1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara-negara di dunia saat ini, termasuk
Indonesia tidak lepas dari proses
pembangunan dan modernisasi. Definisi
pembangunan sendiri adalah suatu teknis yang
berarti membangkitkan masyarakat di
negara-negara berkembang dari kemisinan, tingkat
melek huruf yang rendah, pengangguran dan
ketidakadilan sosial (Seer, 1977). Sedangkan
modernisasi adalah suatu proses
pembangunan yang memberikan kesempatan
ke arah perubahan demi kemajuan (Susanto,
1974). Proses pembangunan tidak dapat
dipisahkan dari perencanaan wilayah dan kota,
karena tujuan dari perencanaan wilayah dan
kota salah satunya adalah menciptakan kondisi
wilayah dan kota yang lebih baik melalui
proses pembangunan pada berbagai sektor.
Indikator ekonomi banyak digunakan untuk
menilai keberhasilan suatu perencanaan
pembangunan wilayah dan kota. Selain itu,
kemajuan pembangunan ekonomi salah
satunya tercermin dari perkembangan fisik
wilayah dan kota.
Masalah kemiskinan yang terjadi berbagai
belahan dunia termasuk Indonesia, membuat
Indonesia dan negara-negara lainnya
memusatkan pembangunan pada sektor
ekonomi. Sebelum tahun 1970-an, para ilmuan
berpendapat bahwa pembangunan hanya
mengacu pada sektor ekonomi saja. Pada
kenyataannya pembangunan ekonomi di
berbagai negara semakin membaik, namun
tidak disertai dengan perbaikan taraf hidup
masyarakatnya. Akan tetapi disertai dengan
munculnya masalah baru. Salah satu masalah
penting yang dihadapi dalam pembangunan
ekonomi adalah bagaimana menghadapi
trade-off antara pemenuhan kebutuhan
pembangunan di satu sisi dan upaya
mempertahankan kelestarian lingkungan di sisi
lain (Fauzi, 2004). Pada dasarnya sumber daya
alam dan lingkungan memiliki kapasitas daya
dukung yang terbatas. Pembangunan ekonomi
yang berbasis sumber daya alam tidak
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan
pada akhirnya akan merusak lingkungan. Hal
ini menyebabkan msyarakat harus mebayar
lebih atas dampak kerusakan lingkungan. Jika
pembangunan yang tidak mengindahkan aspek
lingkungan ini terus terjadi, berimplikasi pada
keberlangsungan hidup umat manusia ke
depannya.
1.2 Rumusan Masalah
Kerusakan lingkungan yang terus
menerus terjadi akibat pembangunan yang
hanya berorientasi pada sektor ekonomi,
membuat paradigma para ahli pembangunan
2
mengedepankan aspek lingkungan dalam
pembangunan. Para pemangku kebijakan juga
mulai memikirkan konsep perencanaan
pembangunan yang mampu mensinergikan
aspek ekonomi dengan aspek lingkungan, agar
terjadi keberlanjutan kehidupan dan
pemanfaatan sumber daya alam di masa yang
akan datang. Dari hal tersebut kemudian
muncul konsep pembangunan hijau (green
development) dan pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) yang
saat ini sangat diperlukan dalam perencanaan
pembangunan wilayah dan kota, guna
memperbaiki kualitas lingkungan.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan adalah untuk
menyajikan informasi terkait pentingnya konsep
pembangunan hijau (green development) dan
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) dalam perencanaan wilayah dan
kota.
PEMBAHASAN
Dalam bukunya yang berjudul
Pembangunan Ekonomi, Todaro (2006)
mengungkapkan bahwa pada masa sebelum
tahun 170-an, tinggi rendahnya kemajuan
pembangunan disuatu negara hanya diukur
berdasarkan tingkat pertumbuhan GNI (Gross
National Income), baik secara keseluruhan
ataupun perkapita, yang diyakini akan menetas
dengan sendirinya sehingga pada akhirnya
dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan
berbagai peluang ekonomi lain serta
menumbuhkan berbagai kondisi yang
diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-hasil
pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih
merata. Seiring berjalannya waktu, banyak
negara berkembang mengalami pertumbuhan
ekonomi, termasuk Indonesia. Ekonomi
Indonesia tumbuh pesat dalam satu dekade
terakhir yaitu dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) yang berkembang hampir dua kali lipat
antara tahun 2001 hingga 2012. Namun,
pertumbuhan tersebut telah mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup dan mempercepat
habisnya sumberdaya alam di Indonesia.
