• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Industri Tekstil dan Tekstil dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Industri Tekstil dan Tekstil dan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di

Indonesia Tahun 2008

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia yang sempat dikhawatirkan mengalami kehancuran ternyata justru membaik. Hal ini sangat didukung terutama dari peningkatan nilai ekspor yang dicapai. Dalam beberapa tahun terakhir kinerja ekspor terus mencatatkan

pertumbuhan. Jika pada 2005 penjualan industri ini masih USD8,6 miliar, tahun berikutnya naik menjadi USD9,4 miliar. Pada 2007 nilai ekspor meningkat lagi menjadi USD10,2 miliar.

Namun berbeda dengan pencapaian ekspor yang semakin gemilang, pangsa produk industri TPT lokal di pasar domestik kian tergerus oleh produk impor ilegal. Pada tahun 2007, produk lokal diperhitungkan hanya menguasai 22 persen dari pasar domestik, turun drastis dari 45 persen pada tahun 2006. Padahal, pemasok garmen lokal mayoritas berskala kecil dan menengah (Kompas, 2008).

Data BI dan BPS yang diolah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) juga menunjukkan adanya peningkatan konsumsi produk garmen di pasar domestik hingga 20 persen dari 1,013 juta ton pada tahun 2006 menjadi 1,220 juta ton pada tahun 2007. Sayangnya, peningkatan volume konsumsi itu justru sebagian besar dimanfaatkan oleh produk impor.

Hal inilah yang sedang terjadi pada industri TPT di Indonesia. Disatu sisi cukup membahagiakan dari sisi ekspor, namun cukup ironis, di pasar domestik sendiri. Industri TPT lokal kalah bersaing dan terancam mati. Padahal industri ini telah memberikan lapangan pekerjaan yang luas bagi banyak masyarakat Indonesia. Dari latar belakang inilah penulis merasa tertarik untuk

melakukan analisis terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia pada tahun 2008 ini.

Gambaran Umum Keadaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia Saat Ini

Keberadaan industri TPT di Indonesia berada di ambang kehancuran karena banyak

permasalahan yang meliputinya. Ketidakmampuan dalam merestrukturisasi mesin produksi, kalah bersaing dengan produk Cina, India, Taiwan, dan Vietnam, biaya produksi yang melonjak tajam, permasalahan upah buruh, serta masih kurang terlalu dianggapnya sektor ini oleh

kalangan perbankan menjadikan sektor ini sempat dijuluki sunset industry.

Nyatanya, industri ini masih sanggup bertahan. Dibanding periode 2 tahun sebelumnya, pencapaian 2007 relatif lebih baik. Amerika Serikat masih menjadi pangsa terbesar yang menyerap hampir 41 persen dari total ekspor. Urutan berikutnya Uni Eropa dengan 16 persen, lalu Jepang dan Uni Emirat Arab, masing-masing 7 dan 4 persen. Tahun 2005 penjualan industri ini masih USD8,6 miliar, tahun 2006 naik menjadi USD9,4 miliar, dan 2007 nilai ekspor

(2)

Data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menunjukkan, 92,6 persen dari total produksi garmen Indonesia diekspor. Industri TPT, termasuk garmen/pakaian, merupakan penyumbang devisa non-migas terbesar, yakni 10,31 miliar dollar AS atau 2,4 persen dari produk domestik bruto. Industri TPT juga merupakan industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja di sektor ma-nufaktur. Sekitar 1,8 juta pekerja diserap oleh industri TPT.

Namun kenyataan lain menunjukkan bahwa negara-negara saat ini lebih mementingkan untuk melindungi pangsa pasar garmen dalam negerinya. Sehingga seperti kecolongan, pasar tekstil domestik Indonesia mulai digerogoti oleh produk tekstil dan turunannya dari negara lain. Produk luar itu umumnya berasal dari Cina, India, dan Taiwan. Mereka menyasar kelas menengah bawah.

Pangsa pasar tekstil domestik mengalami penurunan drastis dari tahun 2006 sekitar 40 persen hanya 22 persen di tahun 2007. produk lokal di pasar domestik turun 42,9 persen padahal pertumbuhan konsumsi garmen di pasar domestik naik 20 persen menjadi 1,22 juta ton. Dari nilai itu produsen lokal hanya menyumbang 270 ribu ton. 88 ribu ton berasal dari impor legal, sedangkan 862 ribu ton (atau 70 persen) dari impor illegal. Jika produk impor legal harus membayar bea masuk impor (15 persen), pajak penjualan impor (10 persen) dan pajak penghasilan (2,5 persen), maka produk impor illegal tidak memenuhi kewajiban itu sehingga menjadikan harga produk ini jauh lebih murah daripada produk lokal ataupun produk impor legal. Impor ilegal menyebabkan tergerusnya pangsa pasar dan matinya pelaku industri garmen kecil dan menengah yang hanya berorientasi ke pasar dalam negeri. Sebaliknya, industri TPT berskala besar masih bisa bertahan dan tumbuh dengan orientasi ekspor.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah melakukan pengetatan pengawasan di pelabuhan-pe-labuhan utama, seperti Tanjung Priok, Jakarta, dan Batam untuk mengatasi penyelundupan impor produk industri tekstil dan produk tekstil (TPT) ilegal. Namun, titik masuk penyelundupan yang tidak terawasi masih amat banyak. Untuk itu dirasa perlu melakukan safeguard (tindakan

pengamanan perdagangan), tindakan hukum terhadap penyelundup secara tegas, dan mengurangi impor garmen ilegal dengan intensifikasi pajak di kalangan pedagang pakaian jadi melalui ketentuan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi para pedagang, sehingga masalah impor produk TPT ini bisa diatasi.

Awal tahun 2008 ini, Amerika Serikat yang merupakan sumber impor kapas terbesar Indonesia melakukan desakan karena mengganggap Indonesia melakukan non automatic import licensing

(pembatasan impor). Aturan impor TPT di Indonesia yang diberlakukan selama ini hanya dapat dilakukan oleh Importir Produsen (IP) untuk melindungi produsen garmen lokal dari serbuan produk luar. Karena dalam negeri sendiri, Indonesia belum siap mengatasi penyeludupan. Bebasnya impor ditakutkan akan semakin memukul industri di dalam negeri.

Pemerintah dan kalangan industri TPT lokal sepakat memperlonggar aturan impor secara bertahap, atas dua tahapan. Tahap I, produk TPT yang tidak terlalu mengganggu industri dalam negeri dikeluarkan dari kewajiban menggunakan IP. Tahap kedua, pembebasan impor bagi produk yang rata-rata impornya besar namun ada pengaruh terhadap produk hilir atau garmennya (bahan baku produk garmen lokal). Tentu saja, pemerintah harus tetap memberlakukan

(3)

(Importir Produsen), NPIK (Nomor Pengenal Importir Khusus), dan API (Angka Pengenal Importir). Jika produk impor dibiarkan terlalu bebas masuk bisa jadi menyebabkan illegal transshipment. Seiring penerapan tahap satu dan dua, industri TPT lokal harus diperkuat agar mampu bersaing di pasar dalam negeri sendiri.

Analisis Ilmu Ekonomi Industri terhadap Keadaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia Saat Ini

Kondisi industri TPT nasional cukup ironis. Disatu sisi nilai ekspor dari industri ini mampu menyumbang pendapatan devisa non-migas terbesar, yakni USD10,31 miliar atau 2,4 persen dari produk domestik bruto. Industri TPT juga merupakan industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja di sektor manufaktur. Sekitar 1,8 juta pekerja diserap oleh industri ini. Namun disisi lain industri ini justru harus terpukul dalam pasar domestiknya. Melalui kajian Ekonomi Industri, maka didapatkan analisis keadaan industri TPT di Indonesia sebagai berikut.

1. Persaingan Produk Lokal dengan Produk Impor

Produk impor telah memasuki pasar domestik dengan varian produk garmen yang cukup luas, mulai busana umum, hingga busana khusus sekalipun seperti busana muslim. Juga tas, sepatu, sandal, ikat pinggang dan sejenisnya. Juga perlengkapan seperti kaos kaki dan pakaian dalam, bahkan ini mendekati 90% barang impor. Kualitas produk impor juga memadai, dissuaikan dengan harganya. Namun kuantitasnya cenderung terbatas. Hal ini justru menjadi peluang dari aspek marketing bahwa pelanggan bisa tampil beda (Rosihan, 2007).

Terlepas dari produk impor itu masuk melalui jalur legal ataupun ilegal, dalam perdagangan produk impor tidak dikenal istilah hutang karena semua transaksi harus dilakukan secara tunai (cash). Mengingat daya beli yang rendah sistem pembayaran cash ini akan cukup memberatkan. Namun kenyataannya tidak demikian, karena produk impor selama ini memiliki kualitas yang memadai, kuantitas yang terbatas, dengan mode yang yang mengikuti perkembangan, selain itu juga memiliki harga yang dipatok cukup rendah sehingga akan lebih mudah terjangkau.

Satu hal yang pasti bahwa produk impor sangat rentan dengan kenaikan harga migas karena akan meningkatkan nilai biaya transportasi dan bea masuk. Hal ini sangat berkemungkinan membuat produk impor, terutama yang melalui jalur legal menjadi lebih mahal.

2. Turunnya Pangsa Pasar Produk Lokal dan Melonjaknya Impor Ilegal dalam Pasar Domestik

(4)

Produk-produk impor yang lolos dari bea masuk dan pajak bisa dikategorikan sebagai produk impor ilegal. Selain tidak bisa dikendalikan kuantitas impornya, produk impor ilegal akan menjadi jauh lebih murah daripada produk impor yang legal bahkan produk lokal sekalipun. Hal ini juga menjadi penyumbang keunggulan riil pada produk impor ilegal. Berikut adalah data pangsa pasar tekstil domestik di tahun 2006 dan 2007.

Tabel 1: Pangsa Pasar Tekstil Domestik

(dalam satuan ribuan ton)

No Produsen

Tahun

2006 2007

1. Lokal

406,4 40% 270 22,13%

2. Impor (legal)

609,6 60%

88 7,21%

3. Impor (Ilegal)

862 70,66%

Total 1016 100% 1220 100%

Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI)

Terlepas dari berapa nilai impor yang melalui jalur ilegal, dari data pangsa pasar tekstil domestik, dapat diketahui bahwa nilai impor ilegal semakin meningkat dengan nilai yang sangat tinggi mencapai 70,66% di tahun 2007. Tentunya hal ini sangat merugikan bagi negara dan juga bagi produsen industri TPT lokal.

3. Pelaku Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Lokal adalah Produsen Kecil dan Menengah

(5)

Selama ini perusahaan garmen berskala besar dapat tetap bertahan dan tumbuh dengan orientasi ekspor. Sedangkan pelaku industri garmen kecil dan menengah hanya berorientasi ke pangsa pasar dalam negeri saja. Masalah yang timbul dari produsen industri TPT dalam negeri adalah dari ketidakmampuannya dalam merestrukturisasi mesin produksi, biaya produksi yang melonjak tajam akibat kenaikan bahan bakar, permasalahan upah buruh yang tidak lagi layak karena menesuaikan kondisi perekonomian, dan masih kurangnya dukungan permodalan pada sektor ini. Tentunya permasalahan bertambah akibat dari kalah saing antara produk lokal dengan produk impor. Sederet permasalahan itu membuat produk lokal kurang berdaya dibanding produk impor yang memang masuk ke pasar domestik Indonesia dengan tujuan utama adalah meraih pasar menengah kebawah.

4. Tingkat Persaingan yang Mengarah pada Persaingan Tidak Sehat

Hadirnya desakan dari barang-barang impor yang dapat menguasai pangsa pasar dengan sangat cepat semakin memperbanyak jumlah produsen lokal yang menutup usahanya. Semakin

sedikitnya jumlah produsen juga membuat semakin membanjirnya produk impor yang itu-itu saja, sehingga terjadi homogenitas jenis barang yang semakin seragam.

