BAB II
DESKRIPSI LOKASI
2. 1. Gambaran Umum dan Sejarah Kabupaten Samosir
Kabupaten Samosir adalah hasil pemekaran dari kabupaten induknya
yakni Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk berdasarkan Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir di Provinsi
Sumatera Utara, diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 oleh Menteri Dalam
Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia.
Penerapan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan Daerah, telah mendorong munculnya aspirasi
masyarakat di daerah untuk membentuk kabupaten/kota baru yang bersifat
otonom. Sebab dengan status daerah otonom baru, mereka berharap akan
memperoleh peluang untuk mengurus daerahnya sendiri dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Pembentukan Kabupaten Samosir di Propinsi Sumatera Utara yang
wilayahnya meliputi seluruh Pulau Samosir dan sebahagian wilayah di pulau
sumatera sudah merupakan agenda Pemerintah Kabupaten Toba Samosir. Hal itu
guna dalam kajian percepatan pemekaran Kabupaten Toba Samosir dengan
melahirkan calon Kabupaten Samosir perlu segera dilakukan mengingat
Usul pemekaran Kabupaten Toba Samosir menjadi dua kabupaten yang
didasarkan pada desakan masyarakat wilayah samosir dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Toba Samosir adalah :
1. Kabupaten Toba Samosir (Induk), terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan
yaitu Kecamatan Balige, Laguboti, Silaen, Habinsaran, Porsea,
Lumbanjulu, Uluan, Pintu Pohan Meranti, Ajibata, dan Borbor.
2. Kabupaten Samosir (kabupaten baru), terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan
yaitu kecamatan Pangururan, Ronggur Nihuta, Sianjur Mula-mula,
Simanindo, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Harian, dan Sitio-tio.
Aspirasi dan argumentasi masyarakat yang disampaikan kepada DPRD
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten Toba Samosir, Pemerintah
Kabupaten Toba Samosir, dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
ditindaklanjuti dengan:
1. Keputusan DPRD Kabupaten Toba Samosir Nomor 4 Tahun 2002 tanggal
20 Juni 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir.
2. Surat Bupati Toba Samosir Nomor 1101/Pem/2002 tanggal 24 Juni 2002
yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara.
3. Surat Bupati Toba Samosir Nomor 135/1187/Pem/2002 tanggal 3 Juli
2002 yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara perihal laporan
tentang aspirasi masyarakat Samosir untuk membentuk Kabupaten
4. Terakhir, dari seluruh argumentasi, usulan DPRD dan Bupati Toba
Samsoir ini diakomodir dengan keluarnya Undang-undang No. 36 Tahun
2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir
dan Kabupaten Serdang Bedagai.
Terbentuknya Kabupaten Samosir sebagai kabupaten baru merupakan
langkah awal untuk memulai percepatan pembangunan di wilayah Samosir
menuju masyarakat yang lebih sejahtera, dengan tujuan untuk menegakkan
kedaulatan rakyat dalam rangka perwujudan sosial, mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat, merespon serta merestrukturisasi jajaran pemerintahan daerah
dalam rangka mempercepat proses pembangunan sehingga dalam waktu yang
cukup singkat dapat sejajar dengan kabupaten lainnya dan akan mengangkat
harkat hidup masyarakat yang ada di kabupaten Samosir pada khususnya, dan di
provinsi sumatera utara pada umumnya.20
Sejalan dengan tuntutan perkembangan era reformasi, Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dipandang perlu mendapat
perubahan dengan terbitnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yang salah satunya antara lain menetapkan bahwa Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu paket melalui pemilihan
langsung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada tanggal 27 Juni 2005
20
diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten
Samosir secara langsung oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Samosir yakni
terpilihnya Ir. Mangindar Simbolon dan Ober Sihol Parulian Sagala, SE sebagai
Bupati dan Wakil Bupati Samosir Periode 2005-2010 yang selanjutnya ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.22-740 tanggal
12 Agustus 2005. Kemudian pada tanggal 13 September 2005, Bupati dan Wakil
Bupati Samosir terpilih dilantik oleh Gubernur Sumatera Utara atas nama
Presiden Republik Indonesia dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten
Samosir.
Dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan
pembinaan kemasyarakatan di Kabupaten Samosir sesuai amanat Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor
36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir di Provinsi Sumatera
Utara serta berbagai ketentuan yang berlaku sekaitan dengan tugas dan kewajiban
pemerintahan, Pemerintah Kabupaten bersama DPRD Kabupaten Samosir telah
berhasil menetapkan berbagai peraturan daerah antara lain Peraturan Daerah
(Perda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagai salah satu unsur pendukung
dalam penyusunan APBD, Peraturan daerah (Perda) Kelembagaan Organisasi
Perangkat Daerah sebagai landasan penataan organisasi, Perda tentang Lambang
Daerah dan Perda Kabupaten Samosir Nomor 28 Tahun 2005 yang menetapkan
bahwa tanggal 7 Januari sebagai Hari Jadi Kabupaten Samosir, kemudian Perda
72 Tahun 2005 tentang Desa, Perda tentang Perijinan, Pengelolaan
Keuangan/Barang, Pengawasan Ternak, Pengelolaan Irigasi, Pengendalian
Lingkungan Hidup, Pemberdayaan dan Pelestarian Adat Istiadat, APBD dan
Perubahan APBD termasuk didalamnya Perda tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006-2010 sebagai landasan
penyelenggaraan pembangunan 5 (lima) tahun ke depan.21
2.1.1. Kondisi Geografis
Secara geografis Kabupaten Samosir terletak di antara 2021’38’’-
2049’48’’ Lintang Utara dan 98024’00’’ - 99001’48’’ Bujur Timur dengan
ketinggian antara 904 - 2.157 meter di atas pemukaan laut. Luas wilayahnya ±
2.069,05 km2, terdiri dari luas daratan ± 1.444,25 km2 (69,80 persen), yaitu
seluruh Pulau Samosir yang dikelilingi oleh Danau Toba dan sebahagian wilayah
daratan Pulau Sumatera, dan luas wilayah danau ± 624,80 km2 (30,20 persen).
Menurut daerah tingkat kecamatan, wilayah daratan yang paling luas
adalah Kecamatan Harian dengan luas ± 560,45 km2 (38,81 persen), diikuti oleh
Kecamatan Simanindo ± 198,20 km2 (13,72 persen), Kecamatan Sianjur
Mulamula ± 140,24 km2 (9,71 persen), Kecamatan Palipi ± 129,55 km2 (8,97
persen), Kecamatan Pangururan ± 121,43 km2 (8,41 persen), Kecamatan
Ronggurnihuta ± 94,87 km2 (6,57 persen), Kecamatan Nainggolan ± 87,86 km2
(6,08 persen), Kecamatan Onanrunggu ± 60,89 km2 (4,22 persen), dan Kecamatan
Sitiotio ± 50,76 km2 (3,51 persen).
Tabel 2.1
Luas Wilayah Kabupaten Samosir Berdasarkan Kecamatan Tahun 2012
Sumber : Samosir Dalam Angka 2013
Selanjutnya, yang menjadi batas-batas wilayah Kabupaten Samosir, yaitu:
• Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten
Simalungun;
• Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan
Kabupaten Humbang Hasundutan;
• Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten
• Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir.
Gambar 2.1.1. PETA KABUPATEN SAMOSIR
MAP OF SAMOSIR REGENCY
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Samosir Dalam
Angka Tahun 2013. Kabupaten samosir.
Keadaan topografi dan kontur tanahnya beraneka ragam, yaitu datar,
landai, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa
tektonik dan vulkanik.22
2.1.2. Iklim
Posisi geografis yang berada di garis khatulistiwa, kabupaten Samosir
tergolong ke dalam beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 17° C-29°
C, dengankelembapan udara rata-rata 85.04%.
22
Rata-rata curah hujan per bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan
Sianjur Mulamula, yaitu 185,67 mm, disusul oleh Kecamatan Sitiotio 167,75 mm,
Kecamatan Pangururan 140,00 mm, Kecamatan Simanindo 137,67 mm,
Kecamatan Palipi 115,83 mm, Kecamatan Onanrunggu 110,25 mm, Kecamatan
Harian 86,67 mm, Kecamatan Ronggur Nihuta 80,08 mm, dan yang terendah
terdapat di Kecamatan Nainggolan, yaitu 35,50 mm.
Sementara itu, rata-rata banyaknya hari hujan tiap bulan yang tertinggi
terdapat di Kecamatan Sianjur Mulamula, yaitu 15,17 hari, disusul oleh
Kecamatan Pangururan 12,50 hari, Kecamatan Sitiotio 10,67 hari, Kecamatan
Simanindo 9,92 hari, Kecamatan Onanrunggu 9,67 hari, Kecamatan Palipi 9,08
hari, Kecamatan Ronggur Nihuta 7,83 hari, dan yang terendah terdapat di
Kecamatan Nainggolan dan Kecamatan Harian, yaitu masing-masing 7,50 hari.23
2.1.3. Pemerintahan
2.1.3.1. Wilayah Administrasi
Wilayah administrasi pemerintahan kecamatan di Kabupaten Samosir
belum ada mengalami pemekaran, yaitu terdiri dari 9 kecamatan, sementara
wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan mengalami pemekaran pada
tahun 2011, yaitu dari 111 desa dan 6 kelurahan menjadi 128 desa dan 6
kelurahan.24
23
Ibid. Hal 4.
24
2.1.3.2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Berdarkan data dari Sekretariat DPRD Kabupaten Samosir, Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Samosir hasil pemilu
legislatif tahun 2009 adalah sebanyak 25 orang, terdiri dari 22 orang laki-laki
(88,00 persen) dan 3 orang perempuan (12,00 persen), berasal dari 15 Partai
Politik peserta Pemilu, yaitu Partai Hanura, Partai Nasional Indonesia
Marhaenisme, Partai Perjuangan Indonesia Baru masing-masing 3 orang, Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Golongan Karya,
Partai Damai Sejahtera masing-masing 2 orang, dan Partai Republika Nusantara,
Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Patriot, Partai Kasih Demokrasi Indonesia,
Partai Pelopor, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Buruh, Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia masing-masing 1 orang.25
2.1.3.3. Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Samosir,
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah Otonom Kabupaten Samosir pada tahun 2012
adalah sebanyak 3.727 orang, terdiri dari 1.443 orang laki-laki (38,72 persen) dan
2.284 orang perempuan (61,28 persen). Jumlah PNS ini mengalami penurunan
sebanyak 146 orang (3,77 persen) bila dibandingkan dengan tahun 2011.
Menurut usia, PNS Daerah Otonom Kabupaten Samosir yang paling
banyak adalah berusia 25 - 44 tahun, yaitu sebanyak 2.168 orang (58,17 persen),
25
disusul oleh yang berusia 45 - 60 tahun sebanyak 1.548 orang (41,53 persen), dan
yang berusia 20 - 24 tahun sebanyak 11 orang (0,30 persen).
Selanjutnya menurut tingkat pendidikan, PNS Daerah Otonom Kabupaten
Samosir yang paling banyak adalah yang berpendidikan Strata-1, yaitu sebanyak
1.357 orang (36,41 persen), diikuti oleh SLTA sebanyak 1.236 orang (33,16
persen), Diploma I/II/III sebanyak 1.063 orang (28,52 persen), Strata-2 sebanyak
32 orang (0,86 persen), SLTP sebanyak 26 orang (0,70 persen), dan yang
berpendidikan SD sebanyak 13 orang (0,35 persen).26
2.1.3.4. Administrasi Pemerintahan
Berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Samosir
kepemilikan sertifikat hak atas tanah di Kabupaten Samosir pada tahun 2011/2012
mengalami peningkatan sebesar 28,14 persen bila dibandingkan dengan tahun
2010/2011, yaitu dari 2.971 menjadi 3.807.
Banyaknya narapidana dan tahanan pada cabang rumah tahanan negara di
pangururan pada tahun 2011 adalah sebanyak 824 orang, namun pada tahun 2012
mengalami penurunan menjadi 345 orang.27
2.1.4. Kependudukan dan Sosial Budaya
Kondisi kependudukan maupun keadaan sosial budaya mayarakat di
Kabupaten Samosir mempunyai karakter yang khas yang memegang teguh
kebudayaan dan agama serta adat-istiadat yang ada di daerah tersebut.
Berdasarkan angka proyeksi penduduk pertengahan tahun 2012, jumlah
penduduk Kabupaten Samosir adalah 121.594 jiwa, terdiri dari 60.384 penduduk
26
Ibid., Hal 21.
27
laki-laki (49,66 persen) dan 61.210 penduduk perempuan (50,34 persen), dengan
rasio jenis kelamin sebesar 98,65 dan angka kepadatan penduduk mencapai 84,19
jiwa/km2. Sementara itu jumlah rumah tangga adalah 29.775 rumah tangga
dengan rata-rata penduduk tiap rumah tangga sebesar 4,08 jiwa/rumah tangga.
Menurut persebaran penduduk tiap kecamatan, penduduk yang lebih
banyak adalah di Kecamatan Pangururan, yaitu 29.889 jiwa (24,58 persen),
dengan angka kepadatan penduduk 246,14 jiwa/km2, sedangkan penduduk yang
paling sedikit adalah di Kecamatan Sitiotio yaitu 7.239 jiwa (5,95 persen), dengan
angka kepadatan penduduk rata-rata 142,61 jiwa/km2.
Kecamatan yang mempunyai angka kepadatan penduduk paling rendah
adalah Kecamatan Harian, walaupun wilayahnya paling luas, yaitu mencapai
560,45 km2, namun hanya didiami oleh 7.988 jiwa (6,57 persen) penduduk
dengan angka kepadatan penduduk rata-rata 14,25 jiwa/km2. Hal ini disebabkan
karena sebagian besar wilayahnya merupakan areal hutan produksi maupun hutan
lindung dan juga areal pertanian.28
28
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga di Kabupaten Samosir Menurut Kecamatan Tahun 2012
NO. KECAMATAN
Gambar 2.2
Distribusi Penduduk Kabupaten Samosir Menurut Kecamatan Tahun 2012
2.1.4.1. Pendidikan
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS),
persentase penduduk Kabupaten Samosir berusia 10 tahun ke atas yang masih
sekolah diperkirakan sebesar 28,42 persen, sedangkan yang tidak/belum pernah
sekolah adalah 1,21 persen, dan yang tidak bersekolah lagi adalah 70,36 persen.
Persentase penduduk yang masih sekolah dan yang tidak bersekolah lagi
mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun sebelumnya, sementara yang
tidak/belum pernah sekolah mengalami penurunan.
Berdasarkan tingkat pendidikan, Angka Partisipasi Kasar (APK) penduduk
Kabupaten Samosir pada tingkat Sekolah Dasar adalah 107,20 persen, tingkat
Sekolah Menengah Tingkat Pertama adalah 92,82 persen, dan Sekolah Menengah
(APM) pada tingkat Sekolah Dasar adalah 94,71 persen, tingkat Sekolah
Menengah Tingkat Pertama adalah 78,56 persen, dan Sekolah Menengah Tingkat
Atas adalah 79,86 persen.
Persentase penduduk Kabupaten Samosir berusia 10 tahun ke atas yang
buta huruf pada tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun
2011, yaitu dari 2,16 persen menjadi 1,70 persen. Menurut jenis kelamin,
persentase penduduk perempuan yang buta huruf, yaitu 3,01 persen, lebih tinggi
dari penduduk laki-laki yang hanya sebesar 0,36 persen.29
2.1.4.2. Kesehatan dan Keluarga Berencana
Angka Harapan Hidup (e0) penduduk Kabupaten Samosir setiap tahun
mengalami peningkatan hingga mencapai 69,95, lebih tinggi bila dibandingkan
dengan rata-rata Angka Harapan Hidup penduduk Sumatera Utara, yaitu sebesar
69,81 tahun.
Berdasarkan data dari kantor keluarga berencana Kabupaten Samosir,
banyaknya Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2012 di Kabupaten Samosir adalah
13.293 pasangan, 11.036 pasangan (79,26 persen) diantaranya adalah akseptor
aktif. Sementara itu jumlah akseptor baru adalah sebanyak 3.634 pasangan.30
29
Ibid., hal 101.
30
2.1.4.3. Perumahan
Berdasarkan hasil SUSENAS, persentase rumah tangga di Kabupaten
Samosir yang sudah menggunakan listrik PLN sebagai sumber penerangan utama
adalah 94,07 persen, listrik Non PLN 3,99 persen, aladin/petromak 1,15 persen,
dan pelita/obor 0,79 persen.
Menurut sumber air minum utama, persentase rumah tangga yang
menggunakan air kemasan bermerk/air isi ulang/leding dengan meteran/leding eceran
adalah 10,32 persen, sedangkan yang menggunakan sumur bor /pompa/sumur
terlindung/sumur tidak terlindung/ mata air terlindung/mata air tidak terlindung/air
sungai/danau/air hujan adalah 61,01 persen, dan yang lainnya adalah 28,68 persen.
Sementara itu persentase rumah tangga yang memiliki lantai rumah terbuat dari
bukan tanah adalah 99,25 persen dan terbuat dari tanah adalah 0,75 persen.31
2.1.4.4. Sosial Lainnya
Berdasarkan data dari kantor kementerian agama Kabupaten Samosir, pada
tahun 2012 penduduk Kabupaten Samosir yang beragama Kristen adalah
sebanyak 85.459 jiwa (56,90 persen), Katolik 62.613 jiwa (41,69 persen), Islam
1.524 jiwa (1,01 persen), dan lainnya 591 jiwa (0,39 persen).32
31
Ibid., hal 102.
32
2.1.5. Visi dan Misi Kabupaten Samosir
Visi merupakan gambaran sikap mental dan cara pandang jauh ke depan
mengenai organisasi sehingga organisasi tersebut tetap eksis, antisipatif dan
inovatif. Oleh karena itu, yang menjadi visi Kabupaten Samosir tahun 2010-2015
adalah: “SAMOSIR MENJADI DAERAH TUJUAN WISATA LINGKUNGAN
YANG INOVATIF 2015.” Beberapa kata kunci dari kalimat visi tersebut, dapat
dijelaskan seperti berikut:
1. Wisata Lingkungan mengandung makna bahwa pariwisata yang
mempertimbangkan dampak sosial ekonomi dan lingkungan dimasa kini
dan masa mendatang dengan memperhatikan kebutuhan pengunjung
(wisatawan), industri pariwisata, lingkungan sekitar dan masyarakat tuan
rumah. Arah pengembangan destinasi pariwisata lingkungan adalah
pariwisata berkelanjutan yaitu upaya terpadu dan terorganisasi untuk
mengembangkan kualitas hidup melalui pengaturan, penyediaan
pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya alam dan
budaya secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi juga adil secara
etika dan sosial terhadap masyarakat.
2. Inovatif mengandung makna bahwa Kabupaten Samosir akan berkreasi,
mau dan dapat mengadakan pembaharuan sesuai tantangan, untuk
menggali dan memperkenalkan hal-hal yang baru akan seni, budaya dan
situs/artefak sejarah etnis batak maupun kawasan wisata rekreasi yang
Dalam rangka mewujudkan visi dimaksud, maka disusun Misi Kabupaten
Samosir 2011-2015 adalah sebagai berikut:
1.
Memantapkan Good Governance dengan dukungan SDM yang berkualitasserta prasarana dan sarana yang memadai dan berstandart.
2. Mengembangkan ekonomi kerakyatan untuk peningkatan kesejahteraan
rakyat dengan pengelolaan Sumber Daya alam (SDA) yang berkelanjutan
dan terkendali.
3. Meningkatkan infrastruktur dan konservasi alam yang handal berdasarkan
tata ruang yang mantap untuk mendukung industri pariwisata berbasis
lingkungan dan budaya.
4. Meningkatkan kondusifitas daerah dengan mendorong pelaksanaan
demokrasi dan penegakan hukum.
5. Mengembangkan jejaring yang sinergis kepada semua pihak.33
2.2. Gambaran umum MUSRENBANG Kabupaten
Musyawarah perencanan pembangunan (MUSRENBANG) kabupaten
adalah musyawarah pemangku kepentingan (stakeholder) ditingkat
kabupaten/kota untuk mematangkan Rancangan Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD) kabupaten/kota yang disusun berdasarkan kompilasi seluruh
Rancangan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) hasil
forum SKPD dengan cara meninjau keserasian antara seluruh rancangan Renja
33
SKPD yang hasilnya digunakan untuk pemutakhiran Rancangan RKPD dengan
merujuk kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Undang-Undang No 25 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa
perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia. Pengertian sumber daya yang dimaksudkan adalah potensi, kemampuan
dan kondisi lokal, termasuk anggaran, untuk dikelolah dan dimanfaatkan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu di dalam Undang-Undang
No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa
kabupaten/kota merupakan daerah otonom, dalam artian bahwa daerah memiliki
kewenangan membuat daerah kebijakan untuk memberikan pelayanan,
peningkatan partisipasi, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang ditujukan
untuk pemberdayaan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Guna mewujudkan kemajuan daerah, kesejahteraan, dan kemadirian
masyarakat maka perlu didukung oleh pengelolaan pembangunan yang
partisipatif. Pada tataran pemerintahan diperlukan perilaku pemerintahan yang
jujur, terbuka, bertanggung jawab, dan demokratis. Sedangkan pada tataran
masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran
serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.
Salah satu arena proses pengambilan keputusan secara parisipatif dalam
kebijakan daerah adalah Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
dalam merumuskan perencanaan pembangunan secara kolaboratif dengan
melibatkan 3 pilar pemerintahan, yaitu pemerintah daerah (eksekutif dan
legislative), kalangan masyarakat, dan kalangan swasta. Dengan demikian
musrenbang menjadi arena strategis untuk para pihak dalam merumuskan
perencanaan pebangunan daerah.
2.2.1. Kerangka Hukum Musrenbang Kabupaten/Kota
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
merupakan kerangka dasar otonomi daerah yang salah satunya mengamanatkan
dilaksanakannya perencanaan pembangunan dari bawah secara partisipatif.
Payung hukum untuk pelaksanan Musrenbang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang system Perencanan Pembangunan Nasional, dan
secara teknis pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi
Pelaksanaan Pembangunan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (2)
menyebutkan bahwa “Musrenbang RKPD dilaksanakan oleh Bappeda setiap
tahun dalam rangka membahas RancanganRKPDtahun berikutnya”. Selanjutnya
pada Pasal 18 ayat (4) disebutkan bahwa, “Musrenbang RKPD kabupaten/kota
dilaksanakan untuk keterpaduan Rancangan Renja SKPD dan
dasar hokum bagi pelaksanaan Musrenbang RKPD kabupaten/kota sebagai ruang
untuk membahas rancangan RKPD untuk tahun yang akan datang.
Untuk mendukung pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut,
maka pembangunan yang dilaksanakan dengan meggunakan paradigm
pembedayaan masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan partisipasi
masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengendalian
pembangunan pada tataran pemerintrah di desa/kelurahan, kecamatan, dan
pemerintah kabupaten.
2.2.2 Partisipasi Masyarakat di Musrenbang Kabupaten/Kota
Salah satu kunci dalam proses Musrenbang adalah adanya musyawarah
dalam merumuskan kebijakan dan program daerah. Konsep musyawarah
menunjukkan bahwa forum Musrenbang bersifat partisipatif dan dialogis, bukan
seminar dan sosialisasi informasi. Proses musrenbang jangan sampai disusun
sebagai suatu acara seremonial yang separuh atau sebagian besar dari waktunya
diisi dengan samburan dan pidato-pidato. Inti dari musrenbang adalah partisipasi
aktif warga. Dalam setiap level musrenbang, pelibatan masyarakat merupakan
cerminan dari praktik partisipasi warga dan sekaligus arena akuntabilitas
pemerintahan.
Forum Musrenbang kabupaten/kota merupakan langkah penghujung dalam
proses perencanaan, yaitu pemeriksaan bersama dokumen Rancangan Awal
yang merupakan kombinasi hasil dari proses partisipatif spasial dan sektoral
(musrenbang desa/kelurahan, kecamatan, sampai forum SKPD) dan proses
teknokrati
2.2.3. Tujuan dan Luaran Musrenbang Kabupaten/Kota Tujuan Musrenbang kabupaten/kota yaitu:
1. Meyempurnaka Rancangan Awal RKPD yang memuat:
• Prioritas pembangunan daerah;
• Alokasi anggaran indikatif berdasarkan program dan fungsi
SKPD;
• Rancangan Alokasi Dana Desa;
• Usulan kegiatan yang pendanaannya berasal dari APBD
provinsi, APBN, dan sumber pendanaan lainnya;
2. Menyusun rincian rancangan awal kerangka anggaran yang merupakan
rencana kegiatan pengadaan barang dan jasa yang perlu dibiayai oleh
APBD untuk mencapai tujuan pembangunan.
3. Menyusun rincian rancangan awal kerangka regulasi yang merupakan
rencana kegiatan melalui pengaturan yang mendorong partisipasi
masyarakat ataupun lembaga terkait lainnya untuk mencapai tujuan
Luaran Musrenbang kabupaten/kota adalah
1. Kesepakatan tentang rumusan yang menjadi masukan utama untuk
pemutakhiran Rancangan RKPD menjai RKPD dan Rancangan
Renja SKPD, yang meliputi:
• Daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan dan
alokasi anggaran indikatif yang berdasarkan program dan
SKPD;
• Daftar prioritas program dan keggiatan pembangunan yang
sudah dipilah berdasarkan sumber pembiayaan dari APBD
kabupaten, APBD provinsi, APBN, dan sumber pendanaan
lainnya;
• Daftar usulan kebijakan atau regulasi yang diperlukan pada
tingkat pemerintahan kabupaten, provinsi, dan pusat.
2. Tim delegasi yang akan mengikuti pengawalan hasil Musrenbang
di DPRD pada proses penganggaran;
3. Berita acara Musrenbang kabupaten.
2.2.4. Proses Umum Musrenbang Kabupaten/Kota Tahapan Pra-Musrenbang Kabupaten/Kota
1. Pengorganisasian Musrenbang kabupaten/kota, terdiri atas
• Penyusunan struktur organisasi Tim penyelenggara Musrenbang
(TPM) kabupaten/kota dan pembagian tugasnya: ketua, bendahara,
dan seksi-seksi (acara, materi, logistik);
• Pembentukan Tim Pemandu kabuaten/kota oleh TPM;
• Persiapan teknis pelaksanaan Musrenbang Kabupaten/kota yaitu:
Penyusunan jadwal dan agenda Musrenbang
kabupaten/kota;
Pengumuman kegiatan Musrenbang kabupaten/kota
danpenyebaran undangan kepada peserta dan narasumber
(minimal 7 hari sebelum Hari-H)
Mengkoordinir persiapan logistic (tempat,konsumsi,alat
dan bahan).
2. Penyiapan dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD)
Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Kabupaten/Kota
1. Pembukaan. Acara ini dipandu oleh pembawa acara dengan kegiatan
sebagai berikut:
• Kata pembuka dan penyampaian agenda musrenbang
kabupaten/kota oleh pembawa acara;
• Laporan penyelenggaraan oleh ketua panitia Musrenbang (ketua
• Sambutan dari bupati sekaligus secara resmi membuka acara
Musrenbang kabupaten/kota;
• Doa bersama.
2. Pemaparan dan diskusi narasumber (diskusi narasumber) sebagai
hmasukan untuk musyawarah:
• Pemaparan dari ketua DPRD tentang pokok-pokok pikiran DPRD
terkait dengan arah pembangunan daerah ditahun mendatang;
• Pemaparn narasumber dari pemerintah pusat (Bappenas) tentang
arah dan kebijakan pembangunan di tingkat nasional serta
program-program pemerintah nasional yang akan berlokasi di
daerah bersangkutan;
• Pemaparan narasumber dari pemerintah provinsi (Bappeda
provinsi) tentang arah dan kebijakan pembangunan provinsi;
• Pemaparan dari Bappeda kabupaten/kota tentang proses
perencanaan dan gambaran hasil rencana pembangunan sejauh ini.
3. Pemaparan dan pembahasan Rancangan Awal Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD):
• Pemaparan secara umum tentang Rancangan RKPD;
• Diskusi kelompok/komisi pembahasan RKPD;
• Pleno penyepakatan hasil-hasil diskusi kelompok/komisi
pembahasan Rancangan Awal Rencana Kerja Pembangunan
4. Musyarah penentuan Tim Delegasi dengan proses sebagai berikut:
• Penyampaian/penyepakatan kriteria tim delegasi;
• Penentuan clondari peserta Musrenbang;
• Pemilihan/pengambilan suara;
• Penyampaian/penyepakatan mandat yang diberikan kepada Tim
Delegasi.
5. Penutupan acara ini biasanya dilakukan dengan sebagai berikut;
• Penandatanganan Berita Acara Musrenbang;
• Kata penutup Ketua TPM.
Tahapan Paska-Musrenbang Kabupaten/Kota
1. Rapat kerja tim perumus hasil Musrenbang kabupaten/kota yang
diselenggarakan oleh Bappeda dengan agenda utama melakukan
penyusunan finalisasi dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah
sampai menjadi Peraturan Kepala Daerah;
2. Pembekalan Tim Delegasi kabupaten/kota. Materi utama pembekalan
adalah;
• Substansi penting dokumen RKPD, system perencanaan daerah
(perspektif secara konseptual dan dasar regulasinya);
• Analisis anggaran;
• Tata tertib DPRD;
• Materi-materi lainnya yang dapat memperkuat kemampuan Tim
2.3.Defenisi Pembangunan, Perencanaan, dan Perencanaan Pembangunan. 2.3.1. Pembangunan
Pembangunan adalah pergeseran dari suatu kondisi nasional yang satu
menuju kondisi nasional yang lain, yang dipandang lebih baik dan lebih berharga
(Katz dalam Tjokrowinoto 1995). Disamping itu pembangunan juga merupakan
proses multi dimensional yang menyangkut perubahan-perubahan yang penting
dalam suatu struktur, sistem sosial ekonomi, sikap masyarakat dan lembaga
lembaga nasional dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran
kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan absolut.34
Meskipun pengertian pembangunan amat bervariasi namun menurut
Esman secara umum pembangunan dapat diartikan sebagai proses perubahan dari
kondisi nasional yang satu ke kondisi nasional yang di pandang lebih baik atau
kemajuan yang terus menerus menuju perbaikan kehidupan manusia yang
mapan.
Pengertian tersebut
mengisyaratkan bahwa pembangunan berarti proses menuju perubahan yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri.
35
Pembangunan masyarakat desa dapat dilakukan berdasarkan 3 azas,
diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas kekuatan sendiri, (3) azas
pemufakatan bersama.36
34 Michael, Todaro, 1977,
Pembangunan ekonomi di dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta.
35
Moelyarto, Tjokrowinoto, 1999, Restrukturisasi Ekonomi dan Birokrasi, Kreasi Wacana, Yogyakarta. Hlm 91.
36
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1995, manajemen Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta. Hlm 35.
Azas pembangunan integral ialah pembangunan yang
seimbang dari semua segi masyarakat desa. Azas kekuatan sendiri adalah tiap-tiap
bersama ialah pembangunan harus dilaksanakan secara benar untuk menjadi
kebutuhan masyarakat desa dan putusan untuk melaksanakan proyek bukan atas
prioritas atasan tetapi merupakan keputusan bersama anggota masyarakat desa.
Disamping itu strategi desa yang telah dikembangkan antara lain
pendekatan dari atas (top down), pendekatan dari bawah (bottom up) dan
pendekatan pengelolaan mandiri oleh masyarakat desa (community base
management). Pendekatan ‘top down’ dilaksanakan berdasarkan jalan pikiran
bahwa masyarakat desa adalah pihak yang bodoh dan belum dapat memikirkan
serta mengerjakan apa yang baik untuk mereka. Jadi semua segi kehidupan
dirancang dan diturunkan dari pemerintahan. Pendekatan ‘bottom up’
dilaksanakan dengan asumsi bahwa masyarakat desa telah memiliki kemampuan
untuk memikirkan dan mengerjakan kebutuhannya sendiri dan pemerintah hanya
turut serta dalam sistem administrasinya. Pendekatan ‘community base
management’ sebenarnya bukan gagasan baru namun muncul dan digali dari
masyarakat setempat yang diangkat dari praktek masyarakat tradisional dalam
mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan ekonomi bersama dalam desa
tanpa campur tangan pemerintah.
Pembangunan memerlukan perencanaan karena kebutuhan pembangunan
lebih besar daripada sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan ingin
dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memberi
hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan
2.3.2. Perencanaan
Secara umum perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti
rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Menurut Waterson pada
hakekatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar terorganisasi dan terus
menerus dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif untuk
mencapai tujuan tertentu.37 Sedangkan J Nehru menyatakan bahwa perencanaan
adalah suatu bentuk latihan intelejensia guna mengolah fakta serta situasi
sebagaimana adanya dan mencari jalan keluar guna memecahkan masalah.38
Kemudian Beenhakker menyatakan bahwa perencanaan adalah seni untuk
melakukan sesuatu yang akan datang agar dapat terlaksanakan.39 Definisi lain
diungkapkan Kunarjo yang menyebutkan bahwa secara umum perencanaan
merupakan proses penyiapan seperngkat keputusan untuk dilaksanakan pada
waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu.40
Definisi perencanaan yang lain dikemukakan oleh Sitanggang,
mengemukakan bahwa perencanaan diartikan sebagai alat atau unsur dalam upaya
menggerakan dan mengarahkan organisasi dan bagian-bagiannya mencapai tujuan
yang ditentukan. Sedangkan Bintoro Tjokroamidjojo (1998:12) berpendapat
bahwa perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya
37Conyers, Diana, 1994,
Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 4.
38Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 4. 39
Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 4.
40
(maximum Output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan
efektif. Beliau juga mengungkapkan bahwa perencanaan adalah penentuan tujuan
yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilama dan oleh siapa.
Menurut Koontz dan O’Donnel, perencanaan adalah fungsi seorang
manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan,
prosedur-prosedur, proigram-program dari alternatif yang ada. Sedangkan Louis
A Allen mengemukakan bahwa perencanaan adalah menentukan serangkaian
tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Adapun langkah atau proses perencanaan, yaitu:
1. Perumusan tujuan
Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau
kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas,
organisasi akan menggunakan sumberdaya-sumber dayanya secara tidak efektif.
2. Perumusanmasalah
Kegiatan ini sangat penting, hanya setelah keadaan organisasi saat ini dianalisa
dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut.
3. Melakukan analisa
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu
2.3.3. Perencanaan Pembangunan
Pengertian perencanaan pembangunan dapat dilihat berdasarkan
unsur-unsur yang membentuknya yaitu: perencanaan dan pembangunan. Perencanaan
menurut Terry adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta
menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan.41
Setiap bentuk perencanaan pasti mempunyai implikasi atau aspek sosial,
karenanya dapatlah dianggap bahwa perencanaan sosial harus merupakan bentuk
arahan bagi seluruh rangkaian kegiatan perencanaan itu sendiri. Perencanaan jenis
ini biasanya dipakai pemerintah atau badan lainnya guna mengatasi masalah
perubahan ekonomi dan masalah sosial pada umumnya. Perencanaan ini dikenal
dengan perencanaan pembangunan.42
Perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan di atas kertas
tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan sebagai data primer
merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan digunakan menjadi
bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Dengan demikian perencanaan
pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif
atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang
akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian
41
Hasibuan, Malayu, S.P.Drs, 1993, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, CV. Haju Masagung, Jakarta.hlm 95.
42
kegiatan/aktivitas kemasyarakatan baik yang bersifat fisik (mental spiritual) dalam
rangka pencapaian tujuan yang lebih baik.
Mekanisme perencanaan pembangunan di Indonesia telah diterapkan
secara luas mulai pertengahan tahun 1980-an. Mekanisme perencanaan tersebut
menggunakan kombinasi antara pendekatan dari bawah (bottom up approach) dan
dari atas (top down approach). Terdapat enam tahap yang dilalui, mulai dari
musyawarah pembangunan desa (musbangdes), Diskusi unit daerah kerja
pembangunan (UDKP) di tingkat Kecamatan, rapat koordinasi pembangunan
(rakorbang) di tingkat Kabupaten/Kota, rakorbang tingkat Propinsi, konsultasi
regional pembangunan (konregbang), dan konsultasi nasional pembangunan
(konasbang).
Perluasan otonomi daerah yang semakin dititikberatkan kepada
kabupaten/kota akan membawa konsekuensi dan tantangan yang cukup berat bagi
pengelola administrasi negara di daerah, baik dalam tahap perumusan kebijakan
maupun implementasinya program-program pembangunan. Oleh karena itu model
pembangunan daerah di masa kini dan masa depan perlu difokuskan kepada
pengembangan masyarakat lokal. Model pembangunan itu dilakukan melalui
perubahan paradigma pembangunan top down ke pembangunan partisipatif.
Untuk mendapatkan hasil perencanaan pembangunan daerah yang baik,
tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna dan berhasil guna, dibutuhkan
keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, karena masyarakat
sekaligus memahami apa yang ada di wilayahnya, disamping itu dengan
melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, pemerintah telah
memberikan kepercayaan kepada masyarakatnya, sehingga mereka dapat merasa
ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan
yang jelas akan sangat menguntungkan bagi pelaksanaannya.
2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Kabupaten Samosir
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan Kabupaten Samosir
adalah :43
a. Pemerintahan :
1. Penyelenggaraan pemerintahan yang belum optimal dalam
mewujudkan good governance;
2. Regulasi hukum yang masih terbatas;
3. Masih kurangnya ketersediaan sumber daya aparatur dalam
melaksanakan pelayanan terhadap masyarakat.
b. Ekonomi :
1. Distribusi PDRB kabupaten masih didominasi sektor primer
(pertanian);
2. Pertumbuhan ekonomi yang masih minim menunjukkan bahwa
tingkat kesejahteraan masyarakat masih rendah;
43
3. Belum berkembangnya industri kerajinan dalam pemanfaatan potensi
lokal berdampak pada lambatnya peningkatan kesejahteraan
masyarakat;
4. Masih terbatasnya akses pemasaran hasil produksi;
5. Tingkat kesuburan tanah rendah akibat tingginya run-off dan
pemakaian pupuk kimia;
6. Kelompok Usaha Bersama (KUB) belum berkembang sehingga
Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT) belum maju/mapan;
7. Minimnya investor yang masuk ke daerah mengakibatkan lambatnya
percepatan perekonomian daerah, sebagai dampak dari belum
selesainya penataan dan pemanfaatan lahan yang jelas untuk
dikerjasamakan dengan para investor.
c. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama :
1. Tingkat pengangguran terbuka yang besar berpengaruh pada
kenaikan angka kriminalitas;
2. Kualitas pendidikan akan berpengaruh terhadap daya saing SDM
daerah dalam membangun daerah;
3. Kesetaraan gender, perlindungan anak dan penegakan HAM yang
masih rendah menandakan bahwa pemerintah daerah masih kurang
adil dalam perlindungan warganya;
4. Pemberdayaan masyarakat yang rendah mengakibatkan lambatnya
d. Sarana dan Prasarana :
1. Peralatan kesehatan pada RSUD, puskesmas, pustu, poskesdes belum
memadai;
2. Pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, irigasi, sarana air
bersih, listrik dll) masih terbatas;
3. Kemauan dan motivasi masyarakat untuk maju masih rendah,
sehingga pelaksana paradigma pembangunan yakni masyarakat
sebagai subjek dan objek pembangunan masih sulit dilaksanakan
(karakter);
4. Fasilitas sarana dan prasarana pada destinasi wisata masih terbatas
(jalan, restoran, warung, kios buah, kios souvenir, paket
budaya/kesenian) belum terbenahi dengan baik;
5. Belum adanya pasar dan terminal yang memadai di ibukota –
Pangururan;
6. Belum tertatanya Kota Pangururan dalam upaya meraih piala adipura
(baru tingkat sertifikat) seperti untuk hutan kota, pelabuhan, terminal,
kebersihan dan pengolahan limbah, drainase dan penataan
bangunan/pemukiman;
7. Penataan lingkungan dan sanitasi dan pelayanan sarana air bersih