Parallel Session IIIB : Energy, Natural Resource & Environment
13 Desember 2007, Jam 09.00-11.30
Wisma Makara, Kampus UI
–
Depok
PROSES PRODUKSI DAN SUBSIDI BIODIESEL DALAM MENSUBTITUSI SOLAR
UNTUK MENGURANGI KETERGANTUNGAN TERHADAP SOLAR
Erina Mursanti
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Abstrak
Kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan beban subsidi pemerintah yang dianggarkan untuk bahan bakar minyak (BBM) meningkat, hal ini menyebabkan ketergantungan terhadap BBM harus dikurangi. Jenis BBM yang disubsidi pemerintah pada saat ini adalah solar, minyak tanah, dan premium. Penelitian ini akan memfokuskan pada biodiesel sebagai substitusi dari solar untuk mengurangi ketergantungan terhadap solar sebagai sumber energi.
Pemerintah menetapkan harga jual biodiesel tidak boleh melebihi harga jual solar sehingga konsumen diharapkan akan beralih dari solar menjadi biodiesel. Penetapan harga jual biodiesel itu berimplikasi pada penetapan harga input, yaitu harga biji jarak pagar. Apabila harga biji jarak pagar tidak ditetapkan, harga jual biodiesel yang seharusnya akan melebihi harga jual biodiesel yang ditetapkan. Road map pengembangan BBN menargetkan biodiesel mensubstitusi 15% konsumsi solar pada tahun 2015. Apabila pada tahun 2015 harga jual biodiesel melebihi harga jual solar, pemerintah harus mensubsidi biodiesel. Hal tersebut dilakukan agar tidak merugikan petani jarak pagar dan harga jual biodiesel tidak melebihi harga jual solar sehingga program biodiesel dapat dilaksanakan.
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
PENELITIAN
PROSES PRODUKSI DAN SUBSIDI BIODIESEL DALAM
MENSUBSTITUSI SOLAR UNTUK MENGURANGI
KETERGANTUNGAN TERHADAP SOLAR
SEMINAR AKADEMIK EKONOMI IV PROGRAM PASCA SARJANA ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 11
1.5 Metodologi Penelitian ... 12
1.6 Hipotesis Penelitian ... 12
1.7 Sistematika Penulisan... 13
BAB II TINJAUAN LITERATUR ... 14
2.1 Pendahuluan... 14
2.2 Ketersediaan Sumber Daya ... 15
2.2.1 Sisi Pesimis ... 15
2.2.2 Sisi Optimis ... 16
2.3 Klasifikasi Energi ... 17
2.4 Energi Biodiesel ... 19
2.4.1 Jarak Pagar (Jatropha curcas Linneaus) ... 22
2.4.2 Bunga Matahari (Heliantus annus) ... 22
2.4.3 Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) ... 23
2.4.4 Suatu Perhitungan Awal ... 24
2.5 Jarak Pagar Sebagai Input Biodiesel ... 26
2.5.1 Skema Industri Biodiesel ... 27
2.6 Pasar Monopsoni ... 32
2.6.1 Kekuatan Monopsoni ... 33
2.6.2 Biaya Sosial Dari Kekuatan Monopsoni ... 34
2.7.1 Definisi Subsidi ... 35
2.7.2 Efek Subsidi... 36
2.7.3 Bentuk – Bentuk Subsidi Energi ... 37
2.8 Sustainable Development ... 39
2.8.1 Pandangan Neoclassical ... 41
2.8.2 Pandangan Ecological ... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43
3.1 Sumber Data ... 43
3.1.1 Sumber Data Pada Proses Budidaya Jarak Pagar ... 44
3.1.2 Sumber Data Pada Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 45
3.1.3 Sumber Data Pada Perhitungan Biaya Proses Budidaya Jarak Pagar ... 46
3.1.4 Sumber Data Pada Perhitungan Biaya Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 47
3.1.5 Sumber Data Pada Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 47
3.1.6 Sumber Data Pada Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar.. 47
3.2 Simulasi Perhitungan Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 48
3.2.1 Simulasi Perhitungan Biaya Proses Budidaya Jarak Pagar ... 48
3.2.2 Simulasi Perhitungan Biaya Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 50
3.2.3 Simulasi Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 52
3.2.4 Simulasi Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 53
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 55
4.1 Proses Budidaya Jarak Pagar ... 57
4.2 Perhitungan Biaya Proses Budidaya Jarak Pagar Pada Tahun 2007 ... 59
4.3 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 61
4.3.1 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) RI ... 62
4.3.2 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Oleh PT. Energi Alternatif Indonesia (PT. EAI) ... 63
4.5 Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Pada Tahun 2007 .... 65
4.5.1 Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar (Dengan Harga Input Yang Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2007 ... 66
4.5.2 Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar (Dengan Harga Input Yang Seharusnya) Pada Tahun 2007 ... 69
4.6 Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Pada Tahun 2015 ... 70
4.6.1 Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Produsen Pada Tahun 2015 ... 74
4.6.2 Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Konsumen Pada Tahun 2015 ... 79
4.6.3 Pemilihan Kebijakan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Pada Tahun 2015 ... 81
4.7 Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar VS Subsidi Solar Pada Tahun 2015 ... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 87
5.1 Kesimpulan... 87
5.2 Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... xi
LAMPIRAN 1 PROSES PRODUKSI FAME ... xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1-1 Data Historis Komposisi Sumber Energi di Indonesia ... 2
Tabel 1-2 Perhitungan Subsidi Pada Tahun 2006 ... 3
Tabel 1-3 Data Historis Pendapatan Dalam Negeri dan Subsidi BBM di Indonesia
(1992-2001) ...
4
Tabel 2-1 Klasifikasi Sumber Energi ... 18
Tabel 2-2 Daftar Tanaman Yang Mengandung Minyak ... 19
Tabel 4-1 Perhitungan Biaya Proses Budidaya Jarak Pagar Pada Tahun 2007 ... 60
Tabel 4-2 Perhitungan Biaya Proses Produksi FAME Berbasis CJO (Dengan
Harga Input Yang Seharusnya) Pada Tahun 2007 ... 64
Tabel 4-3 Perhitungan Biaya Proses Produksi FAME Berbasis CJO (Dengan
Harga Input Yang Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2007 ... 67
Tabel 4-4 Perhitungan Harga Jual Biodiesel B5 (Dengan Harga Input Yang
Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2007 ... 68
Tabel 4-5 Perhitungan Harga Jual Biodiesel B5 (Dengan Harga Input Yang
Seharusnya) Pada Tahun 2007 ... 69
Tabel 4-6 Data Historis Konsumsi Domestik Solar Indonesia (1990 – 2004) ... 71
Tabel 4-7 Data Historis Dan Proyeksi Konsumsi Domestik Solar Untuk Semua
Sektor (1990 – 2015) ... 72
Tabel 4-8 Perhitungan Biaya Proses Produksi FAME Berbasis CJO (Dengan
Harga Input Yang Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2015 ... 76
Tabel 4-9 Perhitungan Harga Jual Biodiesel B15 (Dengan Harga Input yang
Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2015 ... 77
Tabel 4-10 Perhitungan Harga Jual Biodiesel B15 Yang Seharusnya Pada Tahun
2015 ... 79
Tabel 4-11 Pilihan Kebijakan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Pada Tahun
2015……… 81
Tabel 4-12 Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar VS Subsidi Solar Pada Tahun
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1 Data Historis Konsumsi Domestik BBM Di Indonesia (1990-2004) ... 2
Gambar 1-2 Data Historis Harga Minyak Mentah Dunia (1970-2004) ... 3
Gambar 2-1 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Biji Jarak Pagar ... 31
Gambar 2-2 Pemasok Dalam Pasar Monopsoni ………... 32
Gambar 2-3 Kekuatan Monopsoni : Elastis VS Inelastis ……….. 33
Gambar 2-4 Deadweight Loss Yang Timbul Akibat Kekuatan Monopsoni………….. 35
Gambar 2-5 Efek Subsidi Dalam Keseimbangan Pasar ... 36
Gambar 3-1 Tanaman Jarak Pagar Di Desa Karangmangu ……… 45
Gambar 3-2 Prototype Pabrik Biodiesel DKP RI ………... 46
Gambar 3-3 Skema Perhitungan Biaya Produksi Biji Jarak Pagar Dan Harga Jual Biji Jarak Pagar ... 49
Gambar 3-4 Skema Perhitungan Biaya Proses Produksi FAME ... 51
Gambar 3-5 Skema Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 53
Gambar 3-6 Skema Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Petani Jarak Pagar ... 54
Gambar 3-7 Skema Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Konsumen ... 54
Gambar 4-1 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar ... 61
Gambar 4-2 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Oleh DKP RI ... 63
Gambar 4-3 Jumlah Konsumsi Solar Untuk Semua Sektor (1990 – 2004) ... 72
Gambar 4-4 Perhitungan Jumlah Biodiesel B15 Berbasis CJO Pada Tahun 2015 ... 73
Gambar 4-5 Formula Perhitungan Subsidi Petani Jarak Pagar Pada Tahun 2015 ....… 74
Gambar 4-6 Formula Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Petani Jarak Pagar Pada Tahun 2015 ... 78
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam ilmu ekonomi sumber daya alam, positive statement adalah sebuah kalimat
yang merefleksikan keadaan yang sebenarnya terjadi dalam penggunaan suatu sumber daya
alam. Sedangkan yang dimaksud normative statement adalah sebuah kalimat yang
menyatakan keadaan yang seharusnya terjadi dalam penggunaan suatu sumber daya alam.
Pada umumnya kalimat ini merupakan suatu rekomendasi. Dalam membuatnya, diperlukan
pengetahuan tentang bagaimana suatu keadaan dapat berubah apabila rekomendasi tersebut
telah diimplementasikan.
Positive statement yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah “Komposisi
minyak bumi sebagai sumber energi atau sebagai bahan bakar di Indonesia relatif besar
jika dibandingkan dengan komposisi non minyak bumi”. Jika keadaan ini terus terjadi,
Indonesia akan memiliki ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (untuk selanjutnya
akan disebut sebagai BBM) atau terhadap minyak bumi sebagai bahan baku dari BBM.
Dari Tabel 1-1 dapat dilihat bagaimana komposisi sumber energi di Indonesia.
Komposisi dari minyak bumi masih melebihi 50% dari total energi yang dikonsumsi dalam
satu periode. Sebagai informasi tambahan, pada bulan Maret 2005 konsumsi BBM
mencapai 158.900 KL per hari1. Komposisi minyak bumi sebagai sumber energi yang lebih
besar daripada komposisi non minyak bumi menunjukkan bahwa minyak bumi sebagai
sumber energi sangat dibutuhkan sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki
ketergantungan terhadap BBM.
1
Tabel 1-1 Data Historis Komposisi Sumber Energi di Indonesia
Sumber: Blueprint Pengelolaan Energi Nasional oleh Departemen ESDM RI
Minyak bumi (mentah) terbentuk dari endapan fosil yang telah melalui proses
dalam skala waktu geologis sehingga BBM dikategorikan sebagai energi fosil (fossil fuel).
Walaupun merupakan bahan bakar yang tidak terbarukan, minyak bumi terus dikonsumsi
kendati harganya meningkat. Konsumsi domestik BBM yang cenderung meningkat
ditunjukkan dalam Gambar 1-1. Di sisi yang lain, harga minyak mentah dunia sejak
periode 1970 cukup berfluktuasi dan juga cenderung mengalami peningkatan, bahkan
mencapai angka tertinggi pada periode 2004/2005. Fluktuasi harga minyak mentah tersebut
dapat dilihat pada Gambar 1-2.
Gambar 1-1 Data Historis Konsumsi Domestik BBM Di Indonesia (1990-2004)
Jumlah Konsumsi BBM di Indonesia
1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004
Tahun
(K
L)
Tahun konsumsi (KL)
Gambar 1-2 Data Historis Harga Minyak Mentah Dunia (1970-2004)
Sumber : CEIC Database yang dipublikasikan oleh aIMF
Selain diproduksi Pertamina, saat ini pemerintah juga membeli BBM dari badan
usaha seperti Petronas, Mitsui, Total, dan lain lain. Dengan harga jual yang lebih rendah
dari harga beli, pemerintah harus memberikan subsidi supaya harga jual BBM dapat
terjangkau oleh masyarakat. Jenis BBM yang diberikan subsidi adalah premium, minyak
tanah, dan solar. Tabel 1-2 memperlihatkan struktur harga dari BBM pada tahun 2006
sehingga diperoleh besaran subsidi yang harus dianggarkan pemerintah.
Tabel 1-2 Perhitungan Subsidi Pada Tahun 2006
Kurs ICP Premium Minyak Tanah Solar
(Rp/1 US$) (US$/bbl)
9,900 57 a. Harga beli BBM (Rp/liter) 4.560,00 5.090,00 4.870,00 b. Harga jual BBM (Rp/liter) 4.500,00 2.000,00 4.300,00 c. PPN 10% (Rp/liter) 391,30 181,82 373,91 d. PBBKB 5% (Rp/liter) 17,01 186,96 e. Harga jual bersih (Rp/liter) 4.091,68 1.818,18 3.739,13
f. Subsidi BBM
(Rp/liter) (468,32) (3.271,82) (1.130,87)
g. Volume BBM
(juta KL) 17.080,00 10.000,00 14.498,00
h. Total subsidi BBM
Keterangan :
Pembelian BBM dari badan usaha berdasarkan harga pasar (Base formula : MOPS + 15%);
Harga jual eceran BBM tertentu (bersubsidi) sesuai Peraturan Presiden No. 55 Tangggal 30 September 2005; PPN untuk premium dan solar : 10/115 X harga jual BBM;
PPN untuk kerosene : 10/110 X harga jual BBM;
PBBKB untuk premium dan solar : 5/115 X harga jual BBM.
Ketergantungan ini memiliki dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan. Jika
membicarakan dampak ekonomi, yang terkait adalah jumlah subsidi yang dianggarkan
pemerintah dan harga dari seluruh barang yang terkait dengan penggunaan BBM.
Meningkatnya konsumsi domestik BBM dan harga minyak mentah dunia adalah
dua hal yang meningkatkan pengeluaran pemerintah. Selama BBM disubsidi maka
pengeluaran pemerintah akan terus meningkat seiring dengan peningkatan harga minyak
mentah dunia. Dalam Tabel 1-3 dapat dilihat bahwa jumlah persentase subsidi BBM terus
mengalami peningkatan. Besarnya persentase subsidi terhadap pendapatan dalam negeri
terus meningkat sejak periode 1996/1997 sampai periode 2000/2001.
Tabel 1-3 Data Historis Pendapatan Dalam Negeri dan Subsidi BBM di Indonesia
(1992-2001)
Tahun Pendapatan Dalam Negeri Subsidi BBM Persentase
(Rp milyar) (Rp milyar) (%)
1992/93 48.862,60 691,80 1,42
1993/94 56.113,10 1.279,90 2,28
1994/95 61.369,90 686,80 1,12
1995/96 71.557,80 0,00 0,00
1996/97 78.202,80 1.416,10 1,81
1997/98 112.126,10 9.814,20 8,75
1998/99 157.473,30 27.534,00 17,48
1999/00 201.692,40 37.572,70 18,63
2000/01 204.942,30 54.759,50 26,72
Sumber : Ditjen Migas, Departemen ESDM. Keterangan:
Untuk menghindari beban subsidi BBM, pemerintah menaikkan harga BBM.
Namun, kenaikan harga BBM akan meningkatkan harga barang yang terkait dengan
penggunaan BBM, seperti sembilan kebutuhan pokok (sembako), sehingga dapat
berdampak terhadap kehidupan sosial. Perubahan harga BBM akan mempengaruhi harga
sembako yang kemudian akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Dari sisi lingkungan,
BBM dikenal sebagai bahan bakar yang tidak ramah lingkungan karena merupakan pemicu
polusi udara yang dapat mencemarkan lingkungan. Jika ketergantungan terhadap BBM
tidak dapat dikurangi maka BBM akan terus digunakan sehingga kualitas lingkungan akan
semakin menurun yang diakibatkan oleh emisi dari proses pembakaran BBM.
Alasan penting yang tidak dapat dilupakan dari pengurangan ketergantungan
terhadap BBM adalah cadangan minyak mentah (proven + possible) di Indonesia saat ini
mencapai 9 miliar barel sedangkan produksi per tahun adalah 500 juta barel. Proven
reserve yakni cadangan yang jumlahnya telah dibuktikan dengan tingkat kepastian yang
tinggi atas dasar : analisa kuantitatif log sumur yang dapat dipercaya, penelitian serta
pengujian kandungan lapisan yang berhasil, dapat diperkirakan berada di dalam radius
pengurasan sumur yang memproduksinya. Sedangkan possible reserve yakni cadangan
dengan tingkat kepastian di bawah proven reserve atas dasar geologi2. Jika cadangan
minyak mentah terus menerus ditambang dan tidak ada ekplorasi baru karena tidak adanya
perkembangan teknologi yang signifikan maka cadangan minyak hanya dapat mencukupi
kebutuhan domestik BBM sampai dengan 18 tahun lagi3. Dan pada saat itu pemerintah
harus mengimpor minyak mentah sampai dengan 100%. Menurut data Automotive Diesel
Oil, konsumsi BBM Indonesia sejak tahun 1995 telah melebihi produksi dalam negeri. Hal
ini mengakibatkan status Indonesia berubah dari net oil exporter menjadi net oil importer.
2
Bachrawi Sanusi, Peranan Migas Dalam Perekonomian Indonesia (Jakarta, 2002), hal. 40-41. 3
Berkaitan dengan ketergantungan terhadap BBM sebagai positive statement, perlu
dibicarakan normative statement yang berkaitan dengan positive sta tement tersebut.
Normative statement itu berupa rekomendasi kebijakan, yaitu “Peningkatan konsumsi non
minyak bumi sebagai substitusi BBM dalam sumber energi di Indonesia adalah salah satu
upaya untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap BBM atau minyak bumi4.
Beberapa cara mengurangi ketergantungan terhadap BBM bisa dilihat dari aspek
penyediaan dan pemanfaatan. Jika dilihat dari aspek penyediaan, dapat dilakukan dengan
cara penemuan teknologi baru untuk meningkatkan kemampuan pasokan energi,
mengoptimalkan produksi energi, dan konservasi (penghematan) sumber daya energi.
Sedangkan dari aspek pemanfaatan, yaitu program penghematan energi yang dicanangkan
pemerintah dan disosialisasikan melalui media massa sehingga penggunaan BBM dapat
lebih efisien.
Sebenarnya masih banyak energi alternatif terbarukan (non fossil fuel) untuk
mensubstitusi BBM. Kandungan energi terbarukan ini masih melimpah di Indonesia dan
selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga energi ini memiliki peluang
untuk dikembangkan. Dilihat dari perkembangannya, pemanfaatan energi terbarukan di
Indonesia ada tiga, yaitu : energi yang sudah dikembangkan secara komersial, seperti
biomassa, panas bumi, dan tenaga air; energi yang sudah dikembangkan tetapi masih
secara terbatas, sebagai contoh adalah energi surya, dan energi angin; energi yang sudah
dikembangkan, tetapi baru sampai pada tahap penelitian, yaitu energi samudera5.
Bahan bakar nabati (selanjutnya akan disebut sebagai BBN), adalah contoh energi
terbarukan yang diperoleh dari sumber-sumber hayati. Yang termasuk dalam bahan bakar
ini adalah biomassa dengan input dari tumbuhan, hewan dan senyawa organik. Biomassa,
4
Hal ini sesuai dengan PP Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang mengatur komposisi sumber energi di dalam energy (primer) mix di Indonesia.
5
yang meliputi kayu, limbah pertanian, perkebunan atau hutan, kotoran hewan, dan
komponen organik dari industri dan rumah tangga, merupakan suatu produk fotosintesis,
yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel-sel surya, menyerap energi matahari
dan mengkonversi dioksida karbon dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen,
dan oksigen6. Senyawa ini merupakan suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi
menjadi suatu produk lain. Hasil konversi senyawa itu dapat berbentuk arang atau karbon,
alkohol kayu, ter, dan lain lain7. Biomassa berbentuk padat dikonversi menjadi energi
berbentuk cair, gas, panas, dan listrik. Teknologi konversi biomassa untuk jadi biooil
adalah teknologi pirolisa, yaitu suatu proses memanaskan input dalam sebuah bejana
tertutup tanpa oksigen8. Teknologi esterifikasi digunakan untuk mengkonversi biomassa
menjadi biokerosene atau biodiesel. Sedangkan teknologi fermentasi untuk menjadi
bioetanol, serta teknologi anaerobik digester untuk jadi biogas. Teknologi pembakaran dan
gasifikasi mengkonversi biomassa menjadi energi panas yang kemudian dikonversi lagi
menjadi energi mekanis dan listrik.
Premium dapat disubstitusi dengan bioetanol yang dibuat dari fermentasi biomassa.
Input yang diperlukan untuk proses fermentasi dalam proses produksi bioetanol adalah ubi
kayu, jagung, ubi jalar, sagu atau tebu. Penelitian terakhir dari University of Wisconsin,
Madison, Amerika Serikat, menyatakan bahwa zat gula dalam jeruk dan apel juga dapat
digunakan sebagai input bioetanol9. Minyak tanah juga dapat disubstitusi dengan biomassa
yang dibuat melalui proses esterifikasi. Input yang diperlukan dalam proses ini adalah
minyak jarak pagar yang dihasilkan dari proses pengepresan biji jarak pagar. Solar juga
dapat disubstitusi oleh biodiesel yang dibuat dari proses esterifikasi dari minyak nabati
seperti kelapa sawit atau jarak pagar.
6
Abdul Kadir, Energi : Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi (Jakarta, 1995)., hal. 232. 7
Hal ini sesuai dengan Hukum Termodinamika yang menyatakan bahwa suatu energi tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat merubah wujudnya dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
8
Ibid., hal.237. 9
Sejumlah universitas dan lembaga riset saat ini sedang melakukan berbagai
kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) mulai dari riset dasar, uji mesin,
pembangunan prototype pabrik. Beberapa institusi yang aktif riset biodiesel adalah Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS),
Puslitbang Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi dan
Kelistrikan (P3TEK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan beberapa
perguruan tinggi seperti ITB, IPB, UGM, UI, ITS, dan Universitas Parahyangan. Minyak
lemak nabati (fatty oil) dari tumbuh-tumbuhan jadi fokus upaya penelitian dan
pengembangan.
Berdasarkan penelitian Robert Manurung dari ITB, diketahui bahwa minyak jarak
pagar ternyata dapat mensubstitusi minyak diesel untuk menggerakkan generator
pembangkit listrik. Dalam perhitungan matematis dibutuhkan 90 hektar pohon jarak untuk
membangkitkan pembangkit listrik tenaga diesel berkekuatan satu megawatt10. Biodiesel
juga dapat digunakan sebagai zat additif solar atau dapat dimanfaatkan untuk mesin diesel,
misalnya mesin yang digunakan pada proses produksi, mesin boat, mesin kapal layar, dan
mesin kendaraan bermotor di darat tanpa harus modifikasi mesin terlebih dahulu.
1.2 Perumusan Masalah
Indonesia dapat mengembangkan BBN karena keanekaragaman hayati dan juga
harga minyak mentah dunia yang meningkat menyebabkan harga domestik BBM ikut
meningkat. Harga minyak mentah sampai menyentuh US$ 79 per barrel pada tanggal 14
Juli 2006. Setelah mengalami fluktuasi dalam waktu yang cukup lama, harga minyak
mentah turun sampai menyentuh US$ 65 per barrel pada tanggal 24 Mei 200711. Walaupun
harga minyak mentah dunia telah turun, bukan berarti Indonesia tidak perlu melakukan
10Rieska Wulandari, “Alternatif Energi Baru dari Minyak Jarak,”
Suara Pembaruan Daily. 11
pengalihan energi dari BBM menjadi BBN. Indonesia harus dapat segera beralih kepada
BBN karena pemerintah tidak mungkin menaikkan harga domestik BBM bahkan hingga
menyamakan harga domestik dengan harga pasar dunia. Kenaikan harga ini akan
menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan berujung pada instabilitas pemerintahan.
Pemerintah mengeluarkan PP No. 5 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional yang mengatur komposisi sumber energi dalam energy
(primer) mix Indonesia. Sesuai pasal 2 ayat 1, tujuan PP tersebut untuk mengerahkan upaya
mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Bersamaan dengan PP tersebut, pada
tanggal yang sama diterbitkan Inpres No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan BBN sebagai Bahan Bakar Lain. Kemudian pemerintah menerbitkan KepPres
No. 10 Tahun 2006 yang mengatur pengentasan kemiskinan dan produksi BBN. Dengan
terbitnya KepPres tersebut, timbul harapan bahwa produksi BBN dapat menjadi salah satu
jalan dalam mengentaskan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat. Bersamaan dengan
KepPres tersebut pemerintah membentuk Tim Nasional (untuk selanjutnya akan disebut
sebagai TimNas) BBN untuk menyusun blue print dan road map dari pengembangan BBN.
Blue print dan road map mendeskripsikan bagaimana program pemerintah supaya BBN
dapat mensubstitusi BBM dalam jangka pendek dan jangka panjang. Roadmap diharapkan
dapat mengefektifkan dan mensinkronkan upaya-upaya penelitian dan pengembangan
BBN (yang intensitasnya meningkat) dalam arah yang menuju ketertegakan (the
establishment of) industri BBN yang tangguh di dalam negeri.
Secara umum TimNas BBN menetapkan harga jual biodiesel tidak boleh melebihi
harga jual solar sehingga konsumen diharapkan akan beralih dari solar menjadi biodiesel.
Pada tahun 2007 harga jual solar (yang disubsidi pemerintah) adalah Rp. 4.300,00 per liter
maka harga jual biodiesel (tidak disubsidi pemerintah) ditetapkan Rp. 4.300,00 per liter.
yaitu kelapa sawit atau biji jarak pagar. Penetapan harga jual biodiesel tersebut akan
berimplikasi pada penetapan harga biji jarak pagar sebesar Rp. 500,00 per kg. Akibatnya,
pada tahun 2007 produsen biodiesel membeli biji jarak pagar dari petani seharga Rp.
500,00 per kg. Apabila pemerintah tidak menetapkan harga biji jarak pagar ada
kemungkinan harga jual biodiesel pada tahun 2007 yang seharusnya akan melebihi harga
jual biodiesel yang ditetapkan pemerintah.
Road map pengembangan BBN menargetkan bahwa 15% konsumsi solar pada
tahun 2015 disubstitusi biodiesel. Menurut TimNas BBN, harga jual biodiesel tahun 2015
tidak boleh melebihi harga solar sehingga konsumen beralih kepada biodiesel. Harga jual
biodiesel yang ditetapkan tersebut akan berimplikasi pada penetapan harga biji jarak pagar
maka produsen biodiesel dapat membeli biji jarak pagar dari petani pada tingkat harga
yang ditetapkan. Apabila harga jual biodiesel melebihi harga jual solar tahun 2015,
pemerintah harus menganggarkan subsidi untuk biodiesel supaya harga jual biodiesel tidak
melebihi harga jual solar sehingga program biodiesel tahun 2015 dapat dilaksanakan.
Pengalihan energi dari solar menjadi biodiesel dengan harga biji jarak pagar yang
ditetapkan pemerintah membawa beberapa permasalahan baru, di antaranya :
(1) Apakah harga biji jarak pagar dan harga jual biodiesel pada tahun 2007 dan 2015 yang
ditetapkan pemerintah merefleksikan biaya produksi yang seharusnya?
(2) Bagaimana skema industri dan struktur biaya produksi biodiesel?
(3) Berapa harga jual biodiesel pada tahun 2007 dan 2015 yang telah memperhitungkan
biaya produksi yang seharusnya agar tidak merugikan petani jarak pagar?
(4) Berapa besaran subsidi dan kepada siapa subsidi akan diberikan jika pemerintah ingin
mendorong penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar pada tahun 2015 sesuai
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
(1) Menunjukkan bahwa biodiesel dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif dalam
upaya mengurangi ketergantungan terhadap solar.
(2) Menghitung nilai ekonomi biodiesel dari sisi biaya produksi dan harga jual.
(3) Memberi masukan pada policy maker berapa seharusnya harga biji jarak pagar sebagai
input proses produksi biodesel dan berapa seharusnya harga jual biodiesel pada tahun
2007 dan 2015 agar tidak merugikan petani jarak pagar.
(4) Memberi masukan pada pemerintah tentang besaran subsidi biodiesel supaya harga
biodiesel tidak melebihi harga jual solar di pasar pada tahun 2015, dengan asumsi biaya
faktor produksi dan harga pada tahun 2007 dan 2015 adalah konstan.
(5) Menunjukkan kepada siapa subsidi sepatutnya diberikan jika pemerintah ingin
mendorong penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar pada tahun 2015.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang BBN pada umumnya dan biodiesel pada
khususnya. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada biodiesel yang menggunakan
biji jarak pagar sebagai input proses produksinya. Ada suatu hal yang membedakan jarak
pagar dengan kelapa sawit, yaitu jarak pagar merupakan salah satu jenis dari tanaman non
edibility (non pangan), sedangkan kelapa sawit merupakan tanaman edibility (pangan).
Road map pengembangan BBN menargetkan bahwa 15% konsumsi solar tahun
2015 disubstitusi biodiesel dan TimNas BBN menetapkan harga jual biodiesel tidak boleh
melebihi harga jual solar. Jika melebihinya, pemerintah harus menganggarkan subsidi.
pemerintah untuk mendorong penggunaan biodiesel berbasis jarak pagar sebagai substitusi
solar pada tahun 2015.
1.5Metodologi Penelitian
Penelitian ini disusun dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Pada metode
kualitatif peneliti mengumpulkan data dengan studi literatur dan wawancara lapangan
langsung. Studi literatur dilakukan dengan pengumpulan makalah dan karangan ilmiah
melalui teknologi internet via World Wide Web (WWW). Wawancara dilakukan di Cilacap,
Jawa Tengah karena sudah ada petani yang menanam jarak pagar dan telah didirikan
prototype pabrik biodiesel berbasis jarak pagar. Dan output telah diujicobakan kepada
mesin kapal nelayan untuk menggerakkan kapal ketika melaut mencari ikan.
Dalam metode kuantitatif, digunakan perhitungan aritmatika sederhana dengan
bantuan software Microsoft Excel untuk menghitung biaya produksi biodiesel, harga jual
biodiesel pada tahun 2007 dan 2015, serta jumlah subsidi yang harus dianggarkan
pemerintah untuk mendorong penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar pada tahun
2015. Berdasarkan data historis konsumsi domestik solar tahun 1990–2004, peneliti
menggunakan trend line dengan software Microsoft Excel untuk melakukan proyeksi
konsumsi domestik BBM Indonesia hingga tahun 2015.
1.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
(1) Harga biji jarak pagar sebesar Rp. 500,00 per kg yang ditetapkan pemerintah sebagai
(2) Harga biji jarak pagar yang melebihi Rp. 500,00 per kg akan meningkatkan harga jual
biodiesel yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2007 dan 2015, dengan asumsi biaya
faktor produksi dan harga pada tahun 2007 dan 2015 adalah konstan.
(3) Pemerintah perlu mensubsidi biodiesel untuk mendorong penggunaan biodiesel sebagai
substitusi solar pada tahun 2015 supaya tidak merugikan petani jarak pagar.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan pada penelitian ini terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, hipotesa awal, tujuan
penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.
BAB II TINJAUAN LITERATUR
Bagian ini merupakan tinjauan mengenai teori-teori dan pemikiran-pemikiran dari literatur
dan penelitian sebelumnya yang mendasari analisa penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bagian ini membahas bagaimana peneliti mengumpulkan data beserta pengolahan data
tersebut untuk dapat melakukan analisa dan menghasilkan kesimpulan dalam penelitian ini.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bagian ini membahas hasil dari pengolahan data beserta analisa tentang hasil pengolahan
data tersebut.
BAB V KESIMPULAN
Bagian ini menjawab permasalahan yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, dan
peneliti juga memberikan saran kepada penelitian selanjutnya agar dapat melengkapi
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Pendahuluan
“Der Gebrauch von Pflanzenol als Kraftstoff mag heute unbedeutend sein. Aber
derartige Produkte konnen im Laufe der Zeit ebenso wichtig werden wie Petroleum und
diese Kohle-Teer-Produkte von heute.“ Kalimat yang ditulis Rudolf Christian Karl Diesel
tersebut memiliki makna dalam bahasa Indonesia sebagai berikut : Pemakaian minyak
nabati sebagai bahan bakar untuk saat ini sepertinya tidak berarti, tetapi pada saatnya nanti
akan menjadi penting, sebagaimana minyak bumi dan batubara sekarang.
Kalimat itu dikemukakan sejak tahun 1912 saat Diesel, seorang insinyur dari
Jerman, berpidato dalam acara pendaftaran paten mesin atau motor hasil karyanya yang
dinamakan sama dengan namanya, yaitu mesin Diesel. Mesin diesel pertama di dunia itu
dijalankan dengan bahan bakar dari minyak kacang dan minyak biji mariyuana atau ganja
(Cannabis Sativa) 12. Walau sudah dikatakan sejak hampir seratus tahun yang lalu, namun
makna dari kalimat itu baru dirasakan kebenarannya pada akhir-akhir ini. Dampak BBM
pada saat ini, seperti adanya global warming, semakin dirasakan masyarakat. Hal ini
mendesak peran minyak nabati atau BBN untuk dapat segera mensubstitusi peran BBM.
Apalagi dengan mengingat jumlah cadangan minyak mentah di Indonesia yang saat ini
relatif menipis, jika dibandingkan beberapa puluh tahun yang lalu, ada baiknya jika BBN
makin cepat menggantikan peran BBM sebagai sumber energi bagi masyarakat Indonesia.
Jumlah cadangan minyak mentah yang menipis merupakan contoh bahwa ketersediaan
sumber daya yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan kita memiliki sifat
keterbatasan.
12
Waktu merupakan aspek penting dalam mengelompokkan sumber daya alam13.
Sumber daya terbarukan adalah sumber daya yang dapat digunakan sebagai input dalam
perekonomian tanpa batas waktu. Sedangkan, sumber daya tidak terbarukan adalah sumber
daya yang mempunyai persediaan terbatas dalam jangka waktu tertentu. Akan tetapi,
sumber daya terbarukan juga dapat menipis dan habis. Sebagai contoh, hewan yang
ditangkap melebihi pertumbuhannya dapat punah. Pada dasarnya, yang membedakan
sumber daya terbarukan dengan sumber daya tidak terbarukan adalah faktor waktu yang
dibutuhkan sumber daya tersebut untuk generasi (rate of generation). Semakin lama
waktunya, maka sumber daya tersebut dapat dikatakan sebagai sumber daya tidak
terbarukan. Selain itu, laju pengurasan sumber daya (rate of extraction) tidak boleh
melebihi rate of generation karena apabila melebihinya maka sumber daya tersebut dapat
habis meskipun sumber daya tersebut termasuk sumber daya terbarukan. Jadi, sumber daya
dapat digolongkan menjadi sumber daya terbarukan apabila laju generasinya relatif cepat
dan lebih besar dari laju pengurasannya.
2.2 Ketersediaan Sumber Daya
Ada dua pandangan yang menilai tentang ketersediaan sumber daya. Pertanyaan
utama yang mendasari perbedaan pandangan ini adalah apakah sumber daya yang tersedia
pada saat ini dapat mencukupi kebutuhan ekonomi bagi kita, anak cucu kita dan
generasi-generasi selanjutnya? Dua pandangan tersebut terbagi atas dua sisi, yaitu sisi pesimis, dan
sisi optimis.
2.2.1 Sisi Pesimis
Sisi pesimis berawal pada pemikiran Thomas Malthus tentang populasi, yaitu
pertumbuhan populasi manusia akan melebihi kemampuan alam untuk menyediakan
13
makanan bagi pertambahan tersebut14. Pemikiran ini lalu dikembangkan pada buku The
Limits to Growth pada 1972 oleh Donella H. Meadows, dkk15. Lalu direvisi kembali pada
tahun 1992 dengan judul Beyond The Limits oleh Prof. Jay Forrester dari MIT.
Ada tiga kesimpulan dari sisi pesimis. (1) Dalam waktu kurang dari 100 tahun, jika
tidak ada perubahan yang berarti, masyarakat akan kekurangan konsumsi dari sumber daya
yang tidak terbarukan. Pada saat itu sistem ekonomi akan collapse, angka pengangguran
tinggi, produksi pangan berkurang, hingga tingkat populasi akan menurun sebagai akibat
dari meningkatnya angka kematian; (2) Collapse dari sistem ekonomi tetap terjadi, tapi
disebabkan karena tingginya tingkat polusi yang dihasilkan oleh industri sebagai akibat
dari ketersediaan sumber daya yang berlimpah. Apabila masalah sumber daya yang dapat
habis dan polusi dapat teratasi maka populasi akan bertambah, dan kemudian masalah
makanan akan muncul. Sisi ini menggambarkan bahwa pemecahan masalah yang satu akan
menimbulkan masalah yang lain; (3) Masalah yang muncul dapat dihindari dengan
memecahkan masalah populasi dan polusi, tapi dengan pertumbuhan yang terhambat.
Pertumbuhan yang digambarkan sisi ini bersifat eksponensial, maka semakin tinggi
angka pertumbuhan akan mengakibatkan makin cepat sumber daya alam habis. Contoh
tingkat pertumbuhan yang eksponensial adalah misal pertumbuhan 3% per tahun, maka
pertambahan yang terjadi akan makin besar dari tahun ke tahun bukan tetap 3%.
2.2.2 Sisi Optimis
Dimulai dari Julian Simon yang menentang pemikiran sisi pesimis dalam bukunya
yang berjudul The Ultimate Resource yang menolak teori overshoot dan collapse dari
ekonomi16. Simon menyimpulkan bahwa taraf hidup akan meningkat seiring bertambahnya
14
Thomas R. Malthus, An Essay on Population (London, 1798). 15
Donella H. Meadows, et. all., The Limits to Growth: A Report for the Club of Rome’s Project on the Predicament
Mankind (New York, 1972). 16
populasi manusia, dan akan menurunkan biaya. Dengan meningkatnya pendapatan, orang
akan berani membayar lebih mahal untuk mendapatkan lingkungan yang lebih rendah
polusi. Dan tidak tertutup kemungkinan terciptanya kehidupan yang lebih baik karena
harga bahan baku, makanan, dan energi yang lebih murah17.
Argumen Simon didasari oleh dua dasar pemikiran. Pertama, sumber-sumber
bacaan yang diperolehnya menyatakan bahwa manusia sejak dulu dapat mengatasi
permasalahan yang ada mengenai kelangkaan dan masalah lingkungan yang berhubungan
dengan aktivitas ekonomi. Kedua, Simon menemukan bahwa tidak ada alasan yang kuat
yang menyatakan bahwa tren tersebut tidak dapat terus berjalan.
Simon menuliskan beberapa hasil observasi untuk menguatkan pendapatnya18:
Jumlah lahan untuk pertanian bertambah, walau di beberapa negara jumlah lahannya berkurang, produksi pangan terus bertambah. Maka pangan bukanlah suatu masalah;
Sumber daya alam tidak menjadi langka dari waktu ke waktu. Masalah kekurangan bukanlah karena alam namun karena masalah pada tingkah laku manusianya;
Tingkat polusi menurun seiring dengan tingkat populasi dan pendapatan yang meningkat. Polusi bukanlah akibat dari aktivitas ekonomi, melainkan suatu hasil dari
penempatan suatu investasi.
2.3 Klasifikasi Energi
Klasifikasi energi sama dengan klasifikasi sumber daya alam, antara lain energi
tidak terbarukan dan energi terbarukan. Energi terbarukan merupakan energi yang dapat
dihasilkan kembali, secara alami atau dengan bantuan manusia. Sedangkan energi tidak
terbarukan merupakan energi yang dapat habis sekali pakai19. Klasifikasi ini harus
memperhatikan aspek lain, seperti aspek pemakaian (use) dan aspek komersial
17
Ibid. hal. 344. 18
Tom Tietenberg, Environmental and Natura l Resource Economics, 5th ed. (New York, 2000), hal. 8. 19 Sukanto Reksohadiprodjo, dan Pradono,
(commercial). Sumber energi, dilihat dari aspek pemakaian, terdiri atas energi primer dan
energi sekunder. Energi primer adalah energi yang diberikan oleh alam dan dapat langsung
dikonsumsi walaupun belum diproses lebih lanjut. Sementara itu, energi sekunder adalah
energi primer yang telah diproses lebih lanjut. Sebagai contoh, minyak bumi ketika baru
digali dari dalam tanah masih merupakan energi primer. Namun, jika minyak bumi
diproses lebih lanjut menjadi bahan bakar, maka bahan bakar ini adalah energi sekunder.
Demikian pula bila air terjun dipasang alat pembangkit listrik, maka listrik yang dihasilkan
merupakan energi sekunder, sedangkan air terjun itu sendiri disebut energi primer.
Bila dilihat dari nilai komersial,maka sumber energi terdiri dari sumber energi
komersial, sumber energi non-komersial, dan sumber energi baru. Energi komersial adalah
energi sudah digunakan dan diperdagangkan dalam skala ekonomis. Energi non-komersial
adalah energi yang sudah dipakai tetapi tidak dalam skala ekonomis. Energi baru adalah
energi yang sudah dipakai tetapi masih dalam tahap pengembangan (pilot project). Energi
baru belum dapat diperdagangkan karena belum mencapai skala ekonomi. Keseluruhan
2.4 Energi Biodiesel
Terdapat banyak tanaman yang mengandung minyak dan salah satu kegunaan dari
minyaknya yaitu dapat digunakan sebagai input dari proses produksi BBN. Tanaman
tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2-2.
Tabel 2-2 Daftar Tanaman Yang Mengandung Minyak
Nama Tanaman Kandungan Minyak per Hektar Setara US Gallon/Acre
Tabel 2-2 diurutkan menurut kuantitas minyak hasilnya.
Tanaman yang tidak memiliki nama Indonesia artinya tidak terdapat atau nyaris tak dikenal di Indonesia.
jenis tanaman. Misalnya, dari 1 hektar kelapa sawit yang menghasilkan 5000 kg minyak nabati, akan diperoleh sekitar 4000 kg biodiesel (= 5000 x 0,8).
Beberapa jenis tanaman berumur pendek yang menghasilkan dalam waktu sekitar
4-12 bulan, umumnya adalah tanaman yang menghasilkan biji mengandung minyak, yaitu
jarak, wijen, bunga matahari, kacang tanah, kedelai, ganja, dll. BBN dari sumber hewani
antara lain: lemak sapi, kambing, babi, dsb. Selain itu, sisa-sisa atau limbah minyak goreng
bekas (minyak jelantah) juga dapat dimanfaatkan menjadi BBN.
Dari Tabel 2-2 dapat dilihat bahwa tanaman yang kandungan minyak paling besar,
seperti kemiri, alpokat, kelapa, dan kelapa sawit, merupakan tanaman yang sudah dikenal
di Indonesia. Semua tanaman ini merupakan perennial crops yang menghasilkan setelah
lewat dari 5 tahun. Tanaman ini memerlukan lahan subur, curah hujan tinggi, perawatan
cukup intensif, dimana hal ini akan berdampak pada besarnya biaya hingga harga jual akan
tinggi, maka perlu beberapa tahun untuk sampai pada titik-impas (break-even point).
Biodiesel adalah cairan berwarna kuning terang atau kuning gelap, dengan titik
didih tinggi dan tekanan uap rendah. Kepekatannya lebih rendah dari air, yaitu 0.86 g/cm³.
Biodiesel yang memiliki kekentalan seperti solar (bahan bakar diesel yang dihasilkan dari
petroleum) dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin diesel, atau sebagai
zat aditif atau zat tambahan solar untuk melicinkan bahan bakar Ultra-Low Sulfur Diesel
(ULSD), namun biodiesel tidak akan meningkatkan sulfur di atas 15 ppm.
Karakteristik biodiesel sama dengan solar, maka biodiesel dapat digunakan secara
murni atau dicampur solar untuk menggantikan solar. Biodiesel berasal dari minyak
tanaman jarak pagar, bunga matahari, atau kelapa sawit. Namun, biodiesel dapat digunakan
pada mesin diesel tanpa melakukan perubahan mesin. Hal ini yang membedakan biodiesel
dengan BBN lainnya, seperti straight vegetable oils (SVO) or waste vegetable oils (WVO).
merupakan campuran dengan solar. Hal ini sama dengan penggunaan huruf “E” pada
etanol. Sebagai contoh, B20 adalah suatu bahan bakar biodiesel yang dicampur dengan
80% solar, sedangkan B100 adalah bahan bakar biodiesel murni (tidak dicampur).
Jika dibandingkan dengan solar, biodiesel memiliki kelebihan sebagai berikut 20 :
Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin karena termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil);
Mampu mengeliminasi efek rumah kaca;
Merupakan renewable energy (energi terbarukan) karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbarui sehingga kontinuitas ketersediaan bahan baku dapat terjamin;
Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal; Keuntungan lingkungan dari biodiesel jika dibandingkan dengan solar adalah21 :
Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang lebih baik yaitu
free sulphur (bebas sulfur), smoke number (bilangan asap) rendah dan angka setana
cetane number lebih tinggi (> 60) sehingga efisiensi pembakarannya lebih baik;
Biodiesel mengandung aroma hidrokarbon yang lebih sedikit : benzofluoranthene berkurang 56 % , dan benzopyrenes berkurang 71 %;
Biodiesel mengurangi emisi CO kira-kira 50 % dan CO2 sebesar 78 % di dalam neto lifecycle karena emisi biodiesel yang berupa karbon didaur ulang dari karbon yang
sudah ada di atmosfir;
Pembakarannya terbakar sempurna (clean burning) hingga tidak menghasilkan racun dan dapat terurai22.
Ada tiga tanaman yang minyaknya dapat digunakan sebagai input bahan bakar
biodiesel, yaitu jarak pagar, bunga matahari, dan kelapa sawit 23.
20
Erliza Hambali, et al., Jarak Pagar : Tanaman Penghasil Biodiesel (Jakarta, 2006), hal.7. 21
http://en.wikipedia.org 22
2.4.1 Jarak Pagar (Jatropha curcas Linneaus)
Kekurangan jarak pagar adalah pada satuan waktu pemetikan dibandingkan dengan
satuan harga jualnya namun kekurangan ini tidak menghilangkan kelebihannya, yaitu dapat
hidup mencapai 50 tahun, dan tidak membutuhkan terlalu banyak air. Curah hujan yang
dibutuhkan termasuk paling sedikit di antara tumbuhan lain yang ada di dalam tabel 2-2.
Walaupun hasilnya masih di bawah kelapa sawit, tetapi tanaman ini mampu hidup
dalam kekeringan di lahan kritis-minus dengan perawatan sekedarnya saja, sementara
ampas perasan minyaknya adalah pupuk organik yang baik untuk reklamasi lahan tandus.
Dibanding dengan jarak jenis lanilla, yakni yang dikenal sebagai jarak kepyar
(Ricinus communis), jarak pagar memiliki beberapa kelebihan, antara lain : Hasil minyaknya per hektar lebih banyak;
Jarak kepyar memiliki biji yang dilapisi oleh kulit yang keras, sehingga pada
pengolahannya dibutuhkan pemanasan awal dengan uap panas (preheated steamed)
untuk melunakkan kulit bijinya yang keras. Hal ini membutuhkan energi tambahan.
Sedangkan biji jarak pagar lunak seperti biji kacang tanah, dan tidak memiliki kulit
yang keras sehingga dapat diperas dengan alat sederhana..
2.4.2 Bunga Matahari (Heliantus annus)
Kekurangan utama bunga matahari adalah hasil per hektarnya relatif rendah di
bawah jarak pagar. Kelebihan bunga matahari adalah usia penanaman yang pendek maka
tanaman sudah dapat dipanen hanya sekitar 90 hari atau 3 bulan sejak penebaran benih.
Jika ditanam pada dataran luas dan datar, pemetikan dilakukan secara mekanisasi
yaitu dengan alat yang disebut combine, yakni alat dengan sistem mencukur batang
sekaligus memisahkan batang dengan biji atau buah,. Pemetikan ini memang hanya dapat
dilakukan di lahan datar dan luas. Alat ini dipasang di depan traktor untuk mencukur 23
batang bunga matahari. Akbatnya, combine tidak dapat digunakan untuk memanen jika
bunga matahari ditanam di lahan yang berlekuk (kontur tajam) karena traktornya bisa
terguling sehingga harus dipanen dengan tangan. Namun, memanen bunga matahari
dengan tangan, secara ekonomis, hasilnya di bawah hasil panen jarak pagar.
Minyak bijinya dapat dijadikan minyak goreng, seperti minyak kelapa atau minyak
kelapa sawit, sedangkan minyak jarak pagar tidak dapat dijadikan minyak goreng. Selain
itu, ampas perasan minyak bijinya dapat dibuang ke lahan tandus sebagai pupuk alam
untuk reklamasi lahan. Ampas dan biji segarnya merupakan pakan ternak bergizi tinggi.
Inilah kelebihannya dibanding ampas biji jarak pagar yang mengandung zat curcasine yang
beracun dan memabukkan ternak yang memakannya.
Petani yang menanam biji bunga matahari dapat memelihara ternak dengan pakan
dari ampas perasan minyak bijinya. Kotoran ternak dijadikan biogas untuk bahan bakar
memasak. Limbah biogas merupakan pupuk yang baik untuk reklamasi lahan tandus.
2.4.3 Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
Nilai ekonomis komersialnya masih lebih baik dibanding jarak pagar dan bunga
matahari. Masalah utamanya adalah tanaman ini memerlukan asupan dengan biaya yang
relatif mahal, yaitu untuk bahan kimia pertanian, teknologi pengolahan, serta luas lahan
yang (dalam praktiknya selama ini) sering membabat hutan alam menjadi perkebunan
besar monokultur dan juga menggusur tanah-tanah masyarakat sekitar, seperti yang terlihat
di daerah Asahan, Sumatera Utara dan di pedalaman Sanggau, Kalimantan Barat.
Perlu dipikirkan untuk membangun perkebunan kelapa sawit di lahan kritis yang
membutuhkan penyuburan (reklamasi) lahan terlebih dahulu. Jarak pagar dapat menjadi
secara perlahan oleh pupuk alam dari limbah perasan jarak pagar atau bunga matahari,
hingga kemudian dapat ditanami dengan tanaman jangka panjang seperti kelapa sawit.
2.4.4 Suatu Perhitungan Awal
Di atas kertas, perhitungan nilai perennial crops lebih menguntungkan. Misalnya,
kelapa sawit panen pada usia 4 tahun, setiap petani memetik satu tandan yang beratnya 10
kg (bernilai sekitar Rp 10.000,00 dengan bekerja beberapa jam), maka ia akan memetik 3-5
tandan per hari (senilai Rp 30.000-50.000), atau 90-150 tandan per bulan (senilai Rp
900.000-1.500.000). Namun, masyarakat yang menanamnya harus merawat selama 4
tahun. Kelapa sawit butuh persyaratan lahan yang subur maka perlu pemupukan intensif
sehingga perlu modal yang tidak kecil untuk membeli peralatan tambahan seperti pupuk
dan racun anti hama24. Maka alternatifnya adalah tanaman jarak pagar atau bunga matahari.
Kedua jenis tanaman ini adalah jenis tanaman jangka pendek yang hanya membutuhkan
waktu 4-8 bulan untuk berbuah dan siap dipanen. Manfaat lainnya adalah dampak positif
reklamasi lahan tandus dari pupuk limbah (ampas) bijinya yang telah diperas minyaknya.
Syarief pada tahun 2004 mengusulkan suatu program sebagai gerakan awal dalam
memasyarakatkan BBN25. Program ini adalah program penanaman jarak pagar pada satu
juta hektar lahan tidur, terutama di wilayah pedesaan berlahan kritis dan minus, maka akan
diperoleh 1.892 juta liter BBM nabati per tahun26.
Sampai tahun 2003, Indonesia terdiri dari 30 propinsi. Propinsi DKI Jakarta yang
nyaris tidak memiliki lahan tidur dikeluarkan dari perhitungan. Maka, satu juta hektar
dibagi 29 propinsi, dibagi 5 kabupaten per propinsi, dibagi 10 kecamatan per kabupaten,
akan diperoleh 690 hektar per kecamatan. Jika dibulatkan 700 hektar, berarti 7.000.000 M2
24
Syarief, Op. Cit., hal. 114. 25 Ibid., hal. 124-126.
per kecamatan. Dengan asumsi bentuk lahan bujur sangkar, itu berarti lahan berukuran
sekitar 2.646 M X 2.646 M, atau panjang dan lebarnya sekitar 2,6 KM saja.
Penyediaan lahan bukanlah masalah besar, terutama kecamatan di luar Pulau Jawa
yang rendah tingkat kepadatan penduduknya. Sebagai gambaran, luas lahan alang-alang
dan tegalan yang tidak efektif di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai sekitar
800,000 hektar, sedangkan di NTT masih lebih luas. Hanya dari kedua propinsi yang
terkenal paling luas lahan kritis-minusnya, dapat diperoleh 1,5 juta hektar lahan tidur dan
tegalan yang tidak efektif. Apabila lahan tidur tersebut dijadikan lahan BBN, maka akan
diperoleh tambahan PAD (Pendapatan Asli Daerah) sebesar 1.5 X Rp 4.35 triliun = Rp 6.5
triliun per tahun. Dengan asumsi Pemerintah Indonesia membeli BBN dari petani seharga
Rp 2,300 per liter. Jika hal ini benar-benar terjadi, maka arus dana akan mengalir kembali
ke pedesaan sekitar Rp 4.35 trilyun (yakni 1,892 juta liter X Rp 2,300 per liter) per tahun.
Pada lahan perkebunan rakyat yang ditanami jarak pagar atau bunga matahari,
Pemerintah memberlakukan suatu kebijakan nasional yang melindungi proses-proses
pemupukan demgan limbah (pupuk organik) dari pembuatan BBN. Maka setelah beberapa
tahun, lahan tersebut jadi subur dan siap ditanami dengan tanaman penghasil minyak yang
lebih produktif, misalnya, kelapa sawit. Hal ini harus bersamaan dengan kebijakan nasional
yang mereformasi sistem perkebunan kelapa sawit bukan sebagai perkebunan besar yang
dimonopoli perusahaan swasta, namun sebagai perkebunan rakyat dengan sistem
tumpangsari yang dikelola melalui koperasi petani pedesaan.
Sampai tahun 2003, total lahan tidur di seluruh Indonesia mencapai 33 juta hektar.
Apabila lahan tidur dan yang digunduli tersebut ditanami jarak pagar dengan hasil, paling
tidak, 2,000 liter per hektar per tahun, maka akan diperoleh BBN sebanyak 33 juta hektar
X 2,000 liter = 66,000,000,000 atau 66 milyar liter per tahun. Padahal, kebutuhan nasional
2.5 Jarak Pagar Sebagai Input Biodiesel
Input biodiesel yang mudah didapat adalah minyak sawit dan kelapa, maka
penelitian-penelitian yang telah dilakukan menggunakan minyak tersebut. Minyak lemak
yang relatif mudah didapat merupakan minyak pangan (edible oil), maka harganya sangat
ditentukan tingkat permintaan di sektor pangan nasional atau dunia yang terus meningkat.
Salah satu sumber minyak nabati yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai
input biodiesel adalah biji jarak pagar (Jatropha curcas L). Hal ini dikarenakan minyak
jarak pagar tidak termasuk dalam kategori edible oil. Dengan demikian, pemanfaatan
minyak jarak pagar sebagai input biodiesel tidak akan menganggu stok minyak pangan
nasional, kebutuhan industri oleokimia, dan ekspor CPO. Komposisi biaya input dalam
biaya produksi biodiesel mencapai 60-80%. Akibatnya, sebaiknya input yang menjadi
tulang punggung industri biodiesel adalah minyak nonpangan27. Berdasarkan hal ini,
Direktorat Pengembangan Perkebunan Departemen Pertanian telah membuka kebun
percobaan jarak pagar seluas 5 hektar di Lombok Timur. Di samping itu, sebagian
masyarakat di Sumbawa Barat telah mulai mencoba perkebunan jarak pagar secara
swadaya kurang lebih seluas 10 hektar28.
Kandungan minyak dari biji jarak pagar tinggi, sekitar 30-50%. Dalam setahun,
satu hektar dapat menghasilkan 7,5 hingga 12 ton, setelah tumbuh selama lima tahun.
Tanaman ini cocok ditanam di daerah tropis dan subtropis karena tahan kekeringan,
mampu tumbuh dengan cepat dan kuat di lahan yang tandus. Wilayah yang cocok sebagai
tempat tumbuhnya adalah dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl. Curah hujan yang
sesuai adalah 625 mm/tahun. Namun, dapat tumbuh dengan curah hujan antara 300-2.380
mm/tahun. Kisaran suhu yang sesuai adalah 20–26o C. Jika suhu di atas 35o C atau di
bawah 15o C, akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji.
27Dr. Ir. Tirto Prakoso, “Perguruan Tinggi Minati Biodiesel,”
Pikiran Rakyat, 21 Juli, 2005, hal. 21. 28
Tumbuhan ini memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah
sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi sebagai tanaman penahan erosi. Jarak
pagar dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, tanah
berpasir, maupun tanah berlempung atau tanah liat. Di samping itu, jarak pagar juga dapat
beradaptasi pada tanah yang kurang subur atau tanah bergaram, memiliki drainase baik,
tidak tergenang, dan pH tanah berkisar antara 5,0 – 6,529.
Bahan baku solar adalah hidrokarbon yang mengandung 8-10 atom karbon per
molekul. Sementara hidrokarbon pada minyak jarak pagar adalah 16-18 atom karbon per
molekul sehingga viskositas (kekentalan) minyak jarak lebih tinggi dan daya
pembakarannya sebagai bahan bakar masih rendah. Agar minyak jarak dapat digunakan
sebagai bahan bakar, dilakukan proses transesterifikasi. Transesterifikasi, yang dilakukan
menggunakan alkohol (seperti metanol) akan mengubah trigliserida menjadi metil ester,
bertujuan menurunkan kekentalan minyak jarak dan meningkatkan daya pembakaran
sehingga dapat digunakan sesuai standar minyak diesel untuk kendaraan bermotor30.
2.5.1 Skema Industri Biodiesel
Berbicara mengenai skema indutri biodiesel, berarti berbicara mengenai industri
biodiesel dari hulu sampai proses produksi. Hulu industri ini dimulai dari proses budidaya
tanaman jarak pagar yang dilakukan oleh petani.
2.5.1.1 Budidaya Jarak Pagar
Budidaya jarak pagar berorientasi agribisnis perlu memperhatikan aspek-aspek31 :
Perbanyakan Tanaman
Perbanyakan dapat dilakukan secara generatif dengan menggunakan biji yang
cukup tua, yaitu dari buah yang telah masak (berwarna hitam); maupun vegetatif dengan
29 Hambali, op. cit., hal 12-13. 30
Ibid., hal 6-7. 31
setek, okulasi, penyambungan, ataupun kultur jaringan (in vitro). Perbanyakan dengan
setek menggunakan cabang tua atau batang yang cukup berkayu. Okulasi dilakukan dengan
cara mempersiapkan bibit dari biji yang akan dijadikan batang bawah. Perbanyakan
tanaman melalui in vitro menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit yang
banyak dalam waktu relatif singkat sehingga lebih ekonomis. Teknik ini mampu mengatasi
kebutuhan bibit dalam jumlah besar, serentak, dan bebas penyakit.
Pembibitan
Dilakukan di polibag atau bedengan. Setiap polibag diisi media tanam berupa tanah
lapisan atas (topsoil) yang dicampur pupuk kandang. Tempat pembibitan diberi atap dari
daun kelapa atau jerami.
Persiapan Lahan
Meliputi pembukaan lahan, pengajiran, dan pembuatan lubang tanam.
Penanaman
Penanaman, yang dapat dilakukan di lapangan (tanpa pembibitan) dengan
menggunakan setek, dilakukan pada awal atau selama musim hujan supaya kebutuhan air
bagi tanaman cukup tersedia. Dalam pembudidayan dapat diterapkan sistem tumpang sari
dengan jagung, cabai, kacang tanah, dan kedelai.
Penyiangan
Untuk menjaga pertumbuhan tanaman agar tumbuh cepat dan berproduksi optimal
maka perlu dilakukan penyiangan sedini mungkin, yaitu dimulai pada saat tanaman jarak
berumur 3–4 minggu. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan dari gulma
Pemupukan
Pemberian pupuk bertujuan menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Pemupukan dapat dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada awal musim hujan dan
akhir musim hujan.
Pemangkasan dan Penjarangan
Pemangkasan bertujuan meningkatkan jumlah cabang produktif. Semakin banyak
cabang tanaman, maka biji semakin banyak. Penjarangan dilakukan pada tanaman yang
ditanam agak rapat, dengan cara membuang salah satu tanaman, untuk mengurangi
kompetisi antara tanaman. Pemangkasan dan penjarangan perlu dilakukan secara periodik.
Pembungaan dan Pembuahan
Penyerbukan dilakukan serangga. Pembuahan perlu 90 hari dari pembungaan
sampai biji masak. Tanaman berproduksi pada 4–5 bulan. Produktivitas penuh terjadi
setelah 5 tahun. Produksi bunga dan biji dipengaruhi curah hujan dan unsur hara. Bila
dalam setahun hanya satu kali musim hujan maka pembuahan hanya sekali setahun.
Namun, bila tanaman diberi pengairan, pembuahan terjadi sampai tiga kali dalam setahun.
Perkiraan Produksi
Produktifitas tanaman berkisar antara 2–4 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil
setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2.500
pohon/hektar maka tingkat produktivitas antara 5–10 ton biji/hektar. Bila rendemen
minyak sebesar 30 % maka dapat diperoleh 1,5–3 ton minyak/hektar/tahun.
2.5.1.2 Pemanenan Buah
Supaya hasil berkualitas, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemanenan32.
Kriteria Panen
Pemanenan dilakukan sekitar 90 hari setelah terjadi pembungaan. Ciri biji masak
adalah kulit buah berubah warna dari hijau muda menjadi kuning kecokelatan atau hitam
32
yang mengering, dan kulit buah terbuka sebagian secara alami. Panen yang dilakukan
terlalu awal akan menurunkan kandungan minyak. Sementara bila panen terlambat dapat
menyebabkan buah pecah sehingga banyak biji yang berjatuhan ke tanah.
Teknik Pemanenan
Dapat dilakukan dengan mengguncang atau memukul dahan berulang-ulang hingga
buah terlepas dari dahan dan jatuh, kemudian dikumpulkan. Namun, teknik pemanenan
yang paling baik adalah dengan memetik buah langsung dari dahan. Tingkat kemasakan
buah dalam satu malai tidak sama hingga panen per buah jadi tidak efektif dan memerlukan
biaya tinggi. Akibatnya, panen dilakukan per malai dengan syarat 50 % buah per malai
sudah mengering.
Pengeringan Buah dan Biji
Bila buah jarak akan diambil minyaknya, penjemuran dapat dilakukan di bawah
sinar matahari langsung. Setelah buah terbuka semua, biji dikeluarkan dari cangkang lalu
dibersihkan. Biji jarak harus dikeringkan hingga kandungan airnya mencapai 5–7%.
Penyimpanan Biji
Biji yang telah mencapai kadar air sekitar 5–7% sebaiknya segera disimpan dalam
karung di gudang kering dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Penumpukan
karung tidak bersentuhan dengan lantai. Biji jarak memiliki kandungan minyak yang cukup
tinggi maka penyimpanannya tidak boleh lama dan harus segera diolah.
2.5.1.3 Ekstraksi Minyak Biji Jarak Pagar
Dua cara yang umum digunakan pada pengepresan mekanis biji jarak yaitu
pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing)33.
2.5.1.4 Proses Produksi Biodiesel
Yang dimaksud dengan biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terdiri dari
ester-ester metil (atau etil) asam-asam lemak. Prakoso menjelaskan bahwa biodiesel akan
33
diperoleh setelah minyak jarak pagar direaksikan, yaitu melalui reaksi kimia 34 :
Alkoholisis (atau transesterifikasi) trigliserida (= triester gliserin dengan asam-asam lemak)
dengan metanol/etanol; Esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol.
Proses produksi biodiesel yang menggunakan biji jarak pagar merupakan suatu
proses yang relatif panjang. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2-1. Ada beberapa bagian
dari tanaman jarak pagar yang tidak digunakan dalam proses produksi biodiesel yaitu
tempurung biji jarak pagar, daun, dahan, ranting, dan kulit buah. Bagian ini dapat
dimanfaatkan untuk membuat arang aktif, kompos, dan sabun35.
Gambar 2-1 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Biji Jarak Pagar
Sumber : Production of biodiesel from jatropha curcas oil by using pilot biodiesel plant yang ditulis oleh D.Ramesh, A.Samapathrajan, P.Venkatachalam.
34
Prakoso, loc. cit.
35
2.6 Pasar Monopsoni
Tanaman jarak pagar merupakan salah satu jenis dari tanaman non pangan (non
edibility sehingga tanaman jarak pagar sebagai komoditas non edible hanya dapat diolah
jadi biodiesel. Akibatnya, petani jarak pagar ditempatkan pada situasi monopsoni. Pasar
yang memperjualbelikan biji jarak pagar merupakan pasar monopsoni, dimana petani jarak
pagar merupakan pemasok jarak pagar, sedangkan produsen biodiesel adalah pembeli.
Dalam teori ilmu ekonomi, monopsoni merupakan salah satu jenis struktur pasar
yang memiliki karakteristik khas, yaitu hanya ada seorang pembeli yang dihadapkan
dengan banyak pemasok36. Para pemasok saling bersaing untuk dapat menjual output
produksinya ke seorang pembeli tersebut, maka pihak monopsoni (pembeli) sering
mendiskriminasi pemasok dan mendapat hal-hal yang menguntungkan dari para pemasok.
Dalam Gambar 2-2, pemasok menerima harga yang ditetapkan pasar. Akibatnya,
marginal revenue dan average revenue yang mereka terima konstan, dan jumlah output
yang mereka dapat jual adalah dengan menyamakan harga dan marginal cost mereka37.
Gambar 2-2 Pemasok Dalam Pasar Monopsoni
Sumber : Pindyck (2001)
36
C. Pass, B. Lowes, L. Davies, Collins Dictionary of Economics atau Collins Kamus Lengkap Ekonomi, terj. Tumpal Rumapea, Posman Haloho (Jakarta, 1994), hal. 436.
37
2.6.1 Kekuatan Monopsoni
Pihak pembeli (tunggal atau jamak) dalam pasar monopsoni memiliki kemampuan
untuk dapat mempengaruhi harga dalam pasar, sehingga mereka dapat membeli barang
(output) dari pemasok dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang seharusnya,
apabila barang ini diperjualbelikan di dalam pasar persaingan sempurna38.
Besaran kekuatan monopsoni yang dimiliki pembeli ditentukan tiga hal, yaitu39 :
Elastisitas penawaran dari pasar
Keuntungan dari pihak monopsoni timbul karena ia menghadapi kemiringan kurva
penawaran yang negatif (upward-sloping), maka marginal expenditure akan melebihi
average expenditure. Dapat dilihat dalam Gambar 2-3 (a) bahwa semakin elastis kurva
penawaran, akan semakin kecil perbedaan antara marginal expenditure dengan average
expenditure, sehingga kekuatan monopsoni dari pembeli akan lebih kecil40. Ketika kurva
penawaran cenderung tidak elastis, maka kekuatan monopsoni akan lebih besar.
Gambar 2-3 Kekuatan Monopsoni : Elastis VS Inelastis
(a) Kurva Penawaran Elastis (b) Kurva Penawaran Tidak Elastis Sumber : Pindyck (2001)
38
Robert S. Pindyck, Daniel L. Rubinfeld, Microeconomics, 5th ed., (USA, 2001), hal. 352. 39
Ibid., hal. 356-357. 40