• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL TESIS (11) id. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL TESIS (11) id. docx"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu biologi adalah ilmu yang mempelajari segala hal yang berhubungan dengan makhluk hidup dan kehidupan. Ilmu ini membahas hal-hal yang masih berkaitan dengan makhluk hidup seperti zat yang membentuk makhluk hidup, zat yang dibutuhkan makhluk hidup, serta berbagai hal mengenai hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannanya. Objek kajian ilmu biologi sangat luas dan mencakup semua makhluk hidup, seiring dengan berbagai penemuan para ilmuwan. Biologi merupakan pohon ilmu yang sangat besar. Cabang biologi terus bertambah sesuai dengan perkembangan ilmu biologi itu sendiri.

Perkembangan ilmu biologi yang demikian pesat menggugah para pendidik, khususnya guru bilogi untuk bisa merancang dan melaksanakan pendidikan yang mengarah pada penguasaan konsep biologi dan juga membentuk siswa yang dapat mengembangkan ketermpilan pemecahan masalah serta mempelajari kemandirian (self-direction). Kemampuan pemecahan masalah dan pembelajaran mandiri adalah tujuan jangka panjang yang memerlukan pengalaman untuk mencapai tujuan tersebut.

(2)

diterapkan oleh guru adalah, mengajar dengan ceramah dan dikombinasikan dengan media dan siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran.

Berdasarkan pemantauan peneliti di MTsN Tirawuta, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam belajar. Kondisi seperti ini menyebabkan siswa kebanyakan diam (pasif), kurang aktif dalam bertanya maupun dalam menjawab pertanyaan dalam proses belajar mengajar bahkan beberapa siswa sering meninggalkan ruangan kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung, dengan alasan yang bermacam-macam, di antaranya, karena tidak suka dengan cara guru mengajar, merasa bosan dengan metode mengajar guru dan sebagainya. Kesulitan yang dialami siswa tidak lain karena guru belum sempurna dalam menerapkan pengelolaan kegiatan pembelajaran.

Data ini menunjukan bahwa kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa masih rendah, faktanya siswa cenderung pasif dalam mengikuti pembelajaran, tidak antusias dalam membaca dan mempelajari bahan ajar yang tersedia, malu bertanya, tidak berani mengemukakan pendapat, disamping itu kerjasama masih rendah, tugas kelompok hanya beberapa siswa saja yang aktif, selain itu siswa masih kurang teliti dalam mengerjakan tugas dan selalu tidak tepat waktu dalam mengumpul tugasnya, selanjutnya sewaktu guru mengevaluasi banyak siswa yang tidak percaya diri dan mencontek jawaban temannya. Salah satu sebabnya adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dengan pembelajaran ekspositori atau ceramah. Kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa sangat perlu dibangun sehingga siswa memiliki kemampuan menyelesaikan masalah secara sistematis dan mandiri dengan semangat rasa ingin tahu yang tinggi, jujur dan teliti. Kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah dapat dikembangkan melalui pembelajaran biologi.

(3)

Sehingga kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran biologi. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (Rusman:2014:229).

Berdasarkan latar belakang tersebut menunjukan bahwa penelitian ini penting dilakukan karena kemampuan pemecahan masalah dan pembelajaran mandiri yang merupakan aspek dari kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah banyak bermanfaat dalam kehidupan nyata, dengan memberikan pengalaman langsung pada siswa dalam memecahkan masalah secara mandiri dalam pembelajaran, siswa tidak hanya menguasai konsep yang orientasinya hanya untuk ulangan semester saja yang umumnya pada tahun yang sama konsep-konsep itu telah dilupakan, tetapi siswa mempunyai kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam pembelajaran dan kehidupan nyata. Peneliti juga bermaksud menemukan model pembelajaran yang tepat dalam mengajar biologi pada konsep larutan asam, basa, dan garam sehingga konsep itu mudah dipahami sekaligus membentuk keterampilan berpikir kritis serta sikap ilmiah siswa, disamping itu peneliti juga bermaksud meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa kelas VII MTsN Tirawuta melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.

1.2. Rumusan Masalah

(4)

pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini : 1. Adakah pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan berpikir kritis dan

sikap ilmiah dalam mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam?

2. Adakah pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan berpikir kritis dalam mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam?

3. Adakah pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap sikap ilmiah dalam mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Pengaruh pembelajaran berbasis masalah meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah dalam mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam.

2. Pengaruh pembelajaran berbasis masalah meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam.

3. Pengaruh pembelajaran berbasis masalah meningkatkan sikap ilmiah dalam mempelajari materi larutan asam, basa, dan garam.

1.4. Manfaat Penelitian

(5)

a. Menemukan strategi pembelajaran yang tepat dalam mengajar biologi pada konsep larutan asam, basa, dan garam sehingga konsep itu mudah dipahami sekaligus membentuk keterampilan berpikir kritis serta sikap ilmiah siswa.

b. Untuk penelitian lanjutan di bidang pendidikan atau yang ada kaitannya dengan materi penelitian ini.

2. Manfaaat Praktis :

a. Memberikan motivasi bagi guru untuk mencari strategi pembelajaran lain yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa.

b. Memberikan wawasan tentang manfaat penggunaan media pembelajaran.

c. Siswa dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah bagi dirinya. d. Siswa mendapatkan suasana dan pengalaman belajar yang baru.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Definisi Belajar

(6)

Pritasari: 2011: 7) merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan dan diubah melalui latihan atau pengalaman.

Belajar merupakan proses mental yang dinyatakan dalam berbagai perilaku, baik perilaku fisik-motorik maupun psikis. Melalui proses belajar terjadi perubahan, perkembangan, kemajuan, baik dalam aspek fisik-motorik,intelek, sosial-emosional maupun sikap dan nilai. (Ibrahim, R. 2007: 124)

Belajar menurut Gagne adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar biologi yang terpenting adalah pengalaman yang dapat memberikan perubahan tingkah laku, bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. (dalam Muslikhah: 2010: 13).

Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard mengungkapkan ”learning is the precess by wich an activity originates or changed through training procedurs (Wether in the laboratory or in the natural

environment) as distinguished from changes by factors not atributable to training.” Bagi

Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan didalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

(7)

2.1.2. Teori-Teori Belajar

Teori tentang terjadinya perubahan tingkah laku sebagai akibat dari belajar berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan John Lock dan hakikat manusia menurut Leibnitz.

Menurut John Lock, manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori tabularasanya, Lock menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulis apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Pandangan ini memunculkan aliran belajar behavioristik.

Leibnitz menganggap bahwa manusia adalah organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber dari segala kegiatan. Pada hakikatnya manusia bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk membuat pilihan untuk segala situasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Pandangan ini melahirkan aliran belajar kognitif.

a. Teori Belajar Behavioristik

Teori-teori belajar yang termasuk kedalam kelompok belajar behavioristik diantaranya: 1. Teori Belajar Koneksionisme

Dikembangkan oleh Thorndike tahun 1913. Menurut teori ini belajar pada hewan dan pada manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindera dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respon.

(8)

Seperti halnya Thorndike, Pavlov dan Watson yang menjadi tokoh teori ini juga percaya bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibentuk dengan kondisi tertentu.

3. Operant Conditioning

Teori ini dikembangkan oleh Skinner, merupakan pengembangan dari teori stimulus-respon. Skinner membedakan dua macam respons, yakni respondent response (reflexive response) adalah respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu misalnya makanan mengeluarkan air liur, respon ini relatif tetap, dan operant response (instrumental response). Adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang tersebut mengukuti dan memperkuat suatu tingkah laku yang telah dilakukan.

Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respon. Ciri khas teori belajar behavioristik yaitu; mementingkan pengaruh lingkungan, mementingkan bagian-bagian, mengutamakan peranan reaksi, hasil belajar terbentuk secara mekanis, dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, mementingkan pembentukan kebiasaan, memecahkan masalah dilakukan dengan cara trial and error.

b. Teori belajar kognitif 1. Teori Gestalt

(9)

a) Kemampuan insight seseorang tergantung kepda kemampuan dasar orang tersebut, sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan posisi yang bersangkutan dalam kelompok (spesies) nya

b) Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan. c) Insight tergantung pada pengaturan dan penyediaan lingkungannya.

d) Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui pengertian individu akan dapat memecahkan persoalan, pengertian itulah yang bisa menjadi pemecahan persoalan lain pada situasi yang berlainan.

e) Apabila insight telah diperoleh, maka dapat digunakan untuk menghadapi persoalan dalam situasi lain. Disini terdapat transfer belajar, namun yang ditransfer bukanlah materi yang dipelajari, tetapi relasi-relasi dan generalisasi yang diperoleh melalui insight.

