• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Logam Berat Tembaga Cu Pada Si

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kandungan Logam Berat Tembaga Cu Pada Si"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

M A K A L A H P E N E L I T I A N K I M I A L A U T

DISUSUN OLEH: K E L O M P O K III

1. Faruk J Kelutur (2012-78-024) 2. Vebiola V Iwamony (2012-78-009)

3. Reca Sahupoly (2012-78-061)

4. Hary G Sorpay (2012-78-070)

5. Putri M Wakano (2012-78-053)

6. Mahdi Safuan Usemahu (2012-78-002) 7. Natalia C Rante (2011-78-046)

8. Maria Fasak (2009-78-064)

J U R U S A N K I M I A

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PATTIMURA

A M B O N

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan

Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah penelitian ini dengan baik dan

benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah penelitian ini kami mengambil judul dan

membahas mengenai Kandungan Logam Berat Tembaga (Cu) Pada Siput Merah

(Cerithidea sp) Di Perairan Laut Dumai Provinsi Riau.

Makalah penelitian ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian, kesimpulan

dan saran.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar dalam penyusunan

makalah penelitian ini. Oleh karena itu, apabila terjadi kesalahan kami memohon kepada

pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif

dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah - makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Ambon,21 April 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang…...………...2

1.2 Perumusan Masalah.…….………..2

1.3 Tujuan Penelitian………..2

1.4 Manfaat Penelitian………...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...3

BAB III METODE PENELITIAN

……….………..9

A. Waktu dan Tempat.………..………...9

B. Alat dan Bahan.………...9

C. Prosedur Kerja……..………...9

BAB IV HASIL PENELITIAN

.…………...……….……...11

BAB V PENUTUP

.………..………......…14

A. Kesimpulan……….14

B. Saran………...14

(4)

B A B I

P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Ekosistem peraian laut, selat dan pantai merupakan ekosistem yang khas, dimana kondisi

fisika-kimia sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas disekitar perairan. Aktivitas tersebut

selain memberikan keuntungan terhadap kehidupan manusia juga dapat memberikan dampak

yang negatif bagi ekosistem di perairan seperti menurunnya kualitas perairan akibat masuknya

bahan-bahan pencemar ke dalam perairan tersebut. Kandungan logam berat dalam perairan dapat

meningkat, terutama dengan meningkatnya aktivitas seperti transportasi, pelabuhan, industri

minyak bumi, dan pemukiman padat penduduk yang menghasilkan limbah logam berat

diantaranya adalah logam berat tembaga (Cu) yang dapat mempengaruhi kualitas perairan bagi

kehidupan organisme didalamnya (Setiadi, 2007).

Perairan Laut Dumai berbatasan langsung dengan Selat Malaka yang merupakan dataran

rendah yang sebagian wilayahnya masih terdiri dari rawa-rawa dan hutan bakau. Kondisi Pantai

Dumai relatif landai dan curam, daerah ini merupakan daerah Pesisir Timur dari Pulau Sumatera

yang berhadapan langsung dengan Pulau Rupat (Anonimus, 2008).

Perairan Pantai Dumai selain dimanfaatkan sebagai daerah pelabuhan, industri dan jalur

pelayaran, juga merupakan tempat penangkapan ikan oleh penduduk yang tinggal di tepi pantai.

Pelabuhan dan perairan tersebut digunakan oleh beberapa perusahaan yang beroperasi di Dumai,

salah satunya PT. Patra Dock yang bergerak dalam pembuatan industri galangan kapal, dimana

logam tembaga (Cu) ini digunakan sebagai campuran bahan pengawet. Pelabuhan

penyeberangan penumpang juga menggunakan perairan Dumai untuk fasilitas bongkar muat.

Kondisi tersebut menjadikan perairan ini sebagai jalur pelayaran antar pulau dan negara yang

padat, sehingga dapat mengkontribusikan logam-logam berat diantaranya tembaga (Cu).

Cerithidea sp merupakan organisme yang banyak didapatkan dan dikonsumsi oleh

masyarakat disekitar perairan Laut Dumai, sehingga kemungkinan spesies ini sudah mengandung

logam berat tembaga (Cu). Sifat bioakumulatif dari Cerithidea sp inilah yang menyebabkan

(5)

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana kandungan logam berat tembaga (Cu) pada siput merah (Cerithidea sp) di

perairan Laut Dumai Provinsi Riau?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat tembaga (Cu) pada siput

merah (Cerithidea sp) di perairan Laut Dumai.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat

pada umumnya dan instansi terkait khususnya mengenai kandungan logam berat tembaga (Cu)

(6)

B A B II

T I N J A U A N P U S T A K A

1.1 Klasifikasi dan Deskripsi Siput Merah (Cerithidea sp)

Klasifikasi dan deskripsi siput merah (Cerithidea sp) menurut Abbot dan Boss (1989) diacu

dalam Purwaningsih (2007) adalah sebagai berikut:

Secara umum gastropoda memiliki ciri-ciri morfologi antara lain cangkang spiral, dengan

atau tanpa tentakel dan mata, memiliki radula, kaki jalan, dengan garis mantel pada cangkang,

memiliki nefridia, osphradium dan sistem reproduksi tunggal (Hyman 1967). Siput merah

(Cerithidea sp) memiliki ciri-ciri tubuh yang simetris bilateral, tertutup mantel yang

menghasilkan cangkang dan mempunyai kaki ventral. Memiliki saluran pencernaan yang

lengkap dan di dalam rongga mulut terdapat radula, jantung terdiri dari dua serambi dan satu

bilik. Alat pernafasannya adalah sepasang insang atau lebih yang dinamakan cteinidia, alat

indera terdiri dari cincin syaraf dengan beberapa ganglion dan dua pasang benang syaraf.

Menurut Hyman (1967) siput merah (Cerithidea sp) dalam keadaan normal berbentuk

kerucut spiral memanjang disekitar axis pusat yang disebut columnella. Cangkang terdapat garis

spiral yang disebut dengan suture yang merupakan garis tipis sederhana. Bagian untuk

melindungi siput merah (Cerithidea sp) dari kontak adalah bagian cangkang yang melingkar,

bagian melingkar yang paling besar ini disebut dengan body worl. Bagian yang terlihat terbuka

(7)

Gambar siput merah (Cerithidea sp) secara morfologis disajikan pada gambar berikut:

Gambar Siput Merah (Cerithidea sp)

1.2 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Siput Merah (Cerithidea sp)Substrat Dasar dan Sedimen Perairan

Substrat merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang hidup di dasar perairan

atau di permukaan benda yang ada di kolom perairan. Substrat juga berguna sebagai habitat,

tempat mencari makan, dan memijah bagi sebagian besar organisme akuatik. Menurut Hynes

(1978) dalam Honata (2010) faktor utama yang menentukan penyebaran, kepadatan, dan

komposisi jenis siput merah (Cerithidea sp) adalah substrat dasar perairan, yaitu lumpur, pasir

tanah liat berpasir, kerikil dan batu. Tipe substrat suatu perairan akan mempengaruhi

penyebaran, kepadatan, dan komposisi.

Penyebaran dan kepadatan siput berhubungan dengan diameter rata-rata butiran

sedimen, kandungan debu dan liat, serta cangkang-cangkang biota yang telah mati, yang secara

umum dapat dikatakan bahwa semakin besar ukuran butiran berarti semakin kompleks substrat,

sehingga semakin beragam pula jenis biotanya. Menurut Odum (1993) menyatakan bahwa

substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang

baik bagi organisme siput merah (Cerithidea sp) yang memiliki kepadatan dan keanekaragaman

yang besar dibandingkan dengan perairan yang berpasir dan berlumpur halus.

Pada jenis sedimen berpasir, kandungan oksigen relatif besar dibandingkan pada

(8)

terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya, tetapi pada sedimen ini tidak

banyak nutrien, sedangkan pada substrat yang lebih halus walaupun oksigen sangat terbatas tapi

tersedia nutrien dalam jumlah besar (Wood, 1987 dalam Utami, 2012). Spesies siput merah

(Cerithidea sp) umumnya mendiami substrat lunak dan dapat ditemukan pada substrat yang

didominasi oleh pasir hingga pasir berlumpur (Dody, 2007).

Distribusi dan kelimpahan moluska dipengaruhi oleh diameter rata-rata butiran

sedimen, kandungan debu, liat, dan adanya kandungan cangkang-cangkang organisme yang telah

mati dan kestabilan substrat. Kestabilan substrat dipengaruhi oleh pengadukan substrat oleh alat

tangkap. Kelimpahan dan keanekaragaman jenis epifauna meningkat pada substrat yang banyak

mengandung cangkang organisme yang telah mati. Jenis-jenis dari kelas gastropoda dan bivalvia

dapat tumbuh dan berkembang pada sedimen halus, karena memiliki alat-alat fisiologi khusus

untuk beradaptasi pada lingkungan perairan yang memiliki tipe substrat berlumpur (seperti

siphon yang memanjang) (Discoll & Brandon, 1973 dalam Pratami, 2005).Suhu

Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelembaban udara,

suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas matahari. Suhu air di perairan Indonesia umumnya

berkisar antara 28-31°C. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di

lepas pantai (Nontji, 2002). Suhu air pada lapisan permukaan memperlihatkan nilai yang lebih

bervariasi daripada suhu air pada lapisan yang lebih dalam. Suhu pada lapisan permukaan

cenderung lebih hangat daripada lapisan di bawahnya, dan maksimum suhu air teramati pada

lapisan permukaan (BAPPEDA, 2007). Menurut Dody (2007) bahwa siput merah (Cerithidea sp)

hidup pada kisaran suhu antara 28,5-29,9°C.  Salinitas

Salinitas adalah total konsentrasi dari seluruh ion terlarut dalam perairan yang

dinyatakan dalam satuan gr/kg atau ‰. Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan

organisme, misalnya dalam distribusi biota akuatik. Penurunan salinitas di perairan estuari akan

mengubah komposisi dan dinamika populasi organisme. Tanggapan atau respon organisme

terhadap kadar salinitas berbeda-beda (Levinton, 1982 dalam Ippah, 2007).Derajat Keasaman (pH)

Toksisitas suatu senyawa kimia juga dipengaruhi pH. Senyawa ammonium yang dapat

(9)

toksik (innocuous). Namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia

yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Ammonia tak terionisasi ini lebih mudah

terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Tebbut, 1992

dalam Effendi, 2003). Menurut Odum (1971) bahwa perubahan pH pada perairan laut biasanya

sangat kecil, karena adanya turbulensi massa air yang selalu menstabilkan perairan.

Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH

sekitar 7-8,5. Nilai pH akan mempengaruhi proses biologi kimiawi perairan. Keanekaragaman

bentos mulai menurun pada pH 6-6,5 (Effendi, 2003). Sementara menurut Nybakken (1992)

lingkungan perairan laut yang memiliki pH yang bersifat relatif lebih stabil dan berada dalam

kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5-8,4.  Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya

cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan

disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya

lumpur dan pasir halus) maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan

mikroorganisme lain (Davis & Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003).Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut yang terdapat dalam air laut berasal dari difusi udara dan fotosintesis

fitoplankton dan tumbuhan bentik. Kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air sangat

lambat, sehingga fotosintesis fitoplankton merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen

terlarut di perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan oksigen antara lain suhu,

salinitas, pergerakan massa air, tekanan atmosfer, luas permukaan air, dan persentase oksigen

sekelilingnya (BAPPEDA, 2007). Kadar oksigen berfluktuasi tergantung pada proses

pencampuran, pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke

dalam badan perairan (Effendi, 2003).

Penurunan oksigen terlarut secara temporer selama beberapa hari biasanya tidak

mempunyai pengaruh yang berarti karena moluska dapat melakukan metabolisme secara anaerob

namun metabolisme ini akan menyebabkan organisme kekurangan energi sehingga

mempengaruhi aktivitas lainnya seperti reproduksi dan pertumbuhan. Kadar oksigen terlarut

(10)

batas toleransi adalah 4 mg/l (Clark, 1974). Menurut Sutamihardja (1978) dalam BAPPEDA

(2007) kadar oksigen terlarut yang normal di perairan laut berkisar antara 5,7-8,5 mg/l.

1.3 Karakteristik Logam Berat Tembaga ( Cu)

Menurut Palar (1994), tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur

logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik, tembaga menempati

posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atau berat atom (BA) 63,546.

Selanjutnya Darmono (1995) menyatakan bahwa densitas tembaga ialah 8,90 dan titik cairnya

1084OC.

Tembaga merupakan logam yang diperlukan dalam jumlah tertentu dan memainkan peranan

fundamental dalam proses biokimia manusia, yang dikenal sebagai trace element. Tembaga

esensial pada proses penggunaan besi dalam proses pembentukan hemoglobin dan dalam proses

pematangan neutrophil (salah satu jenis sel darah putih). Hal penting dalam metabolisme

tembaga adalah sifat kimia dari elemen dan kompleksnya karena sifat ini menentukan interaksi

dengan elemen lainnya dalam proses-proses seperti absorpsi, transpor, distribusi dan toksisitas

(Dameron dan Howe, 1998).

Dalam bidang industri, logam tembaga banyak digunakan, sebagai contoh industri cat

sebagai antifouling, industri insektisida, fungisida dan lain-lain. Disamping itu dalam proses

produksinya, dipakai dalam industri galangan kapal karena digunakan sebagai campuran bahan

pengawet, industri pengolahan kayu, buangan rumah tangga dan lain sebagainya (Palar, 1994).

Tembaga dilepaskan ke atmosfer dalam bentuk gabungan dengan partikulat. Zat tersebut

dapat berpindah karena pengendapan oleh gravitasi, deposisi kering, dan pencucian oleh hujan.

Laju perpindahan dan jarak tempuh dari sumber tergantung pada karakteristik sumber, ukuran

partikel dan kecepatan angin.

Tembaga dilepaskan dan masuk ke air sebagai hasil dari proses pelapukan alami dari tanah

dan pelepasan dari industri dan limbah. Senyawa-senyawa tembaga dapat juga digunakan di air

untuk membunuh alga. Beberapa proses mempengaruhi nasib tembaga di lingkungan air. Proses

tersebut meliputi formasi komplek, sorpsi terhadap oksida metal, lumpur dan materi organik, dan

bioakumulasi. Informasi mengenai bentuk fisikokimia tembaga (spesifikasi) lebih banyak

dibandingkan dengan konsentrasi tembaga total. Sebagian besar tembaga yang dilepaskan ke air

berada dalam bentuk partikulat dan cenderung mengendap, precipitate out atau dapat diabsorbsi

(11)

lingkungan perairan konsentrasi tembaga dan bioavailabilitas tembaga tergantung pada

faktor-faktor seperti kesadahan dan alkalinitas, daya ionik, pH dan potensial redoks, kompeksitas ligan,

parikulat dan karbon tersuspensi, dan interaksi antara sedimen dan air.

Tembaga (Cu) adalah logam yang paling beracun terhadap organisme laut selain merkuri dan

perak (Clark, 1992). Di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih

banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk

mineral (Palar, 1994). Dalam badan perairan laut, tembaga dapat ditemukan dalam bentuk

persenyawaan sepertu CuCO3¯ dan CuOH¯ dan lain sebagainya. Adapun logam berat dari

aktivitas manusia berupa buangan sisa dari industri ataupun buangan rumah tangga. Sebagai

contoh adalah Cu, logam ini secara alamiah dapat masuk ke badan perairan melalui

pengompleksan partikel logam di udara karena hujan dan peristiwa erosi yang terjadi pada

batuan mineral yang ada di sekitar perairan (Palar, 1994).

Secara biologis Cu tersedia dalam bentuk Cu2dan Cu3dalam gram anorganik dan kompleks

anargonik. Perpindahan Cu dengan konsentrasi relatif tinggi dari lapisan tanah bumi ditentukan

oleh cuaca, proses pembentukan tanah, pengairan, potensial oksidasi reduksi, jumlah bahan

organik di tanah dan derajat keasaman (pH).

Logam Cu merupakan salah satu logam berat esensial untuk kehidupan mahluk hidup secara

elemen mikro. Logam ini dibutuhkan sebagai unsur yang berperan dalam pembentukan enzim

oksidatif dan pembentukan kompleks Cu-protein yang dibutuhkan untuk pembentukan

hemoglobin, kologen, pembuluh darah dan myelin (Darmono, 1995). Logam Cu dapat

terakumulasi dalam jaringan tubuh, maka apabilah konsentrasinya cukup besar logam berat akan

meracuni manusia tersebut. Pengaruh racun yang ditimbulkan dapat berupa muntah-muntah, rasa

terbakar di daerah esofagus dan lambung, kolik, diare, yang kemudian disusul dengan hipotensi,

nekrosi hati dan koma (Supriharyono,2000).

Bioakumulasi tembaga dari lingkungan terjadi jika tembaga tersebut tersedia secara biologis.

Faktor akumulasi memiliki variasi yang besar antar organisme, tapi cenderung meningkat pada

konsentrasi pemaparan yang lebih rendah. Selain itu terdapat juga organisme yang memiliki

kemampuan untuk pengaturan konsentrasi tembaga dalam tubuhnya (Dameron dan Howe, 1998).

Aktivitas manusia seperti buangan industri, pertambangan Cu, industri galangan kapal dan

bermacam-macam aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang mempercepat

(12)

B A B III

M E T O D E P E N E L I T I A N

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Laut Dumai pada bulan Mei sampai dengan Juni

tahun 2011 dengan menggunakan sampel Cerithidea sp, sedimen, dan air laut secara

representatif dengan membagi 3 kawasan. Stasiun pertama terletak di Desa Basilam Baru

Kecamatan Sungai Sembilan, stasiun kedua di daerah Pelabuhan, stasiun ketiga di Pelintung.

Pengukuran kandungan bahan organik substrat dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi

Universitas Riau dan analisis kandungan logam berat dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia

Universitas Riau dengan menggunakan AAS (Atomic Absorbtion Spechtrofotometer).

B. Alat dan Bahan

Alat :

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi:

1. Botol polyetelin

2. Ice box

3. Kantong plastik

4. AAS (Atomic Absorbtion Spechtrofotometer)

Bahan :

Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi:

1. Sampel air laut

2. 3 tetes HNO3

3. Sedimen permukaaan sebanyak 250 gram berat basah

4. Sampel Cerithidea sp diambil 9 ekor dengan ukuran cangkang berkisar 4-6 cm

C. Prosedur Kerja

Pengambilan sampel air laut dilakukan pada saat air surut. Sampel air yang diambil di

masukan ke dalam botol polyetelin sebanyak 1000 ml untuk setiap sampel diberi 3 tetes HNO3

dan di beri label setiap stasiun. Sedimen yang diambil adalah sedimen permukaan sebanyak 250

gr berat basah yang diambil dari masing-masing stasiun dan kemudian di masukan ke dalam

kantong plastik yang telah dibilas dengan air laut dan telah diberi label, selanjutnya sampel di

masukan ke dalam ice box. Sampel Cerithidea sp dilakukan dengan metode hand collecting

(13)

tegakan hutan mangrove. Jumlah sampel yang diambil 9 ekor dengan ukuran cangkang berkisar

4-6 cm untuk setiap stasiun dibagi menjadi tiga titik kemudian dipilih secara acak 3 ekor yang

telah memenuhi kriteria dari setiap stasiun. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantong

plastik yang sudah diberi label dan diawetkan ke dalam ice box. Setelah ketiga sampel diperoleh,

(14)

B A B IV

H A S I L P E N E L I T I A N

Kandungan Logam Berat Cu pada Air laut, Sedimen, dan Cerithidea sp. Analisis konsentrasi

logam Cu pada air laut yang disajikan pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa konsentrasi logam Cu

tertinggi ditemukan pada stasiun II (Pelabuhan), yaitu 0.134 ppm. Jika kita bandingkan dari hasil

penelitian terdahulu maka kadar logam berat tembaga mengalami peningkatan sebesar 0,07 ppm

karena hasil penelitian terdahulu hanya diperoleh 0,06 ppm tembaga. Namun bila dibandingkan

dengan baku mutu logam berat untuk air laut dari Kep.MENLH No. 51 Tahun 2004 (< 0,008

ppm) maka bisa dikatakan bahwa kadar tembaga di perairan Dumai telah melebihi baku mutu

yang telah ditetapkan.

Kadar logam tembaga (Cu) dalam sedimen tertinggi ditemukan di Pelabuhan yaitu 3,631

ppm. Bila dibandingkan dengan standar baku mutu logam berat untuk sedimen berdasarkan RNO

(dalam Razak, 1981 dalam Fajri, 2002 ) diketahui bahwa konsentrasi logam berat Cu pada

sedimen di Perairan laut Dumai belum melewati ambang batas dan masih dalam kadar alamiah

untuk logam berat dalam sedimen. Kadar tembaga (Cu) tertinggi pada Siput Merah (Cerithidea

sp) juga terdapat di Pelabuhan sebesar 2,592 ppm dan terendah terdapat di Desa Basilam Baru

sebesar 1,264 ppm, jika dibandingkan dengan standar baku mutu logam berat untuk biota

konsumsi dari Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 03725/B/SK/1989 (20 ppm) maka dapat kita ketahui

bahwa kadar logam tembaga dalam tubuh siput merah belum melewati baku mutu yang telah

ditetapkan.

Tembaga (Cu) dibutuhkan sebagai unsur yang berperan dalam pembentukan enzim oksidatif

dan pembentukan kompleks Cu-protein selain Zn. Tembaga dalam tubuh berfungsi sebagai

sintesa hemoglobin dan tidak mudah dieksresikan dalam urine karena sebagian terikat dengan

protein, sebagian dieksresikan melalui empedu ke dalam usus dan dibuang ke feses, sebagian

lagi menumpuk dalam hati dan ginjal, sehingga menyebabkan penyakit anemia dan tuberculosis.

(http://72.14.235.104/search?q=cache:twLXoZWi_uEJ:tumoutou.net/702_07134/marganof.pdf+

(15)
(16)

Hasil perhitungan akumulasi logam berat Cu pada Cerithidea sp dapat dilihat dari Nilai

Faktor Konsentrasi Biologi Cerithidea sp terhadap logam berat Cu berkisar antara 12,3 – 19,3.

Hal ini menunjukan bahwa tingkat akumulasi tertinggi untuk logam Cu yaitu 19,3 termasuk

dalam kategori logam berat akumulatif rendah menurut Waldhichuck (1974).

Parameter Kualitas Perairan, dari hasil penelitian diketahui bahwa kualitas perairan Dumai

masih mampu mendukung kehidupan organisme perairan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai dari

masing masing parameter yang belum melebihi nilai baku mutu berdasarkan Kep.MENLH No.

(17)

B A B V

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi logam berat Cu

pada air laut berkisar 0,102 ppm–0,175 ppm. Kandungan logam berat Cu pada sedimen berkisar

antara 1,323 ppm – 3,631 ppm. Sedangkan konsentrasi logam Cu pada Cerithidea sp berkisar

antara 1,264 ppm - 2,592 ppm. Kualitas perairan di Laut Dumai berdasarkan konsentrasi logam

Cu pada air laut telah melewati ambang batas, pada sedimen dan siput merah masih berada diatas

kisaran toleransi atau belum melewati ambang batas dan tingkat akumulasi Cerithidea sp

tergolong rendah.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pencemaran logam berat yang lain dengan

bioindikator lain untuk mengetahui kondisi Laut Dumai lebih jauh lagi. Selain itu disarankan

agar masyarakat Dumai jangan terlalu sering mengkonsumsi Cerithidea sp yang berada disekitar

aktivitas penduduk yang padat, industri-industri dan pelabuhan meskipun dari hasil penelitian

menunjukan bahwa konsentrasi logam Cu pada Cerithidea sp belum melewati ambang batas

akan tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus logam tersebut akan menumpuk dalam tubuh

(18)

D A F T A R P U S T A K A

Anggraini, D. 2004. Analisis Kadar Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn pda air Laut, Sedimen dan Lokan (Geloina coaxans) di Perairan pesisir Dumai, Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas

Perikanan. UNRI. Pekanbaru. Tidak diterbitkan).

Anonimus. 2008. Pencemaran Logam Berat. http://www.damandiri.or.id./file.//erlangga. Pdf. Akses Internet 18 Januari 2010.

• Anonimus. 2008b. Gastropoda. http://www.gastropods.com/l/shell-1025. htms. Akses Internet 19 Mei 2011.

Anonimus. 2008c. Perairan Laut Dumai. http://inaport.I.co.id/cabang/dumai.htms. Akses Internet 20 Mei 2011.

Arfandhi, H. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Zn pada Cerithidea sp sp di Perairan Pantai Sekitar Kawasan Buangan Limbah Cair Pertamina Unit Pengolahan II

Dumai. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNRI. Pekanbaru. (tidak diterbitkan).

Cholik, M. Ariati dan R. Arifudin. 2008. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan. Dirjen Perikanan Bekerjasama dengan Internasional Development Research Center. Jakarta.

Connel, D. W dan Miller, G. J. 2006. Kimia dan Ekotoksilogi Pencemaran. Terjemahan Koestoer, Y. UI Press. Jakarta.

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesia Shell II). Sarana Graha. Jakarta

Darmono. 2001. Lingkugan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksilogi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta.

Darsef. 2003. Faktor-faktor yang Berdampak Terhadap Lingkungan Pesisir. Program Pasca Sarjana. ITB.http//tumoutou.net/702-07134/darsef/htm.Akses Internet 12 Maret 2010.

• Dojlido, J. R. and G. A. Best. 2004. Chemistry of Water and Water Pollution. Ellis Horwood

Series in Water and Waste Water Technology. England.

Efriyeldi dan B. Amin. 2000. Studi Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Teritip (Ballanus sp) sebagai Indikator Pencemaran Perairan. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk

No.78.

(19)

• Geyer, R. A. 2007. Marine Environmental Pollution, 2. Elsevier Scientific Publishing Company. New York.

Hakim, N. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Harja, E. 2007. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), Cu, Zn di Perairan Bungis Teluk Kabung Padang Sumatera Barat. Skripsi Fakultas Perikanan dan Kelautan. UNRI.

Pekanbaru.

Harmonisari, Y. 2007. Distribusi Logam Berat Pb, Cd dan Cu pada Air Laut dan Sedimen Perairan Meskom di Sekitar Selat Bengkalis. Skripsi FMIPA UNRI. Pekanbaru.

Hutagalung, H. P. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota Buku 2. PPPO_LIPI. Jakarta.

2000. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oseana. IX (1) A.

2002. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan

Teknik Pemantauan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.

MENKLH. 2004. Surat Keputusan Nomor: Kep 51/MENKLH/2004 Tentang Pedoman

Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup. Jakarta.

Naiborhu, B. 2006. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Ni, dan Zn pada Gastropoda Thais dan Cerithidea sp di perairan Intertidal Kota Dumai. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. UNRI. Pekanbaru. (tidak diterbitkan).

Nybakken, J. W. 2002. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta.

Nontji. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh Fundamental of Ekologi, oleh Subiyanto. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.

Pagoray, H. 2001. Kandungan Logam Hg dan Cd Sepanjang Kali Donan Kawasan Industri

Cilacap. FRONTIR Nomor 33, maret 2001.www.goegle.com.

Palar , H. 2004. Pencemaran dan Toksilogi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. Ed III. Jakarta. 152 hal.

Rahman, A. 2006. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Krustacea di Perairan Batakan dan Takisung Kabupaten Tanah Laut Kalimantan

(20)

Renaldi. 2004. Kandungan Logam Berat Cr, Pb, dan Zn dalam Sedimen pada Anak Sungai Siak Kota Pekanbaru. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNRI. Pekanbaru.

Salmah. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda pada Hutan Mangrove di Desa Panglima Raja Kecamatan Kuala Indragiri Kabupaten Indragiri Hilir. Skripsi Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan. UNRI. Pekanbaru.

Setiadi, S dan Soeprianto, B. 2007. Dampak Industri Terhadap Ekosistem Pantai (Studi Kasus Pencemaran Logam Berat dan Akumulasinya dalam Ekosistem Pantai Teluk Jakarta dan

Banten. Laporan Penelitian Perpustakaan UI. Jakarta.

(http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76408&lokasi=lokal). Akses

Internet 7 Maret 2010.

Supriharyono, M. S. 2004. Pelestarian Pengelolahan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.246 hal.

Syafriadiman. 2007. Toksilogi Edisi 1. MM press. Cv. Mina Mandiri. Pekanbaru.

Wahyuni, P. 2007. Tingkat Pencemaran Logam Berat Pb, Cu dan Cd di Selat Bengklalis dengan Bioindikator Pharus sp. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. UNRI.

Pekanbaru.

Gambar

Gambar siput merah (Cerithidea sp) secara morfologis disajikan pada gambar berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas mutu bibit terbaik terdapat pada campuran media tanah dan pupuk kandang, dengan perlakuan potong akar dan pemberian urin sapi 20% + 5% EM4 (M2A2).. Penggunaan

Efek Ekstrak Metanol Daun Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) terhadap Glukosa Darah Pada Mencit Model Diabetes Melitus.. Jurnal Medika Planta

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini ialah dengan melakukan pemantauan pada saat operasi, pemeriksaan peralatan listrik dan mekanik menggunakan thermography

Dilakukan juga pemeriksaan kesehatan untuk mendapatkan faktor resiko dari OA diantaranya : Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan dan pengukuran Tekanan

Namun belum maksimalnya pemenuhan hak narapidana perempuan dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, hak mendapatkan perawatan baik rohani

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS MELALUI PEMBELAJARAN SENI RUPA DENGAN PAPER QUILLING.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Inquiry Labs yang bertujuan untuk melatihkan keterampilan proses sains peserta didik

Dengan adanya perangkat lunak yang telah dibuat dari penelitian ini, diharapkan dapat membantu karyawan Unpar dalam memberikan gam- baran perkiraan besaran dana pensiun yang