• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Pola Asuh dan Status Gizi Balita Pada Keluarga Perokok di Kecamatan Berastagi Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Pola Asuh dan Status Gizi Balita Pada Keluarga Perokok di Kecamatan Berastagi Tahun 2014"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa

tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya

manusia. Kualitas manusia Indonesia dimasa yang akan datang harus lebih baik

dari sekarang. Kualitas manusia dapat ditinjau dari berbagi segi, yaitu segi sosial,

ekonomi, pendidikan lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Dari aspek gizi, kualitas

manusia diartikan dalam 2 hal pokok, yaitu : kecerdasan otak atau kemampuan

intelektual dan kemampuan fisik atau produktivitas kerja.

Gizi yang baik ibarat bahan bakar bagi otak. Perkembangan sirkuit otak

sangat bergantung pada kualitas gizi dan stimulasi yang diberikan pada balita

sejak dalam kandungan sampai usia tiga tahun pertama atau disebut masa emas

pertumbuhan (golden age period). Cepatnya pertumbuhan sel otak manusia pada usia bayi hingga usia tiga tahun dan mencapai kesempurnaannya di usia lima

tahun, membuat faktor pemenuhan gizi sebagai faktor yang vital (Anonim, 2010).

Laju pertumbuhan balita meningkat bila dibandingkan dengan masa bayi.

Pada usia ini anak-anak belajar berbicara dan memahami bahasa sehingga mereka

dapat meminta makanan yang diinginkan. Perkembangan kemampuan motorik

memungkinkan mereka belajar makan sendiri dengan menggunakan tangan dan

minum dengan cangkir. Mereka mengenal berbagai macam makanan dengan

berbagai rasa dan tekstur. Pada usia ini mereka juga belajar bermain dan

menghilangkan keinginannya untuk makan. Pada saat itulah orangtua harus dapat

mengarahkan anak untuk mengenal berbagai jenis makanan yang kelak

(2)

Pola asuh anak berupa sikap dan prilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal

kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan,

memberikan kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan

keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), tentang status gizi,

pendidikan umum, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan tentang

pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat, dan

sebagainya dari si ibu dan pengasuh anak (Sunarti, 2000).

Pengaruh pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan

anak di kemudian hari. Salah satu penghambat potensi anak adalah pengaruh pola

asuh yang tidak berorientasi pada perkembangan anak. Biasanya terjadi ketika

anak di bawah lima tahun (Anonim, 2010). Kurangnya pengetahuan ibu tentang

pemberian makanan terjadi karena banyak tradisi dan kebiasaan seperti

penghentian penyusuan lebih awal dari 2 tahun, anak kecil hanya memerlukan

makanan sedikit dan pantangan terhadap makanan, ini merupakan faktor

penyebab masalah gizi di masyarakat (Depkes RI, 2002).

Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat

membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai.

Pada masa ini juga, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan

pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama

kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak. Kekurangan gizi dapat

menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih penting lagi keterlambatan

perkembangan otak dan dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya

(3)

Kebiasaan merokok merupakan satu perbuatan yang buruk, bukan saja

kepada diri sendiri, melainkan kepada orang di sekitarnya. Diperkirakan hampir

satu pertiga penduduk laki-laki di dunia mempunyai kebiasaan merokok di dalam

kehidupan sehari-hari. Selain mengancam kesehatan manusia, perokok atau

orang-orang di sekitarnya, asap rokok juga dapat menyebabkan masalah polusi

udara (WHO 2006).

Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan

yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan

racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang

yang merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok

yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi

perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok dirumah. Padahal

perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA), kanker paru-paru dan penyakit jantung ishkemia

(Depkes, 2008).

Prevalensi merokok di Indonesia semakin meningkat, sebanyak 65 juta

perokok atau 28% dari total populasi di Indonesia merokok. Prevalensi merokok

pada laki-laki, menjadikan perempuan dan anak-anak perokok pasif. Data sensus

2004 menyatakan bahwa 71% keluarga Indonesia setidaknya 1 orang perokok.

Profil kesehatan Depkes Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 menunjukkan

sekitar 86,1% perokok merokok di dalam rumah. Anggota keluarga lain yang

tinggal bersama dengan perokok akan terpapar dengan asap rokok tersebut.

Keseluruhan perokok aktif yang merokok setiap hari dengan usia diatas 10 tahun

(4)

Berdasarkan data Riskesdas (2008), proporsi perokok di Kabupaten Karo

sebesar 40,2% dan merupakan kabupaten di Sumatera Utara dengan prevalensi

perokok yang paling tinggi. Berastagi merupakan salah satu kecamatan yang

berada di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Jarak Kecamatan ini dengan

pusat pemerintahan kabupaten sendiri yakni Kabanjahe adalah 10 km, dengan

ibukota provinsi yakni Medan adalah 65 km. Prilaku merokok masyarakat

Berastagi tidak terlepas dari kebudayaan dan adat istiadat Suku Karo yang

menjadikan rokok sebagai syarat mutlak dalam setiap acara kebudayaan.

Berdasarkan penelitian Sudaryati dkk (2013), proporsi rumah tangga

perokok berdasarkan ketahanan keluarga sehat di Kecamatan Berastagi Kabupaten

Karo, menunjukkan bahwa dari 120 rumah tangga perokok terdapat 75 (62,5%)

rumah tangga yang berketahanan sehat baik dan 45 (37,55%) rumah tangga yang

tidak berketahanan sehat. Pengeluaran rokok per bulan rata-rata 26,7% dari total

pendapatan keluarga, dan lebih besar dari pengeluaran non pangan yang hanya

21,9%. Faktor pangan yang meliputi ketersediaan pangan yang diteliti

menunjukkan bahwa keluarga perokok yang mempunyai faktor pangan yang baik

hanya ada pada 49 keluarga (40,8%), dan 71 keluarga (59,2%) berada dalam

kategori faktor pangan kurang. Sedangkan proporsi rumah tangga perokok

berdasarkan faktor lingkungan menunjukkan bahwa hanya ada 23 keluarga

(19,2%) yang memiliki faktor lingkungan baik, dan sebanyak 97 keluarga (80,8%)

memiliki faktor lingkungan kurang baik.

Faktor pangan dan lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab

(5)

rumah tangga dalam menyediakan pangan, baik jumlah maupun jenisnya yang

cukup. Selain itu dipengaruhi juga oleh pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor

pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab

timbulnya gizi kurang pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang

memadai. Sehingga masalah gizi merupakan masalah multifaktor (Soekirman,

2000).

Berdasarkan survey awal tentang capaian program gizi di Puskemas

Berastagi menunjukkan bahwa dari 2710 balita terdapat 48 balita yang mengalami

gizi kurang dan 1 balita mengalami gizi buruk. Penyakit Diare dan ISPA

merupakan penyakit paling banyak dijumpai di wilayah kerja puskesmas.

Penyakit infeksi ini dapat mengakibatkan anak mengalami gizi kurang maupun

gizi buruk yang erat kaitannya dengan praktik kebersihan dan sanitasi lingkungan

anak balita.

Kecamatan Berastagi merupakan salah satu kecamatan yang berada di

wilayah Kabupaten Karo, dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani.

Ibu-ibu ikut membantu suami bekerja di ladang sehingga balita dibawa ke ladang

untuk ikut dengan orang tuanya yang sedang bekerja sehingga memungkinkan pola

asuh anak terutama pada pemberian makan anak kurang baik dan kebersihan anak

juga kurang diperhatikan. Selain itu tidak jarang pula ditemui balita terpapar

langsung dengan asap rokok, karena di daerah Berastagi kegiatan merokok

dilakukan dimana saja, seperti dalam acara adat, di rumah ketika bersama

keluarga, di pasar pada saat berdagang, maupun di areal pertanian ketika

(6)

Pada umumnya balita di Kecamatan Berastagi diberi makan pagi setelah

ibunya selesai menyelesaikan pekerjaan rumah. Sehingga balita sering terlambat

sarapan pagi. Untuk makan siang, karena bekerja diladang mereka sering lupa

untuk memberi makan balitanya tepat waktu, dan sepulang kerja mereka harus

memasak terlebih dahulu sehingga balita pun terlambat makan malam. Selain itu,

balita tidak diberi makanan tambahan lainnya. Sehingga ditakutkan kebutuhan

nutrisi balita tidak dapat terpenuhi.

Sedangkan untuk faktor kebersihannya, karena mereka bekerja di ladang

sering sekali mereka makan tanpa mencuci tangan yang benar. Begitu juga

keadaan di rumah, dikarenakan suhu yang dingin keluarga jarang membuka

jendela sehingga ketika ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah tidak

terjadi pertukaran udara dengan baik. Hal ini mengakibatkan seluruh anggota

keluarga di rumah khususnya balita terpapar asap rokok tersebut. Untuk pelayanan

kesehatannya apabila ada anggota keluarga yang sakit khususnya balita, biasa

hanya dilakukan perawatan di rumah dengan menggunakan obat-obatan

tradisional dan hanya akan dibawa ke puskesmas apabila penyakitnya semakin

parah. Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana

gambaran pola asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan

Berastagi.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola asuh dan status

gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi tahun 2014.

(7)

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola

asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi tahun

2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran pemberian makan anak usia balita pada

keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

2. Untuk mengetahui gambaran praktik kebersihan dan sanitasi lingkungan

anak balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

3. Untuk mengetahui gambaran perawatan anak dan keluarga dalam keadaan

sakit pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

4. Untuk mengetahui status gizi anak balita pada keluarga perokok di

Kecamatan Berastagi dengan menggunakan indeks antropometri yaitu

BB/TB.

5. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan gizi dan pengetahuan merokok

pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi.

1.4. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan gambaran pada masyarakat tentang pola asuh yang nantinya

dapat diketahui bagaimana pola asuh yang baik untuk anak usia balita

sehingga status gizi yang baik pada anak dapat tercapai.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi petugas kesehatan

(8)

asuh dan status gizi balita pada keluarga perokok di Kecamatan Berastagi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan ini sebagai skripsi dengan judul: “Pengaruh Atribut Produk dan Persepsi Harga Terhadap

Variabel terikat dari penelitian ini adalah motivasi belajar dan model Teams Games Tournament (TGT) matematika dengan pokok bahasan keliling dan luas daerah persegi, persegi

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang mana berdasarkan pasal ini keperawatan merupakan salah satu profesi/tenaga. kesehatan

This research aims to find out how strategic management of debt management and turnaround asset at pharmaceutical companies in Indonesia, whether with debt management

Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan usaha ini adalah sebagai berikut: kapasitas ketel adalah 5 kg bahan baku, frekuensi produksi adalah 15 kali sebulan,

Dengan semakin majunya dunia usaha maka pengertian Laporan sumber dan penggunaan dana lebih ditekankan pada bentuk kas dan cash equivalent, karena analisa terhadap

[r]

Karena nilai p<0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima dengan hasil koefesien korelasi 0,514, sehingga dapat diambil kesimpulan terdapat hubungan stres lansia