarga.
Tabel Rata-rata Tingkat Pengeluaran untuk Kebutuhan Pangan dan Sandang Pengrajin Anyaman Tikar Seukee (Pandan) di Desa Lueng Bimba
Tahun Pengeluaran perbulan Pengeluaran
pertahun
Pangan Sandang
1990-1995 Rp. 500.000 Rp. 350.000 Rp. 10.200.000
1996-2000 Rp. 700.000 Rp. 500.000 RP. 14.400.000
2001-2005 Rp. 900.000 RP. 700.000 Rp. 19.200.000
2006-2010 RP. 1.200.000 RP. 700.000 RP. 22.800.000
2011-2012 RP. 1.350.000 Rp. 900.000 Rp. 27.000.000
Pada periode tahun 2006 sampai 2010 tikar mulai di produksi kembali, pada tahun ini harga tikar melonjak dari tahun-tahun sebelumnya yaitu Rp. 120.000 permeternya. Pendapatan yang didapatkan oleh pengrajin anyaman tikar mencapai Rp. 3.000.000 perbulan dan Rp. 36.000.000 pertahunnya. Sedangkan pengeluaran yang dikeluarkan oleh pengrajin anyaman tikar sebesar Rp. 1.900.000 perbulan dan Rp. 22.800.000 pertahunnya. Pada periode ini tingkat kesejahteraan mulai meningkat dari pendapatan mereka mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil penjualan tikar tersebut.
Menjelang tahun 2011 sampai 2012 produksi anyaman tikar meningkat drastis disebabkan oleh harga yang relatif mahal, para pengrajin anyaman tikar mampu memproduksi dalam jangka waktu dua tahun sebanyak 160 lembar. Pendapatan mereka semakin meningkat sebesar Rp. 3.600.000 perbulan dan Rp.43.200.000 pertahunnya. Pada periode ini masyarakat Desa Lueng Bimba khususnya pengrajin
anyaman tikar semakin merasakan
ekonominya walaupun pengeluarannya mencapai Rp. 1.350.000 perbulan dan Rp. 27.000.000 pertahunnya.
.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: Desa Lueng Bimba
merupakan salah satu penghasil anyaman tikar seukee. Pengaruh yang terjadi antara lain ialah dibidang sosial dan ekonomi para pengrajin di Desa tersebut. Produksi anyaman tikar tahun 1990-1995 mencapai 240 lembar. Ini disebabkan karena harga yang masih relatif murah. Tahun 2001-2005 produksi yg dilakukan pleh pengrajin mencapai 190 lembar, pada tahun 2004 terjadi bencana alam Tsunami sehingga berdampak pada produksi anyaman. Puncak produksi anyaman tikar seukee terjadi pada tahun 2006-2012 mencapai 460 lembar, para pengarajin mendapatkan bantuan dari pemerintah dan harga tikar yang melonjak. Meningkatnya produksi harga tikar sangat mempengaruhi penghasilan para pengrajin anyaman tikar yang mencapai 3.000.000,-3.600.000 tiap bulannya. Kesejahteraan sosial para pengrajin mulai meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Mereka mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil penjualan tikar tersebut. Masalah dan hambatan yang di hadapi oleh para ibu
rumah tangga pengerajin kerajinan
anyaman tikar pandan disini yaitu semakin berkurang dan sulitnya untuk mendapatkan bahan baku yaitu pandan karena semakin kurangnya petani yang mengusahakan rumput pandan.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Ngurah, Haidy dkk. 2008. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dhavida, Usria. 1997. Kerajinan Anyaman Pandan di Sumatera Barat.
Padang: Bagian Proyek
Pembinaan Permuseuman
Sumatera Barat.
Evawarni. 2008. Kerajinan Anyaman
Pandan di Jambi. Tanjung Pinang: Departeman Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Garha, Oho. 1983. Apresiasi Seni Tari. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Garha, Oho. 1990. Berbagai Motif
Anyaman.Jakarta: Angkasa.
Halide. 1994. Pemanfaatan Waktu Luang Rumah Tangga di Daerah Aliran
Sungai Jeneberang. Disertasi
Fakultas. Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Herimanto. 2010. Ilmu Sosial & Budaya Dasar.Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu
Sejarah. Yogyakarta: Yayasan BentengBudaya.
Mankiw, Gregory. 2001. Pengantar
Ekonomi. Jakarta: PT Aksara Pratama
Setidi, M., Elly dan Dkk. 2011 Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial
Teori, Aplikasi, dan
Pemecahannya.Jakarta: Kencana