Semakin hari, hal ini semakin memicu persaingan yang makin kurang sehat. Persaingan makin dikendalikan oleh persaingan harga, bukan lagi keunikan produk. Bahkan untuk produk branded

yang didistribusikan langsung, sudah tidak ada lagi istilah persaingan antar peritel. Peritel yang sukses menjual produk branded dengan harga bandrol adalah peritel yang mampu menyediakan stok yang memadai, dan ini kaitannya dengan kekuatan modal (Rosihan, 2007). Padahal disisi lain kebanyakan masyarakat sebagai konsumen di industri TPT ini cenderung berminat pada produk-produk yang sebatas mengikuti mode yang sedang in, atau yang kadang disebut dengan mode pasaran. Ini jugalah yang mempersubur selera terhadap produk impor.

5. Pragmatise Pelaku Pasar

Jika berbicara permintaan konsumen, tentunya akan sangat berkaitan dengan pelaku pasar dalam hal ini adalah peritel. Karena, melalui peritel produk dipertemukan dengan konsumen. Kalangan peritel bawah cenderung pragmatis dalam menyikapi perkembangan industri TPT nasional. Peritel bawah tidak sampai memikirkan berbagai kendala dalam industri TPT, yang terjadi adalah hanya mengetahui jenis produk yang ada dan dibutuhkan oleh pasar, seberapa bisa dijual, apa yang sedang menjadi tren saat ini, rentang harganya, dan yang paling penting adalah berapa kapasitas yang bisa dijual.

(6)

Dalam posisi ini, peritel cenderung tidak lagi mempunyai komitmen dagang yang berantai. Peritel makin pragmatis dalam memilih produsen/supplier. Peritel hanya masih berpihak ke pelanggan. Mana yang kira-kira dicari pelanggan dan butuhkan, itulah yang dicari peritel, dan peritel bebas akan mencari produk dimana saja. Sudah tidak peduli lagi itu produk lokal atau impor, legal atau ilegal, yang penting akan laku dipasaran.

Pemecahan Permasalahan Keadaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia

Dari hasil analisis didapatkan beberapa permasalahan yang terjadi pada Industri TPT di Indonesia. Permasalahan utamanya adalah produsen lokal yang merupakan produsen industri TPT kecil dan menengah harus bersaing dengan produk impor yang memiliki beberapa keunggulan. Masalah yang juga cukup penting adalah semakin meningkatnya produk impor ilegal secara ekstrim yang dapat mematikan pangsa pasar produk lokal di pasar domestik. Terkait hal ini, dapat diperoleh pemecahan permasalahannya sebagai berikut.

1. Perbaikan pada Produksi Industri TPT Lokal

Subjek permasalahan dalam hal ini adalah produsen industri TPT lokal menghadapi persaingan dengan produk-produk impor (baik yang legal maupun ilegal). Tentunya, untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan perbaikan terlebih dahulu pada industri TPT lokal sendiri.

Selama ini, produsen sektor industri TPT lokal menghadapi beberapa kendala yang menurunkan daya saing mereka dalam pasar tekstil domestik. Kendala-kendala yang dihadapi adalah dalam merestrukturisasi mesin produksi, peningkatan biaya produksi akibat kenaikan bahan bakar, kelayakan pada upah buruh, dan masih kurangnya dukungan permodalan dari perbankan pada sektor ini. Oleh karenanya, hal-hal yang perlu ditempuh industri TPT lokal adalah sebagai berikut.

a. Peningkatan efisiensi

Secara sederhana, pengertian efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Baik secara kuantitas fisik maupun niai ekonomis (harga) (Jaya, 2001). Seperti yang terdapat dalam konsep efisiensi, ada dua cara yang bisa ditempuh untuk mewujudkan produksi yang efisien, yaitu.

(7)

2. Alokasi Efisien, yaitu dengan menentukan kondisi ekuilibrium secara umum. Sehingga dapat dicapai keuntungan maksimal tanpa membuat harga melonjak naik, karena telah dilakukan efisiensi dalam produksi. Dari sini, pemberian upah pegawai akan bisa lebih terbantu. Tentunya dengan adanya didukungkan dari manajemen ketenagakerjaan yang baik pula.

b. Sistem distribusi yang lebih baik

Tidak dapat dipungkiri, salah satu permasalahan yang juga terjadi adalah pragmatisme pelaku pasar domestik terhadap industri TPT lokal. Salah satunya yang menyebabkannya adalah menyangkut sistem transaksi yang bersifat cash ketat, sehingga menyulitkan para peritel yang notabene memiliki daya beli yang rendah.

Seperti yang diketahui, sistem cash ketat terjadi setelah merebaknya krisis ekonomi di tahun 1997. Sistem ini bisa jadi dilakukan oleh produsen industri TPT lokal sebagai langkah untuk menghindari ketidakpastian, bahkan kerugian. Namun, pada akhirnya justru berdampak negatif. Untuk itu perlu dilakukan penguatan dari sisi pendistribusian disertai dengan peringanan sistem pembayaran. Sehingga dalam jangka panjang akan terjadi hubungan yang erat antara industri (hulu) dan penyalur (hilir). Sinergi inilah yang memungkinkan bagi industri TPT lokal untuk tetap bertahan di dalam pasar domestik.

c. Sistem pendekatan pada konsumen dengan lebih baik

Seperti yang telah diuraikan bahwa konsumen pada industri TPT cenderung memilih untuk mengikuti tren dan mode yang sedang in. Oleh karenanya update mode produk juga menjadi pertimbangan penting dalam hal ini. Hal yang bisa ditempuh oleh produsen industri TPT lokal adalah melalui pendekatan produksi yang berdasarkan pada selera konsumen ataupun

diversivikasi produk untuk memperoleh pangsa pasar yang lebih luas. Selain itu, pendekatan dan jalinan yang baik pada media akan sangat membantu. Karena, pasar semacam ini sangat

dipengaruhi oleh pencitraan produk pada media.

Pragmatisme tidak lagi membuat peritel peduli asal produk yang dihasilkan, lokal, impor, legal, ataupun ilegal. Kalau pelanggan tahu suatu produk dari media (misal TV), maka tidak heran peritel pun berburu produk-produk tersebut. Ini menjadikan produsen pun harus mulai akrab dengan media. (Rosihan, 2007)

2. Penanggulangan Produk Impor Ilegal

Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran produk impor ilegal sangat merugikan negara dan industri TPT lokal. Selain karena tidak memberikan kewajiban pajak pada negara, impor ilegal juga mematikan pasaran produk industri TPT lokal.

(8)

penguasaannya terhadap pangsa pasar melonjak drastis hingga 70% di tahun 2007. Maka dari itu, perlu dilakukan langkah-langkah penanggulangan produk impor ilegal dengan cara-cara berikut. a. Pengetatan pengawasan impor

Produk-produk industri TPT impor ilegal masuk melalui pelabuhan-pelabuhan tanpa terjaring oleh bea masuk. Sedangkan di Indonesia sendiri ada ratusan pelabuhan, dan banyak diantaranya bukan merupakan pelabuhan resmi. Tentunya, hal ini perlu menjadi pertimbangan khusus bagi pemerintah agar masalah impor ilegal bisa ditekan. Dengan pengawasan yang lebih ketat pada impor dan penerimaan produk ke dalam negeri, tentunya impor ilegal akan lebih dapat dikurangi. b. Pelaksanaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi semua pelaku usaha

Banyak pelaku usaha terutama para pelaku pasar yang tidak memiliki NPWP. Padahal setiap pemilik NPWP wajib melaporkan aliran arus kasnya sehingga dapat diketahui mengenai keberadaan penyaluran produk, termasuk produk ilegal. Secara otomatis, pemilik NPWP berkewajiban menunaikan pajak atas barang-barang impor. Dari sini, maka harga jual produk impor dapat dikendalikan dan tidak sampai mematikan pasaran produk TPT lokal. Keberadaan produk impor ilegal pun dapat ditekan seminim mungkin, meskipun cukup sulit untuk 100% menghilangkannya.

c. Pengenaan sanksi tegas terhadap pelaku penyelundupan

Impor ilegal merupakan tidakan kejahatan yang berada dalam kategori penyelundupan. Tentunya perlu dilakukan tindakan hukum bagi pelakunya. Tindakan hukum yang tegas beserta pengenaan sanksi tentunya akan cukup membantu dalam penanganan masalah impor ilegal ini. Sehingga, diharapkan dalam jangka kedepan baik negara ataupun pelaku industri TPT lokal tidak akan terus-menerus dirugikan dengan keberadaan impor ilegal.

