• Tidak ada hasil yang ditemukan

evaluasi nutrisi tumpi jagung yang di fe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "evaluasi nutrisi tumpi jagung yang di fe"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan usaha

di bidang peternakan. Di daerah tropis seperti Indonesia ini, sangat sulit sekali bagi ternak untuk dapat berproduksi optimal jika hanya mengandalkan hijauan berupa rumput-rumputan yang umumnya memiliki nilai nutrisi yang rendah

(Handayanta, 2003). Persedian rumput di Indonesia sangat dipengaruhi oleh musim, dimana pada saat musim hujan, hijauan dapat tumbuh dengan baik,

sehingga kebutuhan pakan hijuan dapat terpenuhi. Sebaliknya pada musim kemarau ketersedian hijauan mulai berkurang. Hal ini merupakan kendala yang dapat menghambat perkembangan peternakan di tanah air. Oleh sebab itu perlu

penggunaan alternatif bahan pakan lokal yang berasal dari limbah agroindustri, salah satunya adalah tumpi jagung.

Tumpi jagung merupakan limbah agroindustri pemipilan jagung yang produksinya cukup tinggi dan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak. Padahal tumpi jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak,

karena memiliki kandungan protein kasar sebesar 8,04% (Mariyono et al. 2005). Namun, kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan tumpi jagung sebagai pakan

ternak yaitu masih rendahnya kandungan protein kasar dan tingginya kandungan serat kasar, sehingga sulit untuk dicerna oleh ternak. Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan kualitas nutrisi tumpi jagung dengan menggunakan teknologi

(2)

Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa kompleks menjadi

sederhana dengan bantuan mikrooragnisme sehingga menghasilkan energi (Perry, 1999). Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mariyono

et al. (2005) menunjukkan bahwa fermentasi tumpi jagung dengan menggunakan

bahan tambahan berupa tetes sebanyak 5% mampu meningkatkan kandungan protein kasar hingga 10,54% dan menurunkan kandungan serat kasar menjadi

10,76%. Proses fermentasi tumpi jagung selain menggunakan tetes tebu dapat dilakukan dengan bioaktivator yang sudah beredar dipasaran seperti starbio,

EM-4, SOC dan promix. Penambahan bioaktivator tersebut diharapkan mampu meningkatkan kandungan protein tumpi jagung dan menurunkan kandungan serat kasar yang pada akhirnya akan meningkatkan daya cerna serta memberikan hasil

yang lebih baik dalam pemanfaatannya.

Selama ini penelitian tentang evaluasi nutrisi fermentasi tumpi jagung

dengan menggunakan bioaktivator yang ada dipasaran masih jarang dilakukan. Padahal penggunaan bioaktivator yang ada di pasaran dapat lebih di aplikasikan oleh peternak karena ketersediannya yang kontinyu dan mudah didapat. Oleh

sebab itu dalam penelitian ini perlu dilakukan evaluasi nutrisi dari tumpi jagung yang di fermentasi dengan berbagai bioaktivator yang ada dipasaran untuk

mengetahui efektifitas bioaktivator yang digunakan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai nutrisi tumpi jagung yang

(3)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah proses fermentasi tumpi jagung dengan berbagai macam bioaktivator dapat meningkatkan nilai nutrisi tumpi jagung.

Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada petani ternak tentang nilai nutrisi bahan pakan hasil sampingan pertanian berupa tumpi jagung fermentasi.

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

Fermentasi Tumpi Jagung

Tumpi jagung merupakan limbah industri pemipilan atau perontokan biji

jagung yang bersifat bulky (amba), ketersediannya kontinyu, melimpah dan menimbulkan masalah dalam pembuangannya pada saat musim panen (Mariono et al., 2006). Lebih lanjut dijelaskan bahwa proporsi tumpi jagung

hampir mencapai 2% dalam industri jagung pipilan. Selama ini tumpi jagung belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pakan ternak, padahal tumpi

jagung memiliki kandungan nutrisi berupa bahan kering (BK) 87,38%, protein kasar (PK) 8,65%, total digestible nutrien (TDN) 48,47%, lemak kasar (LK) 0,53%, serat kasar (SK) 21,29% dan abu 9,14% (Wahyono dan Hardianto, 2004).

Berdasarkan kandungan nutrisinya tersebut, maka tumpi jagung berpotensi sebagai pakan ternak. Namun penggunaan tumpi jagung sebagai pakan memiliki

kelemahan yaitu umumnya kurang palatabel dan berkualitas rendah (Soeharto, 2004). Oleh sebab itu untuk mengoptimalisasi pemanfaatan limbah tumpi jagung sebagai pakan ternak dapat dilakukan fermentasi agar meningkat kandungan

nutrisinya (Hardianto et al., 2002), sehingga dapat mengurangi biaya pakan dan memberikan keuntungan bagi peternak.

Fermentasi merupakan proses mikrobiologi dimana terjadi pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerob (Fardiaz, 1992). Prinsip dari fermentasi yaitu memperbanyak jumlah mikroorganisme dan menggiatkan

metabolisme dalam bahan pakan penghasil alkohol dan asam asetat, menekan/mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme proteolitik dan lipolitik

oleh alkohol atau asam organik yang dihasilkan(Tjahjadi, 2011).

(5)

Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi

maksimum dalam fermentasi harus sesuai baik meliputi suhu inkubasi, pH medium, oksigen dan cahaya (Suwarsono, 1998). Lebih lanjut dijelaskan bahwa

suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba dalam proses fermen tasi sekitar 28oC – 30oC. Nilai pH untuk fermentasi berkisar antara 6-7. Oksigen juga merupakan faktor terpenting dalam proses fermentasi, sebab organisme

membutuhkan oksigen untuk pertumbuhan.

Proses fermentasi bertujuan untuk mengawetkan, meningkatkan daya

cerna dan menghilangkan zat anti nutrisi dan racun yang biasa ada pada bahan mentah (Suliantri dan Rahayu, 1990). Selain itu proses fermentasi juga mempertinggi nilai gizi, karena mikroba bersifat memecah senyawa komplek

menjadi sederhana (Perry, 1999). Dalam fermentasi bahan pakan dibutuhkan mikroba sebagai media yang diharapkan akan menghasilkan suatu produk baru

dengan nilai yang tinggi. Jenis mikroba yang digunakan ini dapat berasal dari bioaktivator yang sudah ada dipasaran antara lain starbio, EM-4, SOC maupun promix.

Starbio merupakan hasil teknologi tinggi yang berisi koloni mikroba rumen sapi yang diisolasi dari alam untuk membantu penguraian struktur jaringan

pakan yang sulit terurai. Koloni-koloni mikroba tersebut terdiri dari mikroba yang bersifat proteolitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik. Menurut Suharto et al. (1993) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang

memiliki fungsi yang berbeda, yaitu Cellulomonas clotridium thermocellulosa (pencerna lemak), Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan

(6)

daya cerna pakan, kotoran tidak berbau, meningkatkan pertumbuhan dan

produksi, meningkatkan kualitas produk ternak dan menurunkan nilai FCR (feed convertion ratio) sehingga biaya pakan menjadi murah.

EM-4 (effective microorganisme) merupakan campuran dari mikroorganisme fermentasi dan sintetik (penggabungan) yang bekerja secara sinergis (saling menunjang) untuk fermantasi bahan pakan (Surung, 2008).

Mikroba yang terdapat di dalam EM-4 yaitu Lactobacillus, jamur fotosintesik, Actinomycetes dan ragi. Fungsi EM-4 yaitu menyeimbangkan mikroorganisme

yang menguntungkan dalam perut ternak, memperbaiki dan meningkatkan kesehatan ternak, meningkatkan mutu daging ternak, mengurangi tingkat kematian bibit ternak, memperbaiki kesuburan ternak, mencegah bau tidak sedap

pada kandang dan kotoran ternak (Santoso et al., 2008).

SOC (Suplemen Organik Cair) merupakan suplemen yang di dalamnya

terdapat bakteri probiotik dengan sistem matrix untuk mempercepat proses fermentasi dalam pembuatan pakan dan meningkatkan kandungan nutrisi pakan. Fungsi SOC yaitu mengurangi polusi bau khusus pada kandang ternak dan

lingkungan sekitarnya, mengurangi stress pada ternak, menyehatkan ternak, menyeimbangkan mikroorganisme di dalam perut ternak, menekan penyakit pada

ternak, meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi ternak (Basuki, 2008). Promix merupakan komposisi ideal antara probiotik dan herbal, berbentuk powder yang berfungsi membantu pemecahan dan penyerapan pakan ternak

(7)

acidophylus, Actinomycetes, Penecillium Sp, Saccaromyces cereviceae dan

Aspergillus niger (Samadi, 2007).

Fungsi mikroba promix ialah memecahkan serat kasar, menghasilkan

enzim yang dapat mengurai selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin yang dilakukan oleh Biffidobacterium bifidum, Biffidobacterium logum dan Lactobacillus acidophylus. Selain itu promix juga berperan dalam mempercepat

dekomposisi bahan organik sehingga menjadi karbohidrat yang siap dicerna, meningkatkan absorbsi sehingga meningkatkan penyerapan pakan, menekan

pertumbuhan cacing parasit dan meningkatkan absorbsi mineral serta menekan pertumbuhan bakteri patogen seperti jamur Actinomycetes, Penecillium Sp. dan Aspergillus niger (Haryoto, 2001).

Fungsi promix yang lain yaitu mengurangi bau busuk (H2S dan amoniak) yang dilakukan oleh bakteri Saccaromyces cereviceae dan yeast yang mampu

mengurai molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga siap dicerna (misalnya karbohidrat menjadi glukosa/gula). Adanya Biffidobacterium bifidum mampu menekan produksi Volatil Fatic Acid (VFA), Biffidobacterium logum

mampu mengurangi kandungan phenol dan senyawa VFA lainnya serta kerja sama antara Biffidobacterium bifidum dan Lactobacillus acidophylus dalam menekan

bakteri penghasil toxin (misalnya Chlostridium) (Lembah Hijau Multifarm, 1999).

Komponen Kimia Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu metoda analisis kimia untuk

mengindentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan (Mulyono, 2000). Analisis proksimat

(8)

menjaga formula ransum yang baik. Selain itu, analisis proksimat juga dapat

digunakan untuk mengevaluasi dan menyusun formula ransum dengan baik. Komponen kimia yang diuji dalam analisis proksimat meliputi kadar air, kadar

protein kasar, kadar serat kasar, lemak kasar, abu dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang

dinyatakan dalam satuan persen. Penentuan nilai kadar air dihitung dari selisih antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila

diletakkan didalam ruangan terbuka kadar air akan mencapai keseimbangan udara sekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Kadar air merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat

mempengaruhi penampilan, tekstur serta ikut menentukan kesegaran dan ketahanan bahan pakan tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri,

kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pakan (Haryanto, 1992).

Kandungan air di dalam bahan pakan akan menentukan acceptability,

kesegaran dan daya tahan bahan itu. Kandungan air dalam bahan pakan terhadap serangan mikroba dinyatakan dangan Aw (water activity) yaitu jumlah air bebas

yang dapat digunakan dalam mikroorganisme untuk pertumbuhan (Winarno, 2004). Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu tergantung pada sifat bahannya. Penentuan kadar air dilakukan dengan

mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110 oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas seperti bahan

(9)

lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan

dimasukan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai berat yang konstan (Anggorodi, 1994).

Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur pada suhu 400-600 oC sampai semua karbon hilang dari sampel. Suhu tinggi ini menyebabkan semua bahan organik yang ada dalam bahan

pakan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili bahan inorganik pakan (Anggorodi, 1994). Abu juga mengandung bahan organik seperti

sulfur dan fosfor dari protein serta beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran. Oleh sebab itu kandungan abu tidak sepenuhnya mewakili bahan anorganik pada pakan

baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen

(Soejono, 1990).

Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin dan hemiselulosa tergantung pada spesies dari fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi,

1994). Serat kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam larutan H2SO4 0,3 N mendidih selama 30 menit dan larutan NaOH 1,5

N mendidih selama 30 menit. Serat kasar diduga kaya akan lignin dan selulosa sehingga sulit untuk dicerna. Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan

pendidihan menggunakan asam sulfat dan bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak

(10)

Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan

produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25 (Siregar, 1994).

Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk penentuan protein kasar terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Asumsi yang pertama yaitu semua nitrogen bahan pakan

merupakan protein, padahal kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan yang kedua bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya

kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990).

Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990).

Lemak hasil analisis proksimat ini bukan sepenuhnya lemak murni, sebab selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin),

asam organik, alkohol dan pigmen. Oleh karena itu penggunaan fraksi eter untuk menentukan kadar lemak suatu bahan tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Selain itu penetapan kandungan lemak juga dilakukan dengan larutan heksan, hal

ini bertujuan untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).

BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) merupakan karbohidrat yang dapat larut dan memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi, 1994). Lebih lanjut dijelaskan bahwa karbohidrat mudah larut ini meliputi monosakarida, disakarida

dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa. Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan BETN suatu bahan pakan adalah abu, protein

(11)

selisih nilai 100 dengan jumlah kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar dan serat

(12)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kel. Tunggurono, Kec. Binjai Timur, Kota

Binjai dan Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Universitas Diponogoro Semarang. Penelitian dilaksanakan selama 8 minggu pada bulan Agustus sampai bulan September 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumpi jagung, molases,

starbio, EM-4, SOC dan promix. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat yaitu H2SO4 pekat, KHSO4, CuSO4, HCl 0,1 N, NaOH 45%, H3BO3 (asam borat) 4%, indikator campuran MR + MB, diethyl ether, H2SO4 0,3 N,

NaOH 1,5 N dan aceton.

