• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Metarhizium Anisopliae Metch. Dan Beauveria Bassiana Bals. Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) Pada Tanaman Kedelai (Glicyne Max L.) Di Rumah Kassa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji Efektivitas Metarhizium Anisopliae Metch. Dan Beauveria Bassiana Bals. Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) Pada Tanaman Kedelai (Glicyne Max L.) Di Rumah Kassa"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Ulat Grayak (Spodoptera lituraF.)

Menurut Kalshoven (1981) S. litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Arthropoda

Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Noctuidae Genus : Spodoptera

Species : Spodoptera litura F.

Telur biasanya diletakkan di bawah permukaan bawah daun secara berkelompok berkisar 4-8 kelompok. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, diletakkan berkelompok masing-masing 25−500 butir (Gambar 1). Diameter telur 0,3 mm sedangkan lama stadia telur berkisarn antara 3-4 hari. Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur bervariasi, kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan (Marwanto dan Suharsono, 2008).

Gambar 1. Telur Ulat Grayak (S. litura F.)

(2)

kuning (Gambar 2). Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari setelah makan, larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembab dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Gambar 2. Ulat Grayak (S. lituraF.)

Larva S. litura F. yang baru keluar memiliki panjang tubuh 2 mm. Ciri khas larva S. litura F. adalah terdapat 2 buah bintik hitam berbentuk bulan sabit pada tiap ruas abdomen terutama ruas ke-4 dan ke-10 yang dibatasi oleh garis-garis lateral dan dorsal berwarna kuning yang membujur sepanjang badan. Sebelum telur menetas, larva yang baru keluar dari telur tidak segera meninggalkan kelompoknya tetapi tetap berkelompok. Pada stadium larva terdiri dari enam instar dan berlangsung selama 13-17 hari dengan rata-rata 14 hari (Nugroho, 2007).

(3)

Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam (Gambar 3). Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 k (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Gambar 3. Imago Ulat Grayak (S. litura F.)

Ngengat aktif pada malam hari dan serangga betina bila meletakkan telur dalam bentuk paket dan satu paket bisa mencapai 200-300 butir. Seekor betina bisa meletakkan telur mencapai 800-1000 butir. Dan lama masa hidup imago 5-9 hari. Lama siklus dari hama ini adalah 24 - 41 hari (Kalshoven, 1981).

Botani Tanaman Kedelai Glycine max ( L.) Merril

Menurut (Bruce, et al, 2001) tanaman kedelai di klasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Dicotyledonae Ordo : Polypetales Famili : Leguminoceae Genus : Glycine

(4)

Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai G. max ( L.) Merril Iklim

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-340 C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-270 C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 300C (Prihatman, 2000).

Kedelai akan tumbuh subur di daerah yang berhawa panas. Daerah yang paling baik untuk penanaman kedelai ialah daerah yang mempunyai ketinggian sampai 400 m dari permukaan laut. Di daerah yang lebih tinggi lagi, tanaman kedelai tidak akan dapat tumbuh normal (Sumarno dan Harnoto, 1983).

Tanah

Tanah yang cocok untuk tanaman kedelai yaitu aluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah merah podsolik merah kuning yang tanah yang banyak mengandung pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali diberikan pupuk atau kompos dalam jumlah cuku (Prasastyawati dan Rumawas, 1980).

(5)

terhambat (tanaman tumbuh sangat kerdil) karena keracunan alumunium dan mangan (Sumarno dan Harnoto, 1983).

Kedelai berbatang semak dengan tinggi 30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6 cabang (tergantung jarak tanam). Batang kedelai berasal dari poros janin sedangkan bagian atas poros berakhir dengan epikotil yang sangat pendek dan hipokotil merupakan bagian batang kecambah. Titik tumbuh epikotil akan membentuk daun dan kuncup ketiak (Prasastyawati dan Rumawas, 1980).

Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari helai anak daun dan umumnya berwarna hijau atau kekuning-kuningan, helai daun ini mempunyai dua bentuk yaitu bulat (oval) dan lancip, kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi bentuk genetik (Sumarno dan Harnoto, 1983).

Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Bruce dkk, 2001).

Bunga kedelai mempunyai 10 benang sari. Sembilan buah diantaranya bersatu pada bagian pangkal dan membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan benang sari yang kesepuluh terpisah pada bagian pangkalnya dan seolah-olah menjadi penutup seludang penyerbukan termasuk penyerbukan sendiri dengan tepung sari sendiri karena pembuahan terjadi sebelum bunga mekar atau terbuka (Durroh dkk, 2013).

(6)

pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti (Prihatman, 2000).

Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji (testa) dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Pada kulit biji terdapat hilum atau (pusar) yang berwarna coklat, hitam atau putih dan pada ujung pusar terdapat mikropil yang berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat pembentukan biji (Sumarno dan Harnoto, 1983).

Serangan Dan Kerusakan Hama S. LituraF.

Tananam kedelai sering diserang hama ulat grayak (Spodoptera litura) yang dapat berakibat gagal panen. Hama ini menyerang tanaman kedelai dengan memakan daunnya. Hama ini menyerang pada fase larva yaitu dengan memakan daun hingga daun menjadi sobek, berlobang dan tampak transparan. Larva yang lebih besar biasanya makan di pinggiran daun dan makan semuanya kecuali rangka-rangka daun yang lebih besar, larva yang kecil makan daging daun (yang menyebabkan daun tinggal rangkanya) atau membuat lubang-lubang yang kecil di dalam daun (Gambar 4) (Durroh dkk, 2013).

(7)

Gambar 4. Gejala Serangan Ulat Grayak (S. litura F.)

Biasanya larva berada di permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan

berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis

dimakan ulat. Kerusakan dan kehilangan hasil akibat serangan ulat grayak ditentukan oleh

populasi hama, fase perkembangan serangga, fase pertumbuhan tanaman, dan varietas

kedelai. Serangan pada varietas rentan menyebabkan kerugian yang sangat signifikan

(Durroh dkk, 2013).

Untuk mengantisipasi ancaman serangan ulat grayak pada tanaman kedelai perlu

diketahui: 1) perkembangan ekobiologi populasi hama, 2) tingkat kerusakan tanaman yang

terserang, 3) distribusi atau luas serangan, 4) ekosistem pendukung, dan 5) arti ekonomi

kerusakan tanaman terhadap hasil. Identifikasi morfologi dan biologi penting untuk menyusun

strategi pengendalian yang tepa (Marwanto dan Suharsono, 2008).

Jamur Beauveria bassiana Bals.

Menurut Alexopoulus, et al(1996) jamur B. bassiana Bals. diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Mycota

Devisio : Mastigomicatae

Kelas : Deutromycetes

(8)

Genus : Beauveria

Spesies : Beauveria bassiana Bals.

Miselia jamur B. bassiana bersekat dan berwarna putih. Di dalam tubuh serangga yang terinfeksi, terdiri dari banyak sel jamur yang berdiameter 4 μm, sedangkan di luar tubuh serangga ukuran sel jamur menjadi kecil yaitu sekitar 2 μm. Hifa fertil terdapat pada cabang

dan tersusun melingkar dan biasanya menggelembung atau menebal. Konidia menempel pada ujung dari sisi konidiofor atau cabang-cabangnya. Konidia jamur bersel satu, berbentuk agak bulat sampai dengan bulat telur dan berwarna hialin dengan diameter 2-3 μm (Gambar 5).

Cendawan B. bassianajuga bersifat polifag (Wahyudi, 2008 Dalam Domsch dkk, 1998). Perkembangan jamur B. bassiana sebagai patogen serangga pada umumnya dapat dipengaruhi tiga komponen yang saling terkait yaitu patogen itu sendiri (strain), lingkungan dan nutrisi. Viabilitas spora jamur entomopatogen dipengaruhi oleh faktor suhu, kelembapan, pH, radiasi sinar matahari dan senyawa kimia seperti nutrisi dan pestisida (Surtikanti dan Yasin, 2009).

a

b

Gambar 5. FotomikrografB. bassiana Bals. (a. konidia, b. konidiofor)

(9)

serangga. Di dalam tubuh serangga hifa berkembang dan masuk ke dalam pembuluh darah, maka semakin sedikit konidia yang menempel maka semakin lama nafsu makan berhenti sehingga intensitas serangan daun tinggi (Wahyudi, 2008).

B. bassiana memproduksi toksin yang disebut beauvericin. Antibiotik ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan nukleus serangga, sehingga mengakibatkan pembengkakan yang disertai pengerasan pada serangga yang terinfeksi dan menyebabkan terjadinya paralisis pada anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan kehilangan koordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lama-kelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali. Setelah lebih kurang lima hari terjadi kelumpuhan total dan kematian. Toksin juga menyebabkan kerusakan jaringan, terutama pada saluran pencernaan, otot, sistem syaraf, dan sistem pernafasan (Soetopo dan Iga, 2007).

Keberhasilan cendawan patogen sebagai pengendali hama dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban), jumlah spora, viabilitas spora (daya kecambah) dan virulensi yang virulen memiliki infektifitas yang rendah atau sebaliknya (Surtikanti dan Yasin, 2009).

(10)

Kematian larva S. litura yang terinfeksi cendawan terjadi akibat pertumbuhan dan

perkembangan cendawan di dalam tubuh larva yang berakibat pada terjadinya gangguan pada

metabolisme dan menurunkan daya konsumsi dan daya cerna larva. Gangguan ini diawali

oleh turunnya nafsu makan, tubuh menjadi lemah, gerakannya lambat, sehingga lama

kelamaan larva menjadi diam dan akhirnya mati. Pada waktu serangga mati, fase

perkembangan saprofit cendawan dimulai dengan penyerangan jaringan dan berakhir dengan

pembentukan organ reproduksi yang tumbuh di dalam tubuh larva akan menghisap cairan

sampai habis sehingga larva mati dengan tubuh mengeras seperti mumi

(Wilyus dan Yudiawati, 2005).

Berkurangnya aktivitas makan dan kemampuan mengkonsumsi makanan dari

larva-larva pada tanaman yang disemprot dengan konsentrasi jamur yang lebih tinggi juga dapat

dilihat dari besarnya kerusakan tanaman. Intensitas serangan larva rendah pada tanaman yang

disemprot dengan suspensi jamur dengan kerapatan konidia yang tinggi. Terjadi beberapa

perubahan pada prilaku dan kondisi larva S. litura sebagai akibat pemberian B. bassiana

disamping adanya pengaruh pada aktivitas gerak larva (Saleh dkk, 2000).

Tingkat kerapatan konidia yang diaplikasikan untuk mengendalikan serangga hama

menunjukkan tingkat kematian yang berbeda. Semakin tinggi kerapatan konidia, maka

semakin tinggi jumlah konidia jamur yang menempel pada tubuh larva S. litura F. dan semakin besar racun yang dihasilkan oleh jamur sehingga dapat menurunkan perkembangan

dan pertumbuhan larvaS. litura menjadi pupa. Morfologi larvaS. litura yang menjadi pupa

tidak ada perubahan, relatif sama setelah aplikasi jamur maupun tidak diaplikasikan jamur

(11)

Jamur Metarihzium anisopliae Metch.

Pada awal pertumbuhan, koloni jamur berwarna putih lalu berubah menjadi hijau

gelap. Miselium jamur berdiameter 1.98-2,97 µm. Konidia tersusun dengan tegak, dipenuhi

dengan konidia bersel satu berwarna hialin. Konidia berbentuk bulat silinder dengan ukuran 9

µm (Gambar 6) (Ahmad, 2004 dalam Gilman, 1959).

Menurut Alexopoulus, et al (1996) jamur M. anisopliae Metch. diklasifikasikan

sebagai berikut :

M. anisopliaebersifat parasit pada serangga dan bersifat saprofit pada tanah dan sering

ditemukan pada serangga yang terinfeksi dari berbagai macam stadia, tumbuh pada suhuy-dan

kelembaban umum Cendawan entomofagus antara 65-85°F dan kelembaban 30-90%. Jamur

ini melakukan penetrasi ke dalam tubuh serangga melalui kontak dengan kulit di antara

ruas-ruas tubuh. Mekanisme penetrasinya di mulai dengan menempelkan konidia pada kutikula

(12)

a

b

Gambar 6. FotomikrografM. anisopliae Metch. (a. Konidia, b. konidiofor)

Ada empat tahapan etiologi penyakit serangga yang disebabkan oleh cendawan. Tahap

pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul cendawan dengan tubuh serangga.

Tahap kedua adalah proses penempelan dan perkecambahan propagul cendawan pada

integumen serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi. Dalam melakukan penetrasi

menembus integumen, cendawan membentuk tabung kecambah. Tahap keempat yaitu

destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam

hemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya (Prayogo dan

Tengkano, 2004).

Pertumbuhan cendawan diikuti dengan pengeluaran pigmen atau toksin yang dapat

melindungi serangga dari serangan mikroorganisme lain terutama bakteri. Tidak selalu

cendawan tumbuh ke luar menembus integumen serangga. Apabila keadaan kurang

mendukung, perkembangan saprofit hanya berlangsung di dalam jasad serangga tanpa ke luar

menembus integumen. Dalam hal ini cendawan membentuk struktur khusus untuk dapat

bertahan, yaitu arthrospora. Keefektifan cendawan M. anisopliae dalam mengendalikan S.

litura disamping dipengaruhi oleh media tumbuh, tingkat virulensi, dan frekuensi aplikasi

(13)

ditentukan oleh kerapatan konidia cendawan entomopatogen yang diaplikasikan. Makin tinggi

kerapatan konidia, makin tinggi pula mortalitas S. litura (Prayogo dkk, 2005).

Kematian serangga dapat disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh jamur

M. anisopliae. Miselium jamur mampu memproduksi senyawa metabolit yang toksik terhadap

serangga, sehingga semakin tinggi konsentrasi spora yang diinfeksikan, maka semakin tinggi

peluang kontak antara patogen dengan inang. Semakin tinggi serangan tersebut, maka proses

kematian larva yang terinfeksi akan semakin cepat(Suryadi dan Kadir, 2007).

Enam senyawa enzim dikeluarkan oleh M. anisopliae yaitu lipase, khitinase, amilase,

proteinase, pospatase, dan esterase. Serangga juga mengembangkan sistem pertahanan diri

Gambar

Gambar 1. Telur Ulat Grayak (S. litura F.)
Gambar 3. Imago Ulat Grayak  (S. litura F.)
Gambar 4. Gejala Serangan Ulat Grayak (S. litura F.)
Gambar 5. Fotomikrograf B. bassiana Bals.
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hubungan kompensasi dengan kinerja karyawan di VICO Indonesia Company Muara Badak Kalimantan Timur.. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

KIPAS

In the interview, the questions and answers are given verbally (Nasution, 2004: 113). In this study the writer interviews the English teacher and all of the students of the fifth

(5) Media sosial sebagaimana tercantum pada ayat (2) huruf o, ayat (3) huruf b, dan ayat (4) huruf e diperbolehkan untuk menyediakan fitur komunikasi 2 (dua) arah antara

Penyelenggaraan Penguatan Pendidikan Kararker (PPK) dilakukan melalui tiga jalur, yakni: berbasis kelas, dilakukan terintegrasi dalam mata pelajaran, optimalisasi

Dengan adanya perangkat lunak dan berbagai macam pendukungnya, akan membuat game ini menjadi hidup, sederhana dan dapat dimainkan

Program aplikasi multimedia ini dibuat dengan menggunakan Macromedia Flash 5.0 yang berisi sejarah berdirinya Inter Milan, presiden klub, pelatih dan staf, para pemain musim