3. Peranan Pemerintah dalam Melindungi Industri TPT Lokal

Pemerintah memiliki peranan yang sangat penting dalam melindungi keberadaan industri TPT lokal. Melalui beberapa aturan dan kebijakan yang merupakan otoritas pemerintah, maka industri TPT lokal dapat dilindungi dan dapat lebih terjamin keberadaannya. Beberapa hal yang dapat ditempuh oleh pemerintah dalam melindungi industri TPT lokal adalah sebagai berikut. a. Penguatan industri TPT lokal.

Penguatan industri TPT lokal bukan hanya ditangani oleh perusahaan terkait, namun juga perlu dukungan dari pemerintah. Bentuk dukungan pemerintah dapat berupa.

(9)

2. Penetapan bea masuk yang sesuai bagi produk impor industri TPT sehingga tidak mengganggu industri TPT lokal.

3. Pemberian bantuan modal bagi industri TPT lokal dalam pengembangan usahanya dirasa perlu mengingat industri ini seringkali sulit dalam mendapatkan permodalan dari

perbankan.

4. Penetapan regulasi dan ketentuan lain yang memudahkan bagi industri TPT lokal akan sangat membantu dalam menguatkan industri TPT lokal.

b. Perbaikan sistem impor

Seperti yang telah disepakati oleh pemerintah dan kalangan industri TPT lokal, impor terhadap produk TPT yang tidak terlalu mengganggu industri dalam negeri dikeluarkan dari kewajiban menggunakan IP (Importir Produsen). Selain itu juga dapat dilakukan pembebasan impor bagi produk yang rata-rata impornya besar namun ada pengaruh terhadap produk hilir atau garmennya (bahan baku produk garmen lokal).

Dalam hal ini, pemerintah harus tetap memberlakukan kewajiban verifikasi impor TPT agar tidak terjadi penyelewengan sesuai dengan aturan IP (Importir Produsen), NPIK (Nomor Pengenal Importir Khusus), dan API (Angka Pengenal Importir). Hal ini juga sekaligus menjadi langkah dalam menaggulangi impor-impor ilegal.

Gambar

Tabel 1: Pangsa Pasar Tekstil Domestik

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan FLORIST MURAH | BELI BUNGA | TOKO BUNGA DI BANJAR BARU no 2 di atas harga bunga dekoran di FLORIST MURAH | BELI BUNGA | TOKO BUNGA DI BANJAR BARU ini di jamin

Pada Usecase Diagram, terdapat aktor berupa admin yang dapat melakukan update database, insert database, delete database, melihat pesanan yang dilakukan oleh customer pada

Kwala Madu sebagai salah satu amal usaha Muhammadiyah (AUM) dalam bidang. pendidikan yang memiliki fungsi cukup besar bagi

Studi ini menguji model kinerja perusahaan yaitu pengaruh reputasi auditor, penjamin emisi, komisaris independen dan komite audit terhadap initial return dan

[r]

Baterai akan habis jika di gunakan secara terus menerus.Untuk mengatasi hal tersebut perlu di pasang system pengisian.Alternator berfungsi untuk merubah energy mekanik yang di

Berhubung dengan isu khilafiyyah terhadap golongan yang bertentangan dengan Ahli Sunah Waljamaah, Shaykh Shams al-Din al-Sumatera’i akan menjelaskan pendapat-pendapat

 Dalam fungsi call setup, jika hubungan telah terbentuk, informasi speech/data dikirim dari user ke user ( end-to- end ), selanjutnya signalling message dapat digunakan