• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

1. Pengertian

DM didefinisikan sebagai suatu penyakit dan gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produk insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

DM adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup (Lestari, 2009).

Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO,1999).

Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).

(2)

DM adalah suatu sindrom gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin/ berkurangnya efektivitas biologic dari insulin (atau keduanya) (Greenspan dan baxter, 2000).

DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Tjokronegoro, 2002).

Menurut Adam (1996) bahwa DM adalah suatu intoleransi karbohidrat baik yang berat maupun yang ringan yang terjadi pertama kali. Penyakit DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan intoleransi glukosa.

Menurut Long (1996) bahwa yang dinamakan DM adalah suatu penyakit yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf dan pembuluh darah.

Menurut Carpenito (1997) bahwa DM adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). 2. Tanda dan gejala, faktor risiko Diabetes Melitus

Banyak makan (Polifagia), banyak minum (Polidipsi), banyak kencing (Poliuria), lemas, berat badan turun merupakan tanda dan gejala dari diabetes (Tony, 2009).

(3)

Genetik, aktivitas fisik yang rendah, pola makan yang tidak benar, obesitas, umur, ras merupakan factor risiko dari diabetes.

3. Klasifikasi Diabetes Mellitus a. Diabetes Mellitus tipe I

1) Etiologi

Ditandai dengan penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungannya (misalnya, infeksi virus)diperkirakan turut menimbulkan destruksi beta (Smeltzer, 2002).

Hasil dari kerusakan sel beta pankreas dari infeksi atau agen lingkungan. Memicu sistem kekebalan dalam rentan secara genetik individu untuk mengembangkan suatu respon autoimun terhadap sel beta pankreas mengubah antigen atau molekul dalam sel beta yang menyerupai protein virus. Saat ini, autoimun dianggap sebagai faktor utama dalam patofisiologi DM tipe 1. Prevalensi meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lainnya, seperti penyakit Graves, Hashimoto tiroiditis, dan penyakit Addison. Sekitar 95% pasien dengan DM tipe 1 harus baik Leukocyte manusia antigen (HLA)-DR3 atau HLA-DR4. HLA-DQs dianggap penanda spesifik tipe 1 DM kerentanan (Hussain, 2010).

(4)

2) Patofisiologi dan Patogenesis Patofisiologi:

Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun. Pada DM tipe I cenderung terjadi ketoasidosis diabetik (Haryudi, 2009).

Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria) (Smeltzer, 2002).

Pathogenesis:

Tipe 1 diabetes (T1D) adalah hasil dari pemusnahan selektif memproduksi insulin sel beta di Langerhans pankreas. T1D adalah karena interaksi yang kompleks antara beta-sel, sistem kekebalan tubuh, dan lingkungan di rentan genetik individu.

(5)

Dalam sel-sel beta terpapar IL-1 beta, sebuah perlombaan antara merusak dan peristiwa pelindung dimulai. Protein terlibat dalam banyak proses seluler, dan dengan demikian diharapkan bahwa profil ekspresi kumulatif mereka mencerminkan aktivitas spesifik sel. Proteomics mungkin berguna dalam menggambarkan profil ekspresi protein sehingga fenotipe diabetes. Proteomics telah diterapkan dalam studi membedakan sel beta. Sebaliknya kumulatif perubahan pola tampaknya bantuan apa transisi dari stabilitas dinamis gentar beta-sel untuk ketidakstabilan dinamis dan pada akhirnya sel beta kehancuran (Proteomika,2005).

3) Penatalaksanaan

Pada dugaan DM tipe-1 penderita harus segera rawat inap. Insulin Dosis total insulin adalah 0,5 - 1 UI/kg BB/hari. Selama pemberian perlu dilakukan pemantauan glukosa darah atau reduksi air kemih. Gejala hipoglikemia dapat timbul karena kebutuhan insulin berkurang selama fase ”honeymoon”. Pada keadaan ini, dosis insulin harus diturunkan bahkan sampai kurang dari 0,5 UI/kg BB/hari, tetapi sebaiknya tidak dihentikan sama sekali (Haryudi, 2009).

Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga

(6)

secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet) (Khomzah, 2008).

b. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DM T II) 1) Etiologi

Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada DM tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat juga faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II. Faktor-gaktor itu diantaranya adalah usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga, kelompok etnik (Rapani, 2010).

2.) Patofisiologi dan Patogenesis Patofisiologi:

Pada DM tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya reseptor insulin tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat

(7)

peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan maka glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe II (Rapani, 2010).’

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah yang disekresikan. Keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dippertahankan pada tingkat yang normal. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Smeltzer, 2002).

Pathogenesis:

DM tipe2 adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat defek sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik berhubungan dengan kerusakan, disfungsi dan gangguan berbagai organ. Patogenesis DM tipe 2 sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun peranan faktor genetik dan faktor lingkungan dalam proses terjadinya DM tipe 2 sudah diketahui dengan pasti. Disamping itu defisiensi sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan resistensi insulin diperifer merupakan 2 keadaan yang ditemukan secara bersamaan pada DM tipe2. Yang menjadi masalah adalah proses mana yang lebih dahulu terjadi belum

(8)

diketahui dengan pasti. Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan berdasarkan kriteria WHO, yaitu bila ditemukan gejala klinis yang khas DM seperti poliuri, polidipsi dan polifagi serta penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya dan kadar glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl maka diagnosis DM dapat ditegakkan (Sanusi, 2006).

3.) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien DM tipe 2 yaitu dengan terapi penyesuaian nutrisi, ditambah dengan pemberian metformin. Pasien dengan gejala ringan atau tidak terdiagnosis biasanya dapat diterapi rawat jalan (Votey, 2008).

Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah (Khomzah, 2008).

(9)

B. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat di definisikan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya (Mutaqin,2008).

Aktivitas fisik di bagi menjadi dua yaitu aktivitas fisik internal dan aktivitas fisik ekternal. Aktivitas fisik internal adalah suatu aktivitas fisik dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh sewaktu istirahat, sedangkan aktivitas fisik secara ekternal adalah aktivitas fisik yang dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang dilakukan selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi (Agustaria, 2009).

Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran energi secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik, mental, dan kualitas hidup sehat (Hidayati, 2006). Istirahat dapat membantu menstabilkan gula darah karena dalam istirahat hanya membutuhkan kalori yang sedikit yang tergolong dalam aktivitas ekstrinsik yang membutuhkan banyak kalori (George, 1995).

Salah satu cara yang mudah untuk mencegah penyakit diabetes adalah dengan berjalan kaki. Aktivitas fisik yang termasuk ringan hingga sedang dan aktivitas fisik yang lebih intensif, bisa mengurangi risiko terkena diabetes. Penelitian di Australia mengindikasikan bahwa partisipan yang berjalan kaki antara 85 menit-3 jam per minggu, bisa mengurangi risiko terkena diabetes hingga 31%. Intensitas berjalan yang rutin (5 hari

(10)

per minggu) setidaknya selama 3 jam per minggu bisa mengurangi risiko terkena diabetes pada remaja (Bararah, 2010).

Berjalan kaki dengan benar dan teratur sangat baik bagi tubuh perempuan, yang cukup rentan terkena penyakit. Berjalan kaki merupakan salah satu contoh olahraga menggunakan arena saat berjalan, kita menopang berat tubuh kita sendiri. Berjalan kaki harus dilakukan dengan aturan yang benar. Sebanyak 10000 langkah per hari adalah ukuran yang dianggap aktif. Dengan berbagai fisik harian sepeti berjalan kaki, menggunakan tangga dari pada lift, menyapu, berdansa. Dengan begitu 10000 langkah dalam berjalan kaki menjaga kesehatan tulang (Tudor, 2008).

Mengukur banyaknya langkah dalam sehari. Menurut hasil risetnya :

1. 1000 – 4000 langkah = Buruk

2. 4000 – 8000 langkah = Sedang

3. 8000 – 10000 langkah = Baik

Mengacu teori Orem disebutkan bahwa aktivitas adalah upaya yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan. Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat harus dijaga, bagi penderita DM aktivitas akan mempengaruhi peningkatan metabolik di dalam tubuh. Aktivitas membutuhkan kalori sedangkan bahan untuk memperoleh kalori salah satunya dengan metabolik glukosa sehingga

(11)

aktivitas akan mempengaruhi indek glukosa darah. Istirahat dapat membantu menstabilkan gula darah karena dalam istirahat hanya membutuhkan kalori yang sedikit yang tergolong dalam aktivitas intrinsik, dibandingkan dengan aktivitas ektrinsik yang membutuhkan banyak kalori (George, 1995).

Teori sistem keperawatan merupakan toeri yang menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi oleh perawat atau pasien itu sendiri. Dalam pandangan sistem ini, Orem memberikan identifikasi dalam system pelayanan keperawatan diantaranya:

1. Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Copensatory System).

Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan, dan ambulansi serta adanya manipulasi gerakan.

2. Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System).

Merupakan system dalam pemberian perawatan diri sendiri secara sebagian saja ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal.

3. Sistem Supportif dan Edukatif. Merupakan system bantuan yang diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan

(12)

dengan harapan pasien mampu memerlukan perawatan secara mandiri. System ini dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran.

C. Kadar Gula Darah

Pengertian gula darah adalah bahan energi utama untuk otak yang diperoleh melalui proses pemecahan senyawa karbohidrat. Kekurangan glukosa sebagaimana kekurangan oksigen, akan mengakibatkan gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan, bahkan kematian jaringan jika terjadi secara berkepanjangan. Gula darah merupakan hasil pemecahan dari karbohidrat yang dengan bantuan energi adenosin tri phospate (ATP) akan menghasilkan asam piruvat dan bisa digunakan menjadi energi untuk aktivitas sel (Wiyono, 1999).

Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon, kortisol; system reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas fisik yang dilakukan (Dewi, 2008).

Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dl {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l

(13)

{milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl (Khomzah, 2008).

Menurut Pranadji et al. (2001) tanda-tanda pasti dari DM adalah kenaikan kadar gula darah yang lebih dari normal.

1. Kriteria Diagnostik Gula Darah

Bukan Diabetes Pra Diabetes Diabetes

Puasa < 110 110-125 ≥126

Sewaktu <110 110-199 ≥200

Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, nisalnya pada wanita yang sedang hamil (Lestari, 2009). Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal (Khomzah, 2008).

2. Kadar Gula Darah Tinggi (hiperglikemia)

Seseorang disebut diabetisi atau menderita diabetes jika pemeriksaan gula darah puasanya melebihi angka 126 mg/ dl atau selama 2 kali berturut-turut pemeriksaan gula darah 2 jam sesudah makan angka yang didapat melebihi 180 mg/ dl (Matanews, 2009).

Kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada pagi hari dapat disebabkan oleh dosis insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, 2002).

(14)

3. Kadar Gula Darah Rendah (hipoglikemia)

Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut Diabetes Mellitus (DM).

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi sedangkan pada hipoglikemia kadar gula darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi (Fahmi, 2010).

Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya (Darni, 2006).

Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula (Lestari, 2009).

(15)

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Sistem Keperawatan Dasar (Basic Nursing Sistem) Orem (George, 1995)

Sistem kompensasi penuh: Tindakan perawat:

• Membantu pasien melakukan self-care.

• Mengkompensasi ketidakmampuan pasien

dalam melakukan self-care.

• Mendukung dan melindungi pasien.

Sistem kompensasi sebagian: Tindakan perawat:

• Melakukan pengkajian kebutuhan perawatan diri pasien.

• Membantu keterbatasan perawatan diri pasien.

• Membantu pasien sesuai kebutuhan. Tindakan pasien::

• Mengkaji kebutuhan perawatan diri. • Mengatur agensi perawatan diri. • Menerima asuhan dan bantuan perawat. Sistem suportif dan edukatif:

Tindakan perawat:

• Mangatur latihan dan agensi. Tindakan pasien:

• Mendapat bantuan perawatan diri. Pasien mengalami keterbatasan (pasien dengan DM) Kadar Gula Darah

(16)

E. Kerangka Konsep

F. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah “Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pasien DM di RSUD Banjarnegara”.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori Sistem Keperawatan Dasar (Basic Nursing Sistem)  Orem (George, 1995)

Referensi

Dokumen terkait

Barat, sedangkan wajib pajak adalah pemegang hak-hak/pemiliknya untuk membayar pajak tanah tersebut. Pengenaan pajak dilakukan dengan penerbitan surat pengenaan pajak

Dfliarapkan dari hasil penelitian ini dapat diketahui besarnya variasi jenis yang terdapat antar jenis tegakan maupun di bawah tajuk tegakan yang sejenis, yang pada akhirnya

Penciptaan karya Dimensi Spasial dalam Fotografi Ekspresi adalah proses kreatif dalam melihat dan menanggapi fenomena yang sangat dekat dalam keseharian, bahkan

Adapun dengan pertimbangan biaya produksi, biaya operasional, serta besarnya RAP yang dapat di recycle maka variasi Bitumen Murni Ex-RAP 30% + Bitumen Fresh 70% + Additive

sehingga berubah menjadi senyawa yang tidak aktif, atau mengalami pelarutan seperti pada kasus vitamin larut air yang hilang pada proses blansing atau pemasakan.. • Vitamin

002 /POKJA/KUTOWINANGUN/2017 SRI WAHYUNI P PEKANBARU, 01 NOPEMBER 1970 DS TUNJUNGSETO RT 01/I KEC

Box Culvert yang digunakan sebagai akses lalu lintas adalah lorong yang fungsinya menghubungkan jalan lama yang telah dibuat namun jalan tersebut terhalang oleh struktur

Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif strategi utama yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usaha penggemukan sapi potong yaitu mengoptimalkan dan mengembangkan