• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KARAKTER DAN KEPATUHAN PESERTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN KARAKTER DAN KEPATUHAN PESERTA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK TERHADAP NORMA KETERTIBAN DI SEKOLAH; STUDI KASUS DI SMA KORPRI BANJARMASIN

Oleh : Sarbaini

Dosen Program Studi PPKn FKIP UNLAM Banjarmasin Disampaikan dalam Seminar Nasional

Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan Kini dan Akan Datang Rabu, 4 Mei 2011 Auditorium Rektorat UNLAM Banjarmasin A. LATAR BELAKANG

1. Teori

a. Teori Tindakan Talcott Parsons

Kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu. Bukan tindakan yang utama, melainkan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang menuntut dan mengatur tindakan itu. Tindakan dipengaruhi oleh sistem nilai, sistem sosial, sistem budaya dan sistem kepribadian. Kelima sistem diwarnai oleh 5 sumber nilai-norma serta astagatra kehidupan manusia yang melahirkan kehidupan padat nilai-moral-norma (Djahiri, 1996:2).

b. Teori Pembinaan karakter moral Vessel dan Huitt (2005), terdiri dari teori berbasis eksternal (sosial), teori berbasis internal (psikologis), teori berbasis interaksional dan teori berbasis kepribadian (identitas)

2. Konseptual

a. Kepatuhan selalu menjadi ciri utama dari sebagian besar agama-agama. Agama manapun di dunia, apalagi agama-agama samawi, semuanya meletakkan kepatuhan sebagai nilai moral yang utama dan terpuji. (Al Baqarah:285; Al Imran:132; Al Anfal:20 dan Al Imran:17). Kalangan Advent mengemukakan bahwa di antara kewajiban moral, maka kepatuhan memperoleh keutamaan sebagai kehormatan. (www.newadvent.org), Bahkan teolog Kristen, MacDonald (Daniel Koehn, www.evangelartist.com) mengemukakan bahwa kepatuhan berkaitan dengan istilah pertalian hubungan, kepatuhan membuka jalan bagi bentuk-bentuk khusus dalam pertalian hubungan dengan Tuhan.

b. Aquinas memandang bahwa kepatuhan diterima secara tunggal dari Tuhan, karenanya satu keharusan mematuhi semua perintah Tuhan. Implikasi dari pernyataan ini, maka semua otoritas manusia secara alamiah dibatasi, demikian juga berbagai tujuan-tujuan manusia, atau tujuan-tujuan yang dikaitkan dengan kondisi-kondisi komunitas-komunitas manusia tertentu.Kepatuhan sebagai kebajikan moral memuat alasan-alasan yang diberikan kepada seperangkat kondisi-kondisi, baik sama maupun secara khusus akan menentukan apakah subjek bertindak mematuhi (obedience) atau tidak mematuhi (disobedience).(Cornish, 2008: 9-10;12-14).

(2)

dipandang lebih aman karena menghindari konflik. (Geertz, 1961; Koentjaraningrat, 1985; Magnis-Suseno, 1988, http://www.unu.edu ).

d. Kepatuhan dan ketidakpatuhan tidak hanya dipandang sebagai konsep-konsep yang berbeda, tetapi sebagai aspek-aspek yang saling melengkapi dalam hubungan dengan otoritas. Keduanya menjadi dasar dari dimensi ideologis dari demokratis. (Passini & Morselli, 2008:2-3). Para warga negara yang berorientasi pada peraturan dan peran, melihat kepatuhan mengikuti peraturan-peraturan dan tuntutan-tuntutan otoritas adalah terlepas dari legitimasi otoritas. Sebaliknya para warga negara yang berorientasi pada nilai dalam melaksanakan kepatuhan terhadap otoritas adalah berdasarkan nilai-nilai sebagai landasan mempercayai otoritas. (Passini & Morselli, 2009:99).

e. Kepatuhan dalam dimensi pendidikan adalah kerelaan dalam tindakan terhadap perintah-perintah dan keinginan dari otoritas, seperti orang tua dan guru (Good,1973:392; Webb,1981:85), maupun dari norma-norma (Looms,1960:16), berhubungan dengan perkembangan kemauan (Watson, 2009)

3. Juridis Normatif

a. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional b. UU Hak-Hak Asasi Manusia

c. UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan

4. Faktual

a. Namun baru-baru ini, menurunnya harapan-harapan dan standar-standar dalam masyarakat terhadap kepatuhan adalah dikontribusi oleh menurunnya moral dan akademis sama seperti problem sosial yang lain. Nilai demokrasi kelihatannya cenderung disalahpahami kalangan masyarakat sebagai demonstrasi massa dan berbagai bentuk kebebasan, hak dan unjuk rasa lainnya, sehingga memunculkan istilah “demo-crazy”. Juga, kebebasan cenderung disalahartikan sebagai “kebebasan tanpa aturan” (lawlessness freedom) dan tanpa kepatuhan kepada hukum.

b. secara nasional ketidakpatuhan di kalangan anak muda terhadap norma agama, norma sosial (kesusilaan dan kesopanan), dan norma hukum hampir terjadi di semua lini kehidupan. Fakta-fakta yang mendukung hampir dapat dijumpai setiap hari di massmedia, baik media cetak maupun media televisi.

c. Di SMA KORPRI data ketidakpatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban di sekolah dapat dilihat pada data dalam tahun 2009/2010, yang memuat empat kasus yang paling banyak dilanggar, yaitu; aspek Kerajinan, aspek Kelakuan dan Sikap, aspek Kerapian, dan aspek Ketertiban.

B. PERMASALAHAN

1. Bagaimanakah keberadaan pembinaan kepatuhan pada norma ketertiban di SMA KORPRI Banjarmasin?

2. Seperti apa sajakah proses pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban yang dilakukan guru di SMA KORPRI Banjarmasin ?

3. Bagaimanakah pengembangan model pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban dalam upaya menyiapkan warga negara demokratis ?

(3)

1. Keberadaan pembinaan kepatuhan pada norma ketertiban di SMA KORPRI Banjarmasin ditandai dengan adanya :

a. Landasan Visioner berupa visi, misi dan Panca Budaya (Budaya Disiplin, Budaya Belajar, Budaya Bersih, Budaya Persatuan dan Persaudaraan dan Budaya Gemar Menabung). Dibuat oleh tim khusus, didiskusi-kan dewan guru, dan pengurus OSIS, dirumus kan Visi dan Misi Sekolah. Bersumber pada nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai budaya masyarakat, dan budaya hukum

b. Landasan Rasional-Empiris, berupa latar belakang, konsepsi, prinsip, kebijakan dan strategi pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban.

c. Program pembinaan termasuk dalam program kerja di bidang Budaya dan Lingkungan sekoah, yaitu menciptakan suasana, iklim dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran yang efisien. Sekolah menetapkan pedoman tata tertib tentang tata tertib peserta didik. Tata Tertib di lingkungan sekolah yang berlaku untuk peserta didik terdiri dari Tata Tertib Siswa, Tata Tertib Kantin, Tata Tertib dari Guru dan Tata Tertib dalam Kagiatan Pengembangan Diri. Dilaksanakan melalui sosialisasi tata tertib di lingkungan sekolah terhadap peserta didik dan orang tua pada awal-awal tahun ajaran,dan inheren dalam program kegiatan pengembangan diri, tidak dalam bentuk tertulis, dipadukan dalam kegiatan sekolah sejak penerimaan input, proses dan output, dan inheren dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakuri-kuler maupun kerja sama dengan masyarakat.

d. Penataan Situasi melalui penataan fisik dan sosial-emosional. Penataan fisik dilakukan penataan kelas, menempatkan tulisan dan spanduk di posisi strategis, serta perangkat pendukung sarana fisik sekolah. Penataan sosial-emosional melalui

1) Hubungan guru berbasis nilai-nilai kebersaman dan persatuan.

2) Hubungan antara guru dan peserta didik dikelola berdasarkan peraturan tata tertib guru dalam aspek didaktik-pedagogis, nilai-nilai dan norma-norma tertentu dalam bentuk tindakan perilaku

3) Hubungan peserta didik dengan peserta didik ditata dengan :

 Berbasis pada kegiatan MOS, sebagai acara inisiasi dan basis dasar menyatukan ke dalam nilai-nilai ideologis sosio-emosional adalah wajibnya peserta didik kelas X untuk mengikuti pramuka.

 Hubungan diperkuat lagi dalam kegiatan-kegiatan sekolah secara harian, mingguan, tengah bulanan dan tahunan, yaitu melalui Jumát Imtaq, ekstrakuri-kuler, kompetisi kelas terbersih dan kelas terkotor, pertandingan futsal, SMA KORPRI Mencari Bakat, Pentas Musik Tahunan, dan HUT Gudep Pramuka.  Kohesi hubungan peserta didik berbasis individu dari kegiatan pramuka

diaktualisasikan menjadi anggota Paskibra di Tingkat Sekolah, aktivis pramuka, aktivitas OSIS, Pengurus Gudep Pramuka 185-816 dan Pengurus OSIS, atau mewakili sekolah ke tingkat Kota/Kabupaten, Propinsi atau Pusat.  Puncak hubungan baik kelompok dan individu adalah pada saat acara

(4)

2. Proses pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban yang dilakukan guru di SMA KORPRI Banjarmasin

a. Tujuan

Tujuan proses kegiatan bermata dua, baik untuk peserta didik yang patuh maupun terhadap peserta didik yang tidak patuh :

 Memberikan efek jera sebagai pembinaan terhadap peserta didik yang melakukan pelanggaran dalam rangka juga merubah perilakunya agar menjadi patuh dan menjadi contoh kepada adik-adik kelasnya, untuk mendukung program-program sekolah, agar berjalan dengan baik.

 Membina karakter kepribadian yang baik bagi peserta didik sebagai kelebihan tersendiri yang dimilikinya, di samping intelektualnya dalam keseharian di masyarakat berupa perilaku patuh terhadap norma sebagai dasar kedisiplinan, baik demi kepentingan memperoleh sebuah pekerjaan dan kehidupan berkeluarga dan cendrung berhasil di masyarakat.

 Membina dan menghasilkan peserta didik yang disiplin dan jujur di sekolah berlandasan iman yang baik, akhlak mulia, peduli terhadap sesama, bertanggung jawab, baik kepada dirinya sendiri, ataupun keluarganya nanti dan mengembangkan diri di masyarakat.

Menggambarkan tujuan jangka pendek untuk kelas X dan tujuan jangka menengah untuk kelas XI dan tujuan jangka panjang untuk kelas XII. Berawal dari penerapan tata tertib yang tegas, konsisten dan transparan namun manusiawi diharapkan mampu merubah perilaku awal dari peserta didik yang masuk ke SMA KORPRI hingga berubah menuju kepatuhan. Kemudian menjadi karakter patuh sebagai dasar disiplin. Karakter patuh demikian merupakan kepatuhan yang bertanggung jawab yang ingin diwujudkan melalui penataan situasi dan prosesnya dengan berbagai kegiatan pembinaan (pembelajaran) di luar kelas dan di dalam kelas, secara terjadwal maupun insidental. Akhirnya menjadi kepribadian yang baik berupa pribadi yang disiplin dan jujur.

b. Orientasi Proses Pembinaan

 Berlaku umum untuk semua siswa, tetapi berlaku khusus dan kasuistis, terhadap siswa yang menunjukkan ketidakpatuhan terhadap norma ketertiban di sekolah  Diarahkan kepada menuju kepatuhan secara positif dan bermanfaat untuk orang

banyak.

 Memberikan kepercayaan sekaligus memberi ruang untuk pengakuan diri untuk lingkungan dan membentuk citra positif (peran anak sebagai pelaksana kegiatan).  Bukan diarahkan hanya kepada intelektual tetapi juga ke arah “kerajinan”.

 Mengarahkan setiap pelanggaran menjadi model pembelajaran.  Merupakan mediasi menuju kebersamaan.

 Menuju pada pembentukan ruang dan model aktualisasi diri dalam kerangka kecerdasan majemuk (beragam kegiatan).

(5)

 Bersifat sinergi antara berbagai program dan kegiatan, walaupun tidak dinyatakan secara tertulis, tetapi terdapat kesepakatan tidak tertulis untuk sama-sama peduli terhadap pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban di sekolah, baik yang disusun secara terjadwal maupun insidental.

 Berbasis kepada kompetensi guru individual dan apa yang menjadi konsentrasi kepedulian guru.

 Melakukan peralihan secara bertahap :

Dari menuntut anak belajar dan mengikuti peraturan-peraturan melalui; a) perintah langsung, b) konsekuensi-konsekuensi, dan c) hubungan-hubungan otoritatif,

 Kepada tindakan-tindakan displiner (membantu mengembangkan standar-standar internal dengan menggunakan kesempatan dari kemampuan alami peserta didik untuk mempengaruhi empati),

 Menuju ke arah memberikan peserta didik kesempatan untuk menghargai atau membayangkan apa yang benar dan untuk memilih apa yang benar (sebagai hasil dari pemahaman, standar-standar yang diinternalisasikan, dan kematangan empati), melalui; a) meningkatkan tingkat hubungan-hubungan timbal-balik pendidik dengan peserta didik, dan b) meningkatkan frekuensi kesempatan-kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mendiskusikan dilema-dilema moral, memberikan tantangan dan menempatkan keadaan konstan pada situasi tertentu dalam hubungan-hubungan, kelompok-kelompok dan komunitas-komunitas peserta didik

c. Kegiatan Pembinaan

1) Kegiatan pembinaan kepatuhan dilihat dari dua aspek, yaitu siklus waktu dan lokus kegiatan.

2) Berdasarkan siklus waktu kegiatan

 Telah diawali sejak peserta didik menjadi calon, kemudian menjadi peserta didik hingga dilepaskan dan dikukuhkannya status sebagai peserta didik

 Siklus waktu kegiatan dimulai dari kegiatan penerimaan peserta didik baik sebagai peserta didik yang baru atau dari mutasi.

 Kegiatan pembinaan berikutnya seluruh peserta didik mengikuti kegiatan MOS, kemudian setelah menjadi peserta didik duduk di kelas X hingga kelas XII, seluruh peserta didik menempuh proses pembinaan kepatuhan baik di dalam kelas maupun di luar kelas berdasarkan kegiatan pembinaan terjadwal dari kegiatan harian, mingguan, tengah bulanan, bulan sampai tahunan.

 Kegiatan pembinaan insidental dilakukan secara khusus, bilamana terdapat pelanggaran tata tertib sekolah oleh peserta didik yang dikategorikan sebagai tidak patuh.

3) Berdasarkan siklus lokus kegiatan

(6)

 Tindakan guru dalam melakukan pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban dilakukan pada saat memasuki kelas, di dalam kelas, jam pelajaran berakhir di kelas, saat pergantian jam pelajaran, jam istirahat, dan saat jam pelajaran terakhir.

 Tindakan di luar kelas dilakukan pada kegiatan membersihkan halaman, dan kegiatan-kegiatan pengembangan diri.

 Tindakan di lingkungan masyarakat, berupa sholat zuhur berjamaah, shokat jenazah, jalan santai, dan pramuka.

 Tindakan-tindakan pembinaan kepatuhan yang dilakukan guru terhadap norma ketertiban di dalam kelas mempunyai tujuan, materi, metode dan evaluasi pembinaan.

 Umumnya semua tindakan merupakan tindakan rutinitas dan belum sepenuhnya terprogram secara sistematis dan terukur. Karena belum berdasarkan program dan kegiatan yang tertulis, baik tujuan, materi, metode dan evaluasi yang digunakan.

 Evaluasi yang diterapkan guru dalam melakukan pembinaan, masih belum seragam, berupa evaluasi sehari-hari melalui teguran dan pemberian sanksi, evaluasi materi, pengamatan, langsung diserahkan ke BP atau wali kelas, dicatat dalam buku jurnal, dicatat dalam buku catatan penilaian afektif sebagai penilaian afektif secara keseluruhan dari perilaku, sikap dan kerapian.

 Evaluasi yang diberikan oleh guru berbasis buku catatan piket harian dan buku poin, ditambah dengan evaluasi guru di kelas melalui pengamatan dan catatan jurnal, semua diolah oleh wali kelas untuk penentuan posisi peserta didik dalam kategori peserta didik yang patuh dan tidak patuh, maupun untuk memberikan penghargaan dan hukuman, namun tetap menempatkan posisi peserta didik sebagai manusia yang baik, mampu berkembang dan perlu bantuan.

 Guru-guru telah menerapkan beragam strategi pembelajaran dengan saling melengkapi, dan melaksanakan dengan kreatif sebagai hasil dari meramu beberapa teori pembinaan nilai, moral dan karakter, seperti teori-teori berbasis eksternal dan sosial, internal dan psikologis, interaksional, dan kepribadian dengan menyesuaikan pada kondisi-kondisi sosial dan budaya masyarakat di lingkungan sekolah.

(7)
(8)

D. SIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan

(9)

b. Proses pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban yang dilakukan guru di SMA KORPRI Banjarmasin dilakukan berdasarkan pada tujuan, orientasi dan direalisasikan dalam kegiatan berbasis siklus waktu dan lokus kegiatan. Setiap kegiatan pembinaan yang dilakukan mempunyai tujuan, materi, metode, dan evaluasi yang diselaraskan dengan siklus waktu dan lokus kegiatan.

c. Pengembangan model alternatif pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban dalam upaya menyiapkan warga negara demokratis disusun berdasarkan komponen visi dan misi sekolah, landasan-landasan (agama, teori, yuridis-normatif, perilaku demokratis, rasional-empiris; latar belakang, konsepsi, prinsip, kebijakan dan strategi), program pembinaan, penataan situasi, proses pembinaan (tujuan, orientasi dan kegiatan), strategi pembelajaran, tujuan, materi, metode, evaluasi dan output yang diharapkan.

d. Output kepatuhan yang diharapkan dalam persepktif warga negara demokratis adalah kepatuhan yang bertanggung jawab berbasis pengendalian diri (discipline; self-control), pengaturan diri (self-manage), dan perhitungan diri (self-account), multidimensional (moral/normatif, sosial, religius, personal, komunikasi, vertikal dan horizontal), bersumber pada norma-norma Illahi, sosial-budaya, hukum dan metafisik, digunakan untuk penyadaran terhadap nilai-nilai yang ada pada dirinya dan nilai-nilai yang terdapat pada orang lain (individu, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan dunia), dan untuk penentuan posisi dan peran dalam mengaktualisasikan dirinya (mengapresiasi dan melakonkan) sebagai pribadi yang berkepribadian mulia dalam hubungan dengan manusia, dengan alam sekitar serta hubungannya dengan Allah Subhanahu wata’ala. 2. Rekomendasi

a. Pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban yang dilaksanakan di sekolah hendaknya memiliki pijakan yang kuat dan integral pada landasan yuridis-formal, berdasarkan ketentuan yang berlaku; landasan visioner, orientasi dan operasional berupa visi dan misi sekolah, maupun landasan agama, landasan teoritis, landasan perilaku demokratis dan landasan real-empiris, untuk mencapai sosok pribadi peserta didik yang diharapkan sesuai dengan visi dan misi sekolah.

b. Hendaknya sekolah memberi peluang untuk melatih kecerdasan dan kreativitas guru dalam memadukan landasan yuridis-normatif pembinaan kesiswaan dengan kondisi nyata peserta didik dan lingkungan di sekolah serta meramunya dengan landasan agama, teoritis, perilaku demokratis menjadi landasan visioner, orientasi dan operasional sebagai landasan real-empiris guna memberi jawaban-jawaban real-praktis dalam melakukan pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban di sekolah.

c. Program pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban di sekolah hendaknya fokus dan spesifik terhadap upaya dipatuhinya norma ketertiban dalam aspek kerajinan, kelakuan, sikap, kerapian dan ketertiban, maka sekolah membuat program yang berdiri sendiri, namun dalam kegiatannya inheren dan padu dengan kegiatan-kegiatan pengembangan diri serta diarahkan untuk menjadi basis dan memperkuat kegiatan yang menjadi unggulan sekolah.

d. Sekolah hendaknya menjadikan program pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban dimasukkan ke dalam rencana kerja sebagai program sekolah. Program pembinaan isinya terdiri dari visi, misi, latar belakang, konsepsi, prinsip, kebijakan, strategi, tujuan dan orientasi proses serta jenis dan bentuk kegiatan (tujuan, materi, strategi belajar mengajar, metode, evaluasi dan output yang diharapkan).

(10)

bermuatan tujuan, materi dan evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi lokus dan waktu kegiatan dengan menerapkan beragam strategi pembelajaran yang berbasis pada teori dan model berbasis eksternal dan sosial, internal dan psikologis, interaksional, dan kepribadian dengan menyesuaikan pada kondisi sosial dan budaya masyarakat di lingkungan sekolah, yang saling melengkapi secara kreatif.

f. Penerapan strategi dan metode pembinaan dalam berbagai kegiatan hendaknya dilakukan secara bertahap : dari menuntut anak belajar dan mengikuti peraturan-peraturan kepada tindakan-tindakan disipliner menuju ke arah memberikan peserta didik kesempatan untuk menghargai atau membayangkan apa yang benar dan untuk memilih apa yang benar.

g. Materi pembinaan yang dijadikan standar acuan hendaknya mengacu pada materi yang terdapat di dalam tata tertib sekolah dalam bentuk Tugas, Kewajiban dalam kegiatan intrakurikuler, kegiatan OSIS, kegiatan ekstrakurikuler, sopan santun dan ketertiban, larangan-larangan dan sanksi-sanksi, dan ketentuan khusus tentang bonus poin positif serta point negatif terhadap pelanggaran terhadap kerajinan, kelakuan dan sikap, kerapian, dan ketertiban.

h. Metode pembinaan hendaknya dilaksanakan secara beragam dan seragam. Metode dilaksanakan secara beragam dalam bentuk metode nonmata pelajaran dan metode dalam materi pelajaran. Metode nonmata pelajaran berupa pengamatan, himbauan, suruhan, larangan, teguran, nasihat, peringatan, penghargaan, pujian, pemberian sanksi, hukuman, dan denda. Sedangkan metode dalam materi pelajaran, ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, kerja kelompok, dan model pembelajaran kontekstual. Metode pembinaan dilakukan secara seragam, artinya semua guru melakukan metode beragam tetapi proses dan hasilnya dari penerapan metode beragam didokumentasikan dalam buku jurnal guru. i. Evaluasi pembinaan di sekolah hendaknya terdiri dari evaluasi yang dilakukan guru, tim

pemantau peserta didik mutasi, wali kelas dan sekolah, dilaksanakan beragam dan terstandar (komprehensif, berkelanjutan dan objektif) dalam bentuk evaluasi harian dan evaluasi materi. Evaluasi harian dilakukan di kelas melalui pengamatan, teguran, nasihat, dan pemberian sanksi. Evaluasi materi berupa sisipan materi dalam evaluasi mata pelajaran yang mengarah kepada aplikasi kepatuhan kepada norma ketertiban di sekolah. Hasil evaluasi dicatat dan dokumentasikan dalam buku jurnal dan buku catatan penilaian. j. Evaluasi untuk wali kelas (kelakuan, sikap, kerajinan, kerapian dan ketertiban) berdasarkan hasil evaluasi guru dan rekapitulasi catatan tentang perilaku kepatuhan peserta didik, menjadi dasar penentuan nominasi dan patokan penetapan berprestasi secara akademik dan nonakademik.

k. Evaluasi sekolah dilakukan melalui rapat bulanan berbasis evaluasi guru dan evaluasi wali kelas, dan evaluasi tahunan terhadap keseluruhan kondisi kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban di sekolah.

E. SUMBER RUJUKAN Al Qur’an

Cornish, Paul. (2008). The Virtue of Obedience and the Civil Conversation in Aquinas and Murray: Some Convergence with Democratic Theory. Prepared for Presentation at the 4th Biennial Henry Symposium on Religion and Politics, Calvin College, April 26, 2008. (Online). Tersedia: http.www.calvin,edu.pdf.

(11)

Elms, Alan C.(1972). Social Psychology and Social Relevance, Chapter 4, pp. 128-136. Boston: Little, Brown.

Good. Carter.V.(1973). Dictionary of Education. McGraw-Hill Book Company.

Milgram, Stanley. (1963). "Behavioral Study of Obedience".Journal of Abnormal and Social Psychology 67. p.371-378. Yale University. (Online). Tersedia: http://www.wordnik. com/words/obedience/ definitions).[28 Agustus 2009].

Looms, Charles.P.(1960). Social Systems, Essay on Their Persistence and Change. New Jersey: D. Van Nostrand Company.Inc.

Passini, Stefano and Morselli, Davide.(2008). "Obedience to an Illegitimate Demand: the Effect of Perceived Democracy". Paper presented at the annual meeting of the ISPP 31st Annual Scientific Meeting, Sciences Po, Paris, France, Jul 09, 2008. (Online). Tersedia: http://www.allacademic.com/meta /p239205_index.html .[25 Juli 2009].

---, (2008). The Many Facets of Obedience and Disobedience and Their Role in Supporting the Ideological Dimension of Democracy. (Online).Tersedia: http://www.essex.ac.uk/ events/generalconference/pisa/paper/PP800.pdf.[25 Juli 2009]

---, (2009). Authority Relationships Between Obedience and Disobedience. New Ideas in Psychology 27 (2009).96-106. (Online). Tersedia: Journal homepage: www.elsevier. com/locate/ newidepsych.[20 Maret 2009].

Watson. (2009). Perspectives in Obedience. (Online). Tersedia: www.opapera.com/essay/ obedience/213895. 04/13/09).[12 Juni 2009].

Webb, Rodman.B. (1981). Schooling and Society. New York: McGraw-Hill Book Company. Vessels, Gordon and Huitt, William. (2005). Moral and Character Development. Presented at

Referensi

Dokumen terkait

pendidikan anak sekolah dasar (SD), yaitu suasana yang nyaman. Menciptakan suasana kondusif dan suasana imajinatif menjadi pilihan dalam Taman Pintar ini. Suasana

menciptakan kondisi akademik yang kondusif dengan membangun budaya sekolah untuk menciptakan suasana yang kompetitif bagi siswa, rasa tanggung jawab bagi guru

Budaya kerja yang diterapkan oleh pengusaha jok mobil diantaranya adalah menanamkan kedisiplinan, ketekunan, menciptakan suasana kondusif di lingkungan kerja, profesional,

Pola dasar pembinaan kemahasiswaan di lingkungan UPI BHMN diarahkan kepada upaya untuk menciptakan iklim yang mampu memelihara suasana ilmiah, edukatif, dan

• Meningkatkan pengawasan peredaran barang di lingkungan Kemendag agar dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif7. •

Dengan memperhatikan tugas perkembangan anak usia SD dalam menguasai keterampilan fsik untuk bermain dan aktivitas fsik guru hendaknya menciptakan budaya lingkungan teman sebaya

Partisipatif pada tahap pelaksanaan program adalah keterlibatan peserta didik dal;am menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar yaitu meliputi pembinaan gubungan antar

kelembagaan penyuluh kehutanan di tingkat provinsi diharapkan Penyuluhan dan pelatihan Kehutanan secara partisipatif akan tetap menciptakan suasana yang kondusif, termasuk