• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus Kampung Pulo Relokasi Manusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Kasus Kampung Pulo Relokasi Manusi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Kasus Kampung Pulo Relokasi Manusiawi Tak Terwujud Menggunakan Pendekatan Arah dan Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Oleh : Ahmad Darmawi

A. Pendahuluan

Dalam sebuah era saat pemerintah mencari cara mengurangi pengeluaran untuk

layanan kemanusiaan, program-program berbasis masyarakat menyediakan suatu

cara yang sangat baik untuk mewujudkannya, dan mewakili suatu bentuk dari layanan

murah. Hal ini terutama benar dalam perubahan perawatan instutisional kepada

perawatan masyarakat bagi mereka yang tidak berdaya.

Penghematan biaya yang sering dilakukan pemerintah dalam hal ini kasus

kampong pulo, pemerintah bermaksud memotong biaya, sering kali lebih mudah

mengurangi pendanaan untuk program-program berbasis masyarakat dari pada

pendanaan untuk layanan yang setara yang dilakukan oleh Negara. Hal ini juga karena

keputusan yang sulit untuk mengurangi layanan yang dibuat pada tingkat masyarakat

biasanya oleh pengelola ( pemerintah) lokal, sehingga kesalahan yang dilakukan

berupa penggantian akan kerugian masyarakat bukan merupakan kesalahan

pemerintah.

Dengan demikian, berbagai layanan dan pemberdayaan masyarakat yang

berbasis pada masyarakat dengan mudahnya mengabdi kepada agenda politik

pemerintah yang berniat mengurangi pengeluaran oleh publik dan dapat memfasilitasi

pengurangan saham kekayaan bangsa untuk layanan kemanusian. Pada permasalah

kampong pulo diatas maka penulis beranggapan bahwa permasalahan diatas harus

disikapi dengan menggunakan konsep pemberdayaan dan pendekatan arah dan tujuan

(2)

Gambar 1. Arah dan tujuan pemberdayaan masyarakat

Istilah pemberdayaan semakin popular dalam konteks pembangunan dan

pengentasan kemiskinan. Konsep pemberdayaan ini berkembang dari realitas individu

atau masyarakat yang tidak berdaya atau pihak yang lemah (powerless).

Ketidakberdayaan atau memiliki kelemahan dalam aspek : pengetahuan, pengalaman,

sikap, keteramplan, modal usaha, networking, semangat, kerja keras, ketekunan dan

aspek lainnya. Kelemahan dalam berbagai aspek tadi mengakibatkan ketergantungan,

ketidak berdayaan, dan kemiskinan (anwas,2014).

Permasalahan kampong pulo pada potongan Koran kompas hari jumat, 15

agustus 2015, menyampaikan banyak maksud dan ulasan bagi penulis untuk

memandang dari sudut yang berbeda dimana umumnya hal tersebut terdapat

perbedaan masyarakat dan pemerintah dalam memandang konsep pemberdayaan,

dengan bermasalahnya komunikasi, bermasalahnya gagasan dan sekedar ide

pemerintahpun kepada warganya menandakan bahwa pemberdayaan yang dilakukan

oleh pemerintah tidaklah mudah dan gampang, sebaliknya juga dari sisi masyarakat

belum merasakan dampak dan manfaat dari beberapa program yang ditentukan oleh

(3)

Jakarta harus di dekati dengan metode arah dan tujuan pemberdayaan masyarakat

pada gambar 1 diatas.

B. Konsep Arah dan Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang berkaitan dengan

kekuasaan (power). Istilah kekuasaan sering identic dengan kemampuan individu atau

kelompok melakukan apa yang menjadi keinginannya atau yang di ingininya.

Kemempuan tersebut baik untuk mengatur dirinya, mengatur orang lain sebagai

individu atau kelompok, terlepas dari kebutuhan, potensi, atau keinginan orang lain.

Dengan kata lain, kekuasaan menjadikan orang lain sebagai objek dari pengaruh atau

keinginan dirinya.

Menurut Rapport (1984), pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat,

organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas

kehidupannya. Menurut Djohani (2003) pemberdayaan adalah suatu proses untuk

memberikan daya kekuasaan (power) kepada pihak yang lemah (powerless), dan

mengurangi kekuasaan (disempowered) kepada pihak yang terlalu berkuasa (powerfull)

sehingga terjadi keseimbangan.

Pengertian pemberdayaan tersebut menekankan pada aspek pendelegasian

kekuasaan, memberi wewenangm, atau pengalihan kekuasaan kepada individu atau

masyarakat sehingga mampu mengatur diri dan lingkungannya sesuai keinginan,

potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Hakikat dari pemberdayaan yang di kemukakan oleh Slamet (2003), bagaimana

membuat masyarakat mampu membangun dirinya dan memperbaiki kehidupannya

sendiri. Istilah mampu di sini mengandung makna : berdaya, paham, termotivasi,

memiliki kesempatan, melihat dan memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja

sama, tahu sebagai alternative, mampu mengambil keputusan, berani mengambil

resiko, mampu mencari dan menangkap informasi serta mampu bertindak sesuai

inisiatif. Menurut Suharto (2011) paling tidak indicator pemberdayaan ada empat hal ;

kegiatan yang terencana dan kolektif, memperbaiki kehidupan masyarakat, prioritas

(4)

Pemberdayaan juga menekankan pada proses, bukan semata-mata hasil

(output) dari proses tersebut. Oleh karena itu ukuran keberhasilan pemberdayaan

adalah sebearapa besar partisifasi atau keberdayaan yang dilakukan oleh individu atau

masyarakat. Semakin banyak masyarakat terlibat dalam proses tersebut, berarti

semakin berhasil kegiatan pemberdayaan tersebut. Keberdayaan dalam konteks

masyarakat merupakan kemampuan individu berpartisifasi aktif dalam masyarakat.

Tingkat partisifasi ini meliputi partisifasi secara fisik, mental, dan juga manfaat yang

diperoleh oleh individu yang bersangkutan.

Meskipun pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata konsep ekonomi,

tetapi seringkali ditujukan untuk tujuan pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan

masyarakat. Penuntasan kemiskinan tidak sekedar meningkatkan pendapatan, tetapi

perlu dilakukan secara holistic yang menyangkut kehidupan dasar manusia, seperti gizi

dan kesehatan, ketersediaan lapangan pekerjaan, jumlah keluarga dan anggotanya,

tingkat pendidikan, lingkungan, serta aspek lain yang dapat meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat. Pemberdayaan juga tidak dapat dilakukan secara parsial.

Pemberdayaan perlu dilakukan secara berkesinambungan melalui tahapan-tahapan

sistematis dalam mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat kearah yang lebih baik

(anwas, 2014).

C. Pemberdayaan Oleh Aparat Pemerintah

Siapa yang betugas melakukan pemberdayaan? Pertanyaan ini dapat dijelaskan

melalui pemahan terhadap hakikat pemberdayaan. Hakikat pemberdayaan memiliki

beberapa makna, yaitu ada pihak yang memberikan kekuasaan (power) kepada yang

lemah, pihak yang diberikan kekuasaan atau diberdayakan, serta adanya upaya untuk

mengubah perilaku yang diberdayakan kearah yang lebih baik yaitu kemandirian.

Menurut Djohani (2003), individu yang diberdayakan adalah orang miskin yang

seringkali tidak memiliki daya untuk berjuang karena sudah dilumpuhkan. Oleh karena

itu dalam pemberdayaan dibutuhkan peran orang luar. Orang asing yang bertugas

memberdayakan ini adalah kalangan petugas pembangunan baik formal maupun non

formal. Petugas formal adalah aparatur pemerintah yang bertugas dilapangan, seperti

(5)

dan profesi lapangan lainnya. Petugas non formal adalah individu yang memiliki

dedikasi secara sukarela untuk membantu pemberdayaan masyarakat baik yang

dikelola suatu lembaga (LSM) atau secara pribadi. Petugas non formal tersebut

diantaranya relawan, pekerja social, kader PKK, kader posdaya, mahasiswa, ulama,

simpatisan dan yang lainnya.

Tugas pelaku pemberdayaan adalah mendorong dan menciptakan individu serta

masyarakat untuk mampu melakukan perubahan perilaku menuju kearah kemandirian

(berdaya). Perubahan perilaku ini baik aspek pengetahuan, sikap, maupun

keterampilan yang berguna untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan

kesejahteraannya. Oleh karena itu petugas yang memberdyakan individu dan

masyarakat baik formal maupun non formal dapat disebut sebagai agen pemberdayaan

(agen of empowerment).

Bentuk program pemerintah, antara lain berupa hasil-hasil inovasi atau teknologi

lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat.

Begitu pula inovasi yang dihasilkan dunia usaha bertujuan agar bermanfaat bagi

masyarakat, sebagai bentuk kepedulian mereka tarhadap masyarakat.

Dalam kenyataannya, hasil inovasi belum tentu sesuai dengan kebutuhan,

potensi dan budaya masyarakat. Walaupun hasil inovasi tersebut sudah dilakukan

melalui proses pengembangan mulai dari tahapan analisis kebutuhan sasaran,

pengembangan dan uji coba dilapangan. Realitas keragaman masyarakat yang sangat

variatif, sulit rasanya bahwa suatu inovasi bisa diterima atau sesuai dengan semua

masyarakat yang beragam tersebut. Dengan kata lain program top down tersebut, perlu

diselaraskan dengan potensi dan kebutuhan masyarakat local (buttom up).

D. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemberdayaan

Mendoroang dan mendukung partisipasi menurut Ife dan Tesoriero (2008),

adalah suatu proses yang membutuhkan keterampilan dan melibatkan pemantauan

terus menerus tentang dampaknya terhadap rakyat mengenai partisipasi mereka

dalam kegiatan-kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Pertisipasi

(6)

dan dalam segi control terhadap lingkungan seseorang dan kemampuan untuk

memengaruhi keputusan yang akan memberi dampak pada kehidupan orang.

Menumbuhkan kesadaran merupakan bagian inti dalam pemberdayaan dan

peran serta masyarakat dalam pengembangan individu dan kelompoknya. Oleh karena

itu kompetensi menumbuhkan kesadaran sangat pnting dimiliki oleh agen

pemberdayaan.

Mengapa kesadaran masyarakat perlu di tumbuhkan dalam kegiatan

pemberdayaan oleh masyarakat itu sendiri, menurut Ife dan Tesoriero (2008), gagasan

yang sederhana mengenai peningkatkan kesadaran yaitu bahwa orang-orang

menerima menerima penindasan sebagai hal yang sedikit normal atau tak bisa

dihindari, sebabkan oleh legitimasi dari struktur dan wacana yang menindas, dan

seringkali tidak akan mengakui atau menamai penindasan mereka sendiri, sehingga

pengalaman penindasan bersifat dibawah sadar.

Menumbuhkan kesadaran berarti memberikan pemahaman kepada masyarakat

bahwa dalam dirinya memiliki peluang dan potensi untuk menghasilkan perubahan

kearah yang lebih baik dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraanya.

bentuk kekuatan dan legitimasi membuat proses penyadaran akan semakin sulit.

Bentuk kekuatan sruktur dan legitimasi itu antara lain ; expose media massa yang

berlangsung secara terus menerus, system pendidikan, aturan dan norma, kebiasaan,

dan bentuk lainnya. Menurut Freire (1984), perjuangan bagi pembebasan harus oleh

kaum tertindas itu sendiri. Oleh karena itu perlu proses dalam penyadaran diri,

mengenal dan memahani kemampuan dan ptensi dirinya untuk maju, berubah kearah

kehidupan yang lebih baik.

E. Peran Advokasi dan Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan masyarakat adalah berasal dan dicukupi oleh anggaran

pemerintah, meskipun dalam prakteknya tidak semua pembiyaan, fasilitasi, advokasi

dicukupi oleh pemerintah, tetapi anggaran pemerintah sangat diperlukan sebagai

pemicu, pemancing atau stimulant bagi pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Menurut Mardikanto (2013) dalam bukunya Pemberdayaan Masyarakat Oleh

(7)

pihak lain yaitu : swadaya masyarakat, sumbangan masyarakat, tanggung jawab social,

kelompok organisasi masyarakat, pinjaman luar negeri, hibah dan bantuan donor.

1. Swadaya Masyarakat, bentuk parstisipasi masyarakat dalam biaya pengembangan

adalah swadaya masyarakat, seringkali swadaya masyarakat lebih besar

dibandingkan dana yang disiapkan oleh pemerintah seperti pada proyek-proyek

inpres dimasa lalu.

2. Sumbangan Masyarakat, beragam sumbangan masyarakat dapat dijumpai pada

UPKK (Usaha Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi), pengumpulan dana

kestiakawanan social, beasiswa, santunan yatim piatau dan lain sebagainya.

3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, praktik CSR di Indonesia pada umumnya

masih bersifat kepedulian (pilantrophy), kedermawanan berupa kegiatan yang

bersifat kreatif. Sedangkan praktik CSR yang benar-benar berupa program

pemberdayaan masyarakat (community empowerment) belum banyak dilakukan.

4. Kelompok organisasi masyarakat, pengembangan kegiatan pemberdayaan

masyarakat banyak juga dilakukan oleh kelompok masyarakat, kelompok hobi,

kelompok adat, kelompok organisasi keagamaan, iuran RT/RW, LSM dan lainnya.

5. Pinjaman luar negeri, sudah bukan rahasia umum, jika kegiatan pengembangan

masyarakat yang dilakukan pemerintah seperti, Bimas, KB, PNPM dll, dibiayai oleh

dana pinjaman luar negeri antar pemerintah

6. Hibah / Bantuan donor, lembaga kemasyarakatan atau LSM sringkali melakukan

pengembangan masyarakat yang dibiayai oleh hibah atau bantuan donor, perlu

dikritisi agar tidak terjebak pada agenda terselubung pemberi donor agar tidak

merugikan bahkan membahayakan kedaulatan Negara sehingga Negara harus

terpaksa menghentikan bantuan yang diberikan.

F. Kesimpulan

Prinsip-prinsip diatas akan menjadi acuan sehingga pemberdayaan dapat

dilakukan secara benar. Mengacu kepada permasalahn kampong pulo diatas maka

penulis meninjau berdasarkan perseftik model pemberdayaan yang di gambarkan pada

(8)

1. Bahwa pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah Jakarta belum

dilakukan secara dan dengan cara yang demokratis, karena masih terdapat

unsur paksaan.

2. Sasaran pemberdayaan adalah sebagai subjek atau pelaku dalam kegiatan

pemberdayaan, akan tetapi masalah diatas pemberdayaan dipergunakan

sebagai objek sehingga masyarakat kampong pulo merasa terampas hak dan

kewajibannya tidak terpenuhi secara menyeluruh.

3. Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu,

sehingga dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Masalah

kampong pulo tidak melakukan prinsip ini sehingga masyarakat merasa

teraniaya dan menderita dengan adanya alat-alat berat yang sifatnya adalah

pemaksaan kehendak bukan berdasarkan kesadaran.

4. Pemberdayaan tidak bisa dilakukan hanya terdiri dari satu aspek saja, tetapi

perlu dilakukan secara holistic terhadap semua aspek kehidupan yang ada

dalam masyarakat. Pada kasus kampong pulo masyarakat tidak diajak untuk

berkomunikasi, bertukar fikiran sehingga maksud dan tujuan pemerintah yang

sebanarnya baik dianggap kurang berpihak pada kepentingan masyarakat,

sehingga terjadi pemberontakan (pembantahan) dimana perilaku mereka

sebagai bentuk perlawanan dari ketidak adilan bukan bentuk tantangan pada

program pemerintah.

5. Pemberdayaan perlu melibatkan berbagai pihak yang ada dan terkait dalam

masyarakat, mulai dari unsur pemerintah, tokoh, guru, kader,ulama,

pengusaha, relawan dan anggota masyarakat lainnya. Semua pihak tersebut

dilibatkan sesuai peran, potensi dan kemampuannya. Dengan adanya hal

tersebut semua pihak akan menyadari peran dan potensinya sehingga pada

saat pemerintah melakukan pemberdayaan, pengembangan masyarakat,

baik secara fisik, mental, ekonomi dan sosial, budaya tidak berbenturan dan

saling berhadapan antara pemerintah dan masyarakat. Dimana ujungnya

program tidak pernah tersampaikan dengan baik dan tujuan menyimpang dari

(9)

G. Daftar Pustaka

1. Anwas, M Oss. 2014. Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung :

Alfabeta

2. Kompas. Edisi 15 Agustus 2015. Kampung Pulo Relokasi Manusiawi Tak

Terwujud. Jakarta pos.

3. Rapport, J. 1984. Studies in Empowerment : Intruduction on the Issue,

Preventation in Human Issue.USA

4. Djohani, R. 2003. Partisipasi Pemberdayaan dan Demokrasi Komunitas.

Bandung : Studio Driya Media.

5. Slamet, M. 2003. Menata Sistem Penyuluhan Pertanian Menuju Pertanian

Modern. Bogor : IPB Press.

6. Suharto, E. 2011. Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan

Masyarakat. Makalah seminar kesejahteraan Sosial. Dewan Nasional

Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS). Jakarta desember 2011.

7. Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. 2008. Community Development :Alternatif

Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Terjemahan Sastrawan

Manulung dkk. Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

8. Freire, P. 1984. Pendidikan Pembebasan Perubahan Sosial. Penerjemah

Mein Joebhar. Jakarta : PT. Sangkar Pulsar.

9. Mardikato, T. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Oleh Perusahaan, Acuan

Gambar

Gambar 1. Arah dan tujuan pemberdayaan masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Banyak disepanjang jalan di kota yogyakarta / kita jumpai keberadaan becak dan andong/ serta aktivitas dari para pengemudinya// Aktivitas dari mereka / ada yang sedang

[r]

strategis, citra hasil hortikultura yang baik dan organisasi petani yang terstruktur. Dari sumber daya internal yang dimiliki oleh Desa Citapen, teridentifikasi lima

Media adalah alat bantu pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Djamarah Syaiful. Wahana dari sumber pesan

the construction of the simulation scenarios (choice of the interior and exterior parameters of cameras), the tool for computing the image coordinates of targets given a 3D model of

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jenis model yang digunakan adalah Model STAD. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas X 6

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Krembangan Kota Surabaya yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam kegiatan

Sejak diluncurkannya program PHBM oleh Perhutani sampai saat ini (2015) pelaksanaan PHBM di lapangan sangat beragam, terdapat pelaksanaan PHBM yang berjalan dengan