Beberapa prinsip penerapan teori belajar gestalt yaitu:

a) Belajar itu berdasarkan keseluruhan

Dalam teori behavioristik menganggap bagian-bagian lebih penting dari keseluruhan, teori gestalt menganggap justru keseluruhan itu lebih memiliki makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan.

b) Anak yang belajar merupakan keseluruhan

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak seutuhnya.

c) Belajar berkat insight

(10)

Belajar bukanlah menghafal fakta. Melalui persoalan yang dhadapi itu anak akan mendapat insight yang sangat berguna untuk menghadapi setiap masalah.

d) Belajar berdasarkan pengalaman

Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu. Belajar adalah melakukan reorganisasi pengalaman-pengalaman masa lalu yang secara terus menerus disempurnakan. Dengan demikian, proses membelajarkan adalah proses memberikan pengalaman-pengalaman yang bermakna untuk kehidupan anak.

2. Teori medan

Teori medan dikembangkan oleh Kurt Lewin. Sama seperti teori Gestalt, teori medan menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah. Beberapa hal yang

berkaitan proses pemecahan masalah menurut lewin dalam belajar adalah:

a. belajar adalah perubahan struktur kognitif. Setiap orang akan dapat memecahkan masalah jika ia bisa mengubah struktur kognitif.

b. Pentingnya motivasi. Motivasi adalah faktor yang dapat mendorong setiap individu untuk berperilaku. Motivasi muncul karena adanya daya tarik tertentu.

3. Teori Konstruktivistik

Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan terjadi pegetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan.

(11)

skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema. (Sanjaya: 2014: 112-124)

Teori-teori lain yang melandasi pendekatan pembelajaran berbasis masalah antara lain: 1. Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel

Ausubel membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, di perlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah di ketahuinya. Kaitan dengan pembelajaran berbasis masalah dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

2. Teori Belajar Vigotsky

Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian membangun pengertian baru. Vigotsky menyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan itelektual siswa. Kaitan dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain. 3. Teori Belajar Jerome S.Bruner

(12)

didukung oleh pengetahuan yang menyertainya,serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. (Rusman:2014:244)

2.1.3. Pembelajaran Berbasis Masalah

Ivor K. Davis (2000) mengemukakan bahwa ”salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya Guru” (Rusman:2014:229)

Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). (Rusman:2014:229)

Menurut Tan (2003) dalam Rusman:2014:229 Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan

Margetson (1994) Mengemukakan bahwa kurikulim Pembelajaran Berbasis Masalah membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjangn hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Kurikulum Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan yang lain. (Rusman:2014:230)

(13)

secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM; pertama, SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Sedangakan kriteria bahan pelajaran dalam SPBM adalah;

1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik 2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa

3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal) sehingga terasa manfaatnya

4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang medukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki siswa

5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya. (Sanjaya.2014.213-214)

Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. (Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.39)

Menurut Ibrahim, M. Dan Nur, M. (2000) dalam I. Kd. Urip Astika.2013.4 mengemukakan bahwa pembeajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri.

(14)

John Dewey menjelaskan 6 langkah PBM yaitu

1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa merumuskan masalah yang akan dipecahkan. 2. Menganalisis masalah, yatu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai

sudut pandang.

3. Merumuskan hipotesis yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5. Pengujian hipotesis yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan denga penerimaan atau penolakan hipotesis.

6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan. (Sanjaya. 2014. 217)

Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut Ibrahim, M. Dan Nur (2000:13) dan Ismail (2002:1) dalam (Rusman:2014:243)

Tabel 2.1. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

(15)

untuk berbagai tugas dengan temannya

Secara lebih khusus Hamzah (2003) mengemukakan tugas guru dalam PBM, yaitu: (a) guru hendaknya menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan self regulated dalam belajar pada diri siswa berkembang; (b) guru hendaknya selalu mengarahkan siswa mengajukan masalah, atau pertanyaan atau memperluas masalah; (c) guru hendaknya menyediakan beberapa situasi masalah yang berbeda-beda, berupa informasi tertulis, benda manipulatif, gambar atau yang lainnya; (d) guru dapat memberikan masalah yang berbentuk open-ended; (e) guru dapat memberikan contoh cara merumuskan dan mengajukan masalah dengan beberapa tingkat kesukaran, baik tingkat kesulitan pemecahan masalah; (f) guru menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pelajaran yang berbentuk dialog antara siswa mengenai materi pelajaran dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru (peer teaching). (Rusman:2014:246)

(16)

Model Pembelajaran Problem base learning sangat mendukung dalam peningkatan sikap ilmiah siswa dalam melaksanakan pembelajaran yang dilakukan dengan metode inkuiri (Winanti, 2009). Peningkatan sikap ilmiah sangat mendukung peningkatan keterampilan kerja ilmiah, penerapan model problem base learning dalam pembelajaran IPA terpadu juga memperlihatkan adanya peningkatan keterampilan kerja ilmiah siswa (Jurnal.Rahayu.2012.7)

Penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Arnyana 2004 pada bidang studi biologi tentang pengaruh model pembelajaran berbasis masalah dan model pengalaman langsung yang dipadu dengan strategi kooperatif STAD dan GI untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa SMA di Singaraja menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar biologi antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah yang dipadu dengan strategi STAD dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan strategi kooperatif GI. (Jurnal. Astika. 2013.4)

Koh, Choon-huat (2008:37-38) dalam Fadhila.2013.6 mengungkpkan hasil penelitian tentang pengaruh PBL disekolah kedokteran yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan aspek kognitif pada siswa yag belajar dengan model PBL, siswa menggunakan komputer atau sumber-sumber informasi lain untuk memahami dasar pengobatan, model PBL juga mempengaruhi tingkat pengetahuan mereka yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model PBL. (Jurnal.Fadhila.2013.6)

2.1.4. Berpikir Kritis

(17)

Keterampilan berpikir kritis adalah salah satu dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir kritis banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karenanya, mempelajari keterampilan berpikir kritis bagi siswa, atau mengajarkan keterampilan berpikir kritis bagi guru sangat penting. Untuk lebih memahami ketermpilan berpikir kritis dibawah ini disajikan tabel contoh-contoh keterampilan berpikir kritis.

Tabel 2.2. Contoh-contoh keterampilan berpikir kritis Tingkatan/Jenis Keterampilan

Berpikir Kritis

Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Mendefinisikan dan

mengklasifikasikan masalah 1. Mengidentifikasi isu sentral atau masalah2. Mengkomparasi persamaan-persamaan dan perbedaan- perbedaan

3. Menentukan manakah informasi yang relevan 4. Memformulasikan pertanyaan-pertanyaan

4. Mengenali bis, faktor-faktor emosional, propaganda, dan istilah semantik.

Ada 3 aspek berpikir kritis yang perlu dikembangkan dalam kegiatan belajar, yaitu: (1) kemampuan memahami definisi dan klarifikasi masalah, (2) kemampuan menilai dan mengolah informasi, dan (3) kemampuan menyelesaikan masalah/membuat kesimpulan. (Jurnal. Mas. 2011.2)

(18)

Keterampilan berpikir kritis tergantung juga pada faktor nature dan nurture. Faktor nature berdasarkan daya nalar, logika dan analisis, sedangkan faktor nurture adalah berasal dari lingkungan yang memfasilitasi pengembangan dan pengungkapan fikiran termasuk kemampuan mempertahankan dan menerima argumen yang berbeda. Berpikir kritis merupakan kemampuan dan kebiasaan yang sangat perlu dilatih sedini dan sesering mungkin. (Jurnal: Afrizon. 2012. 11).

Cara yang paling relevan mengevaluasi proses berpikir kritis sebagai suatu pemecahan masalah menurut Garrison D.R., Anderson, T. Dan Archer, W. (2001) dalam Jurnal Afrizon. 2012. 11. Dapat dilakukan melalui 5 langkah :

1. Keterampilan identifikasi masalah 2. Keterampilan mendefinisikan masalah 3. Keterampilan mengeksplorasi masalah 4. Keterampilan mengevaluasi masalah 5. Keterampilan mengintegrasikan masalah

Berpikir kritis adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental seperti dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan, analisis asumsi, dan inkuiri sains (Krulik, S.and Rudnik, J.A.1996). Cara berpikir ini mengembangkan penalaran yang kohesif, logis, dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis adalah tes keterampilan berpikir kritis (jurnal. Astika.2013.5)

2.1.5. Sikap Ilmiah

(19)

objek tertentu dan mengandung penilaian. Sikap pada dasarnya meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan atau menyenangkan terhadap objek, orang, dan mungkin aspek-aspek lain, termasuk ide abstrak dan kebijakan sosial. (Jurnal. Fakhrudin. 2010.2)

Sikap imiah merupakan salah satu bentuk kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu. Sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk memunculkan sikap ilmiah siswa diperlukan sebuah model pembelajaran yang sesuai dengan indikator-indikator yang dimiliki oleh sikap ilmiah siswa itu. Dalam pembelajaran sikap ilmiah siswa sangat diperlukan sikap rasa ingin tahu, bekerjasama secara terbuka, bekerja keras, bertanggung jawab, kepedulian, kedisiplinan, dan kejujuran. Sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. (Jurnal. Fakhrudin. 2010.2)

Menurut Harlen (1992) ada 9 aspek siap ilmiah, yaitu : sikap ingin tahu, sikap ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerjasama, sikap tidak putus asa, sikap tidak berprasangka, sikap jujur, sikap bertanggungjawab, sikap berpikir bebas, dan sikap kedisiplinan diri. (Jurnal. Fakhrudin. 2010.2)

Sikap ilmiah dibedakan dari sekedar sikap terhadap sains, karena sikap terhadap sains hanya terfokus pada apakah siswa suka atau tidak suka terhadap pembelajaran sains. Pada tingkat sekolah dasar sikap ilmiah difokuskan pada ketekunan, keterbukaan, kesediaan mempertimbangkan bukti, dan kesediaan membedakan fakta dengan pendapat. (Kartiasa. 1980)

(20)

Karhami (2005) sikap ilmiah yang cenderung dikembangkan diberbagai sekolah adalah :

a. Curiosity (sikap ingin tahu) b. Flekxibility (sikap luwes) c. Critical reflektion ( sikap kritis) d. Sikap jujur

Harlen (1996) membuat pengelompokkan yang lebih lengkap dan hampir mencakup kedua pengelompokkkan yang telah dikemukakan. Secara singkat pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 2.3. Pengelompokkan Sikap Ilmiah Siswa

Gegga (1977) Harlen (1996) AAAS (1993)

Curiosity, (sikap ingin tahu)

Curiosity (sikap ingin tahu) Honesty (sikap jujur)

Inventiveness (sikap penemuan)

Respect for evidence (sikap respek terhadap data)

(21)

Tabel 2.4. Dimensidan Indikator Sikap Ilmiah

Dimensi Indikator

Sikap ingin tahu Antusias mencari jawaban.

Perhatian pada obyek yang diamati. Antusias pada proses Sains. Sikap berpikir kritis Meragukan temuan teman.

Menanyakan setiap perubahan/haI baru. Mengulangi kegiatan yang dilakukan. Tidak mengabaikan data meskipun kecil. Sikap penemuan dan

kreativitas

Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi. Menunjukkan laporan berbeda dengan teman kelas. Merubah pendapat dalam merespon terhadap fakta. Menggunakan alat tidak seperti biasanya

Menyarankan pereobaan-percobaan baru. Menguraikan konklusi baru hasil pengamatan. Sikap berpikiran terbuka

dan kerjasama

Menghargai pendapat/temuan orang lain. Mau merubah pendapat jika data kurang. Menerima saran dari ternan.

Tidak merasa selalu benar.

Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif. Berpartisipasi aktif dalam kelompok.

Sikap ketekunan Melanjuttkan meneliti sesudah "kebaruannya" hilang. Mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan. Melengkapi satu kegiatan meskipun teman.

Kelasnya selesai lebih awal. AAAS (American Assoiation for Advancement of Science)

Catatan: lndikator-indikator tersebut di atas hanya contoh dan masih dapat dikembangkan agar lebih lengkap dan tepat mendukung dimensi sikap yang akan diukur.

Natalina (2012) menuliskan dimensi sikap ilmiah sebagai berikut: Tanggung jawab, keingin tahuan, kerjasama, teliti, disiplin, toleransi, dan percaya diri.

(22)

2.2. Penelitian yang Relevan

(23)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Pemikiran

3.1.1. Peranan Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah

Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual. Duch,Allen, dan White (2005) mengungkapkan bahwa pbm menyediakan kondisi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan nyata. Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa dengan menggalakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memacu proses berpikir. Kemampuan berpikir tinggi, khususnya berpikir kritis sangat penting diajarkan di sekolah karena keterampilan ini sangat diperlukan oleh siswa uuntuk sukses dalam kehidupanya. (Hamruni, 2011;104)

(24)

Dalam modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 di uraikan tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:

1) Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan tingkat tinggi, salah satu keterampilan tingkat tinggi yaitu keterampilan berpikir kritis.

2) Pembelajaran berbasis masalah mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas, mendorong pengamatan dan dialog, dan pembelajaran berbasis masalah melibatkan peserta didik dalam penyelidika pilihan sendiri, pada kegiatan ini membangin sikap ilmiah siswa 3) Belajar pengarahan sendiri (self directed learning). Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik, peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, dibawah bimbingan guru. Kegiatan ini menuntut peserta didik untuk berpikir kritis dan bersikap ilmiah, sehingga bisa menyelesaikan masalah secara mandiri dan benar. (Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.40)

(25)

Gambar 3.1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah

penting bagi siswa

Kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa kelas VII MTsN Tirawuta masih tergolong dalam kategori sangat

rendah Pembelajaran Biologi di kelas VII MTsN

Tirawuta belum mengakomodasi siswa berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa Kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah

(26)

3.2. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka berpikir, maka penulis dapat mengajukan hipotesis yaitu:

1. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa

2. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa

3. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa

(27)

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di MTsN Tirawita Kabupaten Kolaka Timur, Propinsi Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian adalah semester genap tahun pelajaran 2015 / 2016 dengan jadwal penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.1 Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan

Tahun 2015/2016

Des Jan Feb Mar

1 Penyusunan Proposal 2 Seminar Proposal 3 Pelaksanaan Penelitian 4 Penulisan Laporan

4.2. Metode Penelitian

(28)

4.3. Variabel Penelitian

Variabel-variabel pada penelitian ini dapat dibedakan menjadi variabel bebas, dan variabel terikat

1. Variabel bebas adalah variabel yang dipilih untuk dicari pengaruhnya terhadap variabel terikat. Pada penelitian ini variabel bebas adalah model pembelajaran berbasis masalah. 2. Variabel terikat adalah variabel yang kehadirannya dipengaruhi variabel bebas. Pada

penelitian ini variabel terikatnya adalah: 1) Keterampilan Berpikir Kritis

2) Sikap Ilmiah

Materi pembelajaran yang digunakan dalam dua kelompok ini adalah sama, yaitu larutan asam, basa, dan garam.

4.4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTsN Tirawuta, Kab. KolTim, dan sebagai sampelnya diambil 2 (dua) kelas secara random (cluster random sampling). Adapun langkahnya pertama-tama adalah menentukan siswa kelas VII yang akan

(29)

4.5. Instrumen Penelitian

4.5.1. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran

Pada penelitian ini penulis menggunakanProgram Tahunan, Program Semester, KKM, Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan LKS

4.5.2. Instrumen Pengambilan Data

Untuk memperoleh data keterampila berpikir kritis da sikap ilmiah siswa pada penelitian ini penulis menggunakan instrumen tes berpikir kritis dan kuisioner sikap ilmiah.

4.6. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari siswa-siswi kelas VII MTsN Tirawuta, Kolaka Timur, Tahun Pelajaran 2015-2016. Data yang akan dikumpulkan adalah keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah diperoleh dari hasil observasi dan tes terhadap siswa pada materi larutan asam, basa, dan garam.

1. Angket, merupakan daftar pertanyaan ataupun pernyataan yang diisi oleh responden untuk mendapatkan data tentang sikap ilmiah siswa.

(30)

4.7. Pengujian Instrumen

Sebelum penelitian dilakukan, penulis lebih dahulu melakukan pengujian instrumen. Uji coba ini untuk mengetahui apakah instrumen yang telah disusun benar-benar telah valid dan reliabel, sebab tingkat validitas dan reabilitas dapat mempengaruhi data hasil penelitian. Selain itu pengujian ini juga untuk mengetahui taraf kesukaran dan taraf pembeda pada tiap butir soal. Adapun instrumen-instrumen yang diujikan meliputi tes keterampilan berpikir kritis dan kuisioner sikap ilmiah pada pembelajaran materi larutan asam, basa, dan garam.

4.7.1. Validitas

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi, 1993:136). Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji coba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui validitas item dari instrumen penelitian. Suatu item dikatakan valid apabila ada dukungan yang besar terhadap skor total atau dengan kata lain terdapat kesejajaran antara skor item dan skor total. Rumus yang dipakai untuk mengetahui tingkat validitas item soal dalam penelitian ini adalah rumus korelasi Product – Moment dari Karl Pearson dalam Masidjo (1995 : 142). Rumus Product – Moment

(31)

X

rxy = Angka indeks korelasi product-moment

N = Jumlah responden / peserta tes X = Skor butir

Y = Skor total

Σ XY = Jumlah hasil kali antara skor X dan skor Y Σ X = Jumlah total butir

Σ Y = Jumlah skor total

Keputusan uji:

(32)

b. Jika rxY < r tabel, maka butir soal invalid/tidak valid

Klasifikasi validitas soal menurut Masidjo (1995 : 243) dapat dilihat pada tabel Tabel 4.2. Interpretasi Validitas Soal

Koefisien Korelasi Kualifikasi 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

Negatif – 0,20 Sangat rendah

Dengan menggunakan rumus korelasi product-moment ini dapat diketahui besarnya validitas tiap item. Suatu soal atau item dikatakan valid jika mempunyai hasil perhitungan lebih besar daripada tabel harga kritik product-moment. Suatu item soal dikatakan tidak valid apabila harga perhitungan lebih kecil dari harga tabel.

4.7.2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah nilai keajegan dari suatu item. Suatu soal dikatakan reliabel jika soal tersebut dari waktu ke waktu menghasilkan nilai yang sama bagi seorang individu. Taraf reliabilitas suatu tes dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut koefisien reliabilitas (rtt). Koefisien relibilitas dinyatakan dalam suatu bilangan koefisien antara - 1,00 sampai dengan 1,00. Menurut Masidjo (1995 : 233), untuk menghitung taraf reliabilitas menggunakan

(33)

rtt=

nn1

[

t

2

Pq

t

2

]

Keterangan:

rtt = koefisien reliabilitas KR-20

n = banyaknya butir soal p = indeks kesukaran q = 1 – p

S = deviasi standar

Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel tidaknya suatu instrumen pada umumnya adalah perbandingan antara r hitung dengan r tabel dengan taraf signifikansi 5%. Jika r hitung > r tabel, maka instrumen tersebut dikatakan reliabel. Interpretasi eliabilitas menurut Masidjo (1995 : 209) dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4.3. Interpretasi Reliabilitas Soal Koefisien Korelasi Interpretasi 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi 0,71 – 0,90 Tinggi 0,41 – 0,70 Cukup 0,21 – 0,40 Rendah Negatif – 0,20 Sangat rendah

(34)

Analisis data dilakukan untuk mengetahui dan menguji kebenaran dari hipotesis yang diajukan. Teknik analisa data dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini diperlukan statistik inferensial sebagai cara untuk menganalisis data. Sebelum data dianalisis dengan menggunakan Analisa Varian (ANAVA) sati jalur. dengan terlebih dahulu data diuji normalitas dan homogenitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

---. 2013. Modul Diklat Guru Dalam Rangka implementasi kurikulum 2013. Mata Diklat: 2. Analisis Materi Ajar Jenjang: SD/SMP/SMA Mata Pelajaran Konsep Pendekatan Scientific. Kementerian Pendidikan dan Keudayaan

---. 2014. Materi pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015 Mata Pelajaran IPA SMP/MTs. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

(35)

Afrizon, Renol., Ratnawulan, fauzi, A., 2012. Peningkatan Perilaku Berkarakter dan Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013)

Dzulfikar, A., Asikin, A., Hendikawati, P. 2012. Keefektifan Problem based learning dan Model Eliciting Activities Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme

Eggen Paul,dan Kauchak Don, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan Konten dan Keterampilan berpikir. Original Title: Strategie and Models for Teachers: Teaching Content and Thinking Skils. Jakarta: PT. Indeks

Fadhila, C., Corebima, D.A., Balqis. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN 7 Malang. Jurnal penelitian

Fakhruddin, dkk., 2010. Sikap Ilmiah Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Dengan Penggunaan Media Komputer melalui Model Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Bangkinang Barat. Jurnal Geliga Sains 4 (1), 18-22,2010.

Hamruni. 2011. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani

Ibrahim, R. Dkk., 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bagian II: Ilmu Pendidikan Praktis. Bandung: Intima

35

36 Mas, Silvester. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V SDI Daleng

Manggarai Barat NTT Pada Pokok Bahasan Globalisasi Dengan Model TASC. J-TEQIP, Tahun III, Nomor 1, Mei 2012.

Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta : Kanisius Natalina, Mariana dkk., 2013. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided

Inquiry) Untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 5 Pekan baru Tahun Ajaran 2011/2012. Prosiding Semirata FMIPA Unila.2013.

(36)

Rahayu, P., Mulyani, S., Miswad, S.S. 2012. Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu Dengan menggunakan Model Pembelajaran Problem Base Melalui Lesson Study. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme

Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sanjaya, Wina. 2014. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

(37)

Kemampuan berpikir tinggi, khususnya berpikir kritis sangat penting diajarkan di sekolah karena keterampilan ini sangat diperlukan oleh siswa uuntuk sukses dalam kehidupanya. (prof.dr.hamruni,Msi: Strategi Pembelajaran :2011;104;Insan Madani; Yogyakarta)

Suharsimi Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Karya.

Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta : Kanisius.

Gambar

Tabel 2.1. Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah
Tabel 2.2. Contoh-contoh keterampilan berpikir kritis
Tabel 2.4. Dimensidan Indikator Sikap Ilmiah
Gambar 3.1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan pendapat Parera et al, (2009) yang menyatakan bahwa tris kuning telur memberikan hasil yang baik karena kerusakan sel dan abnormalutas

Menyiapkan instrumen penelitian yang dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian dan data yang ingin diperoleh dalam penelitian, berupa lembar observasi aktivitas guru

kesehatan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ APLIKASI PEMBELAJARAN NAMA HEWAN DALAM BAHASA INGGRIS. BERBASIS FLASH ” pada waktu

Tujuan penelitian di PDAM Kabupaten Bekasi ini adalah menghitung penerimaan usaha, penerimaan marginal, penerimaan total, biaya variable, biaya overhead, biaya kepemilikan

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa pengembangan modul matematika untuk pembelajaran berbasis masalah (PBL) pada materi pokok persamaan garis lurus kelas VIII diawali

a) Menggunakan variabel return saham sebagai variabel dependen, dan menggunakan variabel week four effect sebagai variabel independen. Tidak terdapat The Day of Week Effect

Maka kami m'elihat perubahan Rancangan Undang-Undang usul inisiatif tentang Perbankan Syariah telah mencapai sasarannya sesuai yang diusulkan oleh komisi XI DPR RI oleh

Tentang : PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS-DINAS DAERAH KOTA JAMBI WALIKOTA JAMBI ttd ARIFIEN MANAP KEPALA BIDANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN SEKRETARIAT SUBBAGIAN