BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Masyarakat toba adalah masyarakat yang sangat menghormati norma-norma adat
yang diwariskan nenek moyangnya kepada mereka baik upacara perkawinan dan kematian.
Kesetiaan terhadap praktek adat tersebut mereka buktikan dengan pembagian energi yang
besar terhadap praktek pesta adat pada masyarakat toba khususnya dalam hal andung pada
adat kematian. Dalam hal ini, adat adalah suatu tatanan tingkah laku yang lazim di ikuti dan
dilakukan yang diatur dalam norma-norma, aturan-aturan yang diwariskan nenek moyang
kepada generasi berikutnya (Lothar Schriner 1972:18)
Dalam tulisan ini akan membahas tentang andung toba yang merupakan salah satu
musik vokal bagi masyarakat toba di desa sigumpar kecamatan lintong nihuta kabupaten
humbanghasundutan. Andung merupakan suatu nyanyian ratapan dalam konteks kematian
atau kemalangan. Secara umum andung adalah berisi tentang kesedihan atau penderitaan
hidup. Wujud dari kemalangan ini adalah kesedihan dan dukacita misalnya pada saat
kematian orang tua, dan anggota keluarga. Ini adalah sebuah lagu ratapan kematian
dikalangan orang batak toba, isi dari pada andung tersebut biasanya berupa kisah hidup orang
yang meninggal dunia dan dinyanyikan (diandungkan) dihadapan jasadnya. Ketika
melakukan andung ini orang-orang yang melayat dapat mengetahui dan mengenal sifat-sifat
dari orang yang meninggal tersebut. Andung sebagai salah satu warisan budaya yang pernah
hidup dan berperan kuat didalam masyarakat batak toba yang sampai saat ini masih dipakai.
Hannya orang tua-tua tertentu saja yang masih dapat menguasai hata andung dan hannya
mereka yang masih dapat melakukan andung dengan menggunakan hata andung dengan
kuat peranannya hingga sekarang ini. Bahkan andung-andung masih senang mendengar
lagu-lagu yang bernada andung-andung. Kekuatan andung-andung ialah bahwa ia menyimpan
sebuah semangat hidup dibalik isinya yang sering berisikan tentang kesedihan dan
penderitaan hidup.
Banyak pendapat mendefenisikan bahwa andung berarti tangis atau ratap. Namun
andung harus dibedakan dari tangis yang biasa, karena andung diutarakan dengan bentuk
melodi tertentu yang diulang-ulang dengan teks yang tertentu pula. Mangandung berarti
melakukan andung atau ratap, sedangkan orang yang melakukan andung disebut pangandung.
Siahaan (1964 : 70) mengatakan teks andung merupakan sejenis sastra lisan yang berisi
curahan perasaan untuk meratapi jenazah orang yang dikasihi. Dalam teks andung banyak
digunakan ungkapan-ungkapan tertentu yang tidak lazim dalam penghidupan sehari-hari.
Penulis memandang keberadaan andung saat ini dalam konteks kematian mempunyai
fungsi/tujuan sebagai suatu ekspresi dukacita yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan
adat yang bermakna menghormati orang yang meninggal (serta roh/tondi orang itu dan tondi
yang duluan meninggal) dan merupakan sebagai semacam komunikasi antara dunia ini dan
dunia lain (yang sudah meninggal) agar permohonan dari dunia ini dapat di ajukan kepada
nenek moyang dan tuah/berkat dari mereka dapat diberikan kepada orang yang hidup
terutama ahli warisnya. Syair- syair dari lagu andung bervariasi sehubungan dengan subjek
yang diandungkannya. Namun pada umumnya dapat membawa ekspresi dukacita, kesedihan
dari orang yang berdukacita. Andung ini juga memakai beberapa macam ikon-ikon tangisan,
dalam hal mangandung, sipangandung itu akan menggerakkan tangannya secara teratur dan
berulang kali, yaitu dari arah orang yang meninggal tersebut kearah jantungnya sendiri
dengan makna untuk mengambil sahala/berkat dari orang mati kepada dirinya atau kepada
keturunan, gerakan ini disebut “Mangalap tondi ni namate/mangalap sahala ni na mate”.
dialami komunitas karena meninggalnya seseorang dan juga untuk menguatkan komunitas
berdukacita serta komunitas yang lebih luas dalam konteks dalihan na tolu yaitu hula-hula,
dongan tubu dan boru1
Hata andung adalah bahasa ratapan dipakai untuk meratapi kerabat atau kenalan yang
meninggal. Selanjutnya Sibarani (1999 : 84-85) menjelaskan bahwa andung-andung dalam
prosa liras yang dikumandangkan untuk mengekspresikan perasaan sedih baik karemditinggal
kekasih, teman, anak, orangtua atau karena kesedihan lain. Andung-andung umumnya
mempunyai ritme yang sama dengan andung namun berbeda dalam hal tujuannya. Didalam pada masa depan. Selain gerakan ini, orang yang mangandung
terkadang menyentuh muka (pipi) orang yang meninggal tersebut terkadang
bergoyang-goyang atau menggerakkan tangan dengan kuat dan penuh perasaan sambil meratap. Semua
gerakan ini dan yang lain juga merupakan suatu aspek komunikatif dari kegiatan meratap
dalam ritus kematian orang batak toba.
Dalam andung (ratapan) ini hannya ada suara tangisan yang langsung keluar tanpa
adanya musik yang mengiringi, karena dalam sistem adat batak toba apabila seseorang yang
meninggal muda dan keturunannya masih kecil tidak dapat menerima adat yang lengkap. Isi
dari syair orang mangandung tersebut biasanya tentang kejadian yang menimpanya pada saat
kejadian berlangsung dan merupakan ungkapan perasaan dari sipenyaji. Oleh karena itu,
kata-kata yang diucapkan tidak sembarangan tetapi ada aturan atau norma tersendiri dalam
penyampaian kata-kata tersebut. Biasanya dalam mangandung ini bisa juga diiringi dengan
ende (lagu) yang dibawakan oleh salah satu orang disekitarnya kemudian diikuti oleh
andung-andung. Seorang yang melakukan andung disebut pangandung, sedangkan pekerjaan
melakukan andung disebut mangandung. Seseorang yang melantunkan andung-andung
disebut mangandung-andung.
1
andung kata-katanya harus menggunakan “hata andung”, sedangkan andung-andung tidak
harus menggunakan bahasa andung dan tidak selalu berhubungan dengan kematian.
Andung-andung menggambarkan tentang perjalanan hidup atau penderitaan seseorang.
Fungsi dari andung ini dalam masyarakat toba antara lain adalah bahasa ratapan,
bentuk ini dipakai pada waktu meratapi orang yang meninggal. Kata-kata yang dipergunakan
lain dari yang dipakai sehari-hari. Misalnya kata anak disebut menjadi ‘sinuan tunas’(putra),
boru ‘sinuan beu’(putri), amang ‘parsinuan’(ayah), inang ‘pangintubu’(ibu). Andung ini bisa
juga dikatakan sebagai sarana komunikasi untuk memberitahukan atau sebagai tanda bahwa
ada orang yang meninggal dunia terhadap orang-orang disekitarnya. Pada waktu mangandung
orang yang meninggal tersebut, maka penyaji mengungkapkan segala keluh kesah didalam
kehidupannya, seperti contoh “boasama lao ho, tinggalhononmu ma hape hami na dison,
lungun nai pakkilaanki di bahen ho”. Artinya: “kenapa kau pergi, kau tinggalkan nya
rupanya kami disini, sedih hatiku kau buat”. Jadi, andung ini bisa dikatakan sebagai sarana
untuk mengungkapkan perasaan/isi hati sipenyaji tentang penderitaan yang dialami dalam
hidupnya. Semua keluh kesah diungkapkan didalam andung tersebut. Sipenyaji terus menerus
mangandung dihadapan jenazahnya sampai puas mengungkapkan perasaannya. Biasanya
mereka tidak perlu lagi dengan aktivitas atau kegiatan lain, sipenyaji terlarut dalam duka
yang mendalam dan terus mengungkapkan perasaan yang ada dalam hatinya, kata-kata yang
diungkapkan mengalir secara spontan. Dengan menyajikan andung tersebut maka sipenyaji
merasa puas karena sudah mengungkapkan perasaan yang ada dalam hatinya.
Selain itu andung-andung ini juga banyak berfungsi sebagai pengisi waktu bersifat
hiburan. Andung-andung yang menggambarkan kesedihan hidup misalnya “andung-andung
ni na so marina” ratapan karena tidak mempunyai ibu. Andung-andung ini biasanya sangat
sedih karena dalam batak toba ketika seseorang tidak mempunyai ibu lagi, orang-orang pun
ibunya tadi. Sebagaimana berpendapat bahwa andung dan andung-andung pada prinsipnya
nya adalah sama. Memang sekilas tidak ada bedanya, tetapi bila ditelusuri lebih jauh akan
kita temukan persamaan dan perbedaan diantara keduannya. Andung-andung adalah tiruan
dari andung dan yang ditiru adalah irama (ritme) nya.
Selanjutnya penulisan ini lebih memfokuskan pada penyajian andung pada pesta adat
kematian khususnya pada orang yang saur matua. Saur matua yaitu seseorang yang
meninggal dunia dalam posisi titir maranak, titir marboru, marpahompu sian anak
marpahompu sian boru. Biasanya pesta adat kematian orang yang saur matua pada
masyarakat toba berlangsung antara 3-4 hari tergantung permintaan yang meninggal juga
tetapi dalam penyajian andung ini berlangsung 1-2 hari saja, karena hari ke 3 adalah
persiapan untuk memperlengkapi apa yang perlu dalam pesta tersebut kemudian hari terakhir
orang yang meninggal tersebut diangkat/dibawa keluar halaman tempat pesta tersebut. Dalam
memenuhi pesta adat kematian di masyarakat toba penyaji andung atau salah satu dari
anggota keluarga tersebut diharapakan memiliki peran aktif, artinya tugas dia bukan hannya
menyajikan andung tetapi begitu pesta adatnya dimulai dia harus aktif mengikuti jalannya
pesta adat kematian tersebut dan memahami seluk beluk permasalahan diantara kelompok
keluarga, sehingga pada saat dia menyajikan andung dia bisa memaparkan keadaan,
menyampaikan maksud keinginan serta mendamaikan apabila ada terjadi permasalahan
dalam kelurga tersebut. Dengan demikian penyaji andung memiliki peran yang penting dalam
lingkungan keluarga pemilik pesta adat tersebut karena difungsikan juga mewakili orang atau
kelompok yang akan menyampaikan kata-kata nasehat. Walaupun penyaji andung memiliki
peran yang penting bagi pesta adat kematian masyarakat toba tetapi tidak juga menjadi
keharusan tergantung keinginan sipenyaji.
Akan tetapi melihat keadaan saat ini tradisi atau kebiasaan meratap seperti ini
moyang melalui andung-andung, serta benang-benang penghubung yang masih ada diantara
tradisi ratapan dan kultus tondi (roh) adalah berlawanan dengan ajaran dogmatis/teologis dari
Greja Protestan. Respon dari greja adalah untuk menggantikan tradisi andung dengan
lagu-lagu greja (ende huria). Proses ini diungkapkan dalam ucapan “ganti andung gabe ende
artinya ganti andung menjadi lagu greja. Lagu-lagu tersebut diambil dari buku nyanyian greja
(buku ende) dan berasal dari lagu greja eropa yang dibawa oleh para penginjil pada masa
penginjilan di tapanuli. Buku ende itu adalah buku nyanyian yang sah dari greja kristen batak
protestan.
Dari uraian diatas ada beberapa hal yang menarik untuk disaji secara Etnomusikologi
dalam bentuk karya ilmiah yaitu: berhubungan dengan analisis makna tekstual andung
sehingga nyanyian itu dapat mempengaruhi orang dalam suasana duka. Maka penulis
meneliti lebih lanjut dan membuat kedalam bentuk karya ilmiah dengan judul “ Analisis
1.2 Pokok Permasalahan
Ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini yaitu:
1. Mengetahui makna dan struktur teks yang terkandung dalam andung tersebut.
2. Bagaimana cara penyajian andung dalam pesta adat kematian masyarakat toba di desa
sigumpar kecamatan lintong nihuta kabupaten humbanghasundutan.
3. Mengetahui fungsi andung bagi masyarakat toba dari nyanyian tersebut.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan membuat suatu deskripsi tentang makna struktur teks yang
terdapat dalam andung
2. Untuk mengetahui dan membuat suatu deskripsi tentang penyajian andung dalam
pesta adat kematian masyarakat toba di desa sigumpar kecamatan lintong nihuta
kabupaten humbanghasundutan.
3. Untuk mengetahui fungsi andung tersebut pada masyarakat toba di desa sigumpar
kecamatan lintong nihuta.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk memahami makna budaya batak toba dari aspek andung terutama dalam
kematian.
3. Sebagai perbendaharaan dokumentasi musik tradisional toba yang kemudian dapat
sebagai bahan perbandingan bagi yang memerlukannya atau untuk bahan penelitian
selanjutnya.
1.4 Konsep dan Teori yang Dipergunakan
1.4.1 Konsep
Untuk memberikan pemahaman yang sama dalam tulisan ini perlu diuraikan kerangka
konsep yang digunakan sebagai landasan berpikir dalam penulisan yaitu: Andung merupakan
nyanyian ratapan atau musik vokal yang ada pada masyarakat toba yang disajikan pada
konteks kematian dimana syair atau teksnya biasanya berisi uraian situasi yang pernah
dilakukan oleh orang yang meninggal tersebut sewaktu hidup.
Nyanyian merupakan bagian dari musik. Secara umum musik terbagi atas tiga bagian
yaitu: Musik vokal, musik instrunmental dan gabungan antara instrumental dan vokal. Musik
vokal adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ujar manusia seperti mulut, bibir, lidah dan
kerongkongan yang memiliki irama, nada atau ritem, dinamik, melodi dan mempunyai
pola-pola serta aturan untuk bunyi tersebut. Musik vokal dapat juga disebut sebagai nyanyian. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Poerwadarminta (1985:680), bahwa nyanyian
adalah sesuatu yang berhubungan dengan suara/bunyi yang berirama yang merupakan
alat/media untuk menyampaikan maksud seseorang atau tanpa iringan musik. Berdasarkan
uraian diatas maka nyanyian andung dapat disebut juga sebagai musik vokal karena
menghasilkan bunyi yang memiliki irama, nada, dinamik dan pola-pola melodi.
Analisis dapat diartikan menguraikan suatu hal atau ide kedalam setiap bagian-bagian
sehingga dapat diketahui bagaimana sifat, perbandingan, fungsi maupun hubungan dari
serta makna yang terkandung dalam teks tersebut. Adapun yang dimaksud tekstual adalah
segala aspek-aspek yang berhubungan dengan teks. Jadi makna tekstual adalah pengertian
yang lebih mendalam tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan teks (Sumarjono
1990:42). Dalam hal ini makna teks yang dimaksud adalah suatu pengertian yang lebih
mendalam tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan teks andung dalam masyarakat
toba.
Makna adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi suatu kata atau teks
yang kemudian terbagi menjadi dua bagian yaitu makna konotatif dan makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna kata yang mengandung arti tambahan atau disebut makna
sebenarnya (Keraf 1991:25)
Teknik adalah sesuatu yang berhubungan dengan cara-cara (Ali 1990:180).
Sedangkan penyajian adalah menyangkut proses penyampaian, memberikan dan
mempertunjukkan (Ibid : 163). Jadi teknik penyajian yang dimaksud dalam tulisan ini adalah
merupakan cara-cara yang digunakan sebagai proses penyampaian atau mempertunjukkan
dalam hal ini andung.
Pengertian adat menurut Koentjaraningrat adalah kompleksitas norma-norma umum
yang berda diatas individu yang sifatnya mantap dan kontinu dan yang mempunyai sifat
memaksa atau sanksi (1986:199)
Kematian menyangkut arti yang sangat luas yaitu akhir dari kehidupan, ketiadaan
nyawa dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara
permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami
1.4.2 Teori
Sebagai landasan dalam membahas permasalahan penelitian ini penulis menguraikan teori
yang relevan dengan Etnomusikologi:
Menurut Merriam (1964:87) salah satu sumber atau bahan yang paling jelas mengenai
perilaku manusia dalam hubungannya dengan musik adalah teks. Dalam hal ini andung
merupakan bahan yang dapat menjelaskan perilaku manusia dalam hubungannya dengan
musik. Untuk dapat memahami arti yang lebih mendalam dari aspek-aspek teks dari nyanyian
andung maka perlu dilakukan suatu kajian tekstual. Menurut Echols dan Shadily (1986:380)
kajian tekstual adalah suatu penyelidikan atau pemeriksaan yang dilakukan dengan memakai
metode ilmiah atau mengkaji isi karangan atau isi teks sebuah nyanyian.
Untuk menganalisis teks nyanyian penggunaan dan fungsi musik, penulis mengacu
kepada tulisan Merriam (1964:187) menyebutkan satu yang paling penting untuk mengerti
tata tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan musik adalah melalui teks nyanyian.
Teks tentu saja adalah bahasa tingkah laku yang lebih dari bunnyi musik, mereka merupakan
suatu kesatuan yang integral dari musik. Lebih lanjut Merriam (1964:233) mengatakan bahwa
penggunaan dan fungsi musik merupakan hal yang penting dibahas, karena hal ini
menyangkut makna musik, menyangkut aspek timbal balik antara objek dan subjek serta
bagaimana efek musik terhadap manusia pemiliknya dan kelanjutannya perlu ditambah pula
bahwa etnomusikologi adalah studi musik dalam kebudayaan, suara musik adalah hasil
proses tingkah laku dan kepercayaan orang yang mempunyai musik tersebut. Musik adalah
produk manusia yang mempunyai eksistensi keadaan hidup dan tingkah laku yang
menghasilkannya (terjemahan Marc Pellman.1992:3)
Tekstual merupakan hal yang paling penting dalam tulisan ini, dimana tekstual yang
kiasan (metafora). Kemudian untuk membahas masalah metafora penulis mengacu kepada
apa yang dikatakan Field (1974:197) ada dua masalah yang mendasar sekali yang tersirat
yaitu: (1) Bahasa dalam musik, meliputi hubungan tekstual, sifat puitis, gaya bahasa didalam
struktur nyanyian, dan (2) Musik didalam bahasa, meliputi eksistensi sifat (properties)
keunikan dari bahasa. Hal ini tentu untuk melihat eksisistensi akan adanya konsep didalam
pemikiran masyarakat pendukung suatu kebudayaan yang mempertimbangkan kata-kata
musikal (teks) yang ada dalam tradisi musik mereka yang tentu berhubungan dengan teori
masyarakat (ethno-theory) yang empunnya kebudayaan tersebut.
Dalam mendeskripsikan andung, sesuai yang dikemukakan Netll (1963:98) ada dua
pendekatan didalam mendeskripsikan musik yaitu: (1) kita dapat menganalisis dan
mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan (2) kita dapat menganalisis musik
tersebut diatas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat. Selanjutnya menurut Carles
Seeger mengemukakan seperti yang ditulis Netll (1964:100) mengemukakan dua tujuan
pendeskripsian musikal yaitu preskriptif dan deskriptif dapat disebut sebagai notasi yang
tidak lebih dari untuk membantu mengingat pemain terhadap musikal pada saat melakukan
pertunjukan. Sedang deskriptif adalah notasi yang menuliskan semua karakter musikal secara
rinci dari suatu komposisi musik yang pembaca tidak mengetahui sebelumnya.
Berkenan dengan kebutuhan transkripsi dalam penulisan ini maka notasi dipakai
adalah dengan pendekatan deskriptif karena notasi deskriptif ini dapat juga diartikan sebagai
notasi yang digunakan untuk menuliskan semua bunyi musik yang telah disajikan dari apa
yang didengar. Dalam membahas andung ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan seperti
aspek psikologis, tekstual serta dalam konteks kebudayaan (seperti fungsi dan
penggunaannya) maka teori yang dipergunakan disesuaikan dengan pembahasan yang akan
dilakukan. Berkaitan dengan musikologis, Malm (1977:8) mengatakan bahwa ada beberapa
nada), (2) Nada dasar, (3) Range (wilayah nada), (4) Frequency of notes (jumlah nada-nada),
(5) Prevalent intervals (interval yang dipakai), (6) Cadence patterns (pola-pola kadensa), (7)
Melodic formulas (formula-formula melodi), (8) Contour (kontur)
Berkaitan dengan tekstual andung, Curt Sacs (1962:66) menulis tentang logogenik
dan melogenik. Logogenik adalah nyanyian yang mengutamakan teks daripada melodinya,
karena melodinya merupakan perulangan-perulangan saja. Sedangkan melogenik adalah
sebaliknya dimana yang diutamakan adalah melodinya karena teks merupakan perulangan
saja. Berdasarkan teori ini kita dapat melihat apakah andung lebih mengutamakan teks
daripada melodi atau sebaliknya.
1.5 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan
menggunakan metode penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif. Penelitian deskriptif
adalah bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan,
gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekuensi atau penyebaran dari suatu gejala
ke gejala lain dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat 1990:29). Sedangkan meurut Hadari
dan Mimi Martini (1994:176) penelitian yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau
proses menjaring data/informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam
kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu dalam objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan
sampel dan populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Sejalan dengan itu, Bogdan
dan Taylor (dalam Meleong 1988:3), mengungkapkan bahwa metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang atau perilaku masyarakat yang dapat diamati. Adapun teknik pengumpulan data
1.5.1 Pemilihan Lokasi Penelitian
Sebagai suatu musik (nyanyian) yang dalam pewarisannya secara oral tradisi, maka
dapat dipastikan setiap kali penyajian akan muncul suatu perbedaan bahkan oleh penyaji yang
samapun. Namun perbedaan itu dalam batas-batas toleransi sehingga tidak merubah persepsi
dan makna dari nyanyian itu. Demikian juga halnya dengan andung batak toba, setiap kali
penyajian pasti ada perubahan dari penyajian sebelumnya misalnya dari setiap kata-kata yang
diandungkan dari sebelumnya pasti ada perbedaannya. Untuk kepentingan penulisan ini,
penulis mengambil studi kasus pada seorang penyaji andung (seorang natuatua) yang sudah
dianggap terbiasa dalam mangandung yaitu Op Bronson hutasoit. Op bronson ini berasal dari
desa sigumpar kecamatan lintong nihuta kabupaten humbang hasundutan yaitu tempat tinggal
dia berada disana. Biasanya setiap ada orang meninggal Op bronson ini tidak pernah lupa
untuk mangandung, seperti halnya disebut seperti sudah terbiasa dalam mangandung.
Sewaktu penulis juga melakukan wawancara terhadap Op Bronson tersebut, dia juga
mengatakan sebuah pendapat seperti ini “molo boi nian diganti ma andung on gabe
ende-ende na mate” artinya “kalau bias menurut saya juga diganti aja andung jadi
nyanyian-nyanyian untuk orang meninggal”.
1.5.2 Studi Kepustakaan
Untuk mendukung informasi yang penulis peroleh tentang andung, penulis juga
mencari buku-buku yang relevan terhadap masalah-masalah yang dibahas. Walaupun
demikian sepanjang yang penulis ketahui, buku-buku yang menjelaskan secara lengkap dan
terperinci mengenai andung batak toba belum dapat ditemukan. Buku yang ada hannyalah
memberikan gambaran secara umum tentang seni dan nyanyian tradisional batak toba.
Dalam hal ini juga penulis menggunakan referensi dari internet dan sebagian besar dari
1.5.1 Penelitian Lapangan (Observasi)
Teknik pengumpulan data dengan observasi adalah metode yang digunakan dengan
menggunakan pengamatan dan pengundaraan untuk menghimpun data penelitian. Menurut
Bungin (2007:115) metode observasi merupakan kerja pancaindra mata serta dibantu dengan
panca indra lainnya.
Dalam meneliti andung ini, penulis meneliti langsung kelapangan. Penulis melakukan
penelitian pada bulan April 2012 dengan mendatangi sebuah rumah duka yang baru
meninggal yaitu Op Sandika hutasoit yang berumur 59 tahun. Penulis menghadiri adat pesta
kematian Op Sandika hutasoit yang dilaksanakan didepan halaman rumahnya. Adapun lokasi
penelitian ini adalah didesa sigumpar kecamatan lintong nihuta kabupaten humbang
hasundutan.
1.5.2 Wawancara
Salah satu teknik pengumpulan data dan informasi di peroleh dengan melakukan
wawancara untuk mendapatkan informasi dengan cara bertannya langsung. Adapun teknik
wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focused interview) yaitu
membuat pertanyaan yang berpusat terhadap pokok permasalahan. Selain itu juga melakukan
wawancara bebas (free interview) yaitu pertanyaan yang tidak hannya berfokus pada pokok
permasalahan saja tetapi pertannyaan berkembang kepokok permasalahan lainnya yang
bertujuan untuk memperoleh data lainnya namun tidak menyimpang dari pokok
permasalahan (Koentjaraningrat 1985:139). Disamping itu penulis juga melakukan
wawancara sambil lalu (casual interview) yaitu dimana penulis tidak mempunyai persiapan
sebelumnya, dan orang yang diwawancarai itu secara kebetulan berjumpa disuatu tempat.
Melong menawarkan sebaiknya menggunakan wawancara berstruktur penulis dan wawancara
pertanyaan pada pokok permasalahn saja, sedangkan pada wawancara tidak berstruktur
tannya jawab, penulis lakukan seperti dalam percakapan sehari-hari dengan melihat keadaan
dan ciri khas dari informan. Dengan melakukan teknik wawancara tersebut, maka penulis
mendapatkan banyak informasi tentang objek yang diteliti. untuk merekam wawancara
penulis menggunakan handphone dan juga menggunakan catatan untuk mencatat hal-hal yang
berhubungan dengan andung seperti aspek-aspek sosialnya dan sebagainya. Dalam hal ini
penulis melakukan wawancara terhadap beberapa informan yaitu: Op bronson br hts, Ibu
masnida br Aritonang, Op jujur br marbun dan Op ropatina br hts. Wawancara dilakukan
dengan menggunakan bahasa batak toba dan selanjutnya diterjemahkan oleh penulis sendiri.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Semua data yang diperoleh dan hasil wawancara dan hasil pengamatan dilapangan
selanjutnya akan di telaah dan diolah dalam kerja laboratorium dengan
pendekatan-pendekatan etnomusikologis, dan jika ada data yang dirasa kurang lengkap maka penulis
melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dalam hal ini
dilakukan berulang-ulang. Dalam mengolah data penulis melakukan proses menjaring data,
menyeleksi data, menambah data yang kurang, memodifikasi teori, klasifikasi data dan
memformulasi data.
Setelah melakukan kerja laboratorium, maka penulis membuatnya kedalam sebuah
tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan teknik-teknik penulisan karya ilmiah. Dengan
demikian tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan