• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi dan Potensi Jamur Pelarut Fosfat pada Ekosistem Lahan Gambut Fibrik dan Hemik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Eksplorasi dan Potensi Jamur Pelarut Fosfat pada Ekosistem Lahan Gambut Fibrik dan Hemik"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air, terbentuk dari endapan yang berasal dari penumpukan sisa-sisa (residu) jaringan tumbuhan masa lampau yang melapuk. Secara umum dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosol yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan

berat jenis (BD) dalam keadaan lembab < 0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau

lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3

Tingkat kesuburan tanah gambut sangat dipengaruhi oleh kandungan basa berupa unsur Ca, Mg, K dan Na - dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al umumnya rendah sampai sedang dan semakin berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan unsur mikro khususnya Cu, Bo, dan Zn sangat rendah, sebaliknya kandungan Fe cukup tinggi. Kandungan N total termasuk tinggi, tetapi sebagian besar dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N yang tinggi (Noor, 2001).

dengan tebal > 40 cm. Gambut

diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari

tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya

(Hardjowigeno, 1992).

Perombakan bahan organik saat pembentukan gambut dilakukan oleh mikroorganisme anaerob dalam perombakan ini dihasilkan gas metana dan

sulfida. Setelah gambut didrainase untuk tujuan pertanian maka kondisi gambut

bagian permukaan tanah menjadi aerob, sehingga memungkinkan fungi dan

bakteri berkembang untuk merombak senyawa sellulosa, hemisellulosa, dan

(2)

Peranan dan Sumber Fosfat

Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan

penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan fosfat dalam

tanah jarang yang melebihi 0,001% dari total P. Sebagian besar bentuk fosfat

terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah dengan

kandungan organik rendah seperti oxsisol dan ultisol yang banyak terdapat di

Indonesia kandungan fosfat bervariasi dari 20-80%, bahkan bisa kurang dari 20%

tergantung tempat (Rao, 1994).

Fosfat berperan penting dalam sintesis protein, pembentukan bunga, buah

dan biji serta mempercepat pemasakan. Kebutuhan tanaman akan hara P dapat

dipenuhi dari berbagai sumber antara lain pupuk TSP, SP-36, DAP, P-alam dan

NPK yang pada umumnya diberikan sekaligus pada awal tanam. Adapun gejala

kekurangan fosfor yaitu daun berubah berwarna tua atau tampak mengkilap

kemerahan. Tepi daun, cabang dan batang berwarna merah ungu, dan dapat

berubah menjadi kuning, buah kecil, pematangan buah lambat, Perkembangan

bentuk dan warna buah jelek, biji berkembang tidak normal, dan akar lambat

berkembang. Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai

hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang

menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Pada proses fisiologis tanaman, fosfat berperan sebagai sumber energi

utama reaksi metabolisme dan biosintesis. Dalam proses glikolisis tanaman,

pernafasan atau fotosintesis, energi ini dilepaskan dan digunakan untuk menyusun

(3)

mengatur proses-proses enzimatik dalam tanaman. Fosfat berperan dalam

pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyimpan serta memindahkan

energi ATP dan ADP, merangsang pembelahan sel dan membantu proses

asimilasi dan respirasi (Poerwowidodo, 2000).

Fosfat terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada

tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat

organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer

(pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah

atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat

banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan

membentuk fosfat anorganik yang larut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini

kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus

(Goenadi dan Saraswati, 1993).

Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Hal ini disebabkan P

terikat menjadi Fe-fosfat dan Al-fosfat pada tanah masam atau Ca3(PO4)2

Asam organik dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui

beberapa mekanisme, diantaranya adalah: (1) anion organik bersaing dengan

ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif, sehingga

memperbesar peluang ortoposfat dapat diserap oleh tanaman; (2) pelepasan . pada

tanah basa. Tanaman tidak dapat menyerap P dalam bentuk terikat dan harus

diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Mikroba tanah berperan

dalam beberapa aktivitas dalamtanah seperti pelarutan P terikat oleh sekresi asam,

danmineralisasi komponen fosfat organik dengan mengubahnya menjadi bentuk

(4)

ortoposfat dari ikatan logam P melalui pembentukan kompleks logam organik;

dan (3) modifikasi muatan permukaan jerapan oleh ligan organik

(Havlin et al., 1999).

Pelarutan P terjadi melalui dua cara, yakni melalui penurunan pH tanah

yang mengakibatkan terjadinya dissolusi ikatan berbagai senyawa fosfat di dalam tanah, dan melalui proses khelasi dari berbagai asam hidroksi dengan berbagai ion metal yang mengikat fosfat (Al, Ca, Fe). Batuan fosfat merupakan salah satu sumber pupuk P yang bersifat stabil dan tidak larut air. Kelarutannya dalam asam sitrat berkisar antara 5 hingga 17 % dari total konsentrasi P yang di kandungnya (Hanafiah, 2001).

Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut fosfat (MPF) merupakan salah satu jenis pupuk hayati

yang dapat mengefisiensikan pupuk P anorganik, sehingga dapat mengatasi

rendahnya P-tersedia tanah, dan meningkatkan konsentrasi P tanaman.

Kemampuan MPF sangat beragam tergantung dari jenis mikroba, daya

adaptasi,hingga kemampuan dalam memproduksi asam-asam organik dan enzim

(Whitelaw, 2000).

Mikroba pelarut fosfat hidup disekitar perakaran tanaman, mulai

permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm. Keberadaannya berkaitan dengan

jumlah bahan organik yang akan mempengaruhi populasi serta aktivitasnya dalam

tanah. Mikroba yang hidup dekat daerah perakaran secara fisiologis lebih aktif

dibanding mikroba yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroba

(5)

biologis mikroba itu sendiri. Terdapat mikroba yang hidup pada kondisi masam

dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik,

mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob maupun anaerob (Ginting, 2006).

Aktivitas mikroba pelarut fosfat perlu dimanfaatkan untuk penyediaan

unsur hara bagi pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal. Aktivitas dan

kepadatan populasi mikroba tanah ditentukan oleh perubahan kondisi fisika dan

kimia tanah, jenis tanaman yang dibudidayakan, nutrisi tanah, pH, kelembaban,

bahan organik, serta teknik budidaya yang diterapkan. Populasi MPF berbeda

pada beberapa jenis tanah serta sesuai dengan keragaman tanaman yang

dibudidayakan (Mehrvarz et al., 2008).

Mikroba pelarut fosfat mensekresikan sejumlah asam organik seperti

asam-asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat, dan suksinat yang

mampu membentuk khelat dengan kation-kation seperti Al dan Fe pada Ultisol

sehingga berpengaruh terhadap pelarutan fosfat yang efektif sehingga P menjadi

tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Rao, 1994).

Mikroba pelarut fosfat juga memiliki kemampuan dalam mensekresikan

enzim fosfatase yang berperan dalam proses hidrolisasi P organik manjadi P

anorganik. Bakteri pelarut fosfat (BPF) antara lain Bacillus, Pseudomonas,

Arthrobacter, Micrococcus, Streptomyces, dan Flavobacterium (Whitelaw, 2000).

Beberapa kelompok fungi juga berperan aktif dalam melarutkan fosfat dalam

tanah antara lain Aspergillus sp. dan Penicillium sp. mampu melarutkan Al-P dan

Fe-P. Penicillium sp mampu melarutkan 26 % hingga 40 % Ca3(PO4)2,

(6)

Beberapa bakteri tanah seperti bakteri pelarut fosfat mempunyai

kemampuan untuk melarutkan P organik menjadi bentuk fosfat terlarut yang

tersedia bagi tanaman. Efek pelarutan umumnya disebabkan oleh adanya produksi

asam organik seperti asam asetat, asam format, asam laktat, asam oksalat, asam

malat dan asam sitrat yang dihasilkan oleh mikroba tersebut. Mikroba tersebut

juga memproduksi asam amino, vitamin dan growth promoting substance seperti

IAA dan asam giberelin yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman

(Ponmugaran, 2006).

Mineralisasi fosfat organik juga melibatkan peran mikroba tanah melalui

produksi enzim fosfatase seperti fosfatase asam dan basa. Beberapa enzim

fosfatase seperti fosfomonoesterase, fosfodiesterase, trifosfomonoesterase dan

fosfoamidase pada umumnya terdapat didalam tanah. Enzim-enzim tersebut

bertanggung jawab pada prosses hidrolisis P organik menjadi fosfat anorganik

(HR2RPOR4R־, HPO־ ) yang tersedia bagi tanaman (Marlina, 1997).

Mikroba menghasilkan asam-asam organik tersebut melalui proses

katabolisme glukosa dan siklus asam trikaboksilat (TCA), yang merupakan

kelanjutan dari reaksi glikolisis. Asam-asam ini merupakan substrat untuk proses

anabolisme dalam sintesis asam amino dan makro molekul lain. Dalam

aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik,

diantaranya asamsitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat,malat,

(7)

Jamur pelarut fosfat merupakan salah satu anggota mikroba tanah yang

dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan P oleh tumbuhan. Bentuk

ikatan P yang umum ditemui pada kondisi masam adalah AlPO4 dan FePO4.

Jamur pelarut fosfat mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO4

Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat terikat dapat diketahui dengan mengembangkan biakan murni pada media pikovskaya yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut air seperti kalsium fosfat Ca

lebih baik di

banding bakteri pelarut fosfat pada kondisi masam. Jamur pelarut fosfat memiliki

3 mekanisme dalam meningkatkan penyerapan P yaitu : (1) secara fisik dimana

infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu pengambilan fosfor dengan

memperluas permukaan sampai akar; (2) secara kimia jamur diduga mendorong

perubahan pH perakaran. Jamur juga menghasilkan asam sitrat dan asam oksalat yang menggantikan posisi ion fosfat yang terfiksasi; (3) secara fisiologi, jamur menghasilkan hormon auksin, sitokinin dan giberalin yang mampu memperlambat proses penuaan akar sehingga memperpanjang masa penyerapan unsur hara (Premono, 1998).

3(PO4)2. Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan zona bening

(holozone) di sekeliling koloni mikroba. Mikroba pelarut fosfat yang potensial

(8)

Kandungan P terlarut dalam media cair tersebut diukur setelah masa inkubasi (Setiawati, 1997).

Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan di Dusun XVI Pasar Banjar, kecamatan

Simpang Empat, Tanjung Balai, Kabupaten Asahan. Kecamatan Simpang Empat

ini terletak ± 3 km dari kota Tanjung Balai. Dusun ini memiliki 841 jiwa dengan

jumlah kepala keluarga sebanyak 189. Pekerjaan masyarakat dominan adalah

petani, yaitu sebanyak 50%, 48% adalah pedagang, 0.05% adalah Pegawai Negeri

Sipil dan selebihnya adalah wiraswasta.

Kota Tanjung Balai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara,

Indonesia. Kota Tanjung Balai terletak di antara 2º58’LU dan 99º48’BT, dengan

luas wilayah 60.529 km² (6.052,9 ha), dikelilingi oleh wilayah kabupaten Asahan

dan jumlah penduduknya berjumlah 125.000 jiwa. Kota ini berda di tepi sungai

Asahan, sungai Terpanjang di Sumatera Utara. Jarak tempuh dari medan sekitar 4

jam. Sebelum kota Tanjung Balai diperluas dari hanya 199 ha (2 km²) menjadi 60

km², kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah

penduduk lebih kurang 40.000 orang dengan kepadatan penduduk lebih kurang

20.000 jiwa per km² dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No.20 Tahun 1987, tentang perubahan batas wilayah kota Tanjung Balai dan

Referensi

Dokumen terkait

Seminar Nasional Membangun Karakter Enterpreneur berbasis Konservasi dalam Bidang Boga, Busana dan Kecantikan,. Manager Spa, Peluang dan Tantangan FT UNNES

Bila dilihat dari data rata-rata (avg) flow /detik vs jumlah host yang ditampilakan pada tabel 2 dan gambar 6 diatas, kontroler Floodlight dapat memberikan kemampuan yang baik

Masruki Kabib., M.T., selaku Dosen pembimbing I dan selaku dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus yang telah meluangkan waktu, wacana, serta

Pemberian dosis 16 g pupuk kandang ayam dan 1,6 g pupuk ureamemberikan pengaruh yang paling baik terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan hasil

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “ Pengaruh Penambahan Trace Metal (Ni,Co) terhadap Pembuatan Biogas dari Sampah Organik dan Kotoran Sapi ”

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan MANULIFE SAHAM SYARIAH ASIA PASIFIK DOLLAR AS yang telah lengkap sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul : “ STATUS DAN KEDUDUKAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO.12 TAHUN 2006

typus occurs in the major Indonesian drainages: Musi River, Palembang, South Sumatra, Batang Hari River, Jambi, Sumatra, Kapuas River, Sintang, West Kalimantan, Barito River,