• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar Dan Pembelajaran

Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap orang maupun sekumpulan orang agar terjadi suatu proses perbaikan dalam diri individu maupun kelompok. Banyak para ahli yang memberikan definisi belajar dimana satu dengan yang lainnya berbeda sesuai menurut pendapat masing-masing, namun kalau diamati dengan baik dan komprehensif pendapat para ahli tersebut memiliki tujuan yang satu yaitu agar terjadi proses perubahan prilaku seseorang dari keadaan sebelumnya menuju ke arah yang lebih baik dari aspek sikap,ilmu pengetahuan, keterampilan dan lain-lain.

Menurut Siddiq (dalam Febyan [12]) Belajar adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak yang tadinya tidak terampil menjadi terampil. Pelaksanaan belajar harus seiring jalan dengan pembelajaran dalam proses transfer ilmu pengetahuan dari orang yang sudah dewasa (mengetahui) kepada orang yang lain disekitarnya agar terjadi harmonisasi kedua belah pihak sehingga hasil belajar sesuai dengan apa yang diharapkan dapat berlangsung.

Menurut Hamalik (Dalam Sanjaya [13])Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang terorganisir yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedural yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.

Juhanaini [14] menjelaskan belajar suatu kombinasi yang tersusun unsur-unsur yang meliputi,material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai suatu tujuan.

(2)

bahan–bahan cetak, gambar, program, televisi, film maupun kombinasi dari bahan–bahan tersebut.

Pembelajaran memiliki makna terjadinya kegiatan mengajar dan belajar, di mana ada dua pihak yang yang melakukan interaksi di dalamnya yaitu guru sebagai pengajar dan siswa yang melakukan belajar serta berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran pembelajaran. Dalam proses pembelajaran meliputi berbagai komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat diidentifikasi beberapa ciri-ciri perubahan yang merupakan prilaku belajar, yaitu:

(1) Intensional, yaitu perubahan yang yang terjadi akibat adanya pengalaman yang dilakukan dengan kesadaran sendiri bukan merupakan suatu kebetulan atau tindakan yang tidak disengaja.

(2) Positif, dengan artian perubahan itu sesuai dengan harapan atau kriteria keberhasilan baik dari segia siswa (tingkat abilitas, bakat, perkembangan) maupun dari segi guru.

(3) Efektif, artinya memiliki pengaruh dan makna tertentu bagi siswa atau relative tetap sampai batas waktu tertentu dan setiap saat diperlukan dapat di refroduksi dan dapat dipergunakan seperti dalam pemecahan masalah, baik dalam ujian, ulangan, dan sebagainya maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup.

Secara mendasar Dollar dan Miller (dalam Makmun [11]) Efektifitas prilaku belajar sangat dipengaruhi oleh empat hal, yaitu:

(1) Adanya motivasi(drives), siswa harus menghendaki sesuatu. (2) Adanya perhatian dan mengetahui sasaran

(3) Adanya usaha

(4) Adanya evaluasi dan pemantapan hasil

B. Kesulitan Belajar Matematika 1. Kesulitan belajar

(3)

Wakitri (dalam Prihadi [16]) mengemukakan bentuk-bentuk permasalahan peserta didik dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

1.Kekacauan Belajar (Learning Disorder)

Suatu keadaan di mana proses belajar anak terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan, akibatnya anak tidak bisa menguasai bahan pelajaran dengan baik. Seorang anak akan mengalami kebingungan dalam memahami berbagai rumus ataupun langkah-langkah yang disampaikan oleh gurunya.

2.Ketidakmampuan Belajar (Learning Disability)

Seorang anak tidak mampu belajar atau selalu menghindari kegiatan belajar dengan berbagai sebab sehingga hasil belajarnya berada di bawah potensi intelektualnya.Misalnya dalam pembelajaran matematika hal ini disebabkan karena terlalu rumitnya langkah atau rumus yang ada, sehingga mereka tidak mampu untuk mempelajarinya.

3.Learning Disfunction

Kesulitan belajar ini mengacu pada tidak dapat berfungsinya gejala proses belajar dengan baik dan anak tidak menunjukkan suatu gangguan apapun. Misalnya anak sudah belajar matematika dengan tekun tetapi tidak mampu menguasai bahan belajar dengan baik.

4.Under Achiever

Kesulitan belajar pada anak yang memiliki potensi intelektual yang tergolong diatas normal tetapi prestasi belajar yang dicapai tergolong rendah. Dalam hal ini prestasi belajar yang dicapai tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan yang dimilikinya.

5.Slow Learning

Anak sangat lambat proses belajarnya dibandingkan teman-temannya yang memiliki kemampuan intelegensi yang sama sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam belajar.

Kesulitan belajar seorang anak biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Akan tetapi kesulitan belajar juga dapat dilihat dari perilaku anak, seperti suka berteriak di dalam kelas, mengganggu teman, berkelahi dan sering tidak masuk sekolah. Untuk mencegah atau mengatasi kesulitan belajar anak diperlukan peran orang tua dan guru agar memberikan perhatian yang cukup kepada anak, sehingga kekurangan atau kelemahan-kelemahan mereka dapat diketahui dan diatasi. Selain itu juga perlu diketahui terlebih dahulu apa faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak, sehingga bisa kita bias menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.

(4)

1. Fisiologis

Faktor fisiologis berkaitan dengan kurang berfungsinya otak, susunan syaraf atau pun bagian-bagian tubuh yang lain. Guru harus menyadari bahwa hal yang paling berperan pada waktu belajar adalah kesiapan otak dan sistem syaraf dalam menerima, memproses, menyimpan dan memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan. Kondisi fisik yang berkaitan dengan kesehatan anak juga sangat mempengaruhi proses belajar anak, pada saat anak sakit tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik sehingga proses menerima atau memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor fisiologis lainnya yang dapat menyebabkan munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap seperti buta, tuli, bisu dan lain sebagainya.

2. Kecerdasan (IQ)

Keberhasilan individu mempelajari berbagai pengetahuan ditentukan pula oleh tingkat kecerdasannya. Bila seseorang telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan, tetapi kecerdasan individu yang bersangkutan kurang mendukung, maka pengetahuan yang telah dipelajarinya tetap tidak akan dimengerti.

3. Motivasi

Motivasi juga sangat menentukan keberhasilan belajar. Motivasi merupakan dorongan untuk mengerjakan sesuatu. Dorongan tersebut ada yang datang dari dalam individu yang bersangkutan dan ada pula yang datang dari luar individu, seperti peran orang tua, teman dan guru.

4. Minat

Minat belajar dari dalam individu sendiri merupakan faktor yang sangat dominan dalam pengaruhnya pada kegiatan belajar, karena jika dalam diri individu tidak mempunyai kemauan atau minat untuk belajar maka pelajaran yang diterimanya hasilnya akan sia-sia.

5. Lingkungan Keluarga

Status ekonomi, status sosial, kebiasan dan suasana lingkungan keluarga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.

6. Lingkungan Masyarakat

Peran masyarakat sangat mempengaruhi anak dalam belajar. Setiap pola masyarakat yang mungkin menyimpang dengan cara belajar di sekolah akan cepat serkali menyerap dalam diri anak, karena ilmu yang didapat dari pengalamannya bergaul dengan masyarakat akan lebih mudah diserap oleh anak dari pada pengalaman belajarnya di sekolah. Jadi peran masyarakat akan dapat merubah tingkah laku anak dalam proses belajar.

(5)

Peran guru juga sangat berpengaruh dalam proses belajar anak. Cara guru mengajar sangat menentukan keberhasilan belajar. Sikap dan kepribadian guru, dasar pengetahuan dalam pendidikan, penguasaan teknik-teknik mengajar dan kemampuan menyelami alam pikiran setiap siswa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu guru sebagai motivator,fasilitator, inovator dan konduktor masalah-masalah individu siswa perlu menjadi acuan selama proses pembelajaran berlangsung. 8. Media Pembelajaran

Media pembelajaran seperti buku-buku pelajaran, alat peraga, alat-alat tulis juga mempengaruhi keberhasilan anak dalam belajar. Siswa akan cenderung berhasil apabila dibantu oleh media pembelajaran yang memadai. Media pembelajaran tersebut akan menunjang proses pemahaman anak.

2. Kesulitan Belajar Matematika

Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, meskipun kemampuan setiap anak berbeda satu dengan yang lainnya. Pada saat anak mengalami kesulitan belajar dan mendapatkan nilai yang rendah sebaiknya orang tua atau guru tidak mengatakan bahwa anak tersebut bodoh atau gagal, akan tetapi mencari tahu apa penyebab dari masalah anak tersebut dan memberikan bantuan untuk mengatasi kesulitannya. Kesulitan belajar matematika sering dikenal dengan istilah dyscalculia Lerner (dalam Ehan [17]) .Istilah dyscalculia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem saraf pusat. Ada beberapa penyebab kesulitan yang dialami oleh siswa yang harus diperhatikan oleh orang tua maupun guru, diantaranya:

1. Gangguan dalam Hubungan Keruangan

Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung terselenggaranya suatu situasi yang kondusif bagi terjalinnya komunikasi antar mereka. Adanya pengaruh intrinsik seperti disfungsi otak dan pengaruh ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang terselenggaranya komunikasi menyebabkan anak mengalami gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan. Gangguan ini dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem bilangan secara keseluruhan. Anak tidak mampu merasakan jarak antara angka-angka pada garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak juga tidak tahu bahwa angka 5 lebih dekat ke angka 3 dari pada angka 6

2. Abnormalitas Persepsi Visual

(6)

merupakan dasar yang sangat penting yang memungkinkan anak dapat secara cepat mengidentifikasi jumlah obyek dalam suatu kelompok. Anak yang mengalami abnormalitas persespsi visual akan mengalami kesulitan bila mereka diminta untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing terdiri dari empat atau lima anggota. Anak semacam ini akan menghitung satu persatu anggota tiap kelompok sebelum menjumlahkannya. Kesulitan lainnya yang dapat ditemukan pada anak yang mengalami gangguan abnormalitasi persepsi visual adalah mereka tidak dapat membedakan bentuk-bentuk geometri.

3. Asosiasi Visual Motor

Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya. Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghapal bilangan tanpa memahami maknanya.

4. Perseverasi

Gangguan ini mengakibatkan perhatian anak melekat pada suatu obyek dalam jangka waktu yang relatif lama.

5. Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol

Kesulitan ini dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan memori tetapi juga dapat dipengaruhi oleh gangguan persepsi visual.

6. Gangguan Penghayatan Tubuh

Anak berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image). Anak mengalami kesulitan dalam memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri.

7. Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca

Matematika sendiri merupakan bahasa simbol Johnson & Myklebust (dalam Ehan [17]). Oleh karena itu kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita.

8. Skor Performance IQ Jauh Lebih Rendah daripada Skor Verbal IQ Hasil tes intelegensi dengan menggunakan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki skor PIQ (Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence Quotient).

(7)

Banyak alternatif pilihan yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi, menurut Syah [18] sebelum pilihan tersebut di ambil, guru diharapkan terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting yang meliputi :

1. Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang di hadapi siswa.

2. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang menentukan perbaikan

3. Menyusun program perbaikan, khususnya program pengajaran.

4. Setelah langkah-langkah di atas selesai barulah guru melaksanakan langkah selanjutnya, yakni melaksanakan program perbaikan. Mengatasi kesulitan-kesulitan belajar tidak dapat dipisahkan dari factor-faktor kesulitan belajar sebagaimana diuraikan di atas. Karena itu mencari sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyerta lainnya adalah menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar.

Menurut Ahmadi [19] secara garis besar langkah-langkah yang diperlukan dalam mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui enam tahap, yaitu :

1. Pengumpulan data 2. Pengolahan data 3. Diagnosis

4. Prognosis/ramalan 5. Treatment/perlakuan 6. Evaluasi

Pengumpulan data merupakan salah satu langkah dalam mengatasi kesulitan belajar karena dimulai dari sinilah seorang guru dapat memperoleh informasi tentang siswanya. Pengumpulan data dapat di lakukan denga cara melakukan observasi, kunjungan rumah, daftar pribadi, meneliti pekerjaan anak, tugas kelompok atau melaksanakan tes. Semakin tinggi tingkat kesulitan siswa maka semakintinggi pula suatu informasi tentang siswa tersebut harus ditemukan.

Setelah data yang diperlukan terkumpul maka tugas guru selanjutnya adalah mengolah atau mengkaji data untuk mengetahui secara pasti sebab-sebab kesulitan belajar yang dialami anak.

Diagnosis adalah keputusan mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis inidapat berupa hal-hal berikut ini :

1. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar

2. Keputusan mengenai faktor-faktor mengenai penyebab kesulitan belajar

(8)

Prognosis artinya ramalan, apa yang telah di tetapkan dalam tahap diagnosis akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya. Prognosis dapat juga dikatakan sebagai suatu aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.

Treatment (perlakuan) disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang dapat diberikan antara lain melalui bimbingan belajar kelompok, belajar individual, pengajaran remedial, pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis dan melalui bimbingan orang tua.

Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengatasi apakah treatment yang telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan atau bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment yang diterapkan tersebut tidak berhasil maka perlu ada pengecekan kembali ke belakang faktor-faktor apa yang mungkin menjadi penyebab kegagalan treatment tersebut.

Selanjutnya Widdiharto [20] menjelaskan langkah-langkah mengatasi kesulitan siswa adalah:

a.Guru dan siswa harus bersama-sama menyadari adanya kesulitan yang dialami siswa

b. Guru dan siswa harus berusaha mengidentifikasi konsep, algoritma, atau prinsip yang sulit dipahami oleh siswa

c.Guru dan siswa perlu mencoba mengidentifikasi penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa

d. Guru perlu memberikan bantuan kepada siswa dalam mengembangkan prosedur untuk memecahkan kesulitan belajar siswa e.Siswa dengan bantuan guru harus melaksanakan tugas-tugas atau

berusaha memperhatikan apa yang dijelaskan guru dan aktif memberikan umpan balik pada bagian mana siswa masih mengalami kesulitan

f. Guru perlu selalu mengevaluasi keberhasilan siswa dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa serta selalu mengevaluasi prosedur yang sudah dijalankan.

Berdasarkan kutipan di atas maka guru diharapkan akan lebih bijak dan memiliki kemauan dan kemampuan dalam mengelola kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung.

C. Pembelajaran Berdasarkan Masalah

(9)

ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah adalah model Problem Based Learning (PBL) atau yang sering dikenal dengan Pembelajaran Berdasar Masalah (PBM).Tan (dalam Rusman [21]) mengatakan bahwa:

Pembelajaran berdasar masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Berdasarkan kutipan di atas,maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran berdasar masalah merupakan pembelajaran yang mengedepankan aktivitas siswa dalam memahami teori-teori atau materi pembelajaran dibandingkan dengan pembelajaran yang lazim dilakukan oleh guru atau sering dikenal dengan pembelajaran konvensional.

Pembelajaran dengan belajar berdasar masalah membantu untuk menunjukkan dan memperjelas cara berpikir serta kekayaan dari struktur dan proses kognitif yang terlibat di dalamnya.PBM mengoptimalkan tujuan, kebutuhan,motivasi yang mengarahkan suatu proses belajar yang merancang berbagai macam kognisi pemecahan masalah. Ibrahim dan Nur [22] mengemukakan bahwa:

Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagi peran orang dewasa melalui perlibatan siswa dalam pengalaman nyata atau stimulus dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran yang mengedepankan adanya suatu upaya membantu siswa untuk mengembangkan kreativitas, mengkonstruksi masalah, kemampuan untuk memecahkan masalah berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari guru.

Proses belajar mengajar memposisikan guru sebagai fasilitator dan mediator yang membantu siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan terhadap masalah dan menemukan pengetahuan yang relevan untuk kehidupan nyata. Selanjutnya siswa diharapkan dapat menyusun kerangka pengetahuan baru yang dapat diaplikasikan. Jika skema pengetahuan yang dibentuk tidak dapat diaplikasikan, maka kegiatan pembelajaran menjadi suatu yang abstrak dan bahkan tidak menyentuh dimensi kehidupan praktis.

(10)

Keaktifan siswa menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa sendiri, dengan demikian dapat dikatakan pembelajaran berdasarkan masalah adalah pembelajaran yang dimulai dengan konteks atau masalah kontekstual yang memungkinkan siswa untuk melakukan investigasi.

Pembelajaran Berdasar Masalah dimulai dengan memberikan masalah real yang relevan, membuat rencana penyelesaian yang mungkin, menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan informasi dari kegiatan investigasi, meninjau kembali dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan, melaksanakan kegiatan pembelajaran secara bersama-sama. Pendapat di atas, mengandung makna bahwa karakteristik inti proses belajar mengajar terletak pada guru dengan corak yang khusus untuk dirancang ke dalam proses pembelajaran. Karakteristik ini adalah sebagai berikut :

a. Pembelajaran berpusat pada siswa

b. Pembelajaran terjadi di dalam kelompok kecil c. Guru diperkenalkan sebagai fasilitator atau pemandu

d. Permasalahan autentik/inti diperkenalkan pada awal pembelajaran

e. Permasalahan ditemukan digunakan sebagai perangkat untuk mencapai pengetahuan yang diperlukan dan ketrampilan problem solving diperlukan untuk memecahkan masalah itu

f. Informasi baru diperoleh melalui selfdirected learning

g. Pembelajaran dicapai dengan mempresentasikan analisis dan pemecahan masalah.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah dimulai dengan memberikan masalah real yang relevan, membuat rencana penyelesaian yang mungkin, menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan informasi dari kegiatan investigasi, meninjau kembali dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan, melaksanakan kegiatan pembelajaran secara bersama-sama.

Kegiatan pembelajaran dengan prosedur dan langkah-langkah yang jelas mengindikasikan peran guru dan siswa secara jelas sehingga memungkinkan siswa untuk berperan aktif. Guru sebagai fasilitator dan mediator mengorganisasi kegiatan pembelajaran dan menyediakan ruang dan kesempatanagar siswa dapat termotivasi dan memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran. Peran aktif siswa memungkinkan pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran secara akademis maupun tujuan-tujuan-tujuan-tujuan sosial.

Pada fase pertama siswa membutuhkan pemahaman yang jelas tentang maksud dan tujuan pembelajaran dengan Pembelajaran Berbasis Masalah sehingga pembelajaran bukan hanya sekedar untuk memperoleh informasi baru tetapi untuk menyelidiki masalah yang dihadapi sehingga siswa bertanggung jawab atas pencapaian tujuan pembelajaran secara mandiri.

(11)

menyelidiki masalah bersama. Guru membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan sosialnya melalui kerjasama. Agar dapat belajar bersama maka siswa hendaknya dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga mudah dikontrol dan tidak membosankan. Pengelompokkan siswa dapat diatur berdasarkan berbagai kepentingan misalnya guru membagi kelompok-kelompok siswa berdasarkan gender, etnik, dan tingkat kemampuan. Jika perbedaan-perbedaan tidak berpengaruh maka guru dapat mengelompokkan siswa berdasarkan minat siswa yang sama atau kelompok teman akrab atau dekat.

Setelah pembentukan kelompok siswa akan secara bersama-sama menyusun rencana. Kegiatan penyusunan rencana perlu memperhatikan waktu yang disediakan untuk sub topik khusus, menyelidiki tugas-tugas dan batas waktu untuk tugas-tugas tersebut.

Pada kegiatan selanjutnya berdasarkan rencana yang disusun bersama, guru membimbing siswa-siswa secara individual atau kelompok-kelompok kecil. Kegiatan investigasi dilaksanakan secara mandiri, kelompok ataupun berpasangan. Kegiatan investigasi meliputi kegiatan mengumpulkan data dan melakukan eksperimen jika perlu, menyelesaikan masalah dan menyiapkan alternative penyelesaian atau jawaban.

Selanjutnya siswa dituntut untuk menghasilkan produk berupa solusi-solusi dan mempresentasikannya. Produk yang dihasilkan oleh siswa berupa laporan, tabel diagram dan bentuk-bentuk yang bersifat fisik. Kegiatan pada fase ini akan dilanjutkan dengan kegiatan mempresentasikan hasil karya. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan-gagasan dengan simbol, tabel, atau diagram. Tahap terakhir dari kegiatan pembelajaran dengan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah aktifitas yang ditujukan untuk membantu siswa membuat analisis dan mengevaluasi hasil pekerjaannya sehingga dapat menemukan pengetahuan yang merupakan tujuan pembelajaran.

(12)

Adapun ciri-ciri utama pembelajaran berdasar masalah menurut Arends [23] meliputi empat karakteristik yaitu: (1) Pengajuan Masalah, (2) Keterkaitan antar disiplin ilmu, (3) investigasi autentik (4) Kerja kolaboratif. Berikut akan di uraikan keempat ciri karateristik pembelajaran berdasarkan masalah tersebut:

1. Pengajuan masalah

Pengaturan Pembelajaran berbasis masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang diajukan guru dan dianggap penting bagi siswa maupun masyarakat. Guru dapat membantu peserta didik untuk belajar memecahkan masalah dengan memberi tugas yang memiliki konteks kehidupan nyata dan dengan menghindarkan jawaban-jawaban tunggal dan sederhana.

2. Keterkaitan antar disiplin ilmu

Meskipun Pembelajaran berdasarkan masalah ditujukan pada suatu bidang ilmu pengetahuan, namun tidak menutup kemungkinan siswa untuk mengaitkannya dengan berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan.

3. Investigasi autentik

Siswa dalam Pembelajaran berbasis masalah dituntut untuk mampu melakukan penyelidikan nyata untuk mencari penyelesaian terhadap masalah kompleks yang diberikan oleh guru sehingga terbiasa untuk berfikir kreatif, inovatif dan bertanggung jawab.

4. Kolaborasi

Dalam tahapan ini siswa diharapkan akan mampu membangun kerja sama dengan sesama anggota tim, sebab dibutuhkan dialog atau tukar pikiran yang saling membangun untuk mengasah keterampilan berpikir dan berinteraksi.

Ada beberapa cara menerapkan pembelajaran berdasarkan masalah dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini dimulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan oleh peserta didik. Masalah tersebut dapat berasal dari peserta didik atau dari pendidik. Peserta didik akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, peserta didik belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. Dalam pemecahan masalah harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian peserta didik belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana.

(13)

Fase-fase Perilaku pendidik Fase 1 : memberikan orientasi tentang

permasalahannya kepada peserta didik.

Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Fase 2 : mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti

Pendidik membantu peserta didik

mendefinisikan dan

mengoragnisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya.

Fase 3 : membantu investigasi mandiri dan kelompok

Pendidik mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

Fase 4 : mengembangkan dan

mempresentasikan artefak dan exhibit

Pendidik membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain.

Fase 5 : menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Pendidik membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat di dikatakan bahwa sintaks strategi pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari memberikan orientasi permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses pengumpulan data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil.

(14)

Apabila materi yang akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitupula sebaliknya.

D. Pemecahan Masalah Matematika

Dalam kehidupan manusia akan terus timbul masalah, sebab kehidupan itu sendiri merupakan kumpulan dari masalah-masalah, misalnya masalah penghidupan, pekerjaan,keluarga, pendidikan dan sebagainya. Bugitu juga dalam belajar matematika, akan selalu timbul masalah untuk diselesaikan oleh siswa.

Dalam pembelajaran matematika bukan merupakan hal mudah bagi seorang guru untuk merubah cara mengajar dari konvensional pada pemecahan masalah, sebab secara umum guru belum dapat meyakini bahwa siswa dapat membentuk pengetahuannya sendiri dari masalah-masalah yang diajukan, namun cenderung guru lebih bertumpu pada pengalaman yang masa lalu dan beranggapan bahwa siswa tidak mampu belajar dengan mengedepankan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinaga (dalam Simorangkir [5]) menyatakan bahwa : Kebiasaan guru mengajar sangat sulit dirubah, guru tidak yakin bahwa siswa mampu membangun pengetahuan matematika melalui masalah yang diajukan. Guru lebih yakin berhasil membelajarkan siswa berdasarkan pengalaman sebelumnya. Hal ini terbukti dari aktivitas siswa. Siswa sungkan bertanya pada guru dan temannya (khususnya siswa yang lemah) walaupun diberikan dorongan dan motivasi. Siswa yang pintar lebih senang belajar sendiri dan jika mengalami kesulitan langsung bertanya pada guru tanpa melewati diskusi kelompoknya, selain itu guru kurang mampu mengelola pembelajaran disebabkan lemahnya pemahaman guru tentang teori – teori pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivistik.

Dari penjelasan di atas, maka guru matematika hendaknya mampu mereformulasi pelaksanaan proses belajar mengajar dari yang biasa kearah pendekatan yang membangun pengetahuan siswa, agar siswa dapat mengeksplorasi kemampuannya secara maksimal sehingga siswa dapat menelaah dan menentukan cara penyelesaian sesuai dengan kemampuan dan keyakinan ilmiah (metode) yang dimiliki.

E. Gender

(15)

Sebaliknya gender merupakan hasil dari sebuah proses yang dialami manusia melalui konstruksi sosial yang terdiri dari sifat, sikap dan prilaku seseorang yang ia pelajari, yang dianggap pantas untuk dirinya ia berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.sehingga gender merupakan hasil interaksi faktor internal apa yang secara biologis tersedia dan faktor internal apa yang yang ajarkan oleh lingkungan, termasuk tujuan dan harapan lingkungan kepadanya karena ia berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Perbedaan gender inilah yang menjadikan orang berfikir apakah cara belajar, cara berfikir, atau proses konseptualisasi juga berbeda menurut jenis kelamin.

Gender sebagai konsep kultural membuat pembedaan (distinction) dalamhal peran, prilaku, mentalitas dan karakteristik emosional, antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain gender dapat diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan prilaku.

Dalam proses belajar mengajar matematika di sekolah tentu melibatkan semua unsur termasuk siswa laki-laki dan perempuan. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan tentang perbedaan kemampuan antara siswa laki-laki dan perempuan dalam belajar matematika, diantaranya Kartono [24] mengatakan bahwa betapapun baik dan cemerlangnya intelegensi perempuan, namun pada intinya perempuan hampir-hampir tidak pernah mempunyai ketertarikan menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti laki-laki, perempuan lebih tertarik pada hal-hal praktis daripada teoritis, perempuan juga lebih dekat pada masalah-masalah praktis kongkret,sedangkan laki-laki lebih tertarik pada segi-segi yang abstrak.

Sementara Huges [25] mengatakan bahwa anak perempuan lebih unggul dari pada anak laki-laki dalam kemampuan berbahasa, mereka lebih banyak membaca dan menulis. Anak laki-laki lebih unggul dari pada anak perempuan dalam kemampuan matematika dan teknik.

Sejalan dengan pendapat di atas, Martin,Sexton, Wagner & Gerlovic (dalam Walle [26]) menjelaskan bahwa guru mungkin tidak secara sengaja membedakan siswa secara gender, bagimanapun juga bias gender yang terjadi dalam masyarakat kita sering kali mempengaruhi interaksi yang terjadi antara guru dengan siswanya.

(16)

Perbedaan perlakuan dalam proses belajar mengajar hendaknya sedini mungkin dapat dihindarkan oleh para guru agar tidak terjadi kesenjangan perlakuan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan, sehingga tujuan dari pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.

F. Hubungan Kesulitan Belajar,Pemecahan Masalah Matematika dan Gender

Kesulitan belajar matematika menimbulkan kondisi belajar yang tidak semestinya (tidak seperti yang diharapkan) pada siswa. Hal ini dipengaruhi oleh faktor yang tidak tunggal. Salah satunya adalah jika dipandang dari segi matematika lebih mengarah pada kesulitan siswa dalam mengenali dan memanfaatkan hubungan-hubungan antara gagasan dalam matematika itu sendiri, kesulitan dalam memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren, dan kesulitan dalam mengenali dan menerapkan matematika dalam kontek-konteks di luar matematika. Tambychik dan Meerah [27] mengatakan kemampuan menggunakan kemampuan kognitif sangatlah penting dalam pembelajaran untuk diterapkan akan tetapi banyak siswa telah membuat penghambat sendiri dalam penggunaan kemampuan kognitif mereka, mereka dilaporkan menghadapi kesulitan dalam membuat persepsi, interpretasi, mengingat dan menjelaskan fakta secara akurat.

Guru dan siswa harus sama-sama menyadari bahwa pasti suatu waktu siswa akan mengalami kesulitan dalam belajarnya, tidak mengenal anak pinter, sedang maupun dari jenis kelaminnya, oleh sebab itu sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki masing-masing siswa dalam belajar di kelas.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Jika kita melihat korelasi atau hubungan antara terapis dan keluarga seharusnya berada dalam tahap keintiman yang cukup tinggi, dimana ketika seseorang

Layanan Dial-Up merupakan jasa akses internet yang memanfaatkan jaringan telepon biasa dan modem dial up, pelanggan diharuskan berlangganan ke Internet Service Provider

Hasil rekapitulasi di tingkat PPK Kecamatan Samarinda yang ditolak oleh para saksi dari partai-partai politik termasuk PDK, tidak pernah diperbaiki dan hal ini telah

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang dalam pengumpulan data penelitian hingga penafsirannya banyak menggunakan angka, Pengumpulan data dalam

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan resin komposit packable dengan intermediate layer resin komposit flowable menggunakan

Minat beli ulang konsumen Verde Resto And Lounge Bandung sudah dalam kategori baik, item pernyataan yang mendapatkan persentase tanggapan paling besar adalah saya

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian