• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerajaan dan Islam di Maluku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kerajaan dan Islam di Maluku"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Kerajaan Islam di Maluku

Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Oleh karena itu tidak mengherankan bila sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis, dan belanda.

Dalam bidang kebudayaan, di maluku berkembang seni pahat, seni bangunan, dan seni patung.

Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan di Nusantara.

Mengingat keberadaan daerah Maluku ini maka tidak mengherankan jika sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis dan Belanda. Kepulauan Maluku sangat penting peranannya karena Maluku adalah penghasil rempah-rempah terbesar pada waktu itu sehingga bayak negara yang berdatangan ke Maluku. Sejak awal diketahui bahwa didaerah ini terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore.

Tanda-tanda awal kehadiran Islam ke daerah Maluku dapat diketahui dari sumber-sumber berupa naskah-naskah kuno dalam bentuk hikayat seperti Hikayat Hitu, Hikayat Bacan,dan hikayat-hikayat setempat lainnya. Sudah tentu sumber berita asing seperti Cina, Portugis, dan lainnya amat menunjang cerita sejarah daerah Maluku itu.

http://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0ahUKEwjUh7-OrPzKAhWNkI4KHRpMDnEQFggtMAI&url=http%3A%2F%2Fwww.mikirbae.com

%2F2015%2F10%2Fkerajaan-kerajaan-islam-di-maluku-utara.html&usg=AFQjCNE2p6e3T1olliv5dXNM8jCd20eKBA&bvm=bv.114195076,d.b Gs

KERAJAAN TERNATE

 Awal Perkembangan Kerajaan Ternate

Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang asing.

(2)

Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.

B. Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan

Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat kapal, seperti kapal kora-kora.

C Kemunduran Kerajaan Ternate.

Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

(3)

Awal Perkembangan Kerajaan Tidore

Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.

A. Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan

Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.

B. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.

Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.

C. Kemunduran Kerajaan Tidore

(4)

rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

http://arif-aba.blogspot.co.id/2012/06/kerajaan-islam-di-maluku.html

Kerajaan-Kerajaan Islam di Maluku Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Mengingat keberadaan daerah Maluku ini maka tidak mengherankan jika sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis dan Belanda. Sejak awal diketahui bahwa di daerah ini terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat pulau Halmahera di Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore, tetapi wilayah kekuasaannya mencakup sejumlah pulau di Kepulauan Maluku dan Papua. Kerajaan Ternate dikenal sebagai pemimpin Uli Lima, yaitu persekutuan lima bersaudara dengan wilayahnya meliputi Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon. Sementara Kerajaan Tidore dikenal sebagai pemimpin Uli Siwa, yakni Persekutuan Sembilan (persekutuan Sembilan Saudara) dengan wilayahnya meliputi pulau pulau Makyan, Jailolo, atau Halmahera, dan pulau-pulau di daerah tersebut sampai dengan wilayah Papua.

Dalam bidang kebudayaan, di Maluku berkembang seni pahat, seni bangunan, dan seni patung. Seni bangunan berupa istana raja, bangunan masjid, dan lain-lain, tetap dikembangkan. Agama Islam dan bahasa Melayu juga semakin berkembang di Maluku.

http://www.gurusejarah.com/2015/01/kerajaan-kerajaan-islam-di-maluku.html

Asal Usul

(5)

Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa

berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

Struktur Kerajaan

Pada masa–masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam

diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan gelar sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan.

Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan jogugu (perdana menteri) dan fala raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole pada masa lalu, masing–masing dikepalai seorang kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat–pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji, dll.

Kolano dan Sultan Ternate Masa jabatan[3][4][5][6][7]

Baab Mashur Malamo 1257 - 1277

Jamin Qadrat 1277 - 1284

Komala Abu Said 1284 - 1298 Bakuku (Kalabata) 1298 - 1304 Ngara Malamo (Komala) 1304 - 1317 Patsaranga Malamo 1317 - 1322 Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) 1322 - 1331

Panji Malamo 1331 - 1332

Syah Alam 1332 - 1343

Tulu Malamo 1343 - 1347

Kie Mabiji (Abu Hayat I) 1347 - 1350 Ngolo Macahaya 1350 - 1357

Momole 1357 - 1359

Gapi Malamo I 1359 - 1372

(6)

Komala Pulu 1377 - 1432 Marhum (Gapi Baguna II) 1432 - 1486

Zainal Abidin 1486 - 1500

Sultan Bayanullah 1500 - 1522

Hidayatullah 1522 - 1529

Abu Hayat II 1529 - 1533

Tabariji 1533 - 1534

Khairun Jamil 1535 - 1570

Babullah Datu Syah 1570 - 1583

Said Barakat Syah 1583 - 1606 Mudaffar Syah I 1607 - 1627

Hamzah 1627 - 1648

Mandarsyah 1648 - 1650 (masa pertama)

Manila 1650 - 1655

Mandarsyah 1655 - 1675 (masa kedua)

Sibori 1675 - 1689

Said Fatahullah 1689 - 1714 Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin 1714 - 1751

Ayan Syah 1751 - 1754

Syah Mardan 1755 - 1763

Jalaluddin 1763 - 1774

Harunsyah 1774 - 1781

Achral 1781 - 1796

Muhammad Yasin 1796 - 1801

Muhammad Ali 1807 - 1821

Muhammad Sarmoli 1821 - 1823

Muhammad Zain 1823 - 1859

Muhammad Arsyad 1859 - 1876

Ayanhar 1879 - 1900

Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi) 1900 - 1902 Haji Muhammad Usman Syah 1902 - 1915 Iskandar Muhammad Jabir Syah 1929 - 1975 Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) 1975 – 2015[8]

(7)

Lukisan pemandangan Pulau Ternate dengan Gunung Gamalama-nya (sekitar tahun 1883-1889).

Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 3 kerajaan lain yang memiliki pengaruh yaitu Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo, dan Kesultanan Bacan. Kerajaan– kerajaan ini merupakan saingan Ternate dalam memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang

mengesankan, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku, Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku yang memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang.

Demi menghentikan konflik yang berlarut–larut, sultan Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja–raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).

Kedatangan Islam

Sigi Lamo, masjid peninggalan Kesultanan Ternate.

(8)

Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.

Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang

diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).

Kedatangan Portugal dan Perang Saudara

Peta terawal Kepulauan Maluku Utara karya seorang kartografer Belanda, Willem Janszoon Blaeu, pada tahun 1630. Arah utara berada di sebelah kanan, dengan Pulau Ternate terletak di ujung kanan, diikuti oleh Pulau Tidore, Mare, Moti dan Kepulauan Makian. Pada bagian bawah adalah Gilolo (Jailolo atau Halmahera). Inset yang berada di atas menunjukkan Pulau Bacan.

Pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Pada masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo

(Ludovico Varthema) tahun 1506.

Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan sultan, Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata–mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah–rempah, pala dan cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate.

(9)

sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, Pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri.

Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap

bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa, India. Di sana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan Khairun (1534-1570).

Pengusiran Portugal

Perlakuan Portugal terhadap saudara–saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak–tanduk bangsa Barat yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang Sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan Malaka pada tahun 1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di Nusantara.

Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu–sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada Sultan Khairun. Secara licik gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh sultan yang datang tanpa pengawalnya.

Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur. Setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya pada tahun 1575. Di bawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di bagian timur, dari Filipina Selatan di bagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara di bagian selatan.

(10)

samping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah Nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme Barat.

Kedatangan Belanda

Putra Sultan Ternate bersama seorang controleur dan seorang warga Belanda (sekitar tahun 1900).

Sepeninggal Sultan Baabullah, Ternate mulai melemah, Kerajaan Spanyol yang telah bersatu dengan Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal, bahkan Sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila.

Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda pada tahun 1603. Ternate akhirnya berhasil menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate. Pada tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Pada tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.

Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah Pangeran Hidayat (15??-1624), raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia

mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah–rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.

Perlawanan Rakyat Maluku dan Kejatuhan Ternate

(11)

Ngara Lamo, gerbang Istana Kesultanan Ternate pada tahun 1910-an.

Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada Ternate semakin kuat. Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat perintah sultan. Sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.

 Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar–besaran pohon cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten yang menyebabkan rakyat mengobarkan perlawanan. Pada tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon, Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan

gabungan Ternate, Hitu dan Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya pada tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, Kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.

 Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,1655-1675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan sultan. Tiga di antara

pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalamata. Pangeran Saidi adalah seorang kapita laut atau panglima tertinggi pasukan

Ternate, Pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara Pangeran Kalamata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku Tengah sementara Pangeran Kalamata bergabung dengan raja Kesultanan Gowa, Sultan Hasanuddin. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan Sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (1650–1655), namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi dkk berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara Pangeran Majira dan Kalamata menerima pengampunan sultan dan hidup dalam pengasingan.

(12)

Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah–daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.

Meski telah kehilangan kekuasaan mereka, beberapa sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam–diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah–wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal.

Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Controleur Belanda Agerbeek dan markas mereka diobrak–abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, Sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, dia dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927.

Pasca penurunan Sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus Kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.

Dalam usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan meskipun hanya sebatas simbol budaya.

(13)

Istana Kesultanan Ternate di kaki Gunung Gamalama, Kota Ternate.

Imperium Nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak

pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat-istiadat dan bahasa.

Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam, Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh Sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yang berarti.

Keberhasilan rakyat Ternate di bawah Sultan Baabullah dalam mengusir Portugal pada tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina.

Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya, "Bahasa Ternate dalam konteks bahasa-bahasa Austronesia dan Non Austronesia" mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari Bahasa Ternate. Bahasa Melayu Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda–beda.[9]

Dua naskah surat sultan Ternate, dari Sultan Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 diakui sebagai naskah Melayu tertua di dunia setelah naskah Melayu Tanjung Tanah. Kedua surat Sultan Abu Hayat tersebut saat ini masih tersimpan di Museum Lisabon, Portugal.[10][11][12]

Referensi

Dokumen terkait

Dilaporkan terdapat kandungan senyawa dalam obat nyamuk baik itu bentuk cair atau bakar yang digolongkan sebagai Endocrine Disruptors Chemicals (EDC). EDC dapat mengubah

Penelitian sebelumnya yang berusaha untuk mengungkapkan perbedaan dalam atribut komunikasi pemasaran layanan perbankan Syariah dibandingkan dengan Bank konvensional..

Duta sendiri dalam penetapan harga memang sudah ditentukan dalam penetapan harga Duta tidak hanya asal menetapkan besaran nominal harga suatu produk sesuai keinginan

Pada 1999, melanjutkan studi Pascasarjana pada program studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada (UGM)

kelompok domba tangkas Wanaraja dan domba tangkas Sukawening memiliki nilai terkecil yaitu 1,16, sedangkan nilai matriks jarak genetik yang lebih besar adalah antara kelompok

Pendapat sebagian mahasiswa FAI UNISSULA yang lain (25% responden) bahwa nikah siri tidak sah sebab tidak memiliki kekuatan hukum. Adapun akibat dari nikah siri

 Peserta didik diminta memperagakan berbagai gerak dasar kejar-kejaran di kolam renang, menyelam melewati rintangan, masuk ke dalam air dengan mata terbuka, dan melewati

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh