• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemfigus vulgaris 2.1.1 Definisi - Karakteristik Pasien Pemfigus Vulgaris di RSUP H.Adam Malik Medan Periode Tahun2009 – 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemfigus vulgaris 2.1.1 Definisi - Karakteristik Pasien Pemfigus Vulgaris di RSUP H.Adam Malik Medan Periode Tahun2009 – 2013"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemfigus vulgaris

2.1.1 Definisi

Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan terjadinya bula intraepidermal karena proses akantolisis pada lapisan suprabasal.

2.1.2 Epidemiologi

1

a. Ras

Pemfigus Vulgaris (PV) merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% dari semua kasus).Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.Ras Yahudi terutama Yahudi Ashkenazi memiliki peningkatan kerentanan terhadap PV. Di Afrika Selatan, PV ini lebih sering terjadi pada bangsa India dibanding pada bangsa berkulit hitam dan berkulit putih. PV jarang sekali terjadi pada orang barat.

b. Umur

(2)

Umumnya mengenai umur pertengahan (dekade ke-4 dan ke-5), tetapi dapat juga mengenai semua umur termasuk anak-anak. Di India penyakit ini banyak mengenai anak-anak jika dibandingkan di Negara barat.5 Rata-rata onset penyakit antara usia 40 sampai 60 tahun, namun penyakit juga bisa terjadi pada anak dan usia lanjut.

c. Jenis Kelamin

4-6

Frekuensi kedua jenis kelamin umumnya sama.5 Namun, dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalensi pemfigus tidak jauh berbeda antara pria dan wanita, dari laporan lain menyatakan bahwa penyakit cenderung sedikit lebih banyak menyerang wanita. Di Afrika Selatan, rasio wanita terkena dibanding pria 1,4:1, di Mali 4,1:1, di Italia 1,43:1.

2.1.3 Etiologi dan patogenesis

4,5,7,10

(3)

kepala.Hal ini berbeda dengan antigen Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1, yang dapat ditemukan pada epidermis, dan lebih padat pada epidermis atas.Penyakit ini dapat dikaitkan dengan genetik pada kebanyakan kasus.Tanda utama pada PV adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada permukaan keratinosit.Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan antara sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula, erosi dan ulser yang merupakan gambaran pada penyakit PV.

Konsep umum dari pemfigus merupakan kombinasi dari faktor eksogen dan endogen pada indvidu yang mempunyai kerentanan secara genetik.

4,5

13

Pemikiran tentang pemfigus yang diinduksi agen eksogen pertama sekali diperkenalkan oleh Degos dkk pada tahun 1969. Faktor predisposisi genetik diketahui berhubungan

dengan Human Leukocyte Antigen (HLA) dan agen yang menginduksi dari lingkungan meliputi radiasi UV, obat-obatan, virus, luka bakar kontak dengan alergen (pestisida), dan stres emosional.12,17 Salah satu faktor lingkungan yang sangat penting dalam menginduksi pemfigus adalah pajanan yang lama dari radiasi UV.

Hasil dari penelitian mengindikasikan ada korelasi antara PV dan pekerjaan, yang paling dominan adalah pestisida dan material kebun, pasien yang tinggal dipedesaan lebih banyak terpapar pestisida dari pada di kota.

12

Penelitian tentang faktor lingkungan yang menyebabkan pemfigus, sangatlah penting.Secara teori dapat mengaburkan efek etiopatogenik penyakit yang terjadi

(4)

spontan. Menghindari dan membatasi interaksi dengan faktor lingkungan dengan latar belakang terdapat genetik yang mudah terkena pemfigus sehingga bermanfaat untuk pencegahan, karena dapat meningkatkan efikasi dari pengobatan konvensional, mengurangi resiko relaps dan pada beberapa kasus dapat menjadi pengobatan. Sebagian besar pasien tidak terdeteksi agen yang menginduksi terjadi pemfigus. Faktor eksogen mempunyai peran utama, sehingga penyakit regresi setelah faktor yang menginduksi dieliminasi.

2.1.4 Gambaran klinis

12

Umumnya penyakit PV ditandai dengan lesi awal pada mukosa oral yang kemudian diikuti dengan timbulnya lesi pada kulit beberapa lama kemudian.Lesi sangat jarang muncul sebagai erupsi generalisata yang akut. Lesi umumnya dijumpai dengan bentuk bula dinding kendor yang rapuh dan mudah pecah, jarang terlihat dalam bentuk yang masih utuh, sehingga seringkali yang terlihat lesi erosi dan krusta. Lokasi predileksinya meliputi kulit kepala, wajah, dada, umbilikus dan genitalia.

Bula pada PV berdinding tipis, relatif flaksid, dan mudah pecah yang timbul pada kulit atau membran mukosa normal maupun di atas dasar eritematous. Cairan bula pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik bahkan seropurulen. Bula-bula ini mudah pecah, dan secara cepat akan pecah sehingga terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran besar dan dapat menjadi

(5)

generalisata.Kemudian erosi akan tertutup krusta bila lesi ini sembuh sering berupa hiperpigmentasi tanpa pembentukan jaringan parut.

PV biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau beberapa lokasi selama beberapa bulan.

11

Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan menelan. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga terlibat.

