• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II dan TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II dan TINJAUAN TEORI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Pengertian

Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus di ingat pada keadaan tertentu dimana parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi , perdarahan akut, dan kehamilan . oleh karena itu dalam diagnosa anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Kadar Hb normal laki-laki dewasa < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hami < 12 g/dl (Amin Huda Nuratif & Hardhi Kusuma, 2015)

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah dan kadar hemoglobin (HB) atau hematokrit (HT) di bawah normal, anemia menunjukkan suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh. Beberapa menyebabkan ketidakadekuatan pembentukan sel-sel darah merah (eritropoiesis), sel darah merah prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan (hemolisis), kehilangan darah (penyebab paling umum ), faktor lain nya yaitu defisiensi zat besi dan nutrien, faktor-faktor hereditas, dan penyakit kronis (Taqiyyah Bararah, & Mohammad Jauhar, 2008)

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehigga tidak mampu memenuhi fungsiya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan. ( Ns. Tarwoto & Dra. Wartonah, 2008 )

(2)

Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya jumlah hingga dibawah nilai normal jumlah SDM, kuantitas hemoglobin, volume darah packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium. (Sylvia & Lorraine, 2005)

Dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa anemia adalah penurunan jumlah kadar sel darah merah dan hemoglobin yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Kadar Hb normal laki-laki dewasa < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hami < 12 g/dl.

2. Anatomi fisiologi

(3)

Menurut Rusbandi Sarpini (2013 : 85) Darah adalah cairan tubuh yang terdiri dari plasma dan sel atau struktur seperti sel. Dalam tubuh orang dewasa, volumenya sekitar 5-6 liter atau 7% dari berat badan. Plasma meliputi 53-57% dari seluruh volume darah, terdiri dari 90% air, 7-9% protein, 0,1% glukosa, 1% bahan anorganik. Bahan protein dibagi dalam 3 jenis yaitu albumin (mengatur tekanan osmotik dalam darah serta mengatur volume air dalam darah), globulin (berhubungan dengan fungsi antibodi / kekebalan tubuh), dan fibrinogen (protein yang penting dalam pembekuan darah).

Fungsi darah adalah : a. Transport internal

Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme.

1. Respirasi

Gas oksigen dan karbondioksida dibawa oleh hemoglobin dalam sel darah merah dan plasma, kemudian terjadi pertukaran gas di paru-paru.

2. Nutrisi

Nutrisi/zat gizi diabsorbsi dari usus, kemudian dibawa dalam plasma kehati dan jaringan – jaringan lain yang digunakan untuk metabolisme.

3. Sekresi

Hasil metabolisme di bawa plasma ke dunia luar melalui ginjal.

4. Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa dan juga berperan dalam hemoestasis.

(4)

b. Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme, yang merupakan fungsi dari sel darah putih.

c. Proteksi terhadap cedera dan perdarahan

Proteksi terhadap respon peradangan lokal terhadap cedera jaringan. Pencegahan perdarahan merupakan fungsi dari trombosit karena adanya faktor pembekuaan, fibrinolitik yang ada dalam plasma.

d. Mempertahankan temperatur tubuh

Darah membawa panas dan bersirkulasi keseluruh tubuh. Hasil metabolisme juga menghasilkan energi dalam bentuk panas. Sel darah meliputi 43-47% dari seluruh volume darah. Dikenal ada 3 jenis sel darah yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit (platelet).

1. Eritrosit

Sel darah merah merupakan sel terbanyak, yaitu sekitar 5 juta / mm3 darah. Bentuknya dalam sirkulasi darah berbentuk

biconcave (cekung pada kedua sisinya), tidak mempunyai inti sel. Inti sel darah merah ini menghilangkan saat lahir sebagai suatu proses pematangan sel yang terjadi di sumsum tulang merah. Oksigen dan CO2 dalam sel darah merah ini terikat pada

hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah. Pada laki-laki dewasa setiap 100 ml darah mengandung 14-16 gr hemoglobin. Fungsi sel darah merah yaitu mengangkut O2 ke

jaringan /organ tubuh dan membawa kembali CO2 dari

(5)

merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin. Pada tubuh orang dewasa kira-kira mengandung 50 mg besi per 100 ml darah. Total kebutuhan zat besi kira-kira antara 2–6 gr, tergantung berat badan dan kadar Hb nya.

Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membran dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Komponen eritrosit adalah sebagai berikut :

a) Membran eritrosit

b) Sistem enzim : enzim G6PD (Glucose 6-Phosphatedehydrogenase)

c) Hemoglobin, komponennya terdiri atas : heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi, sedangkan globin bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.

Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin berfungsi untk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Oksihemoglobin merupakan hemoglobin yang erkombinasi/berikatan dengan oksigen. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin.

(6)

membentuk sel darah merah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial ini mampu berdiferensiasi menjadi sel darah merah sistem eritrosit, mieloid, dan megakariosibila yang dirangsang oleh eritropoeitin. Sel induk multiponsial tidak mampu berdiferensial menjadi sel induk unipotensil. Sel induk unipotensial tidak mampu berdiferensiasi lebih lanjut, sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan berdiferensiasi menjadi sel pronormoblas akan membentuk DNA yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali fase mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi. Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang memerlukan besi, vitamin B12, asam folat, piridoksin (vitamin B6), kobal, asam amino, dan tembaga.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perubahan morfologi sel yang terjadi selama proses diferensiasi sel pronormoblas sampai eritrosit matang dapat dikelompokan kedalam 3 kelompok, yaitu sebagai berikut :

a) Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel. b) Inti sel menjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan

pada tingkatan eritroblas asidosis.

c) Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang di ikuti dengan hilangnya RNA dari dalam sitoplasma sel.

Jumlah normal eritosit pada dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100cc dara. Normal Hb wanitab11,5 mg% dan Hb laki-lakin13,0 mg%. Sifat-sifat sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel seperti berikut :

(7)

b) Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.

c) Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil. d) Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar. e) Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu

sedikit.

f) Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.

Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah, sifat ini memugkinkan sel tersebut masuk ke mikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan. Apabila sel darah merah sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi.

(8)

Pengahncuran sel darah merah terjadi karena proses penuaan (senescence) dan proses patologis (hemolisi). Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi dua kelompok sebagai berikut :

a) Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat digunakan kembali.

b) Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan digunkan ulang, dan bilirubin yang akan di ekskresikan melalui hati dan empedu.

2. Leukosit

Dalam keadaan normal jumlah sel darah putih ini sekitar 5000 – 9000 / mm3 . Ada beberapa tipe sel darah putih,

masing– masing mempunyai karakteristik sendiri – sendiri mengenai ukuran, bentukan dan warnanya :

a) Neutrophil, meningkat pada infeksi kuman.

b) Eosinophil, meningkat pada infeksi cacing, flu atau alergi. Berfung sisebagai detoktifikasi protein asing masuk ketubuh

c) Basophil, susah dilihat karena banyak mengandung granule pada sitoplasma.

d) Lymphocyte, meningkat pada infeksi virus. Berfungsi sebagai kekebalan tubuh (antibody).

e) Monocyte, sel darah putih terbesar.

(9)

3. Trombosit (platelet)

Merupakan sel darah pling kecil, jumlah sel ini sekitar 250.000 / mm3. Fungsinya berkaitan dengan pembekuan darah

dan hemostasis (menghentikan perdarahan). Sel darah ini berisi beberapa faktor pembeku darah, bila jumlah nya hanya sedikit dapat menyebabkan pendarahan. Masa hidup trombosit sekitar 10 hari. (Tarwoto, 2008 : 19)

3. Etiologi

a. Gangguan pembentukan darah eritrosit oleh sumsum tulang b. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)

c. Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisis)

( Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015 : 35 )

4. Klasifikasi penyakit

Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis :

a. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang

1. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit a) Anemia defisiensi besi

b) Anemia defisiensi asam folat c) Anemia defesiensi vitamin B12 2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi

a) Anemia akibat penyakit kronik b) Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang a) Anemia aplastik

(10)

c) Anemia pada keganasan hematologi d) Anemia diseritropoietik

e) Anemia pada sindrom mielodisolastik

4. Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronis.

b. Anemia akibat hemoragi

1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik

c. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a) Gangguan membram eritrosit (membranopati) b) Gangguan ensim eritrosit (enzimipati)

c) Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) seperti : thalasemia, hemoglobinopati struktural (Hbs, HbE, dll) 2. Anemia hemolitik eskstrkorpuskular

a) Anemia hemolitik autoimun

b) Anemia hemolitik mikroangiopatik c) Lain – lain

d. Anemia dengan penyebab tidak di ketahui atau dengan patogenesis yang komplek

Klasifikasi berdasakan morfologi dan etiologi :

a. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCV < 27 pg

1. Anemia defisiensi besi 2. Thalasemia mayor

3. Anemia akibat penyakit kronik 4. Anemia sideroblastik

(11)

1. Anemia paska perdarahan akut 2. Anemia aplastik

3. Anemia hemolitik didapat 4. Anemia akibat penyakit kronik 5. Anemia pada gagal ginjal kronik 6. Anemia pada sindrom mielodisplastik 7. Anemia pada keganasan hematologik c. Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl

1. Bentuk megaloblastik

a) Anemia defesiensi asam folat

b) Anemia defesiensi B12, termasuk anemia pernisiosa 2. Bentuk non megaloblastik

a) Anemia pada penyakit hati kronik b) anemia pada hipotiroidisme

c) anemia pada sindrom mielodisplastik (Nanda, Nic, Noc : 2015)

5. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang (misalnya, berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, terpapar toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat idiopati. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang disebut terakhir, masalahnya dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

(12)

limpa. Sebagai efek samping proses ini, bilirubin, yang berbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma. Konsentrasi normalnya 1 mg / dl atau kurang, kadar di atas 1, 5 mg / dl mengakibatkan ikterik pada sklera. (Arif Mutaqin, 2008 : 398)

Karena semua sistem organ dapat terkena, maka anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1) kecepatan timbulnya anemia, (2) usia individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.

Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke

jaringan menurun. Kehilangan darah mendadak (30% atau lebih), seperti pada pendarahan, mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan hipoksemia, termasuk kegelisahan, diaforesis (keringat dingin), takikardi, nafas pendek, dan berkembang cepat menjadi kolap sirkulasi atau syok. Namun, berkurangnya massa SDM dalam waktu beberapa bulan (bahkan pengurangan sebanyak 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya asimtomatik, kecuali pada kerja berat fisik. Tubuh beradaptasi dengan (1) meningkatkan curah jantung dan pernafasan, oleh karena itu meningkatkan pelepasan O2 jaringan-jaringan oleh SDM, (2)

meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, (3) mengembangkan

volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan (4) restribusi aliran darah keorgan-organ vital.

Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari kuranganya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 keorgan-organ vital. Warna kulit

(13)

dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator untuk yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah mudah, hemoglobin biasanya kurang dari 8 gram.

Takikardi dan bising jantung (suaran yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan aliran darah) mencerminkan beban dan curah jantung yang meningkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada orang tua dengan stenosis koroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium. Pada anemia berat, gagal jantung jangan kongesif dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit

kepala, pusing, pingsan, dan tinitus (telingah berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigen pada sistem saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksi, mual, konstipasi atau diare, dan stomatitis (nyeri pada lidah dan membarn mukosa mulut), gejala-gejala umumnya disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti defisiensi zat besi. (Sylvia, 2005)

6. Tanda dan gejala

Menurut Nanda, Nic, Noc 2015 tanda dan gejala anemia yaitu : a. Manifestasi klinis yang sering muncul

1. Pusing

2. Mudah berkunang – kunang 3. Lesu

(14)

7. Cepat lelah

8. Prestasi kerja fisik/pikiran menurun. 9. Nyeri kepala

10. Anoreksia 11. Demam

b. Gejala khas masing – masing anemia :

1. Perdarahan berulang/ kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisiensi besi.

2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut makin buncit pada anemia hemolitik.

3. Mudah terinfeksi anemia aplastik dan anemia karena keganasan.

c. Pemeriksaan fisik

1. Tanda – tanda anemia umum : Pucat, takikardi, pulsus celer, suara pembuluh darah, spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik, perbesaran jantung.

2. Manifestasi khusus pada anemia : a) Defisiensi besi : Spoon nail, glositis b) Defisiensi B12 : Paresis, ulkus di tungkai c) Hemolitik : Ikterus, spelenomegali

7. Aplastik : Anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi.

8. Komplikasi

a. Gagal jantung akibat anemia berat

b. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel – sel lain ikut terkena. (Wiwik Handayani, 2008 : 47)

(15)

1. Tes penyaringan, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen – komponen berikut ini : Kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, dan MCHV), apusan darah tepi.

2. Pemeriksaan darah seri anemia, hitung leukosit, trombosit, laju endap darah (LED), dan hitung retikulosit.

3. Pemeriksaan sumsum tulang : Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai keadaan sistem hematopoesis.

4. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosa awal yang memiliki komponen berikut ini :

a) Anemia defesiensi besi : Serum ion, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.

b) Anemia megaloblastik : Asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.

c) Anemia hemolitik : Hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.

d) Anemia pada leukimia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.

b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis : Faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal hati, biakan kuman.

c. Radiologi : Torax, bonne survey, USG, atau linfangiografi. d. Pemeriksaan sitologenetik.

e. Pemeriksaan biologi mokekuler (PCR : Polymerase chain raction, FISH : fluorescense in situ hybridization)

(Nanda, Nic, Noc, 2015 : 37)

(16)

Penatalaksanaan anemia diajukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. Penetalaksaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu :

a. Anemia aplastik

Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7–10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan tranfusi RBC rendah leukosit dan platelet.

b. Anemia pada penyakit ginjal

Pada pasien dialisis harus di tangani dengan pemberian zat besi dan asam folat. Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin rekombinan.

c. Anemia pada penyakit kronis

Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk anemianya. Dengan menangani kelainan yang mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan sendirinya.

d. Anemia defisiensi besi dan asam folat

Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberikan sulfas ferosus 3x10 mg/hari. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %.

e. Anemia megaloblastik

1. Defisiensi vitamin B12 di tangani dengan pemberian vitamin B12, bila defisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.

(17)

3. Pada anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/ hari.

4. Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbsi, penanganan nya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari secara IM.

f. Anemia pasca perdarahan

Dengan memberikan tranfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.

g. Anemia hemolitik

Dengan pemberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis.

(Nanda, Nic, Noc, 2015 : 38)

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian

Menurut Taqiyah Bararah, 2012 pengkajian anemia yaitu : a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum, penurunan

semangat untuk bekerja, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak, toleransi latihan rendah.

Tanda : Takikardi / takipnea, dispnea pad bekerja atau istirahat, letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya, kelemahan otot dan penurunan kekuatan, ataksia, tubuh tidak tegak, bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda- tanda lain yang menunjukkan keletihan.

b. Sirkulasi

(18)

riwayat endokarditis infektif kronis, palpitasi (takikardia kompensasi).

Tanda : TD peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan

tekanan nadi melebar, hipotensi postural, disritmia, abnormalitas EKG, takikardia, bunyi jantung mumur sistolik (DB), ekstermitas (warna) : pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir),dan dasar kuku, kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA), skelera : biru atau putih seperti mutiara (DB), pengisisan kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vaskontriksi kompensasi), kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia), rambut kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature.

c. Integritas ego

Tanda : Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misal nya penolakan tansfusi darah. Gejala : Depresi .

d. Eliminasi

Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal, flatulen, sindrome, malabsorbsi, hematemisis, feses dengan darah segar, melena, diare atau konstipasi, penurunan haluaran urine. Tanda : Distensi abdomen.

e. Makanan / cairan

(19)

f. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah.

Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis. g. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala. h. Pernapasan

Gejala : Riwayat TB, abses paru, nafas pendek pada istirahat dan aktivitas

Tanda : Takipnea, ortopnea dan dispnea. i. Seksualitas

Gejala : Perubahan aliran menstruasi misal nya menoragia atau amenorea, hilang libido (pria dan wanita), impoten. Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat.

2. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi darah.

b. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi denyut jantung.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses metabolisme yang terganggu. (Nanda, Nic, Noc, 2015 : 38)

(20)

Menurut Taqiyyah Bararah, 2013 & Tarwoto, 2008

a. Gangguan perfusi jaringan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi darah.

Tujuan : Gangguan perfusi jaringan kembali adekuat. Kriteria hasil : Menujukkan perfusi adekuat, misal tanda – tanda

vital stabil. Intervensi dan rasional :

1. Kaji tanda – tanda gangguan perfusi jaringan tubuh.

Rasional : Data dasar untuk menentukan perkembangan status pasien.

2. Observasi keadaan kulit : Suhu, tugor, kelembaban setiap hari. Rasional : Merupakan indikasi gangguan perfusi jaringan. 3. Catat intake nutrisi.

Rasional : Adekuat intake nutrisi akan meningkatkan Hb dan eritrosit.

4. Ukur tanda vital setiap 8 jam : Tekanan darah, pernafasan, nadi, dan suhu.

Rasional : Gangguan perfusi biasanya di dapatkan penurunan tekanan darah, peningkatan pernafasan.

5. Kaji capillary repil pasien setiap 8 jam.

Rasioanl : Pengisian kapiler menetukan efektif tidaknya perfusi jaringan.

6. Berikan posisi nyaman.

Rasional : Meningkatkan efektiftas pernafasan. 7. Kolaborasi dalam pemberian terapi.

Rasional : Meningkatkan kadar eritrosit dan Hb.

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

(21)

Kriteria hasil : Menujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal, tidak mengalami tanda malnutrisi, menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk

meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.

Intervensi dan rasional :

1. Kaji kebiasaan makan pasien.

Rasional : Kebiasaan makan pasien menentukan asupan makan pasien.

2. Kaji kembali penyebab gangguan kebutuhan nutrisi. Rasional : Validasi data untuk menentukan intervensi lebih lanjut.

3. Timbang berat badan setiap 3 hari jika kondisi pasien memungkinkan.

Rasional : Berat badan sebagai salah satu indikator gangguan nutrisi.

4. Berikan makanan dalam keadaan hangat. Rasional : Meningkatkan nafsu makan.

5. Bantuan pasien makan jika tidak mampu melakukannya sendiri dan catat intake makan pasien.

Rasional : Memenuhi dan menilai kebutuhan nutrisi pasien. 6. Observasi tekanan darah,nadi, setiap 4 jam.

Rasional : Tekanan darah yang rendah salah satu indikator kekurangan nutrisi.

7. Observasi rutin setiap hari tanda – tanda kekurangan nutrisi : Konjungtiva, sklera, tonus otot.

Rasional : Menentukan perkembangan status nutrisi. 8. Monitor albumin dengan kolaborasi medis.

(22)

9. Lakukan pengobatan seperti pemberian vitamin, obat antiemetik, obat peningkat nafsu makan.

Rasional : Meningkatkan asupan makan. 10. Menganjurkan pasien oral hygine.

Rasional : Meningkatkan asupan makan pasien. 11. Berikan pendidikan kesehatan tentang anemia, diet.

Rasional : Meningkatkan pengetahuan.

c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi denyut jantung

Tujuan : Nyeri hilang.

Kriteria hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri (skala, intensitas nyeri, frekuensi dan tanda nyeri), menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi dan rasional :

1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

Rasional : Variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.

2. Atur posisi fisiologi.

Rasional : Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen kejaringan yang mengalami iskemia.

3. Ajarkan tehnik relaksasi pernafasan dalam.

(23)

nyeri sekunder mengalami iskemia.

4. Anjurkan kepada pasien melaporkan nyeri dengan segera. Rasional : Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik

yang berdampak pada kematian mendadak.

5. Kolaborasi dalam pemberian analgesik u tuk mengurangi nyeri Rasional : Menurunkan nyeri hebat.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin. Tujuan : Infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : Mengidentifikasi perilaku untuk

mencegah/menurunkan resiko infeksi,

meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.

Intervensi dan rasional :

1. Tingkatkan cuci tangan yang baik, oleh pemberi perawatan dan pasien.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bakterial. Catatan : pasien dengan anemia berat / aplastik dapat beresiko akibat flora normal kulit.

2. Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka. Rasional : Menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri. 3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.

Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit/jaringan dan Infeksi.

4. Pantau atau batasi pengujung. Berikan isolasi bila memungkinkan.

(24)

5. Pantau suhu tubuh. Catatan : Adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.

Rasional : Adanya proses inflamasi /infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan.

6. Amati eritema/cairan luka.

Rasional : Indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.

7. Ambil spesimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi)

Rasional : Membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.

8. Berikan antiseptik topikal : Antibiotik sistemik (kolaborasi). Rasional : Mungkin digunakan secara propilaktil untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi lokal .

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses metabolisme yang terganggu.

Tujuan : Aktivitas sehari – hari pasien terpenuhi dan meningkatkan kemampuan aktivitas.

kriteria hasil : Pasien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala – gejala yang berat, terutama mobilisasi ditempat tidur.

Intervensi dan rasional :

1. Kaji kemampuan aktivitas pasien, lakukan istirahat seacara berkala.

(25)

2. Anjurkan pasien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya mengejan saat defekasi.

Rasional : Dengan mengejan dapat mengakibatkan takikardi serta peningkatan tekanan darah.

3. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas. Rasional : Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan, dan mencegah aktivitas berlebih.

4. Berikan diet tinggi kalori, tinggi protein. Rasional : Meningkatkan kadar Hb. 5. Monitor hemoglobin dan hematokrit.

Rasional : Salah satu indikator sirkulasi darah. 6. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.

Rasional : Meningkatkan Hb dan sirkulasi darah.

4. Implementasi

Merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya – bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, teknik komunikasi kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak – hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien . (Taqiyyah Bararah & Mohammad Jauhar : 2013)

5. Evaluasi keperawatan

(26)

intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentan tujuan yangt dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. (Taqiyyah Bararah & Mohammad Jauhar : 2013)

a. Gangguan jaringan tubuh kembali adekuat b. Nutrisi kembali adekuat

c. Nyeri akut teratasi

d. Resiko infeksi tidak terjadi e. Intoleransi aktivitas teratasi

6. Discharge planning

a. Menjalani diet dengan gizi seimbang

b. Asupan zat besi ang terlalu berlebihan bisa membahayakan yang menyebabkan sirosis, kardiomiopati, diabetes, dan kanker jenis tertentu. Suplemen zat besi hanya boleh dikonsumsi atas anjuran dokter.

c. Makan – makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B12 seperti ikan, produk susu, daging, kacang – kacangan, sayuran berwarna hijau tua, jeruk, biji – bijian.

d. Hindari pemaparan berlebihan terhadap minyak, insektiasida, zat kimia dan zat toksik lainnya karena juga dapa menyebabkan anemia.

e. Konsultasi kembali jika gejala anemia menetap dan untuk mengetahui faktor penyebab.

f. Ajarkan kepada orang tua tentang cara – cara melindungi anak dari infeksi

Gambar

Gambar : 2.1 Anatomi fisiologi

Referensi

Dokumen terkait

• Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi..

Cerita yang pernah ditampilkan dalam ludruk Karya Budaya yaitu cerita pakem yang ditampilkan bersumber dongeng kehidupan sehari – hari, cerita hiburan, cerita yang beradaptasi

Tan Malaka secara lugas dan tegas pemikirannya tersebut memang merupakan pemikiran dari barat yang coba diterapkan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, akan

kerisauan Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihi shalatu wa salam, diamana beliau tidak mengkhwatirkan tentang uang yang akan masuk, tetapi yang beliau khawatirkan adalah

Dalam lingkungan rumah susun yang sebagian dan seluruhnya digunakan sebagai hunian untuk jumlah satuan hunian yang tertentu, selain penyediaan ruang dan/atau

closing program dan tampilan credit title, Background music yang dipilih adalah lagu Iggy Azelea – Black Window yang bertempo sedang pada awal lagu, kemudian

Dari hasil observasi pendahuluan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa kegiatan kepramukaan di SMA Negeri 14 Surabaya sudah berjalan sesuai dengan Syarat