• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Dan Problematika Penerimaan Zaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Potensi Dan Problematika Penerimaan Zaka"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Dan Problematika Penerimaan Zakat Di Indonesia

A. Pendahuluan

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya wajib bagi setiap muslim yang merdeka dan memiliki harta kekayaan sampai dengan jumlah tertentu yang telah mencapai nisab. Dari segi bahasa, zakat memiliki kata dasar “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, suci, bersih, dan baik. Sedangkan secara terminologi, zakat berarti aktivitas memberikan harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT dalam jumlah dan perhitungan dan syarat-syarat tertentu yang sudah ditetapkan untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (8 asnaf) menurut ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat ini, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk di jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:60)

Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah, seperti dalam QS Al-Baqarah:43 "Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku" dan QS At-Taubah:103 "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka..." serta dalam HR.Bukhari “Zakat itu dipungut dari orang-orang kaya di antara mereka, dan diserahkan kepada orang-orang miskin.”

Zakat atas diri dikenal dengan zakat fitrah yang harus ditunaikan setiap tahun di akhir bulan Ramadhan, sedangkan zakat atas harta dikenal dengan zakat mal dan dikeluarkan bila telah memenuhi syarat dan ketentuan tertentu. Zakat mal yang telah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW antara lain, zakat binatang ternak, zakat pertanian, zakat emas dan perak, zakat barang hasil tambang, laut dan rikaz, serta zakat perdagangan. Seiring dengan perkembangan zaman, para ulama berdasarkan prinsip keadilan menyetujui dan sepakat pengenaan zakat atas harta lainnya, seperti zakat investasi, zakat profesi dan penghasilan, zakat atas uang, dan zakat perusahaan/institusi.

(2)

Allah SWT dan diatur melalui syariah Islam. Hal ini yang membedakan dengan pajak yang merupakan kewajiban yang timbul dan ditetapkan oleh pemerintah negara.

Zakat memiliki peran yang besar bagi umat muslim, selain bisa membersihkan harta dan jiwa bagi pemberi zakat, zakat terutama berfungsi dalam bidang moral, sosial, dan ekonomi. Zakat merupakan sarana kegiatan sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan untuk menghindari kesenjangan sosial dan ekonomi antara si kaya dan si miskin dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

Zakat menjadi unsur penting mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta dan tanggung jawab individu dalam masyarakat dan merupakan salah satu unsur pokok tegaknya syariat Islam. Aplikasi utama dalam ajaran Islam adalah tentang ta’awun

(gotong-royong), ukhuwah (persaudaraan), dan keadilan. Zakat walaupun secara lahiriah merupakan aturan materi saja, tetapi tidak bisa dilepaskan dari akidah, ibadah, nilai, akhlak, politik, sosial, dan ekonomi, dari problematika pribadi dan masyarakat serta dari kehidupan secara material dan spiritual.

B. Pengelolaan Zakat di Indonesia

Di Indonesia pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang No.38 tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Undang-Undang-undang tentang pengelolaan zakat ini dimaksudkan agar dilakukan pengelolaan dan penerimaan zakat secara terorganisasi dan profesional agar zakat memberi manfaat optimal dalam pembinaan umat.

(3)

Pengelolaan zakat di Indonesia diberdayakan melalui BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) pusat yang bertugas sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional dan mengoordinasi seluruh lembaga zakat yang sudah terdaftar. Selain itu, terdapat Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang merupakan lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Sementara, Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat.

Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan 20 Badan/Lembaga sebagai penerima zakat atau sumbangan Keagamaan yang sifatnya wajib. Nantinya, zakat atau sumbangan keagamaan ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Badan/Lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan meliputi satu Badan Amil Zakat Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), 3 Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shaaqah (LAZIS) dan 1 Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia.

Sementara untuk pelaksanaan akuntansi, DSAK IAI (Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia) telah mengeluarkan ED PSAK 109 tentang akuntansi untuk lembaga amil zakat, infak, dan shadaqah. Dengan telah diterbitkannya ED PSAK 109 tersebut diharapkan pengelolaan zakat, infak, dan shadaqah akan lebih transparan dan mencapai sasaran, sesuai dengan tuntunan syariah Islam.

Penerimaan zakat, infak dan shadaqah di Indonesia hingga saat ini yang dikumpulkan oleh BAZNAS dari para mustahik di seluruh penjuru Indonesia tahun 2013 mencapai Rp3 triliun atau baru sekitar 1 persen lebih dari potensi ZIS yaitu sebesar Rp217 triliun yang bisa dikumpulkan BAZ daerah. Permasalahan zakat di Indonesia ini tidak lepas dari kesadaran masyarakat Indonesia dalam membayar zakat yang masih rendah, khususnya dalam membayar zakat mal. Selain itu, budaya masyarakat Indonesia yang cenderung lebih suka membayar zakat secara langsung tanpa melalui lembaga zakat.

(4)

C. Potensi Penerimaan Zakat di Indonesia

Potensi zakat tidak lepas dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan pendapatan dan taraf hidup sebagian besar masyarakat Islam Indonesia membuat potensi pembayar zakat semakin besar pula. Pemasukan zakat yang tinggi dapat membantu mengatasi berbagai masalah sosial, terutama kemiskinan dan keterbelakangan di kalangan masyarakat Muslim di Indonesia.

Menurut Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional, Didin Hafidhuddin menyebutkan potensi zakat nasional mencapai Rp217 triliun setiap tahunnya atau sebesar 3,4 persen dari PDB Indonesia jika dihitung dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa dengan populasi muslim diperkirakan mencapai 87 persen. Akan tetapi, hasil zakat, infak dan shadaqah yang dikumpulkan oleh BAZNAS dari para mustahik di seluruh Indonesia hingga tahun 2013 masih sangat jauh dari optimal, yaitu baru mencapai Rp3 triliun atau baru sekitar 1% lebih dari potensi ZIS yang bisa dikumpulkan BAZ daerah. Sementara itu, total penerima dana manfaat zakat mencapai 1,7 juta orang atau sekitar 6,07 persen dari total penduduk miskin di Indonesia.

2009 2010 2011 2012 2013

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Penerimaan Zakat di Indonesia (dalam triliun rupiah)

Penerimaan Zakat

Sumber: Laporan BAZNAS, 2013

(5)

untuk memberikan sumbangan zakatnya melalui BAZNAS baik yang ada di daerah maupun pusat yang nantinya dialokasikan kembali untuk kepentingan kesejahteraan umat.

Potensi penerimaan zakat di Indonesia saat ini apabila hanya zakat fitrah yang dihitung, maka jumlahnya tidak terlalu besar. Dengan memperhitungkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa dan populasi Muslim diperkirakan mencapai 87 persen, populasi Muslim kurang lebih ada sekitar 217 juta jiwa. Jika jumlah penduduk miskin Indonesia ada sekitar 30 persen dan penduduk hampir miskin sekitar 20 persen, maka wajib zakat ada sekitar 108 juta jiwa. Jika setiap jiwa mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 kg atau setara dengan Rp 25.000, maka potensi zakat fitrah mencapai Rp 2,7 triliun.

Potensi terbesar adalah zakat mal. Berdasarkan analisis perhitungan Litbang Kompas (Kompas, 3 Agustus 2013), potensi zakat dari penghasilan profesi tak kurang dari Rp 6,7 triliun per bulan atau Rp 80,3 triliun per tahun. Jumlah tersebut dihitung dengan asumsi nilai penghasilan minimal kena zakat (nisab) saja. Jadi, potensi zakat sesungguhnya bisa lebih tinggi lagi. Karena jumlah tersebut hanya potensi dari zakat profesi (penghasilan). Padahal potensi zakat lain nilainya bisa lebih tinggi lagi, antara lain zakat dari kepemilikan emas dan perak, pertanian, perdagangan, uang simpanan atau deposito, investasi, hadiah atau bonus perusahaan, hibah dan peternakan. Nilai zakat nasional akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah masyarakat kelas menengah di tanah air.

Data Bank Indonesia menyebutkan jumlah simpanan dalam bentuk giro, tabungan dan simpanan berjangka, baik dalam mata uang rupiah maupun asing pada akhir tahun 2012, sebesar Rp 3.225 triliun. Jika diasumsikan separuhnya dari simpanan dana itu milik umat Islam, estimasi zakat mal setelah setahun jumlahnya sekitar Rp 40 triliun.

(6)

Menurut The Boston Consulting Group, golongan kelas menengah Indonesia membelanjakan uang per bulan minimal Rp 2 juta hingga lebih dari Rp 7,5 juta per rumah tangga. Pada tahun 2012, golongan ini jumlahnya mencapai 73,9 juta jiwa. Sementara berdasarkan laporan Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia, jumlah kelas menengah di Indonesia periode 1999-2010 naik sekitar 7,85 persen per tahun. Jumlah kelas menengah tahun 2010 mencapai 56,5 persen dari total populasi atau sekitar 134 juta jiwa. Kelompok ini membelanjakan uang 2 dolar AS hingga lebih dari 20 dolar AS per kapita per hari.

McKinsey Global Institute juga memperkirakan pada tahun 2030 pertumbuhan kelas konsumen Indonesia bisa menjadi 135 juta dari 45 juta penduduk yang saat ini berpendapatan US$ 3.600 per kapita per tahun.

Berdasarkan hasil penelitian oleh IPB bekerjasama dengan BAZNAS mengenai potensi Zakat di Indonesia tahun 2012, terdapat sekitar 217 triliun potensi besaran nominal dari Zakat yang dapat terkumpul setiap tahunnya. Adapun potensi tersebut didapat dari 3 pengelompokan potensi sumber Zakat; potensi Zakat rumah tangga, potensi Zakat industri menengah dan besar, serta Zakat BUMN dan potensi Zakat dari tabungan secara nasional. Besaran Zakat yang dikeluarkan untuk rumah tangga secara nasional mencapai angka 82.7 triliun, sedangkan industri menyumbang sekitar 114.89 triliun (industri pengolahan, BUMN dan industri lainnya). Untuk potensi Zakat dari tabungan, dihitung dari jumlah tabungan yang telah mencapai nishab-nya yaitu mencapai angka 17 triliun. Khusus untuk potensi Zakat industri, besaran penerimaan Zakat dihitung dari laba bersih, belum termasuk piutang usaha dan utang jatuh tempo perusahaan yang dikelompokkan sebagai pengurang Zakat, sehingga besaran Zakat industri adalah Zakat minimal yang dapat dihasilkan. Tingginya potensi Zakat terhadap PDB merupakan bukti bahwa Zakat dapat dijadikan sebagai instruman dalam menggerakan perekonomian nasional, khususnya dalam hal pengurangan angka kemiskinan.

(7)

penduduknya beragama Islam yang mampu mengumpulkan Zakat hingga 2.5% dari total PDB negara-negara tersebut.

Peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menyatakan, dari semua provinsi yang ada di Indonesia, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan potensi zakat terbesar. Di DKI Jakarta dari 100 orang yang wajib membayar zakat, hanya 11 orang yang berhak menerima zakat. Sebagai Ibu Kota negara, Jakarta memang memiliki tingkat perekonomian lebih baik dibandingkan provinsi lain. Sehingga tidak heran jika jumlah muzaki lebih besar dibanding mustahik dengan rasio 0,11. Rasio terendah, selain Jakarta, terjadi juga di beberapa wilayah lain seperti, Bali (0,16), Kepulauan Riau (0,26), Kepulauan Bangka Belitung (0,35), dan Kalimantan Selatan (0,38).

Menurut Abdillah, metode yang digunakan untuk menentukan muzakki (orang yang wajib membayar zakat) adalah nishab (perhitungan menurut ketentuan Islam) zakat profesi disetarakan dengan zakat pertanian sebesar 653 kg gabah kering giling atau setara dengan 522 kg beras. Dengan asumsi 1 kg beras harganya Rp 5.000, maka nilai nishab dalam bentuk uang adalah 522 kg x Rp 5000 = 2.610.000 per bulan. Asumsi per bulan dipakai karena umumnya pekerja memperoleh upah setiap bulan. Sedangkan untuk mustahik (penerima zakat) hanya difokuskan pada fakir miskin yang beragama Islam. Golongan lain yang sebenarnya berhak juga menerima zakat seperti mualaf (orang yang baru masuk Islam) tidak dimasukkan.

D. Permasalahan Penerimaan Zakat di Indonesia

Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia dari sisi jumlah penduduk, namun penerimaan zakatnya masih belum optimal. Hingga saat ini baru sebesar 1% lebih dari potensi zakat yang dapat diterima dan dikelola pemerintah melalui BAZNAS. Belum optimalnya penerimaan zakat di Indonesia ini disebabkan beberapa hal, diantaranya:

(8)

penghasilan/profesi, kepemilikan emas dan perak, pertanian, perdagangan, uang simpanan atau deposito, investasi, hadiah atau bonus perusahaan, hibah, dan peternakan.

Kedua, rendahnya tingkat kepercayaan para muzaki terhadap pengelola zakat, baik yang berasal dari masyarakat maupun dari aparat pemerintah. Hal itu terkait dengan kondisi tingkat integritas dan kejujuran aparat pemerintah yang masih rendah. Para muzaki masih meragukan mental dan perilaku aparat. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi di negeri ini. Akibatnya berimbas pada rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kejujuran aparat pemerintah yang ditugasi mengelola zakat.

Ketiga, masih terdapat silang pendapat di antara ulama dalam zakat profesi. Sebagian ulama berpendapat wajib, dan sebagian lainnya mengatakan tidak wajib. Bagi ulama yang menyatakan wajibnya zakat profesi adalah di-qiyas-kan dengan zakat pertanian. Begitu pertanian panen dan telah memenuhi nishab-nya, wajib berzakat, tanpa harus menunggu haul. Sementara ulama yang menyatakan zakat profesi tidak wajib berargumentasi tidak ada dalilnya. Padahal potensi hasil dari zakat profesi ini cukup besar.

Keempat, belum optimalnya penerimaan zakat karena budaya masyarakat Indonesia yang cenderung lebih suka membayar zakat secara langsung, tidak melalui lembaga penyalur zakat khususnya BAZNAS sehingga datanya tidak terhimpun. Kebiasaan masyarakat Indonesia ini berlangsung sejak dahulu dan untuk mengubah kebiasaan itu tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. Selain itu, lembaga-lembaga zakat yang berdiri cenderung independen dan mencanangkan program masing-masing yang lemah membangun koordinasi dan sinergi antar lembaga.

Kelima, Kehadiran PP Nomor 14 tahun 2014 justru semakin menguatkan dugaan adanya upaya sistematis pelemahan kekuatan civil society yang dilakukan oleh negara melalui pembatasan eksistensi LAZ yang dilahirkan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pembatasan pembentukan perwakilan LAZ jelas bertentangan dengan Pasal 26 UU Zakat yang menyatakan bahwa pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Upaya pelemahan ini sudah terasa sejak diterbitkannya UU 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang juga mengundang kontroversi luas di berbagai kalangan hingga berujung pada gugatan

(9)

E. Alternatif Solusi Permasalahan Penerimaan Zakat Di Indonesia

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa hingga saat ini masih terjadi kesenjangan antara realisasi penerimaan zakat dan potensi yang ada, padahal potensinya sangat tinggi. Pemerintah dalam hal ini harus segera bertindak cepat untuk melakukan langkah-langkah strategis guna mengoptimalkan potensi besar zakat yang kerap kali terabaikan. Posisi zakat harus diperkuat eksistensinya dari aspek regulasi, SDM, sarana dan prasarana termasuk sosialisasi zakat yang terus menerus. Zakat juga harus memiliki posisi yang kuat secara hukum dan politik serta mendapat dukungan penuh dari pemerintah dalam hal alokasi anggaran, penerapan kebijakan zakat sebagai faktor pengurang pajak dan kemudahan dalam hal membayar zakat serta pemutakhiran data penerima zakat.

Selain itu, kebijakan perekonomian pemerintah juga harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan zakat sebagai potensi ekonomi yang belum tergali secara optimal. Kebijakan zakat sebagai faktor pengurang pajak menjadi penting peranannya sebagai stimulus fiskal bagi pemerintah. Kebijakan stimulus fiskal ini sudah lazim berlaku dinegara-negara lain seperti di Eropa dan Amerika yang menerapkan donasi sosial sebagai faktor pengurang pajak, di Malaysia dan Brunei yang menggunakan zakat sebagai faktor pengurang pajak. Dampak yang dihasilkan pun cukup signifikan dari sisi penerimaan pajak dan zakat.

Dari aspek operasional zakat, harus dicermati dalam hal mekanisme penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Dengan dukungan perencanaan serta program dan kegiatana yang jelas diharapkan zakat akan memiliki peran strategis dan vital terhadap perkembangan perekonomian negara dan umat. zakat diharapkan bukan hanya sekedar transfer kekayaan, sehingga kurang manfaatnya bagi para penerima zakat, lebih dari itu, potensi zakat sebagai pendorong PDB sebagai komponen konsumsi rumah tangga yang akan berpengaruh pada perekonomian.

(10)

luas dalam penyusunan anggaran dimana zakat sudah terintegrasi kedalam tatanan kelembagaan dan kegiatan masing-masing kementerian, sehingga pemanfaatan dana yang tersedia untuk program pengentasan kemiskinan menjadi lebih terarah.

Saat ini BAZNAS sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional melakukan lima langkah untuk mengatasi persoalan tersebut. Langkah pertama, sosialisasi. Kedua, penguatan lembaga amil zakat yang dapat dipercaya. Ketiga, pemberdayaan zakat untuk berbagai program kerja. Keempat, penguatan regulasi, dan kelima, kerjasama. BAZNAS bertindak sebagai operator dan juga koordinator, semua badan harus di bawah koordinasi BAZNAS sehingga tidak terjadi tumpang tindih.

Fokus BAZNAS adalah sebagai regulator dan bukan operator yang bertujuan untuk mewujudkan suatu sistem yang terkoordinasi, rapi, serta bersinergi. Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah harus turut mendorong posisi BAZNAS sebagai unit lembaga publik yang operasionalnya hanya sebatas pada pengawasan, pembuatan peraturan, dan perlindungan. Ini berarti bahwa dalam pelaksanaan pembayaran zakat memerlukan sebuah dorongan dan arahan supaya tujuan zakat dapat tercapai sesuai dengan ketentuan dan hukum Islam.

Lembaga amil zakat (LAZ) dapat menjalankan peran semaksimal mungkin sebagai mitra pemerintah dalam mengelola potensi zakat yang ada di masyarakat untuk menyejahterakan masyarakat. Sebagai institusi yang memiliki wewenang menghimpun dana masyarakat secara legal formal, LAZ memiliki akses dalam mengambil pos-pos keuangan di masyarakat yang tidak terjangkau oleh pajak pemerintah.

Saat ini Indonesia sudah memiliki landasan yang kuat untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat melalui Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, namun harus diakui hingga saat ini implementasinya belum optimal. Meski sudah berjalan, namun undang undang tersebut belum optimal sebagai landasan operasional dalam upaya mensukseskan gerakan zakat nasional. Melalui undang-undang tersebut diharapkan pengumpulan zakat dapat dikelola secara profesional dengan kemanfaatan secara berkelanjutan untuk umat.

(11)

struktur organisasi BAZNAS di semua tingkatannya. Jika selama ini, organisasi BAZNAS di berbagai daerah digerakkan oleh para pengurus dari unsur pemerintah (pegawai negeri), di samping unsur ulama dan tokoh masyarakat, maka ke depan dalam organisasi BAZNAS di daerah yang lebih dominan adalah unsur masyarakat.

F. Kesimpulan

Zakat merupakan suatu kewajiban muslim yang harus ditunaikan dan bukan merupakan hak, sehingga kita tidak dapat memilih untuk membayar zakat atau tidak. Zakat memiliki aturan yang jelas, mengenai harta apa yang harus dizakatkan, batasan harta yang terkena zakat, demikian juga cara perhitungannya, bahkan siapa saja yang boleh menerima harta zakat juga telah diatur oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

Perkembangan zakat di Indonesia saat ini memang cukup menggembirakan dengan lahirnya UU No 38 tahun 1999 tentang Zakat, disusul dengan lahirnya UU No 23 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat, akan tetapi pelaksanaan dan pencapain apa yang menjadi tujuan UU tersebut belum optimal. Hal ini disebabkan karena zakat sampai saat ini masih dipahami hanya sebatas kegiatan mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Padahal inti dari kewajiban zakat lebih dari itu ada aspek pendidikn moral dan pemberdayaan ekonomi yang selama ini kurang dipahami oleh masyarakat.

Permasalahan dalam pembagian zakat di Indonesia menunjukkan belum seriusnya perhatian pemerintah akan hal ini. Pemerintah secara rutin hanya meningkatkan perhatian pada pungutan dan pendistribusian pajak. Padahal dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara yang sebenarnya bisa menjadi contoh negara lain bagaimana zakat dikelola dan di distribusikan. Zakat bisa menjadi pemasukan yang luar biasa dan mungkin akan melebihi dana yang terkumpul lewat pajak jika dikelola dengan baik. Zakat dapat dijadikan solusi bagi pemerintah dalam pengentasan kemiskinan dan juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

(12)

masyarakat dengan berbekal dana yang telah dikumpulkan. Potensi ZIS ini setidaknya merupakan sebuah aset penting yang belum banyak dimaksimalkan.

Revitalisasi dan optimalisasi zakat dapat ditempuh melalui penguatan tata kelola zakat, penguatan kelembagaan organisasi zakat, penguatan regulasi dan penegakkan hukumnya, termasuk perlunya dukungan politik dan penguatan pengawasan zakat. Pemerintah membawahi semua lembaga amil zakat, mengontrol, mengevaluasi. Dengan masuknya pemerintah sebagai agen utama penggerak zakat, maka zakat nantinya bisa diharapkan membawa manfaat sebagai pilar redistribusi kesejahteraan nasional. Dalam pelaksanaannya, idealnya memang zakat dikelola oleh negara, yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat.

(13)

Referensi:

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Edisi 2 Revisi. Jakarta: Salemba Empat.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat dan Sumbangan Keagamaan Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

http://beritasatu.com/blog/ekonomi/2764-optimalisasi-pengelolaan-dan-regulasi-zakat.html (diakses 30 Mei 2014 pukul 15.50 wib)

http://www.fimadani.com/jakarta-memiliki-potensi-zakat-terbesar-di-indonesia/(diakses 30 Mei 2014 pukul 15.30 wib)

https://id.berita.yahoo.com/ketua-BAZNAS-potensi-zakat-nasional-rp213-7-triliun-082216224.html (diakses 29 Mei 2014 pukul 20.17 wib)

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?Itemid=57&catid=2:islam-kontemporer&id= 1192:menanti-kiprah-pemerintah-terhadap zakat (diakses 29 Mei 2014 pukul 20.17 wib)

http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/pp-no-14-tahun-2014-dan-perubahan-organisasi-baznas/ (diakses 29 Mei 2014 pukul 19.25 wib)

Referensi

Dokumen terkait

Insidensi tumor pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 250 mg/kg BB mencapai 4/10 dalam waktu 16 minggu, artinya hanya 4 ekor tikus yang terkena tumor mamae (n=10).. Adapun

“Kebijaksanaan Umum Departemen Agama Dalam Pembinaan madrasah (Perguruan Agama Islam).” Makalah ini disampaiakn pada acara musyawarah Kerja Nasional Majelis Pengajaran Umat Islam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dilakukan dengan menyesuaikan aturan kebijakan dan tujuan

Interaksi lama pengeringan dengan lama perendaman dalam krioprotektan berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar air benih.Rataan kadar air benih dari lama

• Pihak yang mengetahui kunci publik CA dapat memverifikasi tanda tangan digital di dalam sertifikat.. • Sertifikat digital tidak rahasia, tersedia secara publik, dan disimpan

Sigar dan Elim (2014) menyatakan bahwa dalam pusat pertanggung jawaban dilakukan pemisahaan biaya, yaitu biaya terkendali dan biaya tidak terkendali yang dilakukan

Pada pembuatan paper ini, penulis mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu menganalisa ancaman - ancaman yang dapat terjadi pada sistem absensi, mengidentifikasi

Koefisien korelasi antara lingkar dada dengan bobot badan sapi Bali betina pada poel 1, 2, 3 dan 4 menunjukkan bahwa, lingkar dada pada setiap umur memiliki keeratan