11

2.1.5 Diagnosis

11

(6)

Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:

a. Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi

Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop. Gambaran histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain.4,11 Gambaran histopatologi PV pada lesi awal berupa gambaran edema interseluler dengan spongiosis esosinofilik pada epidermis bagian bawah. Selanjutnya bisa didapatkan gambaran bula intraepidermal berisi sel-sel akantolitik, sel radang limfosit, eosinofil, netrofil, kadang-kadang juga didapatkan histiosit dan sel plasma.

b. Imunofluoresensi

4,5,20-22

Imunofluoresensi langsung

Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan fluoresens. Pemeriksaan ini dinamakan direct immunofluorescence (DIF). DIF menunjukkan deposit antibodi dan imunoreaktan lainnya secara in vivo, misalnya komplemen. DIF biasanya menunjukkan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.

Imunofluoresensi tidak langsung

4

(7)

dinyatakan positif. Serum penderita mengandung autoantibodi IgG yang menempel pada epidermis dapat dideteksi dengan pemeriksaaan ini.

Secara klinis, penyakit bula autoimun seringkali khas tetapi gambaran klinisnya bisa tumpang tindih sehingga mempunyai banyak diagnosis banding, antara lain pemfigus, pemfigoid bulosa, epidermolisis bulosa, linear IgA bullous dermatosis maupun dermatitis herpetiformis. Untuk itu dibutuhkan konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan histopatologi dan imunopatologi.

4

2.1.6 Pengobatan

4,10

Tujuan pemberian terapi pada pemfigus adalah untuk mencegah timbulnya lesi baru dan menghasilkan proses penyembuhan pada lesi yang telah ada. Terapi meliputi terapi sistemik dan topikal.Pemilihan terapi berdasarkan derajat keparahan penyakit dan subtipe pemfigus. Faktor lain yang juga penting adalah faktor penderita (usia penderita, keadaan umum, riwayat penyakit lain, seperti diabetes melitus, hipertensi atau tuberkulosis) dan faktor obat (meliputi efikasi, efek samping dan harga).

Kortikosteroid masih merupakan terapi utama untuk pemfigus, dimana penggunaannya telah menurunkan angka mortalitas pemfigus menjadi kurang dari 10%.Sebagian besar penderita mengalami remisi dalam waktu 4 sampai 12 minggu.Namun untuk dapat mengontrol penyakit ini diperlukan penggunaan kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan jangka panjang namun dapat menimbulkan

(8)

banyak efek samping.Risiko kematian pada pemfigus karena efek samping kortikosteroid lebih besar daripada risiko kematian karena penyakitnya sendiri.Selain itu mekanisme yang unik untuk tiap jenis pemfigus memerlukan beberapa pilihan untuk rejimen terapi.Berdasarkan alasan tersebut, jika kortikosteroid gagal menginduksi remisi atau terjadi efek samping berat dari kortikosteroid, atau untuk kasus-kasus dengan kontraindikasi penggunaan kortikosteroid maka dapat diberikan terapi ajuvan dengan obat-obatan imunosupresif, antara lain siklofosfamid, azatioprin, mikofenolat mofetil, metotreksat dan siklosporin. Terapi awal dapat juga dimulai dengan kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif untuk menurunkan dosis total kortikosteroid yang diperlukan. Terapi topikal sebagai suportif guna mencegah infeksi sekunder juga diperlukan pada penyakit pemfigus dengan lesi erosi dan ekskoriasi.Untuk lesi pemfigus yang lokalis, terutama hanya mengenai mukosa oral, juga dapat digunakan kortikosteroid topikal dan intralesi, namun jarang sekali efektif.Selain itu, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit juga penting dalam menentukan keberhasilan terapi pemfigus

Mortalitas dan lamanya waktu untuk terjadinya remisi klinis pada penyakit pemfigus merupakan indikator efikasi terbaik dari rejimen terapi. Penyakit ini sendiri bersifat persisten, biasanya kambuh dan tidak pasti apakah terapi yang diberikan akan menekan manifestasi penyakit, sehingga konsekuensinya terapi harus tetap dilanjutkan, ataukah terapi akan menginduksi remisi yang lengkap dan selamanya sehingga terapi dapat dihentikan. Induksi untuk terjadinya remisi lengkap

(9)

berhubungan dengan berat dan luasnya penyakit, dan respon awal terhadap terapi.3 Davatchi dkk dalam penelitiannya mendapatkan angka kematian pada penderita PV dengan keterlibatan lesi kulit dan mukosa sebesar 8,3%, dan sekitar 3% pada penderita PV dengan hanya melibatkan lesi kulit.

2.1.9 Kerangka Teori

Gambar

Gambar 2.1 Diagram kerangka teori

Referensi

Dokumen terkait

rawat inap kelas II terhadap pelayanan keperawatan di RSUD Sanjiwani Gianyar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut dari 86 responden secara umum sebagian besar

Achmad Wardi - Badan Wakaf Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Dompet Dhuafa Republika sebagai pengelola RS - Masyarakat dhuafa (gratis disubsidi dana zakat).

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

Di dalam takwa terdapat radar hati nurani yang melaluinya, manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah, yang lurus dan sesat, dan akan melindungi

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan rata-rata ABI pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan tindakan konvensional sesuai standar rumah sakit di dapatkan nilai

Hal ini juga relevan dengan hasil penelitian Taswan (2003), bahwa perusahaan dengan kepemilikan institutional yang besar mengindikasikan kemampuan untuk memonitor

5ada bayi dan anak usia dibaah  atau 6 tahun, jenis pernapasan adalah pernapasan diagragma atau pernapasan abdomen.3olume oksigen yang di ekspirasi oleh bayi dan anak 4

1) Melalui kegiatan mengamati video yang diberikan oleh guru, peserta didik dapat Menerapkan perawatan perangkat keras komputer dengan baik. 2) Melalui tanya jawab,