PRILAKU PENYALAAN CAMPURAN
BIODIESEL-SOLAR PADA OIL BURNER
Leily Nurul K
*, M. Yadry Yuda, Trisna Novitasari
*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
Email: leilydiaz@yahoo.com
Abstrak
Penggunaan biodiesel pada mesin pembakaran sudah tidak dapat ditunda lagi, karena BBM semakin langka dan harga yang semakin melambung.Penggunaan biodiesel dalam campuran dengan minyak solar diketahui memberikan efek yang baik untuk penurunan emisi namun memberi dampak negatif bagi kinerja peralatan seperti efisiensi dan konsumsi bahan bakar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat fisik biodiesel sehingga mempengaruhi karakteristik pembakaran dan api yang ditimbulkan. Penelitian ini diselenggarakan untuk mempelajari profil api dari pembakaran campuran biodiesel-minyak solar pada variasi pencampuran biodiesel 5,10, 20 dan 25%. Oil burner yang digunakan adalah tipe natural draft Monarch size 1-3 dengan laju alir1,75-8,40 GPH. Selama pengujian laju alir udara dari nozel ditetapkan konstan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perubahan prilaku api yang disebabkan karena perbedaan karakteristik bahan bakar campuran biodiesel-minyak solar. Radius jangkauan api horizontal dari nozel burner semakin jauh seiring dengan bertambahnya persen pencampuran biodiesel, namun hal ini diikuti oleh penurunan temperatur api. Makin besar persen pencampuran biodiesel maka makin singkat waktu yang dibutuhkan bagi burner untuk start-up.
Kata kunci : biodiesel, burner, minyak solar, nozel, radius api
Abstract
The use of biodiesel on burner can no longer be postponed, because the fuel is getting rare and the price is soaring. The use of biodiesel in mixtures with diesel oil is known to give a good effect for emission reduction but a negative impact on the performance of equipment such as efficiency and fuel consumption. This is caused by differences in the physical properties of biodiesel that affect the combustion characteristics and flame caused. This research was conducted to study the flame profile from blending of biodiesel with variations 5,10, 20 and 25%. Oil burner used is of type natural draft Monarch size 1-3 with flow rate 1,75-8,40 GPH. During the test the air flow rate is constant. The results showed there were changes in fire behavior because the differences in characteristics of biodiesel-diesel fuel mixture. Horizontal radius range of flame from the burner increase in term of distance along with the increasing of biodiesel mixing percentages, but this was followed by a decrease in the temperature of the fire. The greater value of biodiesel percentage, the shorter time required for the burner to start-ups.
Keywords : biodiesel, burner, diesel oil, nozzle, flame radius
1. PENDAHULUAN
Pembakaran adalah suatu reaksi kimia antara bahan bakar dan oksigen. Pembakaran terjadi jika konsentrasi uap dan bakar terpenuhi serta terdapat panas yang cukup. Pada
umumnya bahan bakar burner menggunakan
bahan bakar fosil seperti batubara , gas alam, dan solar. Karena semakin menipisnya cadangan
minyak bumi, yang menyebabkan
meningkatnya harga solar maka potensi
pemanfaatan bahan bakar alternatif seperti
Biodiesel dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan karena terbukti mampu menunjukkan pembakaran lebih baik dengan emisi CO, PM, SOx, hidrokarbon yang lebih rendah. Proses pembakaran merupakan hal yang
utama dalam mempengaruhi kinerja burner.
Pembakaran yang baik membutuhkan penyalaan
yang baik. Kualitas penyalaan akan
mempengaruhi performa mesin, pengoperasian awal atau starting, pemanasan dan suara mesin yang kasar. (Kurdi, 2006).
Waktu start up adalah waktu yang
dibutuhkan oleh burner untuk menyalakan api mulai dari dialirkannya arus listrik hingga api menyala. Pembakaran tidak terjadi secara langsung saat bahan bakar diinjeksikan ke
burner, tetapi burner membutuhkan waktu untuk memompa bahan bakar dari tangki, menarik udara sekitar sehingga dapat mengubah bahan bakar dan udara menjadi nyala api.
Ignition delay adalah keterlambatan penyalaan pada saat mengubah bahan bakar dan udara menjadi nyala api. Ignition delay berpengaruh besar terhadap proses pembakaran yaitu
membuat pembakaran tertunda, sehingga
pembakaran akan menghasilkan lebih banyak emisi. Ignition delay yang lama mempengaruhi penurunan particulare matter dan menaikkan NOx (Boyd, 2013). Ignition delay yang lama
akan membuat tekanan tinggi dan mesin
beroperasi secara kasar dan sehingga
menyebabkan kehilangan daya yang besar (Aziz, 2010). Hal ini dipengaruhi oleh sifat – sifat bahan bakar seperti flash point, cetane number, flash point dan viskositas. Selain itu temperatur api dan juga dimensi api turut mempengaruhi kualitas pembakaran.
Pemanfaatan biodiesel pada mesin
industri dan komersil dipertegas dengan Peraturan Menteri ESDM No.20 Tahun 2014. Oleh karena itu, penting untuk melengkapi referensi terkait efek penggunaan biodiesel pada
oil burner termasuk pada prilaku pembakarannya. Untuk itu perlu dilakukan
pengujian pengaruh komposisi campuran
biodiesel solar terhadap gambaran visual, prilaku penyalaan serta hubungannya dengan waktu start up dan temperatur api.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juni 2014 sampai Juli 2014, di Laboratorium Energi Baru dan Terbarukan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Sedangkan analisa bahan bakar dilakukan di Grha Pertamina, Universitas Sriwijaya
Alat dan Bahan Penelitian A. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian adalah Oil Burner tipe natural draft Monarch size 1-3 dengan laju alir 1,75-8,40 GPH, dua
buah termokopel dengan suhu 500oC,
seperangkat mistar api, blending tank, kamera digital dan stopwatch. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa bahan bakar adalah
Bomb Calorimeter, Viscometer Bath, Flash Point Tester dan Cetane Meter Irox Diesel.
B. Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah biodiesel yang berasal dari PT Sumi Asih Oleochemical dan solar murni dari Pertamina RU III Plaju. Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisa bahan bakar adalah n-heksana sebagai reagen dan pembersih pada Cetane Meter Irox Diesel serta Viscometer Bath.
C. Variabel Penelitian
Variabel Tetap
Variabel tetap dari penelitian ini adalah
kondisi Fan Damper Number 5.8 dan waktu
operasi 10 menit.
Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan adalah ratio campuran biodiesel solar, yaitu 0,5,10,20 dan 25%. Dan juga titik pengukuran temperatur api yaitu pada spot 1 (15cm) dan spot 2 (35cm).
Prosedur Analisa
Produk yang dihasilkan dari proses
blending dianalisa sifat fisiknya seperti viskositas dengan viscometer bath, nilai kalor dengan bomb calorimeter, flash point dengan flash point tester dan cetane number dengan cetane meter irox diesel.
D. Prosedur Penelitian
Burner dinyalakan dengan kondisi beban
penuh dengan Fan Damper Number 5.8 dan
waktu operasi selama 10 menit. Pengukuran
waktu start up dihitung ketika burner
E. Rangkaian Alat
FUEL PUMP VALVE
FLAME RULLER APPARATUS
I-4 I-5
BLENDING TANK
FUEL FILTER
BURNER
CAMERA TERMOCOUPLE
SPOT 1 SPOT 2
Gambar 1. Rangkaian Alat Penelitian
F. Diagram Alir Peneiltian
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Bahan Bakar
Dari hasil analisa bahan bakar biodiesel solar didapatkan data sifat fisik bahan bakar yang dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Hasil analisa bahan bakar biodiesel solar.
Gambaran Visual Prilaku Pembakaran
(a)
(b)
(c)
BXX Viskositas (cst)
Flash Point
(oC)
Heating Value
(cal/gr)
Cetane Number
B0 2.962 83.1 10737.175 47.4
B5 2.993 82.4 10613.707 49.5
B10 3.072 82.3 10509.765 54.9
B20 3.164 82.3 10468.334 57.5
B25 3.266 82 10447.754 63.4
Persiapan
Peralatan
Persiapan Bahan
Bakar
Blending
Bahan
Bakar
Analisa Bahan
Bakar
Pengambilan Data
(d)
(e)
Gambar 3. Prilaku Api pada Campuran Bahan Bakar a) B0 b) B5 c) B10 d) B20 e) B25
Gambar berikut menunjukkan visualisasi atau foto yang digunakan untuk melihat prilaku pembakaran masing-masing BXX. Gambar (a) adalah nyala api yang menggunakan minyak solar (B0) dimana nyala api terlihat tidak stabil dengan ada bagian api kecil yang terputus atau terlepas dari api utama dan nyala api terlihat lebih melebar ke arah vertikal. Kondisi api yang tidak stabil tersebut diduga dipengaruhi oleh kondisi udara lingkungan. Gambar (b) adalah B5, jangkauan api secara horizontal terlihat lebih pendek tetapi secara vertikal sedikit lebih besar. Dari gambar tampak nyala api B5 lebih stabil dibandingkan B0. Gambar (c) adalah B10 yang tampak jangkauan lidah apinya lebih panjang dan terlihat lebih ramping atau lurus dari B5 tetapi tidak lebih panjang dari B0 serta nyala api juga stabil. Sedangkan gambar (d) adalah B20 yang tampak jangkauan api horizontalnya paling panjang, tetapi terlihat tidak begitu stabil dibanding B5 dan B10. Terlihat terdapat api kecil yang putus dari api utama. Gambar (e) adalah B25, dimana kondisi nyala api tidak berbeda jauh dari kondisi nyala api pada B20 tetapi jangkauan api horizontalnya lebih pendek daripada B20.
Dari penampilan warna nyala api dari masing-masing BXX tidak terlihat perbedaan, namun asap yang paling banyak dihasilkan pada pembakaran B25, hal ini disebabkan karena B25 memiliki viskositas yang tinggi sehingga sulit untuk proses pengabutan dan atomisasi bahan
bakar. Oleh karena itu, pembakaran yang terjadi tidak sempurna sehingga menimbulkan banyak asap.
Selanjutnya dapat diperoleh ukuran jangkauan jilatan api secara horizontal masing-masing campuran bahan bakar (BXX). Dari gambar di atas tampak kelima campuran bahan bakar menampilkan jangkauan api horizontal yang tidak jauh berbeda. Untuk dapat mendukung gambar visual diatas, maka berikut
akan ditampilkan grafik dari jangkauan
horizontal api tersebut.
Gambar 4. Perbandingan Biodiesel Solar terhadap Jangkauan Api
Hasil pengukuran api terhadap variasi campuran bahan bakar BXX ditampilakan pada gambar 4. Jangkauan api horizontalnya berada pada kisaran 32 sampai 35 cm sehingga dari grafik tampak bahwa jangkauan api pada campuran bahan B0, B5, B10, B20, dan B25 memiliki perbedaan ukuran yang kecil.
Dari hasil pengamatan tersebut
menunjukkan bahwa campuran biodiesel-solar (BXX) tidak terlalu berpengaruh terhadap jangkauan api dimana jangkauan dari jilatan api tersebut menunjukkan perbedaan ukuran yang tidak terlalu berbeda. Pembakaran didefinisikan sebagai proses atau reaksi oksidasi yang sangat cepat antara bahan bakar dan oksidator dengan menimbulkan nyala atau panas. Perbandingan campuran bahan bakar dan udara memegang peranan penting dalam menentukan hasil proses pembakaran. Laju aliran campuran udara-bahan bakar dipertahankan konstan, maka nyala api akan tetap stabil (steady) (Rachmat, 2008). Sehingga dari teori diatas dapat disimpulkan
bahwa salah satu faktor yang dapat
sedangkan campuran bahan bakar BXX tidak terlalu berpengaruh terhadap nyala api.
Pengukuran Temperatur Api
Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui pengaruh campuran solar biodiesel terhadap temperatur api. Temperatur pada spot 1 (T1) dan partikel campuran biodiesel solar yang tidak terbakar dinaikkan temperaturnya oleh api pada
reaction zone sehingga akan bereaksi lebih cepat dan meningkatkan kecepatan api. Dengan demikian turbulensi akan semakin meningkat sehingga penyebaran api yang terdistorsi oleh turbulensi akan meningkatkan luas daerah yang terbakar serta meningkatkan temperatur pada lidah api (M Zahurul Haq, 2011). Temperatur semakin menurun dengan semakin banyak campuran biodiesel pada bahan bakar. Hal ini disebabkan karena nilai kalor yang ada di bahan bakar. Semakin rendah nilai kalor bahan bakar maka temperatur api akan semakin turun.
Pengaruh campuran biodiesel solar terhadap waktu start up pada burner
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pengaruh campuran biodiesel solar terhadap waktu start up pada burner dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2. Perbandingan waktu start up pada burner
BXX Pengujian ke Rata-rata
I II III
Gambar 6. Pengaruh %biodiesel terhadap waktu start up pada burner.
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa campuran biodiesel B25 memiliki waktu start up yang singkat. Hal ini dikarenakan karena
B25 memiliki cetane number yang tinggi.
Cetane number yang tinggi akan mempersingkat ignition delay sehingga akan mempercepat waktu start up. Selain itu, flash point pada B25 lebih rendah sehingga menyebabkan bahan bakar lebih mudah untuk menyala. Flash point yang tinggi menyebabkan bahan bakar lama terbakar (Aziz, 2010).
4. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ariwibowo, Didik., Berkah Rodjar, Tony Suryo. 2011. Performa Mesin Diesel Berbahan Bakar Biodiesel Teroksidasi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Aziz, Isalmi. 2010. Uji Performa Mesin Diesel Menggunakan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Blomqvist, Per., Bror Persson. 2003.
Spontaneous Ignition of Biofuels - A Literature Survey of Theoretical and Experimental Methods. Boras, Sweden. SP Swedish National Testing and Research Institute.
Boyd, Marcus. 2007. The Autoignition
Properties of Biodiesel Fuels. Australia: The University of Adelaide.
Boyd, Marcus. 2013. The Emissions and
Chemical Autoignition Delay of Biodiesel. Australia: The University of Adelaide.
Chu, Hsin. 2011. Flame Temperature. China: National Cheng Kung University.
Fadoli, dkk. 2011. Analisa Perbandingan Daya dan Konsumsi Bahan Bakar antara Pengapian Standar dengan Pengapian Menggunakan Booster pada Mesin Toyota Kijang Seri 7K. Tegal : Universitas Pancasakti Tegal.
Gordon R.L., Mastorakos. 2007. Autoignition Of Monosiperse Biodiesel And Diesel Sprays In Turbulent Flows.UK: University of Cambridge.
Haq, Zahurul. 2011. Internal Combustion
Engines. Bangladesh: Department of
Mechanical Engineering Bangladesh
University of Engineering & Technology (BUET)
Jamilatun, Siti. 2006. Kualitasi Sifat Penyalaan Dari Pembakaran Briket Tempurung Kelapa, Briket Serbuk Gergaji Kayu Jati, Briket Sekam Padi dan Briket Batubara.Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Tekim Kejuangan.
Kurdi, Ojo. 2010. Uji Performa Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar Yang Diproduksi Secara Enzimatis Pada Mesin Disel.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Kuti, O.A., dkk. 2011. Characteristics of the ignition and combustion of biodiesel fuel
spray injected by a common-rail injection system for a direct-injection diesel engine. Japan: SAGE.
Murni. 2010. Kaji Eksperimental Pengaruh
Temperatur Biodiesel Minyak Sawit Terhadap Performansi Mesin Diesel Direct Injection Putaran Konstan. Semarang: Universitas Diponegoro.
Risnoyatiningsih, Sri. 2010. Biodiesel From Advocado Seeds By Transesterfication Process. Surabaya: Jurnal Teknik Kimia.
Rochani, Ilyas. 2013. Pemanfaatan Limbah
Kilang Minyak MFO 1000 cSt Yang diencerkan Dengan Solar, Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Solar Pada Dry Kiln Industri Kecil Garam Desa Kaliori Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Semarang: Politeknik Negeri Semarang.
Taufiq. 2008. Perbandingan Temperatur.
Universitas Indonesia.
(lontar.ui.ac.id/file? file=digital/124886-R020885-Perbandingan temperatur-Literatur.pdf). Diakses pada 03 Oktober 2013.