Pembangunan di Indonesia, berkaitan erat
dengan fenomena alih fungsi lahan. Saat ini di
Indonesia sedang marak pembakaran hutan
untuk dijadikan lahan perkebunan atau area
peruntukan lain. Tingkat polusi pun semakin
tinggi. Hasilnya saat ini tercatat jumlah pasien
yang terkena infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) meningkat dengan drastis. Berbagai
macam aktifitas masyarakat juga terhambat
yang pada akhirnya berdampak pada stabilitas
ekonomi masyrakat. Hutan yang harusnya
menjadi area resapan, menyimpan cadangan
air paru-paru dunia kini jumlahnya semakin
berkurang. Konversi lahan pertanian menjadi
lahan terbangun seperti kawasan pemukiman
3
area peri urban. Di kawasan perkotaan,
gedung-gendung semakin menjulang tinggi,
jumlah industri dan jumlah volume kendaraan
terus bertam namun ruang hiaju semakin
berkurang. Tak heran jika saat musim kemarau
sering terjadi kelangkaan air bersih dan
kekeringan. Sedangkan saat musim penghujan
terjadi banjir, terutama di kota-kota besar di
Indonesia. Kegiatan ekonomi seperti aktifitas
pertambangan yang mengekploitasi sumber
daya juga juga menjadi penyebab kerusakan
lingkungan. Kegiatan pembangunan juga
mengakibatkan degradasi tanah, kemerosotan
biodiversity, serta peningkatan emisi gas rumah
kaca. Jika pembangunan ekonomi yang tidak
terencana dengan baik ini terus berlangsung,
maka keberlanjutan kehidupan di dunia juga
akan terancam, tidak hanya manusia tetapi
juga makhluk hidup lainnya.
Pembaharuan konsep dalam perencanaan
pembangunan yang tidak hanya mengedepan
sektor ekonomi sangat diperlukan, untuk
memperbaiki kondisi lingkungan saat ini.
Belajar dari kesalahan pembangunan ekonomi,
para pakar pembangunan dan lingkungan
hidup serta organisasi dunia menyepakati
konsep perencanaan pembangunan wilayah
dan kota yang melihat aspek lingkungan.
Karena tantangan utama pembangunan adalah
memperbaiki kualitas kehidupan. Terutama
negara-negara yang paling miskin, kualitas
hidup yang lebih baik memang mensyaratkan
adanya pendapatan yang lebih tinggi, namun
yag dibutukan bukan hanya itu. Banyak hal lain
yang harus diperjuangkan, diantaranya adalah
kesehatan dan kondisi lingkungan hidup yang
baik (World Bank, 1991). Oleh karena itu para
perencana pembangunan juga harus selalu
melibatkan perhitungan lingkungan ketika
merumuskan kebijakan-kebijakan terkait
pembangunan dan pengembangan wilayah dan
kota. MiIsalnya saja jika dalam arahan
pembangunan wilayah dan atau kota dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan, maka
harus ada kompensasi terhadap kerusakan
aset lingkungan tersebut. Kerusakan yang
terjadi di suatu tempat harus diimbangi dengan
meningkatkan atau memperbaiki kualitas
sumber daya alam di tempat lain. Tokoh dunia
yang telah mengemukakan perhitungan
lingkungan adalah David Pearce dan Jermmy
Warford. Menurut mereka, aset modal tidak
hanya modal-modal manufaktur saja, tetapi
juga manusia dan lingkungan hidup (Perace
dan Warford, 1993). Dari hal tersebut
kemudian muncul konsep pembangunan hijau
(green development) dan pertumbuhan hijau
(green growth).
Pembangunan hijau dan pertumbuhan
hijauyaitu konsep pembangunan yang disetujui
negar-negara dan organisasi internasional
sebagai upaya dalam menghambat dan
memperbaiki kerusakan alam yang diakibatkan
dari proses pembangunan. Pertumbuhan hijau
juga bertujuan sebagai pendorong
4
dengan memanfaatkan sumber daya alam
secara berkelanjutan, efisien dalam
penggunaan sumber daya alam yang bersih,
meminimalkan polusi dan dampak lingkungan
serta tahan bencana (World Bank, 2012).
Selain itu, pertumbuhan hijau menekankan
pada kemajuan ekonomi yang ramah
lingkungan dalam rangka mendorong
pengurangan emisi dan pembangunan inklusif
secara sosial (UN ESCAP, 2010).
Pertumbuhan hijau juga penting untuk
menangani dampak perubahan iklim serta
berkaitan erat dengan konsep ekonomi hijau
yang bertujuan untuk pemerataan dan
peningkatan kesejahteraan sosial, dan secara
signifikan mengurangi risiko kerusakan
lingkungan dan kelangkaan ekologis (UNEP,
2011). Oleh karena hal-hal tersebut, konsep
pembangunan hijau dan pertumbuhan hijau
yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan
pembangunan wilayah dan kota.
Sumber: https://www.google.co.id/ Gambar 2.1 Pilar-pilar Peryumbuhan Hijau
Untuk melaksanakan pertumbuhan hijau,
OECD mengusulkan suatu strategi yang terdiri
atas 5 proses berikut:
1. Memenuhi kebutuhan untuk mencapai
pertumbuhan hijau.
Kebutuhan model pertumbuhan ekonomi
hijau sangat tergantung pada kegiatan
ekonomi dalam suatu negara.
Sektor-sektor ekonomi yang potensial pada
pelaksanaan pertumbuhan hijau
merupakan sektor yang menjadi objek
dalam model pertumbuhan hijau.
2. Menghilangkan penghambat pencapaian
pertumbuhan hijau.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi akan
lebih efektif jika hambatan seperti sistem
pajak yang tidak mengarah pada
kelestarian lingkungan dihilangkan, dan
diberikan insentif bagi pembanguan yang
berorientasi kepada sustainable economy.
3. Strategi politik dalam pengaplikasian
pertumbuhan hijau.
Peranan politik sangat menentukan
keberhasilan pertumbuhan hijau, hal ini
sangat diperlukan untuk mendukung
keberlangsungan suatu model
pertumbuhan.
4. Pengukuran indikator pertumbuhan hijau.
Indikator pertumbuhan hijau ini digunakan
dalam pemantauan dan pengukuran
keberhasilan suatu model pertumbuhan di
suatu negara. Oleh karena itu,
5
hijau sangat diperlukan dalamstrategi
pelaksanaan pertumbuhan hijau.
5. Penerapan konsep pertumbuhan hijau
secara berkesinambungan.
Setelah tahapan sebelumnya telah
dilakukan maka yang perlu dilakukan
adalah pelaksanaan pertumbuhan hijau
yang terarah dalam waktu yang
berkelanjutan.
Dari konsep pembangunan hijau dan
pertumbuhan hijau tersebut, untuk selanjutnya
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) dapat dilaksanakan. Konsep
pembangunan berkelanjutan mulai dianggap
penting oleh dunia sejak World Commission on
Environment and Development (WCED) atau
Brundland Commission menerbitkan buku
berjudul Our Common Future pada tahun 1987
yang bereisi mengenai konsep pembangunan
ekonomi yang berkaitan dengan lingkungan
dalam pembangunan berkelanjutan. Menurut
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, definisi dari pembangunan
berkelanjutan adalah upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
Pada prinsipnya, ada tiga dimensi utama
pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan
hidup (ekologi), sosial dan ekonomi.
Sumber: https://www.google.co.id/ Gambar 2.2 Pilar-pilar Pembangunan
Berkelanjutan
Dari definisi dan prinsip pembangunan
tersebut, setidaknya ada tiga alasan utama
mengapa pembangunan harus berkelanjutan
(Fauzi, 2004):
1. Karena alasan moral.
Generasi kini menikmati barang dan jasa
yang dihasilkan dari sumber daya alam dan
lingkungan sehingga secara moral perlu untuk
memperhatikan ketersediaan sumber daya
alam tersebut untuk generasi mendatang.
Kewajiban moral tersebut mencakup tidak
mengekstraksi sumber daya alam yang dapat
merusak lingkungan, yang dapat
menghilangkan kesempatan bagi generasi
mendatang untuk menikmati layanan yang
sama.
2. Karena alasan ekologi
Keanekaragaman hayati misalnya,
memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi, oleh
6
diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber
daya alam dan lingkungan semata yang pada
akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi.
3. Karena alasan ekonomi.
Alasan dari sisi ekonomi memang masih
terjadi perdebatan karena tidak diketahui
apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah
atau belum memenuhi kriteria keberlanjutan,
seperti kita ketahui, bahwa dimensi ekonomi
berkelanjutan sendiri cukup kompleks,
sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi
ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran
kesejahteraan antargenerasi (intergeneration
welfare maximization).
Bukti lain bahwa pembangunan
berkelanjutan dalam perencanaan
pembangunan wilayah dan kota sangat penting
adalah dengan adanya Sustainable
Development Goals (SDGs) yang diusung oleh
negara-negara dunia anggota PBB. Ada 17
(tujuan belas) spesifik dalam Sustainable
Development Goals (SDGs) yang disepakati
dalam KTT tersebut, yaitu:
1. Menghapus kemiskinan
2. Mengakhiri kelaparan
3. Memastikan hidup yang sehat dan
memajukan kesejahteraan
4. Memastikan kualitas pendidikan bagi
semua orang
5. Mencapai kesetaraan gender
6. Memastikan ketesediann air dan sanitasi
7. Memastikan keterjangkauan akses
terhadap energi
8. Mempromosikan pertumbuhan ekonomi
dan kesempata kerja
9. Membangun infrastruktur, menggalakkan
industrialisasi yang berkelanjutan dan
mengembangkan inovasi
10. Mengurangi ketimpangan di dalam dan
antarnegara
11. Membuat kota dan masyarakat yang
berkelanjutan
12. Memastikan pola konsumsi dan produksi
yang berkelanjutan
13. Mengambil tindalan segera untuk
memerangi dampak perubahan iklim
14. Menjaga samudra, laut dan sumber daya
untuk pembangunan yang berkelanjutan
15. Menjaga keberkelanjutan ekosistem
darat, laut dan menghentikan hilangnya
keanekaragaman hayati
16. Menyediakan akses terhadap keadilan
bagi semua orang
17. Memperkuat kemitraan global untuk
pembangunan berkelanjutan.
7 SDGs akan mulai dilaksanakan ketika
agenda MDGs berakhir pada akhir tahun 2015
ini. MDGs merupakan suatu agenda dunia yang
terdiri dari 8 (delapan) tujuan yang secara
keseluruhan untuk menciptakan kehidupan
dunia yang lebih baik. Dalam 15 tahun
pelaksanaannya, capaian MDGs antaa lain
yaitu kemiskinan dunia terus menurun, semakin
banyak anak mengikuti pendidikan dasar,
jumlah kematian anak telah berkurang secara
drastis serta akses terhadap air minum yang
aman meluas dengan pesat. Selain itu,
pendanaan yang ditujukan untuk memerangi
malaria, AIDS, dan TBC telah menyelamatkan
jutaan jiwa. Dengan pencapaian program
MDGs tersebut, diharapakan agenda SDGs
yag akan segera dilaksanakan negara-negara
dunia termasuk Indonesia selanjutnya dapat
mencapai tujuh belas tujuan SDGs yang telah
disebutkan dalam uraian sebelumnya.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembangunan wilayah dan kota yang
bertujuan mencapai kondisi yang lebih baik
berbalik menimbulkan berbagai masalah
lingkungan. Sehingga dibutuhkan konsep
pembangunan hijau dan pembangunan
berkelanjutan dalam perencanaan wilayah dan
kota karena konsep tersebut:
1. Dapat mengurangi dan mencegah
kerusakan lingkungan dan dampak
perubahan iklim
2. Berhubungan dengan konsep ekonomi
hijau yang bertujuan untuk pemerataan
dan peningkatan kesejahteraan sosial
3. Menjaga biodiversity yang memiliki nilai
ekonomi (mengurangi kelangkaan
ekologis).
4. Dapat menjaga ketersediaan sumber
daya alam untuk generasi mendatang
agar dapat menikmati sumber daya alam
yang sama.
5. Merupakan konsep yang digunakan
dalam mewujudkan tujuan bersama dari
negara-negara dunia (SDGs) dalam
menciptakan kehidupan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
A Toolkit of Policy Options to Support Inclusive Green Growth. Submission to the G20 Development
Working Group by the AfDB, the OECD, the UN and the World Bank. 2012.
8
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Harisman, Ramadhan. “Pertumbuhan Hijau di G20 dan Strategi Indonesia”, dalam
http://www.fiskal.depkeu.go.id/. Diakses pada Selasa, 13 Oktober 2015.
Pearce David W. dan Jeremy J. Warford. World Without End: Economics, Environtment, and
Sustainable Development – A Summary (Woshington DC: WorldBank, 1993, hal 2.
Seers, Dusley. “The Meaning of Development”,dalam Eleventh World Conference of the Societyfor
International Development: New Delhi, 1969, hal.3.
Susanto, Astrid S. 1974. Komunikasi dalam Teori dan Praktek. Bandung: Binacipta.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Terjemahan dari Ekonomic Development. United
Kingdom: Pearson Education Limited.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
United Nations Information Centre. 2015. “PBB di Indonesia”, dalam sustainabledevelopment.un.org.
Diakses pada Selasa, 13 Oktober 2015.
World Bank. 1991. World Bank Report. Ney York: Oxford University Press.
World Commission on Environment and Development (WECD). 1987. Our Common Future. Oxford