• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BIAYA PENYULINGAN MINYAK GAHARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS BIAYA PENYULINGAN MINYAK GAHARU"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIAYA PENYULINGAN MINYAK GAHARU

DAN PRODUK SAMPINGANNYA PADA INDUSTRI

RUMAH TANGGA DI SAMARINDA

Humairo Aziza1, Abubakar M. Lahjie2 dan Djumali Mardji3

1

Program Pascasarjana Unmul, Samarinda. 2Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan Fahutan Unmul, Samarinda. 3Laboratorium Perlindungan Hutan Fahutan Unmul, Samarinda

ABSTRACT. Cost Analysis of Agarwood Oil Refineries and Industrial Byproducts in Household in Samarinda. This study aimed to determine the stages in the process of agarwood oil refinery, cost and revenue over a period and the maximum gain obtained. From this study may provide motivation to the various parties to be able to utilize low quality agarwood through distillation which will provide high-value results. Observation procedures by conducting direct observation in the field to observe the distillation process. Economic value was obtained by analyzing of break even point (BEP) and the maximum revenue. The results described the stages in the process of agarwood oil refinery by poaching that the particles of agarwood in direct contact with water. BEP of values obtained in the distillation process that uses raw materials from a variety of quality was 5,39 cc, with the acquisition profits Rp301,183,- on BEP Rp214,249,- with Rp4,027,000,- maximum profit on 1,000 cc production.

Kata kunci: penyulingan, minyak gaharu, biaya produksi, Samarinda.

Indonesia sebagai negara berhutan hujan tropis yang didukung oleh letak geografis, iklim, musim serta masa penyinaran matahari relatif panjang, secara biologis menghasilkan peluang untuk terbentuknya keragaman potensi sumberdaya jenis tumbuhan yang tinggi. Dalam kawasan hutan akan dijumpai antara 30.000–40.000 jenis tumbuhan penghasil kayu serta belum terhitung potensi tumbuhan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki manfaat, baik sebagai sumber bahan makanan, industri serta tumbuhan penghasil obat herbal. Salah satu kelompok jenis tumbuhan HHBK yang telah diketahui dan menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat yang potensial dan memiliki nilai komersial tinggi adalah gaharu (Sumarna, 2009).

Gaharu dihasilkan oleh pohon-pohon terinfeksi yang tumbuh di daerah tropis dan antara lain termasuk marga Aquilaria, Gyrinopsis dan Gonystylus yang keseluruhannya termasuk dalam famili Thymelaeaceae. Di Indonesia terdapat 26 spesies pohon penghasil gaharu. Marga Aquilaria terdiri dari 15 spesies, tersebar di daerah tropis Asia mulai dari India, Pakistan, Myanmar, Thailand, Kamboja, China Selatan, Malaysia, Philipina dan Indonesia. Enam di antaranya ditemukan di Indonesia (A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. cumingiana

dan A. filaria). Keenam jenis tersebut terdapat hampir di seluruh kepulauan di

Indonesia, kecuali Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Marga Gonystylus memiliki 20 spesies, tersebar di Asia Tenggara mulai dari Malaysia, Serawak, Sabah, Indonesia, Papua New Guinea, Philipina dan Kepulauan Solomon serta Kepulauan Nicobar. Sembilan spesies di antaranya terdapat di Indonesia yaitu: di Sumatera, Kalimantan, Bali, Maluku dan Irian Jaya. Marga Gyrinopsis memiliki tujuh spesies. Enam di

(2)

129 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

antaranya tersebar di Indonesia bagian timur serta satu spesies terdapat di Srilanka (Anonim, 2009a).

Produk yang diperdagangkan dalam berbagai bentuk seperti bongkahan, chip dan serbuk, namun ada pula dalam bentuk minyak hasil sulingan yang sangat ideal digunakan dari jenis produk kelas kemedangan yang diduga dalam masa 2–3 tahun proses inokulasi sudah dapat dipanen (Sumarna, 2005). Kelas kemedangan berharga murah dan bersifat ringan, sedangkan komponen kimia dari kemedangan berharga tinggi. Oleh karena itu, diversifikasi produk kemedangan sangat berpotensi untuk dikembangkan terutama di tempat penghasil kemedangan. Kegiatan diversifikasi produk yang telah dilakukan masyarakat adalah penyulingan (Suwardi dan Edriana, 2005).

Minyak gaharu mengandung resin aromatik yang sangat dibutuhkan di dunia kesehatan, kosmetik dan obat-obatan hingga puluhan tahun yang diperoleh dari pembakaran gaharu yang mengeluarkan bau harum. Warna minyak gaharu kuning hingga hitam dengan kekentalan yang sangat tinggi, beraroma balsam dan kayu. Aroma manisnya mirip cendana. Sisa distilasi berupa serbuk kayu, dijemur agar kering. Remahan itu berguna sebagai bahan baku dupa dengan penambahan bahan-bahan adesif agar berubah bentuk menjadi pasta. Dupa digunakan pada ritual sembahyang agama Budha, Konghucu dan Hindu di negara-negara Asia Timur dan Asia Selatan (Anonim, 2009b). Sisa distilasi atau ampas sisa penyulingan ini laku dijual dengan harga Rp3.0004.000/kg (Suwardi dan Edriana, 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan dalam proses penyulingan yang menggunakan teknik pengukusan; mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dan keuntungan maksimum yang akan diperoleh selama satu periode produksi minyak gaharu.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada berbagai pihak untuk dapat memanfaatkan gaharu bermutu rendah melalui diversifikasi produk yang salah satunya dengan cara penyulingan untuk menghasilkan minyak gaharu yang bernilai tinggi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di industri penyulingan minyak gaharu berskala rumah tangga yang terletak di Jalan Gerilya Samarinda. Penelitian memakan waktu selama 3 bulan dari bulan April sampai Juni 2010.

Objek penelitian adalah industri penyulingan minyak gaharu di Samarinda. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung di lapangan mencakup antara lain: jenis dan harga bahan baku gaharu yang digunakan, proses penyulingan minyak, biaya dan jumlah produksi selama satu periode produksi serta harga jual minyak dan ampas sisa penyulingan.

(3)

Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu 130

Prosedur pengumpulan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Pembelian gaharu dari para pengumpul.

2. Seleksi gaharu berdasarkan kualitas. 3. Pencacahan gaharu menggunakan parang.

4. Penggilingan cacahan gaharu menjadi partikel yang lebih kecil dengan mesin giling.

5. Pengeringan.

6. Penyiapan ketel, kompor dan penampung kondensat sesuai prosedur. 7. Penyulingan dan penampungan hasil sulingan.

8. Penjualan.

Komponen biaya penyulingan yang dikeluarkan selama satu periode produksi meliputi biaya tetap dan biaya variabel yang ditabulasikan ke dalam kelompok biaya (cost) dan selanjutnya dilakukan analisis break even point (BEP).

Biaya penyulingan minyak gaharu terdiri dari semua biaya yang dikeluarkan untuk mengolah gaharu sampai menghasilkan minyak gaharu. Biaya tersebut meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel).

Biaya tetap meliputi: biaya penyusutan peralatan, biaya penyusutan rumah penyulingan dan listrik. Biaya variabel meliputi: bahan baku, bahan bakar, listrik, upah karyawan, biaya pemeliharaan.

Rumus yang digunakan untuk mencari nilai BEP dalam unit dihitung dengan menggunakan persamaan:

BEP = {TFC / P  (TVC/Q)}

BEP(q) = break even point. TFC = total biaya tetap. TVC = total biaya variabel. P = harga jual per unit. Q = jumlah unit yang dihasilkan.

Soehardi (1990) juga mengemukakan rumus untuk menghitung BEP dalam rupiah adalah:

BEP = {TFC / 1  (TVC/S)}

BEP(Rp) = break even point. TFC = total biaya tetap. TVC = total biaya variabel S = total pendapatan.

Selain menggunakan analisis BEP, juga digunakan analisis terhadap keuntungan maksimum. Menurut Sukirno (1994), keuntungan maksimum akan diperoleh pada saat biaya marginal sama dengan keuntungan marginal atau dengan kata lain saat harga produk sama dengan keuntungan marginal (P = MR), maka keuntungan maksimum akan diperoleh dari tingkat produksi di mana biaya marginal sama dengan hasil penjualan marginalnya (MC = MR). Dalam bentuk grafik ditunjukkan dengan perpotongan kurva biaya marginal dengan garis harga.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(4)

131 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

juga berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil hanya melakukan usaha jual beli gaharu dalam bentuk alami. Namun, memasuki awal tahun 2000, pemilik usaha yang berada di kawasan pemukiman padat penduduk ini, tepatnya di kelurahan Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Samarinda Utara memulai usaha dalam pengolahan gaharu menjadi minyak. Seiring berjalannya waktu, melalui pembelajaran dan pengalaman yang ada, penerapan teknik penyulingan yang dilakukan mengalami beberapa perubahan sehingga memberikan hasil yang lebih baik, yaitu baik dari segi kualitas minyak maupun secara finansial.

Penyulingan yang dilakukan setiap bulan adalah sebanyak 15 kali dengan produksi minyak sekitar 900 cc, jadi dalam satu tahun melakukan 60 kali penyulingan minyak gaharu dengan jumlah produksi sekitar 3.600 cc.

Penjualan minyak gaharu berdasarkan adanya permintaan dari pasar dengan harga jual Rp50.000,-/cc. Hingga saat ini, pengusaha belum mengalami kendala dalam hal pemasaran dikarenakan permintaan akan minyak gaharu tidak pernah surut. Para pembeli kebanyakan berasal dari orang-orang keturunan Arab.

Penyulingan Minyak Gaharu

Penyulingan minyak gaharu berskala industri rumah tangga yang terletak di Jalan Gerilya Samarinda dilakukan dengan menggunakan teknik pengukusan. Jumlah ketel yang digunakan saat ini adalah 4 buah dengan kapasitas masing-masing ketel sebanyak 5 kg bahan baku gaharu. Ketel yang digunakan terbuat dari bahan baja tahan karat (stainless steel) yang berukuran diameter 48 cm dan tinggi 60 cm. Pelaksanaan penyulingan berlangsung selama 15 sampai 18 jam dengan bahan bakar minyak tanah sebanyak 10 liter per ketel per hari.

Bahan baku gaharu diperoleh dari hutan di sekitar Kabupaten Berau. Selain itu juga diperoleh dari Palangkaraya, Kabupaten Malinau, Bulungan dan daerah Long Bagun. Jenis bahan baku yang digunakan terdiri dari 4 kelas, yaitu kelas sapuan yang berbentuk seperti debu dengan harga beli Rp250.000,-/kg, kelas teri kulit dengan harga Rp150.000200.000,-/kg, kelas serbuk yang bentuknya berupa rautan dengan harga Rp75.000,-/kg dan kelas sarang semut dengan harga Rp40.000,-/kg. Sebelum disuling, bahan dijemur terlebih dahulu kemudian digiling dengan mesin giling yang menggunakan bahan bakar solar dengan kebutuhan sebanyak 10 liter/hari.

Penyulingan minyak gaharu yang dilakukan yaitu dengan cara pengukusan (indirect distillation) dengan menggunakan ketel sebagai alat pengukus partikel gaharu yang dihubungkan dengan alat pendingin. Klep pengatur pada tutup ketel akan dibuka ketika tekanan udara sudah mencapai 40 atm. Pada saat itu uap air akan mengalir melalui sela-sela partikel membawa minyak gaharu. Uap ini akan mengumpul pada ruang tutup ketel yang berbentuk leher angsa (goose-neck) dan terus dialirkan melalui sebuah pipa yang terhubung dengan drum yang diisi air yang berfungsi sebagai pendingin, sehingga berubah menjadi cair. Di bawah drum terhubung sebuah pipa kecil yang akan mengalirkan minyak hasil distilasi yang ditampung ke dalam tabung kaca.

(5)

Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu 132

maka tidak akan diperoleh nilai tambah. Sebaliknya bila menggunakan kelas mutu yang terlalu rendah yakni di bawah kelas sarang semut, maka produktivitas akan rendah, sehingga proses menjadi tidak ekonomis. Oleh sebab itu pada penyulingan minyak gaharu yang dilakukan di lokasi penelitian, dalam satu ketel suling menggunakan campuran bahan baku dari beberapa kualitas, yaitu yang terdiri dari jenis gaharu mulai dari yang berharga Rp40.000,-/kg sampai dengan Rp250.000,-/kg. Dari teknik ini, maka harga jual minyak gaharu yang dihasilkan sebesar Rp50.000,-/cc. Ampas kayu sisa penyulingan yang telah dijemur selama 12 hari laku dijual dengan harga Rp4.000,-/kg.

Berdasarkan hasil penelitian, umur inokulasi juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas gaharu sebagai bahan baku minyak, sehingga berpengaruh pula terhadap tingkat produksinya. Sebaiknya gaharu yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses penyulingan ini adalah yang umur inokulasinya antara 2 sampai 8 tahun. Bila menggunakan gaharu hasil inokulasi kurang dari 2 tahun, praktis tidak akan menghasilkan minyak. Namun jika lebih dari 8 tahun, sebaiknya dijual dalam bentuk alami (bongkahan, serbuk, chip dan sebagainya). Pengukuran warna gaharu (Gambar 1) yang digunakan sebagai bahan baku dari berbagai kelas mutu dengan umur inokulasi yang berbeda dilakukan dengan menggunakan alat Colourmeter. Pada alat tersebut menampilkan angka-angka yang kemudian dapat dilihat perbandingan warnanya menggunakan Labdiagram. Jenis-jenis gaharu dari berbagai kelas mutu yang digunakan sebagai bahan baku dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Warna Kayu Gaharu Berdasarkan Umur Inokulasi yang Diukur Menggunakan Colourmeter. 1 = umur inokulasi 8 tahun. 2 = 6 tahun. 3 = 4 tahun. 4 = 2 tahun

4 3

(6)

133 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

Gambar 2. Jenis-jenis Kayu Gaharu yang Digunakan Sebagai Bahan Baku Penyulingan

Tahap Penyulingan

Pelaksanaan penyulingan minyak gaharu dengan cara pengukusan meliputi tiga tahap, yaitu: persiapan bahan baku, persiapan peralatan dan tahap penyulingan. a. Persiapan bahan baku. Gaharu yang akan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan minyak diambil dari daerah Long Bagun, Malinau, Berau, Bulungan dan Palangkaraya dengan umur inokulasi sekitar 2 sampai 8 tahun. Bahan baku yang digunakan terdiri dari 4 mutu, yaitu sapuan, teri kulit, serbuk dan sarang semut. Sebelum disuling, gaharu terlebih dahulu dijemur selama 12 hari di tempat terbuka, dicacah dengan parang lalu digiling menjadi partikel yang lebih kecil.

b. Persiapan peralatan. Sebelum penyulingan, persiapan yang dilakukan agar proses penyulingan berjalan sebagaimana mestinya adalah sebagai berikut: menyetel alat penyulingan, mengisi ketel dengan air, mengisi drum pendingin dengan air, mengisi minyak tanah dan memperhatikan sumbu pada kompor, meletakkan penampung kondensat di bawah drum pendingin dan pelaksanaan penyulingan.

(7)

Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu 134

Biaya Produksi

a. Asumsi perhitungan. Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan usaha ini adalah sebagai berikut: kapasitas ketel adalah 5 kg bahan baku, frekuensi produksi adalah 15 kali sebulan, harga jual minyak gaharu adalah Rp50.000,-/cc, harga jual ampas hasil sulingan Rp4.000,-/kg, bahan bakar terdiri dari 40 liter minyak tanah dan 10 liter solar setiap kali produksi, proses penyulingan dilakukan setiap bulan dalam setahun dengan 15 hari kerja dalam sebulan, umur ekonomis mesin produksi 10 tahun dan umur ekonomis bangunan pabrik 10 tahun.

b. Investasi. Investasi yang dikeluarkan adalah: ketel penyulingan, drum pendingin, tungku pembakaran sebesar Rp20.000.000,-, mesin giling Rp4.000.000,- dan rumah penyulingan Rp5.000.000,-.

c. Komponen analisis biaya. Biaya penyulingan minyak gaharu terdiri dari semua biaya yang dikeluarkan untuk mengolah gaharu sampai menghasilkan minyak gaharu. Komponen biaya tersebut meliputi:

1. Biaya penyusutan mesin produksi dan peralatan. Biaya yang dikeluarkan karena susutnya nilai suatu aset dalam hal ini adalah mesin giling, parang, drum dan satu set alat suling yaitu berupa ketel penyulingan, pendingin, penampung kondensasi dan kompor yang dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line depreciation), yang mana laju depresiasi tiap tahun adalah sama.

2. Biaya penyusutan rumah penyulingan. Biaya yang dikeluarkan terhadap penyusutan rumah penyulingan dengan asumsi umur ekonomis adalah 10 tahun. Metode perhitungan yang digunakan adalah metode garis lurus (straight-line depreciation).

3. Biaya listrik. Biaya listrik digolongkan menjadi biaya tidak tetap dan biaya tetap. Digolongkan menjadi biaya tidak tetap ketika listrik digunakan selama proses produksi berlangsung. Namun akan menjadi biaya tetap jika proses produksi sedang tidak berjalan.

4. Biaya bahan baku. Pembelian bahan baku gaharu dengan berbagai kualitas mulai dari harga Rp40.000250.000,-/kg.

5. Biaya bahan bakar. Minyak tanah yang diperlukan dalam setiap kali proses produksi adalah 40 liter dengan harga Rp8.000/liter. Pengusaha belum mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan bakar jenis ini walaupun saat ini terjadi konversi dari minyak tanah ke gas. Bahan bakar untuk menggiling gaharu menjadi partikel yang lebih kecil adalah menggunakan solar dengan kebutuhan sebanyak 10 liter/hari dengan harga Rp4.500,-/liter.

6. Upah karyawan. Jumlah karyawan sebanyak 4 orang, masing-masing karyawan diupah sebesar Rp50.000,-/hari kerja.

7. Biaya pemeliharaan. Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan terhadap peralatan yang digunakan dalam proses penyulingan.

(8)

135 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

Tabel 1. Biaya Penyulingan Minyak Gaharu dengan Menggunakan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas Gaharu Setiap Satu Periode Produksi

Komponen Biaya (Rp)

Keterangan: Biaya pembelian mesin dan pembangunan rumah penyulingan diasumsikan telah dilakukan pada awal produksi

Besarnya pendapatan yang diperoleh selama satu periode produksi dirinci pada Tabel 2.

Tabel 2. Pendapatan pada Penyulingan Minyak Gaharu dengan Menggunakan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas Gaharu Setiap Satu Periode Produksi

Komponen Biaya (Rp)

Minyak gaharu 62 cc 3.100.000

Limbah gaharu 18 kg 72.000

Jumlah biaya 3.172.000

Analisis BEP

(9)

Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu 136

Tabel 3. Biaya-biaya dan Penjualan Minyak Gaharu dengan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas Selama Satu Periode Produksi

Gaharu dengan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas

Unit Nilai

Analisis biaya juga dilakukan pada penyulingan minyak yang menggunakan bahan baku gaharu kelas lainnya. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kelas sapuan menempati urutan tertinggi dalam perolehan keuntungan (Rp969.389,-) pada BEP Rp145.120,- yang diikuti kelas teri kulit (Rp429.389,-) pada BEP Rp195.569,-; kelas campuran (Rp299.389,-) pada BEP Rp216.111,-; kelas serbuk mengalami kerugian (Rp830.611,-) pada BEP Rp34.428,- serta kelas sarang semut yang juga mengalami kerugian (Rp1.030.611,-) pada BEP Rp8.072,-.

Penggunaan bahan baku secara tunggal dari kelas sapuan dan teri kulit memberikan keuntungan yang cukup tinggi, namun ketersediaan bahan baku menjadi salah satu kendala mengapa pengusaha tidak melakukannya.

Hasil analisis terhadap rataan biaya (AC) dan margin biaya (MC) pada tingkat di mana harga sama dengan margin keuntungan (P = MR = Rp50.000,-) didapat hasil keuntungan maksimum yang dicapai pada produksi 1.000 cc minyak dengan nilai Rp4.027.000,- (Tabel 5, Gambar 3). Pada tingkat produksi sebanyak 1.200 cc, keuntungan sudah mengalami penurunan yaitu sebesar Rp2.027.000,- yang diperoleh dari selisih antara pendapatan sebesar Rp60.000.000,- dan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp57.973.000,-.

Tabel 5. Analisis Keuntungan Maksimum pada Penyulingan Minyak Gaharu dengan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas

(10)

137 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

P roduksi (c c )

Gambar 3. Pola Keuntungan Maksimum Penyulingan Minyak Gaharu dengan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas

Berdasarkan hasil penelitian jumlah produksi per hektar hasil penjarangan yang dilakukan oleh Denok (2010), jika jumlah gaharu sebanyak 20 kg (2 kg sapuan, 7 kg teri kulit, 8 kg serbuk, 3 kg sarang semut) yang menghasilkan 62 cc minyak dalam satu periode produksi, maka jumlah pohon yang harus disediakan adalah sebanyak 27 pohon hasil penjarangan atau lahan seluas 1 ha.

Jika pada keuntungan maksimum sebesar Rp4.027.000,- dengan tingkat produksi 1.000 cc minyak dengan kebutuhan bahan baku sekitar 322,5 kg (32,5 kg sapuan, 112,5 kg teri kulit, 129 kg serbuk, 48,5 kg sarang semut), maka pohon yang harus tersedia adalah 432 pohon atau lahan seluas 64 ha dengan masing-masing umur seluas 16 ha.

Berikut ini disajikan analisis produksi dan BEP Usaha Minyak Gaharu (Tabel 6) dan nilai BEP pada usaha penyulingan minyak gaharu pada berbagai kelas kualitas bahan baku yang digunakan (Tabel 7).

Tabel 6. Analisis Produksi dan BEP Usaha Minyak Gaharu

Jenis Harga per kg

Tabel 7. Nilai BEP (q), BEP (Rp), BEP (Unit) dan Keuntungan pada Usaha Penyulingan Minyak Gaharu

Jenis BEP(q) (cc) BEP (Rp) BEP setiap unit (Rp) Keuntungan (Rp)

Sapuan 2,38 145.120,00 1.451,20 969.389,00

(11)

Aziza dkk. (2010). Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu 138

Tabel 7 (lanjutan)

Jenis BEP(q) (cc) BEP (Rp) BEP setiap unit (Rp) Keuntungan (Rp) Campuran 5,44 216.111,00 3.485,66 299.389,00

Serbuk -0,99 -34.428,00 -861,00 -830.611,00

Sarang semut -0,61 -8.072,00 -269,00 -1.030.611,00

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tahapan dalam proses penyulingan dengan metode pengukusan meliputi tiga tahap yaitu persiapan bahan baku, persiapan alat dan pelaksanaan penyulingan. Pada proses penyulingan minyak yang menggunakan bahan baku dari kualitas secara tunggal maupun campuran, metode yang digunakan adalah sama yaitu dengan pengukusan. Selain menghasilkan minyak gaharu, proses penyulingan juga menghasilkan produk sampingan berupa ampas sisa hasil sulingan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan dupa atau hio.

Jumlah biaya yang dikeluarkan pada penyulingan minyak dengan bahan baku campuran adalah sebesar Rp2.872.611,- per satu periode produksi (lama waktu penyulingan 15 sampai 18 jam) dengan nilai pendapatan dari produksi minyak sebanyak 62 cc adalah Rp3.172.000,-. Dengan produksi sebanyak itu, BEP dicapai pada harga Rp216.111,- atau Rp3.485,66 per cc.

Keuntungan maksimum usaha penyulingan minyak gaharu dicapai pada produksi 1.000 cc dengan nilai Rp4.027.000,-.

Saran

Bahan baku gaharu yang digunakan dalam proses penyulingan sebaiknya dengan pencampuran dari beberapa kelas (mutu) dengan umur inokulasi berkisar antara 2 sampai 8 tahun.

Diperbolehkan menggunakan bahan baku dari satu kelas saja seperti kelas sapuan dan teri kulit karena keuntungan yang diperoleh cukup tinggi yaitu Rp969.389,- dan Rp429.389,-. Namun ketersediaan bahan baku menjadi salah satu kendala.

Sebaiknya tidak menggunakan kelas serbuk atau kelas sarang semut secara tunggal, karena tidak akan memberikan keuntungan secara ekonomi. Biaya yang dikeluarkan selama satu periode produksi untuk kelas serbuk Rp1.402.611,- dan Rp2.102.611,- untuk kelas sarang semut yang melebihi pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar Rp1.272.000,- untuk kelas serbuk dan Rp372.000,- untuk kelas sarang semut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009a. Gaharu: HHBK yang Menjadi Primadona. http://www.dephut.go.id/

halaman/standardisasi_&_lingkungan_kehutanan/info_vo2/vi_vo2.htm. 6 h.

Anonim. 2009b. Trubus Info Kit: Minyak Atsiri, Volume 7, Juni 2009. PT Trubus Swadaya,

(12)

139 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010

Denok, M. 2010. Analisis Finansial Kelayakan Usaha Tani Gaharu. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.

Soehardi, S. 1990. Analisis Break Even. Analisis Secara Ringkas dan Praktis. BPFE, Yogyakarta.

Sukirno, S. 1994. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sumarna, Y. 2005. Strategi Budidaya dan Pengembangan Produksi Gaharu. Makalah

Disampaikan pada Seminar Nasional Gaharu, Bogor 12 Desember 2005. Badan

Litbang Kehutanan, Bogor.

Sumarna, Y. 2009. Gaharu, Budidaya dan Rekayasa Produksi. Penebar Swadaya, Jakarta. 76 h.

Suwardi, E. dan E. Edriana. 2005. Gaharu dan Prospek Peningkatan Nilai Tambah Melalui Penyulingan Tepat Guna. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Gaharu, Bogor

(13)

Gambar

Gambar 1. Warna Kayu Gaharu Berdasarkan Umur Inokulasi yang Diukur Menggunakan Colourmeter
Gambar 2.  Jenis-jenis Kayu Gaharu yang Digunakan Sebagai Bahan Baku Penyulingan
Tabel 1. Biaya Penyulingan Minyak Gaharu dengan Menggunakan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas Gaharu Setiap Satu Periode Produksi
Tabel 3. Biaya-biaya dan Penjualan Minyak Gaharu dengan Bahan Baku dari Berbagai Kualitas Selama Satu Periode Produksi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam suatu penyalahgunaan narkoba secara tidak langsung menimbulkan korban. Untuk mengatasi korban penyalahgunaan narkoba perlu dilakukan tindakan-tindakan yang baik agar

Sikap kerja yang alamiah yaitu sikap dalam proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian tubuh

Hal ini berarti besarnya kontribusi pesan dan endorser pada iklan televisi dalam mempengaruhi keputusan pembelian minuman You C 1000 Vitamin di wilayah Surabaya Selatan secara

Hasil percobaan memperlihatkan bahwa tetua P2 (US- 605) lebih bersifat toleran dan mampu mempertahankan daya hasil secara nyata dibandingkan tetua P1 (Kelinci) yang peka.

Sistem Informasi Ujian Secara Online Pada Perguruan Tinggi AMIK Dian Cipta Cendikia dapat diakses dengan web browser dan berdasarkan pengujian terhadap aplikasi

Sebagai tuan rumah kita dilarang untuk memperlakukan tamu secara tidak baik, dengan tidak memberinya makan atau menerimanya dengan perlakuan yang buruk, karena

Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali

Hasil pembelian CP (dalam bentuk hardcopy ) yang telah diperiksa KSEI harus diserahkan oleh Arranger atau Agen Penjualan kepada KSEI dengan menggunakan surat pengantar