• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perusahaan Militer Swasta dalam Sebuah P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perusahaan Militer Swasta dalam Sebuah P"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ESAI G10B.765 KEAMANAN GLOBAL 2

DzPerusahaan Militer Swasta dalam Sebuah Paradoks Kebebasandz

Ravio Patra raviopatra@gmail.com

170210110019

PROGRAM SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

Kebebasan adalah harga mati demokrasi. Setidaknya inilah yang diyakini oleh mereka yang sekiranya menaruh harapan pada demokrasi sebagai ideologi dan cara hidup. Meskipun catatan sejarah menunjukkan bahwa mencapai demokrasi telah menuntut banyak pengorbanan, termasuk dari peperangan akibat benturan ideologi, adalah naif jika kemudian menyalahkan demokrasi atas interpretasi terhadapnya beragam. Akan tetapi, apakah kemudian harga mati yang dipatok bagi kebebasan sama sekali tidak terbatas?

Memetakan hubungan antarnegara adalah upaya yang berlangsung terus-menerus. Kedinamisannya menuntut siapapun yang hendak memahami maknanya untuk ikut berpikir dinamis pula. Salah satu topik paling dinamis dalam studi Hubungan Internasional saat ini adalah sekaligus topik yang bagi banyak orang merupakan yang paling substansial bagi peradaban manusia: keamanan, yang interpretasi tradisionalnya—militeristik—ditantang dari segala penjuru. UNDP (1994) dalam Human Development Report (1994) menyebut bahwa pemahaman mengenai keaman selama ini diinterpretasikan secara sangat sempit (h. 22) dan terlalu fokus pada negara, bukan manusia (h. 22). Kanti Bajpai (2000) juga berpendapat serupa; mengemukakan bahwa pertanyaan sentral dari kajian keamanan kini adalah seberapa aman dan bebaskah individu? (h. 2). Kecenderungan dalam setidaknya 20 tahun terakhir juga menunjukkan penerimaan yang terus tumbuh di dalam komunitas akademis Hubungan Internasional terhadap interpretasi-interpretasi baru mengenai keamanan, meskipun tak bebas dari kritik dan cibiran. Satu dari banyak interpretasi baru ini adalah konsep keamanan manusia (human security).

Demokrasi dalam Kerangka Keamanan Manusia

Salah satu literatur utama yang menjadi referensi utama dalam memahami konsep keamanan manusia adalah laporan UNDP bertajuk Human Development Report (1994) seperti dikutip di atas. Dalam laporan ini, keamanan manusia dinyatakan memiliki empat karakteristik: (1) merupakan kepedulian universal, (2) memiliki komponen-komponen yang interdependen, (3) lebih mudah untuk dicapai melalui pencegahan daripada penanggulangan, dan (4) berorientasi pada manusia (h. 22— 23). Berkaca pada empat karakteristik ini, ditetapkanlah bahwa konsep keamanan harus diganti melalui dua pergeseran paradigma: (1) dari penekanan yang eksklusif terhadap keamanan wilayah pada keamanan individu dan (2) dari pencapaian keamanan melalui persenjataan pada pencapaian keamanan melalui pembangunan manusia yang berkelanjutan (h. 24).

(3)

Andrew Mack (2005) yang menunjukkan celah berpikir dalam metodologi keamanan manusia. Menyebut bahwa kemiskinan merupakan ancaman keamanan karena memicu terjadinya tindak kriminalitas di tengah-tengah masyarakat, misalnya, haruslah dilakukan dengan memosisikan kemiskinan dan kriminalitas sebagai dua variabel terpisah yang memiliki hubungan sebab-akibat eksklusif. Pun begitu, terlepas dari berbagai kritik yang dilancarkan ke arahnya, keamanan manusia telah menjelma menjadi salah satu interpretasi keamanan yang populer, terlebih lagi semenjak berakhirnya Perang Dingin antar Blok Barat dan Blok Timur serta berkembangnya berbagai manifestasi ancaman baru yang tidak bersifat militeristik. Demokrasi, misalnya, dianggap memiliki hubungan yang interdependen dengan keamanan manusia karena keduanya memiliki irisan komponen yang substansial. Hal ini sejalan dengan keberadaan beberapa komponen keamanan manusia yang relevan (UNDP 1994, h. 25), yaitu keamanan personal (personal security) dan keamanan politik (political security).

Bagi demokrasi untuk dapat benar-benar bersinergi dengan keamanan manusia, maka kebebasan adalah komponen yang sangat substansial. Keterkaitan ini muncul dari tuntutan keamanan manusia (UNDP 1994, h. 24) bahwa manusia harus terbebas dari deprivasi (freedom from want) dan rasa takut (freedom from fear). Dengan kata lain, tanpa adanya kebabasan, maka tidak akan ada keamanan. Meskipun begitu, terdapat sirkumstansi tertentu yang bisa jadi malah membuat keduanya sulit untuk dapat ada bersama (co-exist). Paradoks mengenai kebebasan inilah yang dapat diteliti dengan memahami bagaimana perusahaan militer swasta (private military company) menjadi sebuah tanda tanya besar bagi demokrasi.

Perusahaan Militer Swasta dalam Tatanan Keamanan Global

Kemampuan untuk memiliki kekuatan militer sebagai bagian dari infrastruktur keamanan lazimnya adalah hak yang eksklusif dimiliki oleh negara. Akan tetapi, perkembangan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa argumen ini tidak lagi sepenuhnya benar. Lebih dari sepersepuluh pasukan Amerika Serikat yang diterjukan dalam invasi terhadap Irak pada tahun 2003 merupakan pasukan perusahaan militer swasta (Avant 2008, h. 438). Meskipun sebenarnya Max Weber (1964) sudah pernah menyatakan bahwa monopoli negara terhadap kekerasan menggunakan militer terlalu dilebih-lebihkan, kemunculan perusahaan militer swasta yang terlibat langsung di medan perang berbaur dengan tentara negara jelas memunculkan tanda tanya besar.

(4)

Di samping pertanyaan legal-formal, penggunaan tentara swasta juga menjadi polemik karena naturnya yang kurang lebih tak ubahnya komoditas ekonomi. Dengan kata lain, selama satu pihak memiliki dana yang memadai untuk dapat mengontrak jasanya, maka tentara swasta jelas membuat ketidakpastian keamanan menjadi lebih tinggi; memaparkan ancaman terhadap keamanan global. Meskipun sulit membayangkan kelompok teroris atau pemberontak memiliki dana yang cukup untuk menyewa jasa tentara swasta, kemungkinan ini tentu tetap ada. Dengan pasokan dana yang bukan tidak mungkin lebih besar dari anggaran sebuah negara, perusahaan militer swasta dapat menjadi ancaman keamanan yang katastropik jika diasumsikan adanya kontrak mengikat antar penyedia dengan penyewa jasa.

Sebuah Paradoks Kebebasan

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, keamanan manusia bergantung pada kebebasan dari deprivasi dan rasa takut. Kebebasan ini memungkinkan orang untuk beraktivitas tanpa hambatan; untuk memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga negara; dan dalam tatanan masyarakat yang demokratis, untuk turut serta berpartisipasi dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Bagi negara yang benar-benar sepenuhnya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, memberikan kebebasan bagi warga negaranya adalah sebuah kewajiban; tanpa terkecuali.

Keberadaan perusahaan militer swasta sudah sejak lama menjadi subyek kontroversi berkepanjangan. Di satu sisi, tentara swasta sangat berguna, bahkan bagi negara sekalipun, untuk mengatasi gangguan keamanan yang membutuhkan bantuan dari luar sistem kenegaraan. Akan tetapi, di sisi lain, perusahaan militer swasta adalah bom waktu yang tidak bisa dikendalikan oleh negara sepenuhnya, terutama karena adanya motif ekonomi yang sangat berpengaruh.

