• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bias Gender Dalam Film Kartun Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bias Gender Dalam Film Kartun Anak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PARADIGMA BIAS GENDER DALAM TONTONAN FILM KARTUN ANAK-ANAK

Lalu Romi Farhan

Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Abstract

Currently the media are considered as one of the agents of change, not only serves as a disseminator of information, but also able to influence the views of the social community. It can be said of globalization and advances in new media technologies have transformed how the understa nding of sexuality worldwide. As a product of media, cartoons not only a spectacle of fun for children. Attractive appearance cartoons followed by characters that build children's imagination, there are values and norms which display gender biases in both the plot, characterizations presented in the role. During this time the children spend their time in watching television, it is not possible messages that appear on those impressions will affect the mindset at the time of their development. This paper wants to try to present the presence of gender biases observed in some cartoon children worldwide.

Keywords : Bias Gender, Children, Media, Cartoons.

Gender Sebagai Fenomena Sosial

Wacana tentang kesetaraan gender merupakan salah satu fenomena dalam isu

kontemporer yang melahirkan berbagai macam perdebatan dalam berbagai konteks

baik itu sosial, politik, ekonomi hingga budaya serta berbagai macam aspek lainnya

tidak hanya menjadi persoalan domestik suatu negara tetapi juga persoalan global, hal

tersebut menunjukan bahwa budaya patriarkhi merupakan persoalan yang mengakar

dimana kedudukan Pria lebih tinggi dari pada perempuan.

Di satu sisi mengakarnya budaya patriarki ini dapat di pengaruhi oleh

beberapa hal salah satunya keberadan media massa yang secara tidak langsung

mampu memberikan dampak signifikan terhadap terciptanya pandangan perempuan

merupakan subordinat dari pria. Lalu mengapa isu kesetaraan gender menjadi hal

yang dianggap penting pada saat ini? Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi

(2)

persoalan bahwa perbedaan gender kini telah melahirkan berbagai bentuk

ketidakadilan.1 Walaupun pria tidak menutup kemungkinan akan menjadi korban

ketidakadilan gender, tetapi perempuan masih tetap menduduki posisi tertinggi

sebagai korban ketidakadilan gender.2 Ketidakadilan gender inilah yang digugat

perspektif feminisme yang berangkat dari suatu kesadaran adanya suatu penindasan

dan pemeresan terhadap wanita dalam masyarakat, baik itu di tempat kerja ataupun

dalam konteks sosial masyarakat secara makro, baik oleh perempuan atau pun pria

dalam mengubah keadaan tersebut.3

Gender menurut Mansour Faqih merupakan sebuah atribut yang diberikan

baik secara sosial ataupun kultural baik itu terhadap pria ataupun perempuan.4 Gender

juga disatu sisi bukanlah hal yang diberikan atas kodrat akan tetapi sebuah konstruksi

sosial, agama, ideologi dan budaya tertentu yang mengenal batas ruang dan waktu

sehingga gender tergantung akan nilai masyarakat dan berbuah mengikuti situasi dan

kondisi.5 Lorber berpendapat bahwa gender bukan bawaan, namun dibangun secara

sosial, terus-menerus dibuat dan diciptakan dari interaksi manusia.6 Secara

tradisional, pria diharapkan dan diajarkan untuk menjadi lebih aktif, agresif, dan

dominan, sementara wanita diharapkan dan diajarkan untuk menjadi lebih pasif,

peduli dan memelihara.7

Sebagai sebuah konstruksi sosial, Perempuan saat ini dianggap menjadi

subordinat dari pria yang dinilai berdasarkan fisik terutama pencitraan wanita sebagai

objek seks. Seringkali, persepsi yang muncul dalam masyarakat ialah wanita haruslah

memiliki penampilan yang menarik dengan menonjolkan daya tarik seksualnya demi

mendapatkan pengakuan dalam pandangan pria. Sehingga seakan-akan wanita hidup

dalam perspektif dari pria dan hal ini berdampak pada serangkaian kekerasan dengan

1 Haryanto. 2009. Gender dalam kontruksi media, jurnal komunika. Vol.3 No.2 Juli-Desember 2009

hal.167-183.

2 Ibid,

3 Mansour Faqih. 2001, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, hal. 28-49.

4 Ibid,

5 Ibid,

(3)

bentuk-bentuk ketidakadilan gender seperti kekerasan, diskriminasi, marjinalisasi,

stereotipe, beban ganda dan subordinasi serta bagaimana pelanggengannya di

keluarga, masyarakat, dan negara.8

Adapun pencitraan-pencitraan tersebut dapat kita jumpai dalam film kartun

anak-anak yang secara tidak langsung merepresentasikan bias gender seperti perilaku

perempuan yang digambarkan cantik, emosional, lemah disisi lain sang pria

menggambarkan sosok yang kuat, gagah berani, heroik dan lain sebagainya.

Tayangan film kartun dapat dikatakan sebagai salah satu produk media massa saat

ini, melalui penggambaran tokoh-tokoh animasi yang terdapat dalam film kartun

tersebut menunjukan masih terdapatnya superioritas tokoh pria yang mendominasi

tokoh wanita hampir pada setiap adegan yang ditampilkan. Peran yang digambarkan

tokoh tersebut secara tidak langsung memberikan dampak secara psikologis terhadap

pola interaksi yang terjadi antara anak pria dan anak perempuan sebagai audience.

Hal ini menunjukan bahwa apakah penggambaran tokoh pada film kartun tersebut

dipengaruhi oleh perspektif bias gender terbentuk oleh kebudayaan patriakis di

masyarakat yang telah mengakar Ataukah persepektif tersebut dibentuk oleh

keberadaan media massa yang mempengaruhi pemikiran masyarakat itu sendiri?

Menurut Charles R.Wright, media massa mempunyai beberapa fungsi

diantaranya sebagai penyebaran informasi (surveillance), fungsi propaganda

(correlation), fungsi pendidikan (transmition) dan memberikan hiburan

(entertainment).9 Berkaitan dengan hal diatas film kartun hampir memliki keempat

fungsi tersebut, baik dari segi informasi memberikan pesan budaya, segi propaganda,

segi pendidikan dalam penyebaran nilai dan norma sosial dan juga memberikan kesan

hiburan yang menjadi salah satu tujuan utama di buatnya film kartun itu sendiri. Pada

masa kini, anak-anak banyak disajikan oleh beragam film animasi dengan pesan,

8 Pendidikan gender,

http://dk-insufa.info/keadilan-gender/908-pendidikan-gender-seri-ke-2-mengapa-kesetaraan-gender-itu-penting. diaskes 11 januari 2014.

(4)

gambar dan representasi yang beragam tentang gender dan hal tersebut telah

membangun dunia mimpi masa anak-anak yang tidak bersalah.10

Konstruksi Gender Dalam Film Kartun

Secara psikologis, anak-anak pada umur 2 tahun mulai mampu membedakan

wanita dan pria dan mereka mulai belajar membagi dunia si pria dan wanita melalui

tingkah laku mereka.11 Ketika mereka berumur 3-4 tahun mereka mulai mengerti

mengenai jenis kelamin mereka akan tetapi tidak sadar bahwa jenis kelamin

merupakan sesuatu yang permanen.12 Hal tersebut menunjukan bahwa anak-anak

pada masa tumbuh kembangnya sudah mengerti pembedaan mana wanita dan pria

dan mereka melakukan analisis antar keduanya melalui prilaku-prilakunya sehingga

bukan tidak mungkin anak-anak menerapkan hal yang serupa dan mempengaruhi cara

pandang gender mereka, termasuk melalui film kartun yang banyak memperlihatkan

nilai-nilai yang mengandung bias gender. Dengan penampilan fisik tokoh di film

animasi, peran sosial dan posisi mereka dalam masyarakat serta perilaku mereka

secara tidak sadar membentuk pandangan anak-anak mengenai gender, dengan

melihat peranan penting media dalam membentuk persepsi anak-anak tentang

pria dan perempuan kemudian membentuk kepribadian mereka.13

Kemunculan film animasi mengikuti perkembangan film-film non-animasi

yang terlebih dahulu diperkenalkan pada akhir abad 19, yang pada saat itu masih

sebatas susunan gambar sederhana hasil olahan foto dengan menampilkan

ilustrasi-ilustrasi yang dibuat seakan-akan bergerak. Walt Disney muncul dan mengangkat

kartun animasi kedalam tingkatan yang lebih tinggi, dan juga merupakan animator

pertama yang memasukan efek suara kedalam film kartunnya seperti dalam karyanya

Steamboat willie yang menjadi cikal bakal tokoh Mickey Mouse pada tahun 1928 dan

10Fischer, S. (2010). Powerful or pretty: A content analysis of gender images in children‟s animated films. Dalam Renny Amelia, 2012. “Konten male gender dalam film animasi walt disney”, jurnal E -Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya, tahun 2012, hal 233.

11Gökçearslan, Arma an (2010). “The effect of cartoon movies on children's gender development“,

Procedia Social and Behavioral Sciences 2 (2010) 5202–5207, hal 1-3.

12 Ibid,

(5)

tahun 1937 membuat film animasi Snow White a nd The seven Dwarfs dengan durasi

yang panjang.14 Keberadaan teknologi komputer menambah kemajuan dari film

kartun itu sendiri, banyak fitur yang ditambahkan seperti spesial efek yang membuat

film kartun tersebut terlihat lebih menarik dengan gerakan yang lebih nyata.

Animasi dapat dikatakan sebagai salah satu tambang emas dalam dunia

hiburan, yang mampu meraih jumlah penonton yang tinggi serta menghasilkan

keuntungan yang tidak sedikit. Oleh karenanya banyak rumah produksi berlomba

lomba menawarkan film kartun sejenis kepada masyarakat dunia dengan kemasan

cerita yang ringan dan menarik untuk diikuti bagi anak-anak meskipun tidak sedikit

pula film kartun saat ini di tujukan bagi remaja dan dewasa. Amerika dan jepang

merupakan negara-negara yang dapat dikatakan sebagai negara yang mendominasi

pasar film kartun dunia yang dalam perkembangan selanjutnya amerika dan jepang

banyak bersaing dalam pembuatan animasi, amerika dikenal dengan penggunaan

teknologi canggih sedangkan jepang dengan anime manga yang memiliki jalan cerita

yang menarik dan khas.15

Akan tetapi, dibalik cerita yang menarik dan khas dari keduanya terdapat

beberapa kemiripan dalam beberapa hal baik kartun animasi amerika maupun jepang,

jika melihat dalam pandangan feminis terdapat unsur-unsur yang menyinggung bias

gender yang terdapat baik dalam alur cerita maupun pada karater yang digambarkan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sabrina Fischer mengenai gender image pada

film animasi anak, ia menemukan bahwa tokoh pria lebih banyak menduduki tokoh

major dan minor dalam film animasi anak dan tokoh pria masih memiliki keragaman

gambar, karakteristik dan perilaku yang lebih tinggi dibanding tokoh perempuan

dengan presentase tokoh pria 84% dan tokoh perempuan 16%.16

Dalam film kartun buatan Amerika serikat, gender image dapat di analisa

melalui hampir selauruh kartun animasi yang ada, salah satunya karya-karya dari

14 A short history of animation, http://www.fi.edu/fellows/fellow5/may99/History/history.html,

diaskses 11 januari 2014.

15 Sejarah Singkat Film Animasi di Indonesia,

http://www.idseducation.com/2013/09/21/sejarah-singkat-animasi-indonesia, diaskses 11 januari 2014.

(6)

Walt Disney yang menunjukan bahwa ada indikasi pembagian peran pria lebih

banyak dari perempuan meski film kartun tersebut merupakan kartun yang

menceritakan kisah tentang putri-putri kerajaan. Vincent Faherty dalam penelitiannya

tentang ras, gender dan kerentanan sosial dalam film animasi Disney juga

menyatakan bahwa mayoritas dalam film animasi Disney, jumlah tokoh pria lebih

tinggi daripada jumlah tokoh perempuan dengan presentase tokoh pria sebesar 63%

dan perempuan sebesar 28%.17

Selain Walt Disney acara televisi The Smurfs yang populer pada dekade 80-an

menggambarkan hal yang serupa, dalam film kartun ini terdapat 90 karakter pria dan

hanya terdapat satu karakter perempuan yang di panggil Smurfette.18 Hal serupa juga

ditunjukan oleh kebanyakan acara film kartun klasik buatan Looney tunes oleh rumah

produksi Warner Bros yang karakternya didominasi oleh tokoh pria.19

Disisi lain, manga sebutan kartun buatan Jepang dalam beberapa cerita lebih

ditujukan untuk kaum remaja di Jepang dengan jalan cerita yang dewasa. Dalam

cerita manga modern saat ini masih dipengaruhi oleh seterotipe lama dimana sang

wanita digambarkan sebagai sosok yang pemalu, lemah, lembut dan sederhana,

sedangkan sosok sang pria kuat, kasar dan keren.20 Dalam manga yang di peruntukan

untuk pria, digambarkan sang wanita selalu dalam keadaan yang berbahaya, seperti

cerita dalam Voltron, Cyborg 009, Masked rider, Ultraman series dll.21 Dalam cerita

yang lain, sang wanita juga digambarkan hanya duduk di pinggiran untuk

memberikan dukungan kepada sang pria yang bermain seperti permainan basket,

sepak bola atau Baseball contoh anime Slam dunk, Tsubasa, Mister full swing dll.

Wanita dijadikan sebagai objek yang harus di tolong ataupun diperebutkan oleh si

tokoh pria, akibatnya sang pria meningkatkan kemampuannya untuk menjaga si

17 Ibid,

18 Gökçearslan, Arma an. Loc.cit hal 3

19 Tye Decker, Jonathan (2010), “The Portrayal of Gender in the Feature-Length Films of Pixar Animation Studios: A Content Analysis”, Auburn University, 2010, hal 23.

20 Gender and Gender Relations in Manga and Anime, www.mit.edu/~rei/manga-gender.html, diaskes

11 januari 2014.

(7)

wanita, untuk mendapatkan cinta si wanita sehingga sang pria berjuang

memenangkan pertarungan.22

Dalam manga yang diperuntukan bagi wanita, hampir menggambarkan hal

yang serupa dimana wanita digambarkan sebagai sosok yang setia dan rela berkorban

untuk sang pria yang dipilihnya selain itu sang wanita juga sering menggambarkan

tentang pemujaan serta rasa hormatnya kepada si pria yang ia sukai. Si wanita juga

biasanya takut untuk mendekati si pria, ia merasa heran tentang apa yang

dibayangkan ke si pria dan juga ia memikirkan apa yang mampu diberikan untuk ke

si pria. 23

Terdapat perbandingan yang sangat kontras jika melihat pembagian peran

antara pria yang lebih mendominasi dari perempuan dalam film kartun tersebut.

karakter perempuan dibanyak film kartun menunjukan peran yang sedikit, sekalipun

memiliki peran karakter perempuan juga jarang menjadi sosok pemimpin dan

kebanyakan digambarkan sebagai sosok yang lemah dan bersifat keibuan. Selain itu

berdasarkan hasil presentase diatas, wanita kurang memiliki akses yang sama seperti

pria, wanita hanya digambarkan bahwa ia tidak mampu melakukan apa yang

dilakukan oleh pria.

Sebagai industri bisnis, media massa terlibat terlalu jauh dengan alam pikiran

dengan memperalat perempuan dengan seluruh karakter yang dapat diperjualbelikan

kecantikan, kemolekan tubuh dan seks, pinggul, dan paha sebagai wujud dari pola

patriarkhi laki-laki dan kapitalisme industri pers.24 Akan tetapi, dalam perannya

sebagai produk intelektual, media massa justru berfungsi sebaliknya, yaitu membela

dan mempertahankan apa yang menjadi hak dasar publik, terutama kepada mereka

yang yang dalam posisi tertindas.25

Dalam pandangan Feminis Liberal memandang bahwa pria dan wanita

memiliki hak-hak yang sama, dimana terdapat kebebasan dan kebahagiaan manusia

22 Ibid, 23 Ibid,

24 Haryanto. 2009. gender dalam kontruksi media, jurnal komunika.Vol.3 No.2 Juli-Desember 2009

hal.167-183.

(8)

perorangan. Feminis liberal menunjukan bahwa hak-hak Liberal dasar atas

kehidupan, kebebasan dan kepemilikan tidak meluas dalam tindakan yang sama bagi

perempuan, seharusnya wanita memiliki akses yang sama seperti pria, dimana sudah

saatnya menghilangkan akses yang berbeda pada kekuatan dan pengaruh atas pria dan

wanita sehingga tercapai hak yang sama bagi pria dan wanita.26 Feminis Liberal

percaya bahwa media dan penididikan dapat mempengaruhi opini publik. Media

dianggap memiliki peran signifikan dalam membawa perubahan tentang gambaran

pria dan wanita dalam jalan tradisional serta menggunakan bahasa yang non-sexist.27

Adapun pemikiran Feminis Liberal ialah ingin mendobrak setereotipe yang

ada, dengan memberikan wanita peran khusus serta akses yang seimbang seperti

laki-laki meskipun disatu sisi Feminis Liberalis menyadari bahwa mereka tidak mampu

merubah sistem kompleks yang telah ada. Berkaitan dengan peran media massa

terutama melalui film kartun sebagai agen penyebaran informasi dan sosialisasi,

sudah saatnya media massa mendukung terjadinya perubahan konten media yang saat

ini dirasa masih mengandung bias-bias gender. Diakui bahwa Produk media mewakili

suatu makna dan realitas tertentu, yang ingin disampaikan oleh kreatornya (pekerja

media) pada khalayak sasaran.28

Setidaknya konten yang ditampilkan memberikan tayangan yang dapat

membuka pikiran masyarakat terkait bias gender dan hal tersebut diharapkan

berimplikasi untuk mengurangi serangkaian bentuk-bentuk ketidakadilan gender

seperti kekerasan, diskriminasi, marjinalisasi, stereotip, beban ganda dan subordinasi.

Adapun peran media massa seperti film kartun sangat berpengaruh terhadap

membentuk pola pandang seseorang jika media massa tersebut terus-menrus

menampilkan informasi serupa, terutama bagi anak-anak yang dapat mempengaruhi

terhadap pembentukan seterotipe pria dan wanita terutama terhadap perkembangan

mereka.

Kesimpulan

26 Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Jogjakarta:

Pustaka Pelajar. Hal 335-336

(9)

Sebagai sebuah produk media, kartun anak-anak telah merepresentasikan

gambaran bahwa bias gender juga dapat ditemukan baik dalam alur cerita hingga

penokohannya dimana secara tidak langsung menjadi sebuah cerminan masalah sosial

di masyarakat luas. Hal ini terlihat pada keterwakilan perempuan lebih sedikit dan

banyak didominasi oleh pria, tak hanya itu wanita juga banyak digambarkan sebagai

sosok yang lemah dan statusnya lebih rendah dalam profesi apapun dari pada pria.

Sehingga anak-anak sebagai yang tidak menyadari perbedaan antara realitas dan fiksi,

kemudian menginternalisasi stereotipe peran gender dalam kartun tersebut dalam

kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini juga tidak terlepas oleh media yang

merepresentasikan norma budaya yang terwakilinya, sehingga dengan demikian

diperlukan perubahan salah satunya dengan menampilkan konten media yang lebih

seimbang dan berbobot serta kaya akan nilai pendidikan sehingga mampu

memberikan gambaran yang baik terhadap gender terutama bagi anak-anak di masa

depan.

Daftar Pustaka

A short history of animation, http://www.fi.edu/fellows/fellow5/may99/History/history.html, diaskses 11 januari 2014.

Fischer, S. (2010). Powerful or pretty: A content analysis of gender images in children‟s animated films. Dalam Renny Amelia, 2012. “Konten male gender dalam film animasi walt disney”,

jurnal E-Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya, tahun 2012, hal 233.

Gender and Gender Relations in Manga and Anime, www.mit.edu/~rei/manga-gender.html, diaskes 11 januari 2014.

Gökçearslan, Arma an (2010). “The effect of cartoon movies on children's gender development“, Procedia Social and Behavioral Sciences 2 (2010) 5202–5207, hal 1-3.

Haryanto. 2009. Gender dalam kontruksi media, jurnal komunika. Vol.3 No.2 Juli-Desember 2009 hal.167-183.

(10)

Mansour Faqih. 2001, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 28-49.

Pendidikan gender, http://dk-insufa.info/keadilan-gender/908-pendidikan-gender-seri-ke-2-mengapa-kesetaraan-gender-itu-penting. diaskes 11 januari 2014.

Sejarah Singkat Film Animasi di Indonesia, http://www.idseducation.com/2013/09/21/sejarah-singkat-animasi-indonesia, diaskses 11 januari 2014.

Tye Decker, Jonathan (2010), “The Portrayal of Gender in the Feature-Length Films of Pixar

Animation Studios: A Content Analysis”, Auburn University, 2010, hal 23.

Referensi

Dokumen terkait

Jika produk ini mengandung komposisi bahan dengan batas paparan; pemantauan personal area kerja atau biologi mungkin diperlukan untuk menentukan efektifitas ventilasi atau

Pengasuhan dilarang bagi ibu yang tidak memenuhi syarat yang telah dijelaskan seperti gila, budak, kafir, fasik, tidak dapat dipercayai, dan menikah dengan pria lain,

4 (2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan Tempat Rekreasi, Parawisata dan Olahraga yang disediakan, dimiliki, dan/atau

Perusahaan Pelayaran Nusantara Panurjwan Cabang Medan melaksanakan kegiatan dalam Prosedur Penerbitan Delivery Order dalam Pengambilan Container, maka perusahaan

Berdasarkan penilaian validator, perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa RPP dengan skor validitas 4,13, Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dengan skor validitas

Berdasarkan tabel di atas, nilai Adjusted R Square sebesar 0,416 artinya variabel independen yang terdiri dari harga dan kualitas pelayanan dapat menjelaskan