Alat-alat yang digunakan untuk proses fermentasi tumpi jagung yaitu

cangkul, skop, ember, gayung, plastik dan karung beras. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis proksimat yaitu timbangan analitis, oven, eksikator, cawan porselen, tanur listrik, labu destruksi/labu kjeldahl, labu erlenmeyer, beker

glas, corong, gelas ukur, kompor listrik, alat destilasi dan titrasi, labu penyari, soxhlet, pendingin tegak, water bath, kertas saring whatman dan corong bunchner.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4

ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :

(13)

P0: kontrol (tumpi jagung tanpa fermentasi)

P1: tumpi jagung fermentasi dengan menggunakan bioaktivator Starbio P2: tumpi jagung fermentasi dengan menggunakan bioaktivator EM-4

P3 : tumpi jagung fermentasi dengan menggunakan bioaktivator SOC P4: tumpi jagung fermentasi dengan menggunakan bioaktivator Promix

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model linier sebagai berikut :

Yij = µ + τ i +

ij

Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ : Nilai tengah umum

τ i : Pengaruh perlakuan ke-i

ij : Galat percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam dan apabila

(14)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Pembuatan Tumpi Jagung Fermentasi

Pembuatan tumpi jagung fermentasi dimulai dengan pengumpulan tumpi

jagung dari penggilingan jagung di sekitar lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan proses fermentasi tumpi jagung dengan berbagai macam bioaktivator sesuai perlakuan. Berikut cara pembuatan tumpi jagung fermentasi :

a. Tumpi jagung fermentasi dengan Starbio

Pembuatan tumpi jagung fermentasi dilakukan dengan cara menebarkan

tumpi jagung diatas plastik, kemudian dicampurkan dengan starbio dan molasses masing-masing sebanyak 1% dan 5% dari total tumpi jagung yang digunakan. Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen dan ditambahkan air

sampai mencapai kelembaban 60%. Bahan yang sudah dicampur, kemudian dimasukkan kedalam plastik, dipadatkan dan diminimalkan udara di dalam wadah

serta difermentasi selama empat minggu. b. Tumpi jagung fermentasi dengan EM-4

Pembuatan tumpi jagung fermentasi dilakukan dengan cara menebarkan

tumpi jagung diatas plastik, kemudian dicampurkan dengan EM-4 dan molasses masing-masing sebanyak 1% dan 5% dari total tumpi jagung yang digunakan.

Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen dan ditambahkan air sampai mencapai kelembaban 60%. Bahan yang sudah dicampur, kemudian dimasukkan kedalam plastik, dipadatkan dan diminimalkan udara di dalam wadah

serta difermentasi selama empat minggu.

(15)

c. Tumpi jagung fermentasi dengan SOC

Pembuatan tumpi jagung fermentasi dilakukan dengan cara menebarkan tumpi jagung diatas plastik, kemudian dicampurkan dengan SOC sebanyak

30 cc/ 100 kg dan molasses sebanyak 5% dari total tumpi jagung yang digunakan. Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen dan ditambahkan air sampai mencapai kelembaban 60%. Bahan yang sudah dicampur, kemudian

dimasukkan kedalam plastik, dipadatkan dan diminimalkan udara di dalam wadah serta difermentasi selama empat minggu.

d. Tumpi jagung fermentasi dengan Promix

Pembuatan tumpi jagung fermentasi dilakukan dengan cara menebarkan tumpi jagung diatas plastik, kemudian dicampurkan dengan promix dan molasses

masing-masing sebanyak 1% dan 5% dari total tumpi jagung yang digunakan. Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen dan ditambahkan air

sampai mencapai kelembaban 60%. Bahan yang sudah dicampur, kemudian dimasukkan kedalam plastik, dipadatkan dan diminimalkan udara di dalam wadah serta difermentasi selama empat minggu.

Pelaksanaan Analisis Proksimat Kadar Air

Pengukuran kadar air dimulai dengan mencuci botol timbang, mengeringkan botol timbang dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 1 jam dan memasukan dalam eksikator selama 15 menit setelah itu ditimbang, misalkan

berat x g. Sejumlah sampel ditimbang misalkan beratnya y g, kemudian dimasukan ke dalam botol timbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven

(16)

selama 15 menit. Lalu ditimbang misalkan berat z g. Pengeringan ini diulangi 3 x

1 jam, sampai berat sampel konstan (selisih maksimal 0,2 mg).

Kadar Abu

Pengukuran kadar abu dilakukan dengan cara mencuci bersih cawan porselin dengan air, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC – 110oC selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan

ditimbang, misalnya beratnya x g. Sejumlah sampel/bahan ditimbang, misalnya beratnya y g, penimbangan dengan mempergunakan cawan porselin sebagai

tempatnya. Kemudian dipijarkan dalam tanur listrik pada suhu 400oC – 600oC dalam waktu 4 – 6 jam, sampai menjadi abu putih semua. Kemudian cawan porselin diangkat dari tanur listrik, didinginkan sebentar hingga suhu 120 oC.

Sesudah itu didinginkan dalam eksikator selama 15 menit, ditimbang z g.

Kadar Protein Kasar

Pengukuran kadar protein kasar dilakukan dengan cara menimbang sampel bahan kurang lebih 0,3 g dan dimasukan ke dalam labu destruksi (labu Kjeldahl). Kemudian melakukan proses destruksi di dalam almari asam: kedalam labu

destruksi yang telah berisi sampel ditambahkan katalisator campuran (selenium + natrium sulfat + cupri sulfat) kurang lebih 0,3 g. Menambahkan asam sulfat pekat

(teknis) 10 ml. Kemudian dipanaskan menjadi larutan berwarna hijau jernih dan didinginkan. Melakukan destilasi dengan menggunakan penangkap H3BO3 4% sebanyak 20 ml dan diberikan 2 tetes indikator MR + MB. Sampel yang telah

(17)

warna dari ungu menjadi hijau. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan

menggunakan HCl 0,1 N sampai berbentuk warna ungu. Cara pembuatan blangko dilakukan dengan cara memasukan 50 ml aquadest dan 40 ml NaOH 45% k

edalam labu destilasi, kemudian ditangkap menggunakan H3BO3 4% sebanyak 20 ml dengan 2 tetes indikator MR + MB sampai penangkap berubah warna dari ungu menjadi hijau. Penangkap tersebut kemudian dititrasi dengan menggunakan

HCl 0,1 N sampai berbentuk warna ungu kembali. Kadar Lemak Kasar

Pengukuran kadar lemak kasar dilakukan dengan cara menimbang sampel, misalnya x g pada kertas saring, kemudian sampel dibungkus dengan menggunakan kertas saring tersebut, selanjutnya sampel di oven pada suhu 110oC

selama 6 jam. Setelah 6 jam, sampel dikeluarkan dari oven dan didinginkan di dalam eksikator selama 15 menit, kemudian ditimbang misal beratnya a g. Setelah

itu sampel dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah terpasang dalam water bath (air bersuhu 55 – 60oC). Menuangkan diethyl ether hingga merendam semua sampel dan tumpah masuk ke labu penyari, selanjutnya memasang alat pendingin

tegak yang dialiri dengan air dingin. Dilakukan penyarian dengan diethyl ether hingga terjadi 8 – 10 kali sirkulasi diethyl ether (dari soxhlet ke labu penyari

kemudian menguap melalui pipa kemudian mengembun dan masuk kembali ke soxhlet). Proses ini berlangsung selama 3 sampai 4 jam. Selanjutnya sampel dikeluarkan dari dalam soxhlet dan diangin-anginkan sampai tidak berbau diethyl

ether. Kemudian sampel yang berbungkus kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 2 jam, didinginkan dalam eksikator selama 15 menit,

(18)

Kadar Serat Kasar

Pengukuran kadar serat kasar dilakukan dengan cara menimbang ± 1 g sampel kemudian dimasukan ke dalam beaker glass. Tambah 50 ml H2SO4 0,3 N,

kemudian dimasak hingga mendidih selama 30 menit (api jangan terlalu besar). Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring whatman yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC – 110oC selama

1 jam dan dinginkan dalam eksikator ± 15 menit, lalu ditimbang (misal beratnya a g). Penyaringan dilakukan dalam labu penghisap yang

dihubungkan dengan pompa vacum. Kemudian dilakukan pencucian berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan terakhir 25 ml Aceton. Kertas saring dan isi dimasukan dalam cawan porselin, keringkan dalam

oven pada suhu 105 – 110oC selama 1 jam. Kemudian dimasukan dalam eksikator ± 15 menit. Selanjutnya ditimbang (misal y g) dan di tanur pada suhu 600oC

selama ± 6 jam. Kemudian sampel di keluarkan dan di dinginkan dalam eksikator selama ± 15 menit dan ditimbang (misal z g).

Parameter Yang Diamati Kadar Air

Kadar air dihitung dengan rumus berikut:

Kadar air : x + y – z x100% y

Keterangan : x : berat botol timbang y : berat sampel

(19)

Kadar Abu

Kadar abu dihitung dengan rumus berikut: Kadar abu : z – x x100%

y

Keterangan : z : cawan porselin di angkat dari tanur listrik x : berat porselin dicuci bersih dengan air y : berat sampel/bahan pakan yang ditimbang Kadar Protein Kasar

Kadar protein kasar dihitung dengan rumus berikut:

Kadar protein Kasar = (titran sampel – balngko) x N HC l x 0,014 x 6,25 x100% x gram bahan

Keterangan : x : berat sampel

Kadar Lemak Kasar

Kadar lemak kasar dihitung dengan rumus berikut: Kadar Lemak Kasar = a – b x100%

x gram x 100/BK

Keterangan: a : berat sampel dikeluarkan dari oven

b : berat sampel yang terbungkus kertas saring x : timbang sampel

Kadar Serat Kasar

Kadar serat kasar dihitung dengan rumus berikut: Kadar serat kasar = y – z – a x 100%

Bahan ekstrak tanpa nitrogen dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(20)

HASIL PENELITIAN

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rekapitulasi dari semua parameter hasil penelitian tentang pemanfaatan

tumpi jagung yang difermentasi dengan berbagai macam bioaktivator terhadap kandungan kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan BETN disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Kadar Air (KA), Abu, Protein Kasar (PK), Lemak Kasar (LK), Serat Kasar (SK) dan BETN Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Persentase (%)

Air Abu PK SK LK BETN

P0 16,37 7,36a 5,04a 30,93a 1,60 38,69

P1 16,39 5,80cd 9,49b 28,37bc 2,01 37,70

P2 15,36 5,03d 10,04c 28,55b 2,18 38,84

P3 16,19 5,99bc 10,53d 26,70d 2,36 38,24

P4 15,50 6,12b 11,08e 25,41e 2,33 39,56

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Kadar Air

Data pengamatan rata-rata kadar air tumpi jagung yang difermentasi

dengan berbagai macam bioaktivator disajikan pada Tabel 2 dan perhitungan analisa sidik ragam disajikan pada Lampiran 1 serta diperjelas pada Gambar 1.

Hasil penelitian setelah dianalisa secara statistik menunjukan bahwa perlakuan fermentasi dengan berbagai macam bioaktivator berbeda tidak nyata (p>0,05) terhadap kadar air tumpi jagung.

(21)

Tabel 2. Rataan Kadar Air Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 11,54 18,83 18,74 16,37 65,49 16,37

P1 11,62 18,73 18,81 16,39 65,54 16,39

P2 12,75 17,02 16,30 15,36 61,42 15,36

P3 12,49 18,09 17,99 16,19 64,76 16,19

P4 12,72 16,91 16,87 15,50 62,00 15,50

Total 61,12 89,58 88,72 79,80 319,21 15,96

Keterangan: Rataan kadar air hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa rataan kadar air tertinggi dicapai

pada perlakuan P1 sebesar 16,39 % dan rataan kadar air terendah didapat pada perlakuan P2 sebesar 15,36 %.

(22)

Kadar Abu

Data pengamatan rata-rata kadar abu tumpi jagung yang difermentasi dengan berbagai macam bioaktivator disajikan pada Tabel 3 sedangkan analisa

sidik ragam kadar abu tumpi jagung disajikan pada Lampiran 2 dan diperjelas pada Gambar 2. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi dengan berbagai macam bioaktivator berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar abu

tumpi jagung. Perlakuan P0 berbeda nyata terhadap perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 berbeda nyata dengan P0 dan P4 tetapi tidak berbeda nyata dengan

P2 dan P3. perlakuan P2 berbeda tidak nyata dengan P1 tetapi berbeda nyata dengan P0, P3 dan P4. Perlakuan P3 berbeda nyata dengan P0 dan P2 tetapi berbeda tidak nyata dengan P1 dan P4. P4 berbeda tidak nyata dengan P3 tetapi

berbeda nyata dengan P0, P1 dan P2.

Tabel 3. Rataan Kadar Abu Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 7,67 7,05 7,38 7,36 29,4 7,36a

P1 4,98 6,22 6,21 5,80 23.21 5,80cd

P2 3,74 5,61 5,74 5,03 20.13 5,03d

P3 6,16 5,88 5,92 5,99 23.94 5,99bc

P4 6,60 5,89 5,85 6,12 24.46 6,12b

Total 29,14 30,65 31,10 30,30 121.19 6,06

Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

(23)

P0 P1 P2 P3 P4

Gambar 2. Kadar Abu Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Kadar Protein Kasar

Data pengamatan rata-rata kadar protein kasar tumpi jagung yang di

fermentasi dengan berbagai macam bioaktivator disajikan pada Tabel 4 dan diperjelas pada Gambar 3. Hasil perhitungan analisa ragam yang disajikan pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi dengan berbagai macam

bioaktivator berbeda nyata terhadap kadar protein kasar tumpi jagung. Perlakuan P0 berbeda nyata terhadap perlakuan P1, P2, P3 dan P4. P1 berbeda dengan P0,

(24)

Tabel 4. Rataan Kadar Protein Kasar Tumpi Jagung yang difermentasi dengan

P2 10,04 10,04 10,04 10,04 40,16 10,04c

P3 P4

10,53 10,55 10,51 10,53 42,12 10,53d

11,08 11,09 11,07 11,08 44,32 11,08e

Total 46,18 46,21 46,14 46,18 184,71 9,24

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Pada Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa perlakuan fermentasi dengan berbagai macam bioaktivator terhadap kadar protein kasar tertinggi dicapai pada

(25)

Kadar Lemak Kasar

Data pengamatan rata-rata kadar lemak kasar tumpi jagung yang di

fermentasi dengan berbagai macam bioaktivator disajikan pada Tabel 5 dan diperjelas pada Gambar 4sedangkan analisa sidik ragam kadar lemak kasar tumpi jagung disajikan pada Lampiran 4. Hasil penelitian setelah di analisa secara

statistik menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi dengan berbagai macam bioaktivator berbeda tidak nyata (p>0,05) terhadap kadar lemak kasar tumpi

jagung.

Tabel 5. Rataan Kadar Lemak Kasar Tumpi Jagung yang Difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 0,54 2,17 2,10 1,60 6,42 1,60

P1 1,59 2,23 2,22 2,01 8,05 2,01

P2 1,64 2,34 2,56 2,18 8,71 2,18

P3 1,56 2,86 2,67 2,36 9,44 2,36

P4 1,26 2,88 2,84 2,33 9,31 2,33

Total 6,59 12,48 12,38 10,48 41,93 2,10

Keterangan: Rataan kadar lemak kasar hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kadar lemak kasar tertinggi

(26)

P0 P1 P2 P3 P4

Gambar 4. Kadar Lemak Kasar (%) Tumpi Jagung yang Difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Kadar Serat Kasar

Data pengamatan rata-rata kadar serat kasar tumpi jagung yang di fermentasi dengan berbagai macam bioaktivator disajikan pada Tabel 6 dan diperjelas pada Gambar 5. Hasil analisis ragam yang disajikan pada Lampiran 5

menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi dengan berbagai macam bioaktivator berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar serat kasar tumpi jagung. Perlakuan P0

berbeda nyata terhadap perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 berbeda nyata dengan P0, P3 dan P4 tetapi tidak berbeda nyata dengan P2. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, P3 dan P4 tetapi tidak berbeda nyata dengan P1. Perlakuan P3

(27)

Tabel 6. Rataan Kadar Serat Kasar Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 31,34 30,31 31,16 30,93 123,74 30,93a

P1 26,76 29,77 28,57 28,37 113,46 28,37bc

P2 30,59 27,89 27,17 28,55 114,20 28,55b

P3 31,17 24,35 24,56 26,69 106,78 26,70d

P4 29,81 23,40 23,04 25,41 101,66 25,41e

Total 149,66 135,71 134,50 139,96 559,83 27,99

Keterangan: Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Pada Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa rataan kadar serat kasar (%) tertinggi dicapai pada perlakuan P0 30,93% dan terendah pada perlakuan P4 25,41

(28)

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

Data pengamatan rata-rata BETN di sajikan pada Tabel 7 dan diperjelas

pada Gambar 6 sedangkan analisa sidik ragam tumpi jagung yang difermentasi dengan berbagai macam bioaktivator disajikan pada Lampiran 6. Hasil analisa stastiktik menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi dengan berbagai macam

bioaktivator berbeda tidak nyata (p>0,05) terhadap BETN tumpi jagung.

Tabel 7. Rataan BETN Tumpi Jagung yang di Fermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 43,87 36,52 35,67 38,69 154,75 38,69

P1 45,56 33,65 34,63 36,94 150,79 37,70

P2 41,24 37,10 38,19 38,84 155,38 38,84

P3 38,09 38,27 38,35 38,24 152,95 38,24

P4 38,54 39,83 40,39 39,56 158,26 39,56

Total 207,31 185,37 187,16 192,28 772,12 38,61

Keterangan : Rataan BETN menunjukan berbeda tidak nyata (p>0,05)

Pada Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa rataan BETN tertinggi dicapai pada

(29)
(30)

PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tumpi jagung yang difermentasi

dengan berbagai bioaktivator tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap kandungan kadar air. Tidak berbeda nyatanya kandungan kadar air tumpi jagung yang difermentasi ini karena dalam proses fermentasi semua perlakuan ditambahkan air

dalam jumlah yang sama, dikondisikan dengan kelembaban yang sama dan difermentasikan dalam waktu yang sama, sehingga kadar air yang dihasilkan pun

menjadi tidak berbeda. Kadar air tumpi jagung hasil fermentasi menunjukkan hasil yang sama dengan tumpi jagung tanpa fermentasi. Sebab dalam proses fermentasi tumpi jagung ini dilakukan secara anaerobik, sehingga tidak ada celah

untuk air bisa menguap akibatnya air akan tetap menempel pada substrat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarmadji (1984), kondisi yang anaerob dalam proses

fermentasi akan menyebabkan air dari hasil proses fosforilasi transport elektron sebagian akan diuapkan karena panas mikrobral dan sebagian akan menyatu dengan substat, sehingga mengakibatkan kandungan kadar air dalam proses

fermentasi tetap.

Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa tumpi jagung yang

difermentasi dengan menggunakan starbio (P1) memiliki tingkat kadar air paling tinggi, yang selanjutnya diikuti oleh perlakuan P0, P3 dan P4 serta yang terendah perlakuan P2, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Tingginya kandungan

kadar air pada perlakuan P1 ini dimungkinkan karena mikroba yang terdapat dalam starbio lebih cepat memanfaatkan sumber energi dan protein yang berasal

(31)

metabolisme ini akan menghasilkan air. Hal ini sesuai dengan pendapat

Rosningsih (2011), bahwa proses fermentasi yang terjadi secara anaerobik akan menghasilkan air sebagai hasil samping. Ditambahkan oleh Gervais (2008), kadar

air produk fermentasi akan mengalami perubahan akibat terjadinya proses evaporasi, hidrolisis substrat dan produksi air metabolik.

Kadar Abu

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tumpi jagung yang di fermentasi dengan berbagai bioaktivator berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar abu.

Kandungan kadar abu tertinggi dicapai pada perlakuan P0 kemudian diikuti perlakuan P4, P3, P1 dan P2. Perlakuan P0 (tumpi jagung tanpa fermentasi) memiliki kadar abu yang jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tumpi

jagung fermentasi. Hal ini karena tumpi jagung mengandung serat kasar berupa lignosellulosa yang sulit untuk dicerna. Hal ini sesuai dengan pendapat

Marry (1998), bahwa selulosa yang terdapat pada hijauan kering atau jerami yang berkualitas rendah berasosiasi dengan lignin dan komponen lain sehingga membuat sellulosa lebih sulit untuk di degradasi.

Secara umum proses fermentasi tumpi jagung dengan berbagai bioaktivator sudah mampu menurunkan kadar abu. Penurunan kadar abu ini

sangat berkaitan erat dengan menurunnya kandungan serat kasar pada tumpi jagung yang di fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Wibowo (2010) yang menyatakan bahwa besarnya perubahan kadar abu dalam suatu bahan pakan

berkorelasi positif dengan besarnya kadar serat kasar. Ditambahkan oleh Ardiasyah et al. (2014), lama waktu fermentasi berpengaruh terhadap peningkatan

(32)

terdapat dalam bahan, sehingga akan menurunkan kandungan serat kasar dan

kandungan kadar abu. Penambahan mikroba dalam proses fermentasi bahan dengan jumlah yang lebih besar dan waktu yang lama akan mengakibatkan

terjadinya penurunan kadar abu yang lebih tinggi lagi (Mucra dan Azriani, 2012). Abu merupakan hasil pembakaran bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein serta bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor

dan sulfur yang akan hilang selama pembakaran, sedangkan hasil sisanya yang tertinggal adalah oksida mineral atau abu yang bersifat anorganik (Hanum dan

Usman, 2011). Oleh sebab itu kadar abu sangat menentukan besarnya kadar bahan organik dari suatu pakan.

Kadar Protein Kasar

Hasil analisis ragam menunjukkan tumpi jagung yang difermentasi dengan berbagai bioaktivator berbeda nyata (p<0,05) terhadap kandungan protein kasar.

Berbeda nyatanya kandungan protein kasar tumpi jagung hasil fermentasi disebabkan karena bahan mikroba yang ditambahkan dalam proses fermentasi berbeda sehingga akan berpengaruh terhadap berbedanya laju aktivitas mikroba

dalam mendegradasi protein. Hal ini sejalan dengan penelitian Rosningsih (2011) yang melakukan proses fermentasi onggok dengan menggunakan bahan tambahan

berbeda berupa ragi tempe, urea dan tepung ikan juga menghasilkan kadar protein yang berbeda pula. Ditambahkan lebih lanjut bahwa perbedaan kadar protein tersebut karena perbedaan bahan material yang ditambahkan sehingga

mengakibatkan laju reaksi aktivitas mikrobial pun menjadi berbeda pula.

Kandungan protein kasar tumpi jagung yang difermentasi secara umum

(33)

fermentasi. Peningkatan protein kasar akibat proses fermentasi ini dikarenakan

optimalnya perombakan protein kasar tumpi jagung oleh enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba menjadi asam amino. Selanjutnya asam amino ini akan

dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhan dan membentuk protein mikroba sehingga terjadi peningkatan biomassa protein mikroba (Bever dan Mould, 2000). Namun proses ini akan berlangsung optimal apabila didukung dengan

ketersediaan energi yang cukup. Energi tersebut diperoleh mikroba dengan cara memanfaatkan bahan organik yang terdapat dalam substrat sebagai sumber nutrisi

untuk menunjang pertumbuhannya. Apabila ketersediaan substrat tersebut menipis, maka akan terjadi penurunan pertumbuhan mikroba dan sebagian mikroba akan mengalami kematian. Selanjutnya jumlah mikroba yang mengalami

kematian akan dimanfaatkan oleh mikroba lain dengan cara di degradasi menjadi ammonia untuk digunakan sebagai sumber protein penyusun tubuh (Hastuti et al.,

2011).

Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar protein kasar perlakuan P1 lebih rendah apabila dibandingkan dengan perlakuan fermentasi

lain. Sebab sumber nitrogen yang terdapat dalam starbio dimungkinkan lebih cepat dapat dimanfaatkan oleh mikroba dalam proses degradasi senyawa

kompleks menjadi senyawa sederhana namun juga sumber nitrogen tersebut lebih cepat menguap sehingga proses deaminasi protein menjadi tidak optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Ardiansyah et al., (2014), semakin lama waktu

pemanfaatan sumber nitrogen dalam proses fermentasi, maka akan semakin banyak jumlah mikroorganisme yang dapat mendegradasi substrat dan

(34)

tinggi jumlah jumlah enzim dan populasi kapang yang dihasilkan, maka

kandungan protein kasar pun akan meningkat sebab enzim yang dihasilkan tersebut juga merupakan protein.

Kadar protein perlakuan P4 lebih tinggi dari pada perlakuan fermentasi yang lain. Tingginya kandungan protein kasar ini karena pemanfaatan sumber nitrogen yang berasal dari promix lebih lambat digunakan oleh mikroba dalam

proses degradasi protein menjadi asam amino sebagai komponen protein penyusun tubuh. Namun proses ini berjalan lebih optimal sehingga kadar protein

kasar pun menjadi lebih tinggi. Pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba yang baik, akan lebih efektif dalam mendegradasi senyawa kompleks protein menjadi suatu massa sel, sehingga terjadi peningkatan protein dari tubuh kapang

yang pada akhirnya akan meningkatkan protein kasar dari bahan (Howard et al., 2003). Selain itu tingginya kadar protein perlakuan P4

dimungkinkan jumlah kandungan mikroba pada promix yang bersifat proteolitik lebih banyak sehingga kandungan kadar protein meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiaz (1989) yang menyatakan bahwa mikroba akan mengeluarkan

enzim selama proses fermentasi, dimana enzim ini merupakan protein serta mikroba itu sendiri juga merupakan sumber protein sel tunggal.

Kadar Serat Kasar

Hasil analisis ragam menunjukan tumpi jagung yang difermentasi dengan berbagai macam bioaktifator berbeda nyata (p<0,05) terhadap serat kasar.

(35)

fermentasi tumpi jagung dengan promix ternyata lebih mampu menurunkan

kandungan serat kasar apabila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini dimungkinkan karena adanya mikroba pemecah serat yang terdapat pada promix

berupa Biffidobacterium bifidum, Biffidobacterium logum, Lactobacillus acidophylus akan menghasilkan enzim yang dapat mengurai selulosa,

hemiselulosa dan lignoselulosa yang akan mendegradasi ikatan-ikatan senyawa

kompleks seperti selulosa, hemiselulosa dan lignoselulosa menjadi senyawa sederhana yang mudah larut (Samadi, 2007). Ditambahkan oleh Lin et al.,(2012)

bahwa enzim selulase tersebut terdiri dari 3 tipe yaitu β - 1,4 - glukanase, eksoglukanase dan β – glukosidase yang bekerja secara senergis dan bertahap dalam memotong ikatan antar melekul pada ikatan β – 1,4 – glukosidase menjadi

oligosakarida, seloliosa dan glukosa.

Kadar Lemak Kasar

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tumpi jagung yang difermentasi dengan berbagai bioaktivator tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap kadar lemak kasar. Rataan tumpi jagung yang difermentasi dengan berbagai bioaktivator

sebesar 2,22%. Kadar lemak yang didapatkan dalam penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Hastuti et al., (2011) bahwa kandungan kadar lemak kasar

tongkol jagung amoniasi fermentasi (“amofer”) yang diperam selama 1, 2, 3 dan 4 minggu sebesar 2,29%. Hal ini karena, proses fermentasi secara umum pada bahan pakan berserat tidak terlalu besar berpengaruh terhadap kadar lemak.

Namun, hasil analisis proksimat menunjukkan kadar lemak kasar akibat proses fermentasi mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan kadar

(36)

berbeda nyata. Hal ini disebabkan, dalam proses fermentasi akan terjadi

peningkatan aktivitas mikroba dalam mendegradasi senyawa lemak kompleks menjadi senyawa lemak sederhana baik berupa asam lemak atsiri maupun asam

lemak non atsiri, yang nantinya akan dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber energi untuk pembentukan lemak kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Mucra (2007), bahwa dalam proses fermentasi akan terjadi pemecahan senyawa

lemak yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dalam bentuk VFA (volatile fatty acid), sehingga akan dimanfaatkan oleh mikrobia sebagai sumber

energi selain dari karbohidrat untuk meningkatkan pertumbuhannya.

Selain itu peningkatan kandungan lemak kasar hasil fermentasi ini juga dipengaruhi oleh penurunan kandungan serat kasar produk fermentasi yang juga

mengalami penurunan, kecuali pada perlakuan P1. Hal ini sesuai dengan pendapat Hastuti et al. (2011), lamanya waktu pemeraman dalam proses fermentasi akan

mempengaruhi terjadinya penurunan kandungan serat kasar bahan, akibatnya kadar lemak kasar bahan akan mengalami peningkatan secara proporsional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seiring dengan aktifnya proses fermentasi, maka kadar

lemak bahan pakan pun akan mengalami penurunan. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

Hasil analisis ragam menunjukan proses tumpi jagung dengan berbagai macam bioaktifator tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Dimana kadar BETN tertinggi di capai pada perlakuan P4 yang

kemudian di ikuti perlakuan P2, P0, P3 dan P1. Hasil analisis proksimat menunjukan perlakuan P1 menghasilkan kandungan kadar BETN yang paling

(37)

fermentasi dengan starbio. Hal ini disebabkan kandungan serat kasar yang

terdapat dalam tumpi jagung masih relatif tinggi sehingga BETN yang dihasilkan pun rendah. Sebab nilai BETN berkorelasi positif dengan serat kasar dalam bahan

pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tilman et al., (1998), bahwa kadar BETN akan mengalami peningkatan seiring dengan terjadinya menurunnya kandungan serat kasar pakan akibat hilangnya lignin, selulosa dan lignoselulosa dalam proses

fermentasi.

Di tambahkan oleh Desiandura et al., (2014), bahwa optimalnya kerja

mikroorganisme dalam proses degradasi selulosa menjadi senyawa sederhana akan berpengaruh terhadap menurunnya kandungan serat kasar, yang nantinya akan berpengaruh terhadap meningkatnya kadar BETN. Sebab serat kasar yang

terdegradasi akan menjadi glukosa yang termasuk dalam golongan BETN, sehingga semakin banyak serat kasar yang turun akan diikuti peningkatan BETN.

BETN merupakan komponen karbohidrat yang terdiri dari monosakarida, disakarida, trisakarida, polisakarida dan pati yang mudah larut dalam larutan asam maupun basa (Tilman et al,. 1998).

Hasil analisa proksimat juga menyatakan bahwa kadar BETN perlakuan P3 lebih rendah dari pada perlakuan P1 walaupun sacara statistik tidak berbeda

nyata. Hal ini disebabkan tingginya aktivitas mikroba yang terdapat di dalam SOC dalam melakukan perubahan senyawa karbohidrat kompleks menjadi senyawa sederhana untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi dari protein bagi

pertumbuhan mikroba tersebut. Semakin banyak ikatan senyawa komplek yang dirombak maka kandungan BETN pun semakin menurun. Hal ini sesuai pendapat

(38)

kandungan BETN akan semakin mengalami penurunan, sebab banyak senyawa

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan penelitian adalah menunjukan bahwa promix sangat baik

digunakan sebagai bioaktivator dalam proses fermentasi tumpi jagung karena mampu meningkatkan kandungan protein kasar, BETN dan menurunkan kandungan serat kasar.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan tumpi jagung

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ardiansyah, Wahyono, C. Aman, Suyamto dan G. Kartono. 2014. Pangan Gizi,

Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Basuki. T dan R. Wiryasamita. 2008. Fermentasi Menggunakan HCS-SOC untuk Limbah Pertanian sebagai Pakan dan Manfaat Lainnya. Bioconvertion Project Second Worksop on Crop Residues or Feed and Othe Purposes. Grati 16-17 November 2010. Hal 66-89

Beever, D. E. dan F.L. Mould. 2000. Forage evaluation effecient ruminant livestock production. Dalam: D.I. Givens; E. Owen; R.F.E. Axford H. M Omed; (ED). Forege Evaluations In Ruminant Nutrient. CAB internasional Publishing. Wallingford. Hal. 15-42

Fardiaz, S. 1998. Mikrobiology Pangan. Diktorat Jendaral Perguruan Tinggi antar Universitas IPB. Bogor

Gervais, P. 2008. Water relations in solid state fermentation. In: Pandey A, C. R. Soccol, C. Larroche, editor Current Devolopments In Solid.

Handayanta. 2003. Ilmu Makanan Ternak Ruminasia. Gramedia. Jakarta.

Hanum dan Usman. 2011. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Faultas Pertanian. Progran Produksi Ternak USU. http://deptan.go.id. Di akses pada tanggal 3 Februari 2015. Hardianto, R., DE., Wahyono, C. Aman, Suyamto, G. Kartono dan S. R.

Soemarsono. 2002. Kajian Teknologi Pakan Lengkap (Complete feed). Sebagai Peluang Agribisnis Bernilai Komersial di Pedesaan. Makalah Seminar dan Ekspose Teknologi Spesifik Lokasi. Agustus. 2002. di Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

(41)

Haryoto. 2001. Meningkatkan Protein Kasar Jerami Padi dengan Teknologi Promix. Laporan Tugas Akhir. Akademi Peternakan Karanganyar, Karanganyar.

Hastusti, Santoso, U,. dan I. Aryani. 2011. Efektivitas Keseimbangan Energi dan Asam Amino dan Efisiensi Absorpsi dalam Memenuhi Persyaratan Kecepatan Tumbuh Ayam Pedaging. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://repository.usu.ac.id/bitstream/

123456789/7632/1/ 09E00551.pdf. Diakses pada tanggal 4 Desember 2014.

Howard, R. L., E. Abotsi, E.L.J. Van Rensburg dan S. Howard. 2003. Lignocellulose biotechnology; issues of bioconversion and enzyme production. African J. Biotechnol.

Lembah Hijau Multifarm. 1999. Modul Pelatihan Intergrated Farming System. PT. Lembah Hijau Multifarm – Reaseach Station. Solo.

Mahmudi, M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Fosfat Menggunakan Cara Ekstraksi Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksan. Universitas Diponogoro. Semarang.

Mariono. 2006. Teknologi pakan murah untuk sapi potong: optimalisasi pemanfaatan tumpi jagung. Lokakarya nasional tanaman pakan ternak. 183 – 191.

Mariyono, D. B. Wiyono dan Hartati. 2005. Teknologi pakan murah untuk sapi potong: optimalisasi pemanfaatan tumpi jagung. Laporan Tahunan Loka Penelitian Sapi Potong. Grati.

Marry. 1998. Perlakuan Aktivator dan Masa Inkubasi terhadap Pelapukan Limbah Jerami Padi. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Universitas Udayana.

Mucra, D. A. 2007. Pengaruh Fermentasi Buah Kelapa Sawit terhadap Komposisi Kimia dan Kecernaan Nutrien secara Invitro. Tesis Pascasarjana Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Mucra dan Azriani. 2012. A Study of the growth and distribution of beef carcass tissues including their prediction, optimum beef productivity and marketing.[PhD thesis]. Brisbane: Department of Farm Animal Medicine and Productin. The University of Quensland Australia.

Mulyono. 2000. Metode Analisis Proksimat. Erlangga. Jakarta.

Perry. 1999. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook. McGraw-hill. Amerika.

(42)

Samadi. 2007. Probiotik Pengganti Antibiotik dalam Pakan Ternak. Fakultas Pertanian Prodi Peternakan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Sumber : http://indo.net.id. Diakses pada Tanggal 8 Desember 2014. Santoso, U dan I. Aryani. 2008. Fungsi – Fungsi yang Terdapat pada Effektive

Mikrooragnisme - 4 (EM-4). Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian.

Universitas Bengkulu.

http://www.wordpress.com//pe/fungsiem4padapakan/ Diakses pada tanggal 9 Juli 2014.

Sastrosupadi. 1999. Analisis Kesusaian Rancangan Percobaan dengan Masalah dan Kondisi Percobaan pada Tesis S2 PPs-IPB. Paper pada PPs-IPB, Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Soeharto. 2004. Potensi dan Kemungkinan Pakan Ternak di Nusa Tenggara Barat. Hal 13-14 dalam Suhubudi Yasin dan S.H. Dilaga (edisi Peternakan Sapi Bali dan Permasalahannya) Bumi Aksara. Jakarta

Sudarmadji. 1984. Pengaruh Variasi Massa Limbah Filter Cake pada Limbah Kakao sebagai Pakan Ternak Ruminansia dengan Bioaktivator Trichoderma Viride dan Molasse untuk Meningkatkan Kandungan Protein Pakan (Studi Kasus: PT. Industri Gula Nusantara, Cepiring, Kendal).

Suliantri dan W.P. Rahayu. 1990. Tekonologi Fermentasi Biji-bijian dan Umbi-umbian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor

Surung. M.Y., 1994. Pengaruh Dosis EM-4 (Effective Microorganisme 4) dalam air minum terhadap berat badan ayam buras. Jurnal Agrisitem. Desember 2008, vol4 (2).

Tillman AD, H Hartadi, S Reksohadiprojo, S Prawirokusuma dan Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(43)

Wahyono, D.E dan R. Hardiyanto. 2004. Pemanfaatan sumber daya pakan lokal untuk pengembangan usaha sapi potong. Pros. Lokakarya Nasional Sapi Potong. Yogyakarta.

Wibowo. A. H. 2010. Pendugaan Kandungan Nutrien Dedak Padi Berdasarkan Karakteristik Sifat Fisik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(44)

Lampiran 1. Rataan Kadar Air Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 11,54 8,831 18,74 16,37 65,49 16,37

P1 11,62 18,72 18,81 16,38 65,54 16,39

P2 P3

12,75 17,02 16,30 15,35 61,42 15,36

12,49 18,09 17,99 16,19 64,76 16,19

P4 12,72 16,91 16,87 15,50 62,00 15,50

Total 61,12 89,58 88,72 79,80 319,21 15,96

Daftar Sidik Ragam Kadar Air (%) Tumpi Jagung

SK dB JK KT F. Hitung F. Tabel 0.05

Perlakuan 4 3,92 0,98 0,13 tn 3,06

Galat 15 111,68 7,45

Total 19 115,60

KK = 17,10 % Keterangan : tn = Berbeda tidak nyata

(45)

Lampiran 2. Rataan Kadar Abu Tumpi Jagung yang di fermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 7,67 7,05 7,37 7,36 29,45 7,36

P1 4,98 6,22 6,21 5,80 23,21 5,80

P2 3,74 5,61 5,74 5,03 20,13 5,03

P3

Total 29,14 30.65 31,10 30,30 121,19 6,06

Daftar Sidik Ragam Kadar Abu (%) Tumpi Jagung

SK dB JK KT F. Hitung F. Tabel 0,05

Perlakuan Kadar Abu (%) Nilai BNT Notasi

P0 7,36 0,79 a

P4 6,12 0,79 b

P3 5,99 0,79 bc

P1 5,80 0,79 cd

P2 5,03 0,79 d

Nilai BNT di cari dengan menggunakan rumus : BNT (α) = t (db galat) x 2KTG

N =2,13 x 0,37

(46)

Lampiran 3. Rataan Kadar Protein Kasar Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 5,04 5,12 4,96 5,04 20,16 5,04

P1 9,49 9,40 9,57 9,49 37,94 9,49

P2 10,04 10,04 10,04 10,04 40,16 10,04

P3 10,53 10,55 10,51 10,53 42,12 10,53

P4 11,08 11,09 11,07 11,08 44,32 11,08

Total 46,18 46,21 46,14 46,18 184,71 9,24

Daftar Sidik Ragam Kadar Protein Kasar (%) Tumpi Jagung

SK dB JK KT F. Hitung F. Tabel 0,05

Perlakuan 4 93,56 23,39 12408,94 * 3,06

Galat 15 0,03 0,002

Total 19 93,9

KK = 0,47 %

Keterangan : * = Berbeda nyata

Uji lanjut dengan BNJ

Perlakuan Kadar Protein Kasar (%) Nilai BNJ Notasi

P0 5,04 0,39 A

P1 9,49 0,39 B

P2 10,04 0,39 C

P3 10,53 0,39 D

P4 11,08 0,39 E

Nilai BNJ di cari dngan menggunakan rumus :

BNJ (α) = Q (α) (t, db galat) x KTG n = 4,37 x 0,09

= 0,39

(47)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 0,54 2,17 2,10 1,60 6,42 1,60

P1 1,59 2,23 2,22 2,01 8,05 2,01

P2 1,64 2,34 2,56 2,18 8,71 2,18

P3 1,56 2,85 2,67 2,36 9,44 2,36

P4 1,26 2,88 2,84 2,33 9,31 2,33

Total 6,59 12,48 12,38 10,48 41,93 2,10

Daftar Sidik Ragam Kadar Lemak Kasar (%) Tumpi Jagung

SK dB JK KT F. Hitung F. Tabel 0,05

Perlakuan 4 1,54 0,38 1,13 tn 3,06

Galat 15 5,11 0,34

Total 19 6,65

KK = 27,84 %

(48)

Lampiran 5. Rataan Kadar Serat Kasar Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 31,34 30,31 31,16 30,93 123,74 30,93

P1 26,76 29,77 28,57 28,37 113,46 28,37

P2 30,59 27,89 27,17 28,55 114,20 28,55

P3 31,17 24,35 24,57 26,69 106,78 26,70

P4 29,81 23,40 23,03 25,41 101,66 25,41

Total 149,66 135,71 134,50 139,96 559,83 27,99

Daftar Sidik Ragam Kadar Serat Kasar (%) Tumpi Jagung

SK dB JK KT F. Hitung F. Tabel 0,05

Perlakuan 4 69,79 17,45 3,70 * 3,06

Galat 15 70,79 4,72

Total 19 140,58

KK = 7,76 %

Keterangan: * = Berbeda nyata

Uji Lanjut dengan BNT

Perlakuan Kadar Serat Kasar (%) Nilai BNT Notasi

P0 30,93 1,28 a

P2 28,55 1,28 b

P1 28,37 1,28 bc

P3 26,70 1,28 d

P4 25,41 1,28 e

Nilai BNT di cari dengan menggunakan rumus : BNT (α) = t (db galat) x 2KTG

n = 2,13 x 0,60

(49)

Lampiran 6. Rataan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam Bioaktivator

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 43,87 36,52 35,67 38,69 154,75 38,69

P1 45,56 33,65 34,63 36,95 150,79 37,70

P2 41,24 37,10 38,19 38,84 155,38 38,84

P3 38,09 38,27 38,34 38,23 152,95 38,24

P4 38,53 39,83 40,32 39,56 158,26 39,56

Total 207,31 185,37 187,16 192,28 772,12 38,61

Daftar sidik ragam bahan ekstrak tanpa nitrogen tumpi jagung

SK db JK KT F. Hitung F. Tabel 0,05

Perlakuan 4 7,93 1,98 0,21tn 3,06

Galat 15 139,89 9,32

Total 19 147,62

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Kadar Air (KA), Abu, Protein Kasar (PK), Lemak Kasar(LK), Serat Kasar  (SK) dan BETN Tumpi Jagung  yang difermentasidengan Berbagai Macam Bioaktivator
Tabel 2. Rataan Kadar Air Tumpi Jagung yang difermentasi dengan BerbagaiMacam Bioaktivator
Tabel 3. Rataan Kadar Abu Tumpi Jagung yang difermentasi dengan BerbagaiMacam Bioaktivator
Gambar 2. Kadar Abu Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam       Bioaktivator
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parameter pengujian meliputi : proksimat (protein, lemak, serat kasar, abu dan air), nitrigen bebas, BETN, kesetabilan dalam air, cemaran mikroba (salmonela

Penelitian ini menggunakan data hasil analisa proksimat (kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan BETN) dan fraksi serat Van Soest ( Neutral Detergen Fiber dan

Parameter penelitian ini terdiri atas kandungan nutrisi sabut kelapa sawit fermentasi berupa kadar air, bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, dan

Hasil analisis kandungan serat kasar (%) tongkol jagung yang telah difermentasi dengan lama waktu fermentasi yang berbeda menggunakan Aspergillus niger dapat

Tidak terdapat interaksi antara dosis inokulan dan lama inkubasi terhadap kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan BETN

Berdasarkan Tabel 3 menunjukan bahwa perlakuan fermentasi berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kandungan protein, lemak, dan serat kasar pada limbah jagung.

nilai protein kasar dan menurunkan serat kasar dan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh fermentasi kombinasi rumput gajah dan tumpi

Analisis kandungan Nutrisi pada Tanaman Mantangan Metode yang digunakan untuk analisis kandungan nutrisi Bahan Kering, Protein Kasar, Lemak kasar, dan Serat Kasar pada tanaman