• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Sebagai Antibakteri untuk Mencegah Serangan Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efektivitas Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Sebagai Antibakteri untuk Mencegah Serangan Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Sejarah dan Klasifikasi Ikan Gurami

Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) sudah ditulis orang sebagai ikan konsumsi dan ikan hias sejak tahun 1802. Publikasi secara besar-besaran tentang ikan gurami berlangsung pada tahun 1985. Penyebarannya sebagai ikan budidaya meliputi wilayah yang sangat luas. Sebagai ikan budidaya yang berasal dari Jawa, ikan gurami tersebar ke seluruh Kepulauan Indonesia (Sulawesi Utara, Madura, Sumatera Barat, Sumatera Utara) (Sitanggang dan Sarwono, 2006).

Ikan gurami adalah salah satu jenis ikan air tawar, yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia dan telah banyak dibudidayakan. Namun, usaha-usaha penelitian yang dilakukan untuk menunjang ke arah budidaya yang intensif belum banyak dilaksanakan (Rahman, 2008).

Menurut Sitanggang dan Sarwono (2006), ikan gurami diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces Ordo : Labyrinthici Sub-Ordo : Anabantoidea Famili : Anabantidae Genus : Osphronemus

(2)

Karakteristik Ikan Gurami

Ikan Gurami memiliki bentuk fisik yang khas. Badannya pipih, agak panjang dan lebar. Badan tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar. Mulutnya kecil, letaknya miring, tidak tepat di bawah ujung moncong. Bibir bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan bibir atas. Ujung mulut dapat disembulkan sehingga tampak monyong. Penampilan gurami dewasa berbeda dengan yang masih muda. Perbedaan ini dapat diamati berdasarkan ukuran tubuh, warna, bentuk kepala dan dahi. Warna dan perilaku ikan gurami muda jauh lebih menarik dibandingkan yang dewasa (Rahman, 2008).

Sisik ikan gurami berukuran besar dan bagian tepinya tidak rata. Ketika muda, warna punggung ikan gurami biru kehitaman, sementara itu bagian perutnya berwarna putih. Warna tersebut berubah ketika gurami semakin dewasa, bagian punggungnya berubah menjadi kecokelatan, dan bagian perutnya menjadi keperakan. Sirip perut gurami mengalami modifikasi bentuk menjadi sepasang benang yang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Selain sirip perut terdapat juga sirip punggung dan sirip dubur yang panjangnya mencapai pangkal ekor. Panjang gurami dewasa dapat mencapai 65 cm dan berat 10 kg. Secara alami pertumbuhan paling pesat terjadi saat mencapai umur 3-5 tahun (Agus, 2002).

(3)

aliran air baru yang kaya oksigen ke dalam sarangnya. Ikan gurami tidak hanya terdapat di Indonesia dan Malaysia, tetapi juga Muangthai, Vietnam, India, Pakistan, Srilangka, dan Philipina (Evy, dkk., 2001).

Makanan ikan gurami dewasa biasanya terdiri atas tumbuh-tumbuhan air seperti daun talas, daun pepaya, daun singkong, kangkung, daun lamtoro dan lain sebagainya. Di kolam pemeliharaan, ikan gurami dapat pula diberi makanan tambahan seperti dedak, ampas tahu, dan bungkil. Rayap merupakan makanan yang sangat disukai baik ikan gurami muda maupun ikan gurami indukan. Di habitatnya, ikan gurami berkembangbiak pada musim kering. Namun setelah dibudidayakan di kolam yang baik, ternyata ikan gurami mau memijah sepanjang tahun, tidak tergantung musim. Ikan gurami jantan matang kelamin pada umur 3-8 tahun, sedangkan betina umur 4-10 tahun. Pada saat pemijahannya, telur-telur dimasukkan ke dalam sarang dan dijaga oleh induk jantan, tetapi setelah selesai pemijahan biasanya tanggungjawab penjagaan keturunan ini diserahkan induk betina (Rahman, 2008).

(4)

oksigen terlarut sebesar 4,21 – 5,43 ppm dengan pH 6,5 – 8,5 merupakan kualitas air yang dianjurkan untuk kelayakan budidaya perikanan.

Penyakit pada Ikan Gurami

Memelihara ikan gurami tidak terlepas dari gangguan hama dan penyakit. Gangguan penyakit dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyakit parasit dan non parasit. Penyakit parasit disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Sedangkan penyakit non parasit disebabkan oleh pencemaran air, seperti adanya gas beracun berupa belerang atau amoniak, kerusakan akibat penangkapan atau kelainan tubuh karena keturunan (Sitanggang dan Sarwono 2006).

Pada tahun 2005 terjadi kasus kematian ikan gurami yang sangat hebat. Kematian ikan Gurami lebih kurang 47 ton ikan gurami konsumsi dan 2,1 juta ekor benih yang siap untuk dipasarkan. Dari kejadian ini ditaksir nilai kerugian lebih kurang Rp 1,5 milyar. Setelah dilakukan uji laboratorium, ternyata dapat diidentifikasi penyebab kejadian ini adalah bakteri A. hydrophila (Rahman, 2008).

Tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

Sejarah dan Klasifikasi Mahkota Dewa

Alam tumbuhan Indonesia sangat kaya akan sumberdaya plasma nuftah untuk bahan baku obat-obatan. Keadaan ini dapat membantu upaya mengatasi semakin berkembangnya berbagai jenis penyakit yang mengancam kehidupan manusia. Salah satu tumbuha obat Indonesia yang populer saat ini adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) (Simanjuntak, 2008).

(5)

sebagian yang lain menamainya berdasarkan ukuran buahnya yang besar-besar (makro), yaitu Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Sebutan atau nama lain untuk mahkota dewa cukup banyak. Ada yang menyebutnya Pusaka dewa, Derajat, Mahkota Ratu, Mahkota Raja, Trimahkota (Kurniasih, 2010).

Menurut Winarto (2004), tumbuhan mahkota dewa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Thymelaeales Suku : Thymelaeaceae Marga : Phaleria

Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl

Habitat dan Morfologi Mahkota Dewa

Mahkota dewa adalah tanaman asli Indonesia. Tumbuhan mahkota dewa merupakan tumbuhan yang hidup di daerah tropis. Pohon ini akan tumbuh dengan sangat baik jika ditanam di tanah yang gembur dengan kandungan bahan organik tinggi. Pohon yang ditanam di dalam pot pertumbuhannya tidak setinggi yang ditanam di kebun atau pekarangan. Perbanyakan pohon ini bisa dilakukan secara vegetatif dan generatif (Kurniasih, 2010).

(6)

Tanaman ini memiliki batang utama yang bercabang-cabang setinggi 1,5-2,5 m. Tanaman ini berasal dari Irian dan tumbuh subur pada ketinggian 10-1.200 dpl (Agoes, 2010).

Gambar 2. Batang, Daun dan Buah Mahkota Dewa

Mahkota dewa merupakan tanaman perdu yang berkembang dan tumbuh sepanjang tahun. Dalam pertumbuhannya, mahkotaa dewa ini dapat mencapai ketinggian 1-2,5 meter.Secara morfologi, tanaman ini cukup sempurna karena memiliki batang, daun, bunga, dan buah. Berikut ini morfologi dari bagian-bagian tanaman tersebut (Winarto, 2004)

1. Daun

(7)

2. Bunga

Bunga mahkota dewa berwarna putih dan berbau harum. Bunga tersebut berukuran kecil menyerupai bunga cengkeh dan tergolong bunga majemuk. Munculnya tersebar di sekitar batang atau di ketiak daun. Bunga ini tersusun dalam kelompok 2-4 bunga. Mahkota dewa berbunga seoanjang tahun dan tidak mengenal musim. Bunga ini biasanya paling banyak muncul pada saat musim penghujan.

3. Buah

Buah mahkota dewa terdiri atas kulit, daging, cangkang, dan biji. Buah mahkota dewa ini merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan untuk obat. Zat aktif yang terkandung dalam buah adalah saponin dan alkaloid. Oleh karena itu, buahnya beracun bila dikonsumsi dalam keadaan mentah atau segar. Buah saat masih muda berwarna hijau muda, tetapi akan berubah menjadi merah marun saat sudah tua. Warna buah saat sudah tua ini merupakan ciri khas tersendiri pada buah mahkota dewa.

Ukuran buahnya bervariasi, ketebalan kulit buah berkisar 0,5-1,0 mm. Daging buah berwarna putih dengan ketebalan bervariasi, tergantung ukuran buah. Rasa kulit dan daging buah ini pahit saat masih muda dan akan menjadi manis saat sudah tua bila dikonsumsi secara langsung akan timbul bengkak di mulut, sariawan, mabuk, mual, muntah, pusing, dan keracunan. Oleh karena itu, tidak dianjurkan buah tersebut dikonsumsi langsung.

4. Cangkang buah

(8)

daging buah. Warnanya putih dengan ketebalan dapat mencapai 2 mm. Rasa cangkang buah pahit, lebih pahit dibanding kulit dan daging buah.

5. Biji

Biji mahkota dewa merupakan bagian tanaman yang paling beracun. Bentuknya bulat lonjong dengan diameter sekitar 1 cm. Bagian dalamnya berwarna putih. Jika biji ini tergigit, lidah akan terasa kaku atau mati rasa dan badan terasa meriang.

6. Akar

Akar mahkota dewa termasuk akar tunggang. Penyebaran akarnya ke samping sesuai ukuran panjang sekeliling lingkaran tajuk daun. Hal ini dapat menjadi ukuran dalam penambahan pupuk organik di sekitar batang mahkota dewa.

7. Batang

Mahkota dewa memiliki batang yang bulat dengan percabangan simpodial. Permukaan batangnya kasar dan memiliki banyak cabang. Kulitnya berwarna cokelat kehijauan, sedangkan kayunya berwarna putih. Batang mahkota dewa bergetah sehingga agak sulit dilakukan pencangkokan karena dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk pengeringannya.

Komponen Kimiawi dan Bahan Aktif Tumbuhan Mahkota Dewa

(9)

aktif yang terkandung di dalam daun dan kulit buah antara lain alkaloid, terpenoid, saponin, dan senyawa resin. Pada daun pun diketahui terkandung senyawa lignan (polifenol), sedangkan pada kulit buah terkandung zat flavonoid (Winarto, 2004).

Flavonoid merupakan termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Salah satu tanaman yang mengandung flavonoid adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Senyawa ini ditemukan pada batang, daun, dan buah (Rohyami, 2008).

Menurut Simanjuntak (2008), hasil identifikasi senyawa kimia dari buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), diperoleh bahwa kandungan kimia terdiri atas asam lemak, steroid, benzofenon glikosida, dan karbohidrat.

Menurut Soeksmanto (2006), ekstrak butanol buah tua dari tumbuhan mahkota dewa sampai dosis 170 mg/kg berat badan yang diberikan dalam dosis tunggal, dijumpai adanya nekrosis ringan pada tubulus proksimalis namun relatif tidak mengganggu fungsi ginjal. Tone dkk., (2008), menyatakan bahwa Tanaman mahkota dewa merupakan tumbuhan tradisional yang digunakan sebagai tumbuhan obat yang manfaatnya terletak hampir di seluruh bagian dimana di dalamnya terkandung senyawa-senyawa flavonoid dan saponin yang mempunyai bermacam-macam efek dan satu diantaranya adalah efek analgesik. Ekstrak daun mahkota dewa memiliki efek analgesik yang lebih panjang dibanding aspirin. Efek analgesik ekstrak daun mahkota dewa ini disebabkan oleh karena adanya peranan dari beberapa kandungan kimia yang terdapat di dalamnya.

(10)

farmakologi karena berarti dengan dosis yang kecil maka efek yang diharapkan sudah dapat tercapai. Diketahui bahwa setiap senyawa yang memiliki aktivitas biologi tinggi pada umumnya juga memiliki toksisitas yang tinggi. Semakin kecil dosis yang digunakan untuk pengobatan maka akan semakin rendah pula jumlah senyawa toksik yang dimasukkan ke dalam tubuh (Lisdawati, dkk., 2005).

Sofianti (2006) menyatakan bahwa ekstrak daun muda dan daun tua mahkota dewa memliki aktivitas antioksidasi yang sama besar dan aktivitas antioksidasi ekstrak daun muda dan daun tua mahkota dewa sebanding dengan daging buah tuanya dan vitamin E. Senyawa bioaktif yang diduga memiliki aktivitas antioksidasi pada ekstrak daun mahkota dewa adalah senyawa fenolik dan tanin. Menurut Setiawan dan Suhartono (2008), aktifasi antioksidatif jus daun mahkota dewa berpotensi sebagai antimodifikasi protein plasma akibat reaksi penyebab penuaan. Kemampuan antipenuaan jus mahkota dewa diduga disebabkan oleh kandungan polifenolnya, yakni flavonoid. Flavonoid adalah senyawa organik polifenol yang mampu mereduksi oksidan. Menurut Sofianti (2006), antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menetralkan dan melawan bahan toksik (radikal bebas) dan menghambat terjadinya oksidasi pada sel sehingga mengurangi terjadinya kerusakan sel. Senyawa antioksidan alami antara ain seperti flavonoid, vitamin E, C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari sumber-sumber alami.

(11)

Lesmanawati (2006) menyatakan adanya zat antibakteri yang terkandung dalam mahkota dewa melalui uji in vitro dengan diketahuinya jumlah bakteri yang tumbuh pada media yang diberi perlakuan mahkota dewa lebih sedikit bila dibandingkan dengan media tanpa perlakuan mahkota dewa.

Mahkota dewa mengandung zat antibakteri terhadap Aeromonas hydrophila. Banyaknya jumlah koloni yang tumbuhan menunjukkan besarnya daya antibakteri suatu bahan. Semakin sedikit koloni bakteri yang tumbuh maka semakin baik daya antibakteri dari bahan tersebut. Saponin merupakan bahan yang sering digunakan untuk desinfeksi media budidaya, sehingga peranannya sebagai antibakteri sudah teruji (Lesmanawati, 2006).

Aeromonas hydrophila

Klasifikasi Aeromonas hydrophila

Bakteri Aeromonas termasuk dalam famili Pseudomonadaceae yang terdiri atas tiga spesies utama, yaitu Aeromonas punctata, A. Hydrophila, dan A. Liquiefacieus yang bersifat patogen (Kordi, 2004).

Berikut adalah klasifikasi A. hydrophila (Holt dkk., (1994) diacu oleh Mulyani dkk., (2013):

Filum : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Pseudanonadeles Family : Vibrionaceae Genus : Aeromonas

(12)

Karakteristik Aeromonas hydrophila

Kordi (2004) menyatakan Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri Aeromonas adalah bentuknya seperti batang, ukurannya 1-4 x 0,4-1 mikron, bersifat gram negatif, fakultatif aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai satu flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan bersuhu 150C-300C dan pH antara 5,5-9. Penyakit bercak merah atau Septicemia haemorrhagica disebabkan oleh bakteri Aeromonas sp. Bakteri Aeromonas menyerang hampir semua jenis ikan air tawar dan ikan yang dipelihara di tambak bersalinitas rendah.

Menurut Brock dan Mardigan (1994), keefektifan senyawa antibakteri tergantung dari jenis bakteri dan karakteristik bakteri. Bakteri A. hydrophila termasuk gram negatif, oksidasi positif dan mampu memfermentasikan beberapa jenis gula, seperti glukosa, fruktosa, maltosa, dan trehalosa. Firnanda dkk., (2013) menyatakan bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidaglikan yang tipis, terdiri atas 1-2 lapis sehingga pori-pori pada dinding sel gram negatif cukup besar. Permeabilitasnya yang tinggi memungkinkan terjadi pelepasan kompleks ungu kristal yodium, sehingga bakteri berwarna merah. Bakteri gram negatif mempunyai dinding sel yang mengandung lipid, lemak, atau substansi seperti lemak dengan presentase yang lebih tinggi.

Gejala Motile Aeromonas Septicaema (MAS)

Aeromanas hydrophila menyebabkan penyakit Motile Aeromonas

(13)

carpio), ikan gurami (Osphronemus gouramy) dan udang galah (Macrobracium

rusenbergil) dan dapat menimbulkan wabah penyakit dengan tingkat kematian

tinggi (80-100%) dalam waktu 1-2 minggu (Kamiso dan Triyanto 1993).

Penanggulangan penyakit MAS ini masih menggunakan antibiotik. Namun, penggunaan antibiotik secara terus menerus dan tidak terkontrol menyebabkan timbulnya bakteri A.hydrophila yang resisten. Hal ini sangat memprihatinkan karena dapat berdampak negatif terhadap bakteri patogen pada manusia. Serangan bakteri ini dapat terjadi dalam 4 tingkatan berbeda, sebagai berikut:

1. Akut, merupakan septisema yang fatal, infeksi cepat dengan sedikit tanda-tanda penyakit yang terlihat.

2. Sub akut, terlihat gejala dropsi, lepuh, abses, dan pendarahan pada sisik. 3. Kronis, terlihat gejala tukak, bisul-bisul, dan abses yang perkembangannya

berlangsung lama.

4. Laten, tidak memperlihatkan gejala penyakit, namun organ dalam terdapat bakteri penyebab penyakit.

Menurut Kordi (2004), serangan bakteri ini bersifat laten (berkepanjangan), jadi tidak memperlihatkan gejala penyakit meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang baik. Penularan bakteri Aeromonas dapat berlangsung melalui air, kontak badan, kontak dengan peralatan

yang tercemar atau karena pemindahan ikan yang telah terserang Aeromonas dari satu tempat ke tempat lain.

(14)

ikan rusak dan agak menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang berwarna merah keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air, insangnya rusak sehingga sulit bernafas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul pendarahan selanjutnya diikuti dengan luka-luka borok-borok, perut ikan kembung (dropsi), dan apabila dilakukan pembedahan maka akan kelihatan pendarahan pada hati, ginjal, dan limpa (Kordi, 2004).

Gambar

Gambar 2. Batang, Daun dan Buah Mahkota Dewa

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik nilai kohesi (c) dan nilai sudut geser (ø) tanah gambut Rawa Pening yang telah distabilisasi dengan penambahan portland cement tipe I mempunyai kecenderungan

10 Selanjutnya sebagai mana dalam pandangan Mujamil Qomar dalam Imron Fauzi mengatakan bahwa manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga

Tä- män laadullisen tutkimuksen tekemiseen viritti pohdinta siitä, mitä koulu on ja voisiko se olla jotain muuta. Tutkimuksen ensimmäisessä vaiheessa

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ega Putriatama (2016) yang berjudul Kontribusi Pengalaman Prakerin, Wawasan Dunia Kerja, dan Kompetensi

Kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti perbezaan dari keterbukaan keluarga, kekangan yang dihadapi dan kemudahan yang diberikan oleh pihak kerajaan bagi membantu masyarakat

Manajemen layanan khusus pesantren Al-Falah meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan pesantren. komponen-komponen tersebut merupakan bagian penting dari

Banyak siswa yang memiliki kemampuan dalam diskusi kelompok matematika. yang tidak mereka sadari, yang pada dasarnya setiap siswa pasti

Cash Ratio sebesar 123,97% dan Current Ratio sebesar 267,20% sebagai penilaian rasio likuiditas, Equity to total Assets Ratio sebagai penilaian rasio solvabilitas serta Return