Hanya saja, pun memang memaparkan ancaman bagi keamanan, tidak dapat begitu saja dilemparkan opsi memberlakukan larangan tertentu terhadap perusahaan militer swasta. Bukankah kebebasan adalah harga mati demokrasi? Bukankah mewujudkan keamanan manusia juga menuntut tercapainya kebebasan? Kebebasan yang ingin dilindungi melalui pengadaan infrastruktur keamanan kini juga merupakan elemen yang mengancam keamanan itu sendiri; menciptakan sebuah paradoks kebebasan dalam tatanan keamanan global kekinian.

(5)

notifikasi, (5) pemberian lisensi umum bagi perusahaan militer swasta, dan (6) pemberlakuan regulasi mandiri (self-regulation) dengan penetapan aturan secara spesifik berupa code of conduct.

Simpulan

Perusahaan militer swasta adalah efek samping dari demokrasi; dari pemberian kebebasan pada masyarakat. Jasa militer swasta bukanlah sesuatu yang sama sekali baik atau sama sekali buruk; hanya saja, sifatnya yang berorientasi pada keuntungan finansial menimbulkan kekhawatiran akan penyalahgunaan jasa militer swasta oleh pihak-pihak insurgensi untuk menciptakan kekacauan. Jika ini terjadi, maka kebebasan yang semestinya menjadi kunci bagi pencapaian keamanan manusia malah kemudian menjadi ancaman itu sendiri.

Ketidaktentuan dan ketidakjelasan hukum mengenai penggunaannya mendorong munculnya tuntutan agar diadakan regulasi berupa hukum atau rezim internasional yang mengawasi perusahaan militer swasta. Pengawasan ini, bagaimanapun, tidak boleh dipandang sebagai bentuk pengekangan terhadap kebebasan; melainkan sekadar upaya melindungi kebebasan banyak orang tanpa harus mengorbankan kebebasan yang lain. Terlebih lagi, kebebasan tanpa keteraturan hanya akan berujung pada kekacauan yang tentunya bukan tujuan dari keamanan manusia.■

REFERENSI

Avant, Deborah D. (2008) Private Security. Dalam: Paul D. Williams (ed.), Security Studies: An Introduction. New York: Routledge, h. 438—452.

Bajpai, Kanti (2000) Human Security: Concept and Measurement. Kroc Institute Occasional Paper, 19 (1), Agustus.

Khong, Yuen Foong (2001) Human Security: A Shotgun Approach to Alleviating Human Misery? Global Governance, 7 (3), h. 231—236.

Kinsey, Christopher (2006) Corporate Soldiers and International Security, The Rise of Private Military Companies. New York: Routledge.

Mack, Andrew (2005) Human Security Report 2005: War and Peace in the 21st Century. New York: Oxford University Press.

UNDP (1994) Human Development Report. New York: Oxford University Press. Weber, Max (1964) The Theory of Social and Economic Organization. New York: Free

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi data tentang keterampilan kepemimpinan kepala sekolah pada penelitian ini dibuat angket yang terdiri dari 13 item pernyataan yang kemudian diukur dengan skor 1

8 merupakan akibat dari adanya sistem (struktur) sosial dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi korban. Hal ini terjadi karena

Akhlaq merupakan aspek ajaran Islam yang berhubungan dengan tata perilaku manusia sebagai hamba Allah, anggotamasyarakat, dan bagian dari alam sekitarnya. Kata akhlaq

ditetapkan oleh manajemen melalui beberapa pertimbangan dan analisis faktor lingkungan internal (kelemahan dan kekuatan) dan faktor lingkungan eksternal organisasi

Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran

Jumlah sel T CD8 + dinilai dengan skor histologi dengan pemeriksaan imunohistokimia menggunakan monoklonal antibodi sel T CD8 + dengan pewarnaan

Selain itu tujuan lain dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan program S1 di jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial

580/VI/2016 tanggal 3 Juni 2016 tentang Penetapan Perpanjangan Kedua Status Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi