• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI KEKERASAN DALAM FILM KARTUN “BERNARD BEAR” Versi DVD ( Studi Semiotik Representasi Kekerasan Dalam Film Kartun “Bernard Bear Versi DVD ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI KEKERASAN DALAM FILM KARTUN “BERNARD BEAR” Versi DVD ( Studi Semiotik Representasi Kekerasan Dalam Film Kartun “Bernard Bear Versi DVD )."

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

“BERNARD BEAR” Ver si DVD

( Studi Semiotik Repr esentasi Keker asan Dalam Film Kar tun “Ber na r d Bear Ver si DVD )

SKRIPSI

Disusun oleh,

Rezha Pr adhana Tr y Wicaksono NPM. 0743010330

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

(2)

Alhamdulillaahirabbil’aalamin, dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang penulis beri judul Repr esentasi Keker asan Dalam Film Kar tun “BERNARD BEAR” Ver si DVD (Studi Semiologi Repr esentasi Keker asan Dalam Film Kar tun “Bernar d Bear Ver si DVD). Sejujurnya, penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri. Oleh karena itu, kebanggaan penulis bukanlah pada selesainya skripsi ini melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan diri sendiri.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Drs. Syaifudin Zuhri, M.Si, dosen pembimbing dan semua pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi ini, diantaranya :

1. Prof. Dr. Teguh Suedarto. Mp.Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

(3)

6. Untuk Papa dan Mama Tersayang, Terima kasih atas doa dan dukungannya baik moral maupun materiil.

7. Buat anak kos MA 1 G no 19 yang telah memberikan support terima kasih banyak.

8. Buat keluarga rizky dwi yang memberikan semangat dan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi.

9. Buat anggota X-PHOSE yang menjadi keluarga kecilku terima kasih banyak, pasti merindukan kalian semua. Sukses selalu!

10. Terima kasih banyak buat Rizky Dwi Rachmaditya yang selalu sabar memberikan support.

Sungguh penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan penuh keterbatasan. Oleh karena itu, segala bentuk saran dan kritik yang membangun nilai positif sangat dinantikan oleh penulis untuk memperbaiki kekurangan yang ada dengan harapan bahwa skripsi ini Insya Allah akan berguna bagi rekan-rekan di Jurusan Ilmu Komunikasi. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi semua yang membutuhkan.

(4)

ABSTRAKSI... ii

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI ………..………... v

Bab I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Perumusan masalah………...……….…… 8

1.3 Tujuan Penelitian……….. 8

1.4 Kegunaan Penelitian ……… 8

Bab II KAJ IAN PUSTAKA……….………... 10

2.1 Landasan Teori………...………. .... 10

2.1.1 Definisi Kartun... .... 10

2.1.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa ... 11

2.1.3 Representasi...…...……….... 14

2.1.4 Peran Media Massa... 16

2.1.5 Pengertian Kekerasan ... 16

2.1.5.1 Definisi Kekerasan... 16

2.1.5.2 Jenis-jenis kekerasan... 20

2.1.5.3 Pengertian Adegan Kekerasan ... 20

2.1.6 Semiotika... 21

2.1.7 Model Semiotika John Fiske... 23

(5)

Penyiaran Indonesia (KPI)... 33

2.1.10 Respon Psikologi Warna... 35

2.1.11 Film Sebagai Komunikasi Massa... 37

2.1.12 Film Sebagai Realitas Sosial... 40

2.1.13 Film Bernard Bear... 46

2.2 Kerangka berpikir ...………. . 46

Bab III METODE PENELITIAN………...………... 48

3.1 Metode Penelitian... 48

3.2 Kerangka Konseptual... 49

3.2.1 Corpus... 49

3.3 Definisi Operasional... 61

3.3.1 Representasi... 61

3.3.2 Kekerasan...………... 62

3.3.3 Kategori Kekerasan...……….. 62

3.3.4 Tokoh Film... 63

3.4 Unit Analisis ... 64

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 64

3.6 Teknik Analisis Data... 65

(6)

dengan Pendekatan Semiologi John Fiske………... 69

4.3 Makna Representasi Kekerasan Dalam Film Kartun Bernard Bear versi DVD………...152

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………155

5.2 Saran……….155

Daftar Pustaka...158

Lampir an Gambar ...159

(7)

Penelitian ini menaruh perhatian pada masalah kekerasan yang terdapat pada film kartun ini. Kekerasan yang dimaksud berupa kekerasan non verbal dan fisik, kekerasan non verbal berupa body language seperti ejekan, mimik wajah merendahkan lawan bicara menjadi tersinggung, emosi dan marah. Sedangkan kekerasan fisik berupa pukulan, tendangan menggunakan alat maupun tidak, yang membuat seseorang menjadi marah dan tersinggung. Di film kartun ini kekerasan non verbal terlihat disaat tokoh bernard berekspresi marah dan mengolok, sehingga mengakibatkan lawan menjadi tersinggung bahkan marah. Hal ini akan memicu perkelahian. Kekerasan tersebut diikuti dengan kekerasan fisik seperti memukul, menendang bahkan menghajar. Akibatnya akan terjadi pertarungan. Kekerasan tersebut ditampilkan melalui tokoh bernard bear. Peneliti akan merepresentasikan kekerasan dari sudut pandang yang berbeda.

Metode yang digunakan adalah analisis ssemiotic yang termaksud penelitian kualitatif dengan cara merepresentasikan tanda-tanda yang terdapat pada film kartun bernard dan menggunakan teori yang dikemukakan john fiske, analisis ini dibagi menjadi level realitas (reality) dan level representasi (representation). Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan pengamatan secara langsung terhadap semua scene dan shot yang mengandung kekerasan dalam film “Bernard Bear”.

Berdasarkan hasil analisis serta interpretasi kekerasan terhadap representasi kekerasan yang terdapat dalam film kartun “Bernard” , melalui tokoh utama bernard, peneliti menarik kesimpulan bahwa kekerasan yang dimaksud dalam film ini adalah kekerasan non verbal dan kekerasan fisik. Kekerasan non verbal yang terdapat dalam film kartun ini seperti ekpresi, kemarahan dengan mengolok, sehingga menyebabkan lawan bicara emosi, marah dan tersinggung. Sedangkan kekerasan fisik terdapat dalam film kartun ini berupa kekerasan melalui bahasa tubuh, tindakan, fisik atau bahasa tubuh seperti bertarung dengan memukul, menendang satu sama lain mengakibatkan lawan tidak berdaya. Dalam film ini kekerasan juga dibangun melalui level realitas serta representasi.

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian ahli komunikasi. Film sebagai alat komunikasi kedua yang muncul di dunia, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar yang dibikin lenyap. Ini berarti bahwa pada permulaan sejarahnya film dengan lebih cepat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami unsure teknik, politik, ekonomi, social dan demografi yang merintangi surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, menurut Oey Hong lee (Sobur, 2004:126). Film yang merupakan alat komunikasi kedua juga mempunyaipesan baik verbal maupun non verbal bagi audience-nya.

(9)

tertentu (Jowwet and Linton, 1980), yakni sebagai sarana pameran bagi media lain dan sebagai sumber budaya yang berkaitan erat dengan buku, film kartun, bintang televisi, film seri serta lagu. Dengan demikian, dewasa ini film berperan sebagai pembentuk budaya massa, bukannya semata-semata mengharapkan media lainnya sebagaimana peran film pada masa kejayaannya yang lalu.

Televisi dan film mempunyai dampak tertentu bagi penontonnya. Dalam banyak penelitian tentang dampak serial televisi dan film terhadap masyarakat, hubungan antara televisi film dam masyarakat selalu dipahami secara linier. Artinya, film baik yang ditayangkan di televisi, selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Selain itu, kekuatan

dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Namun seiring dengan kebangkitan film, muncul pula film-film yang mengumbar seks, criminal, kekerasan. Dengan kata lain, film menjadi lebih bebas untuk memenuhi kebutuhan akan sajian yang berbau kekerasan, mengerikan dan pornografis (McQuail, 1987). Jika didalam film menampilkan adegan yang mengandung kekerasan, maka dapat berdamapak negatif bagi penontonnya, terutama anak-anak karena bukan tidak mungkin bagi mereka untuk meniru apa yang dilihatnya di televisi.

(10)

melakukan peniruan terhadap perilaku agresif. Dalam eksperimen itu, ditemukan bahwa anak belajar mengenal perilaku agresif dengan meniru orang dewasa. Anak-anak tersebut melihat seorang model melakukan kekerasan dengan memukul, menendang dan menduduki boneka badut. Setelah mengamati model, anak-anak tersebut ditaruh diruangan besar dengan boneka badut, secara tidak langsung anak-anak tersebut melakukan tindakan yang sama persis dilakukan oleh model sebelumnya ( Bailey, 1988). Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa kekerasan sama sekali bukanlah hal yang ditetapkan secara genetic, melainkan sepenuhnya merupakan hasil belajar. Manusia belajar lewat peniruan, mengambil pola-pola perilaku yang mereka lihat dari sekitar mereka, dan juga melalui proses umum yang disebut pembiasaan. Baik peniruan maupun pembiasaan dimulai dari rumah, tetapi banyak dipengaruhi oleh dunia luar yang lebih luas, baik oleh sekolah, tradisi nasional dan agama maupun oleh buku, majalah, surat kabar terutama film dan televisi ( Bailey, 1988 ).

(11)

sekaligus sebagai pemberi hadiah dan pencipta proses pembiasaan ( Bailey, 1998 ). Tetapi alasan utama yang menyebabkan anak-anak begitu terpengaruhi oleh televisi karena mereka terlalu sering dan lama untuk menonton. Dengan begitu pesan yang mereka terima sangat menempel diingatan mereka. Selain itu, televisi juga bisa menjadi media untuk mmenyebarkan kekerasan.

Seorang wartawan televisi pernah melakukan perjalanan melewati sebuah daerah pedalaman yang tentram dan damai, ia mendapati bahwa warga sebuah desa pertanian dihantui oleh kejahatan dan kekerasan sekalipun lingkungan masyarakat sudah tidak lagi mengalami peristiwa perkosaan sejak 12 tahun yang lalu atau pembunuhan sejak 21 tahun yang lalu. Suasana takut yang berlebihan itu diperberat oleh acara televisi yang secara tetap menyajikan adegan kekerasan, baik yang nyata maupun khayalan. Sebuah penelitian dilakukan oleh universitas di Pennsylvania menunjukan bahwa orang yang menonton televisi mempunyai perkiraan terlalu tinggi mengenai peristiwa kekerasan dalam kehidupan nyata di kota mereka sendiri. Sebabnya mudah ditemukan setengah jam acara televisi dapat menyajikan tindak memerasan lebih banyak daripada yang akan disajikan dengan mata kepala sendiri sepanjang hidup seseorang ( Bailey, 1998 ).

(12)

Indonesia yang dimana mereka juga berlomba-lomba menampilkan program-program acara dan film yang menarik pemirsannya. Acara televisi akhirnya menjadi sarana hiburan yang menarik, murah dan praktis bagi keluarga. Setiap saat, setiap waktu, televisi menjadi teman dalam mengisi waktu luang. Berbagai macam pilihan acara telah tersedia, termasuk untuk anak-anak, salah satunya adalah serial kartun. Apalagi ada televisi yang program acaranya serial kartun dan hal itu sangat disukai oleh anak-anak. Padahal penelitian menunjukkan bahwa 94% kartun mengandung adegan kekerasan (http://students.uwsp.edu/cmlez89/Speech.htm). Hal ini tidak disadari oleh anak-anak karena kekerasan fisik seperti pukul memukul kepala, jatuh terguling-guling atau intimidasi fisik tersebut dikemas dalam kelucuan yang membuat anak-anak tertawa. Mereka sendiri belum tentu menyadari dampak yang terjadi akibat menonoton serial kartun tersebut.

Banyak serial kartun di Indonesia yang diminati oleh anak-anak dan orang dewasa yaitu serial kartun One Piece, Naruto di Global TV, Doraemon, Shincan di RCTI, Dragon Ball, Detektif Conan di Indosiar, Upin Ipin di MNCTV dan diantaranya adalah Bernard Bear yang sedang booming sekarang ini, Bernard Bear menjadi sahabat setia bagi anak-anak. Bahkan beredar menandingi popularitas acara kartun lainnya. Bernard Bear telah menjadi sahabat setia bagi mulai anak-anak hingga remaja.

(13)

secara langsung maupun tidak langsung, melalui tokoh – tokoh yang terdapat dalam cerita atau dari isi cerita film itu sendiri. Film Bernard Bear mempunyai sifat primitif selalu tertarik dengan hal-hal yang baru. Entah di bidang musik, olahraga, atau jenis-jenis profesi sebagai wartawan, koki, atau tukang bangunan. Berangkat dari ketertarikannya, Bernard kadang mencoba segala peralatan yang berkaitan dengan bidang yang menarik minatnya. Misalnya olahraga paralayang. Bernard mencoba mengenakan parasut, kacamata, dan perlengkapan lainnya lalu terbang. Namun sifatnya yang temperamental yang menyebabkan nasibnya yang selalu sial. Nasib sialnya inilah yang membuat tawa siapun yang melihatnya. Poin pertama Bernard bear yang dikisahkan selalu tertarik pada hal-hal yang baru dapat mengajarkan anak-anak pengetahuan dan pendidikan.

(14)

nantinya. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengatahui tentang representasi kekerasan yang terkonstruksi dalam serial kartun Bernard Bear.

Program ini melanggar ketentuan yang diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) & Standar Program Siaran (SPS) tentang standar program siaran. Dalam pasal tersebut memuat bahwa program siaran dilarang membenarkan kekerasan dan sadisme sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Adegan yang melanggar di antaranya adalah menampilkan secara detail (big close up, extreme close up) yang menampilkan adegan penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat (pemukul) secara nyata. Dan pasal 27 yang memuat tentang pelarangan kata-kata kasar dan makian baik di ungkap secara verbal maupun non verbal yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia. http://www.kpi.go.id/

Ada beberapa pengaduan kepada KPI bahwa film kartun Bernard Bear sangat tidak baik untuk anak-anak, karena isinya hanya persaingan jahil, kelakuan usil Bernard Bear, kejadian celaka, juga merasa senang apabila pihak lain celaka atau kekerasan.

http://old.kpi.go.id/?etats=pengaduan&nid=13626

(15)

terkadang film kartun yang kelihatan lucu ternyata tidak layak di tonton oleh anak-anak. http://forum.vivanews.com/archive/index.php/t-81811.html

Penulis meneliti pada versi DVD sebanyak sepuluh episode karena pada episode ini banyak yang mengandung macam-macam kekerasan fisik yang sering muncul pada film Bernard Bear. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui adegan kekerasan apa yang terdapat dalam film kartun Bernard Bear.

1.2 Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan dalam masalah ini adalah : Bagaimana kekerasan ditampilkan dalam film “Bernard Bear” Versi DVD.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kekerasan yang sering muncul pada film “Bernard Bear’ Versi DVD.

1.4 Kegunaan Penelitian

(16)

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi terutama mengenai representasi kekerasan yang disajikan dalam film kartun Bernard Bear. b. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasasn

(17)

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Kartun

Kartun yang biasanya disebut dengan animasi adalah menghidupkan

gambar, sehingga kita perlu mengetahui dengan pasti setiap detail karakater,

mulai dari tampak (depan, belakang, dan samping) detail muka si karakter

dalam berbagai ekspresi (normal, diam, marah, senyum, ketawa, kesal, dll.)

lalu pose / gaya khas karakter bila sedang melakukan kegiatan tertentu yang

menjadi ciri khas si karakter tersebut. Bahkan seorang ’Shincan’ dengan

karakter yang sederhana tetapi mempunyai kekuatan personalitinya sehingga

membuat penonton tahu betul sifat-sifatnya. Jadi perlu diperhatikan bahwa

karakter anda bukan sekedar gambar tetapi mempunyai kelakuan tertentu yang

seolah-olah punya jiwa. Karena animasi adalah membuat gambar anda

kelihatan hidup, sehingga kita bisa mempengaruhi emosi penonton menjadi

turut merasa sedih, ikutan menangis, jatuh cinta, kesal, gembira bahkan

tertawa terbahak-bahak.

(www.scribd.com/pengertian animasi).

Kartun merupakan contoh pesan yang berupaya menyampaikan begitu

banyak informasi secara sederhana dan langsung, kartun menggunakan

(18)

2.1.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi sebagai media massa yang merupakan media dari jaringan komunikasi yang berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, mempunyai pesan bersifat umum atau luas sasarannya menimbulkan keserempakan serta komunikasinya bersifat heterogen. Kelebihan televisi yaitu bersifat audio visual, artinya dapat dilihat dan didengar (Effendy, 1991:24). Sedangkan siaran televisi adalah siaran dalam bentuk suara dan gambar dan dapat ditangkap oleh umum, baik dengan system pemancaran dalam elektromagnetik maupun kabel-kabel (Wahyudi, 2003:13)

Televisi juga sebagai salah satu media massa pada pokoknya memiliki empat fungsi, yakni menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertaint), dan mempengaruhi (to influence). (Effendy, 1984:31)

Komunikasi sering diartikan sebagai perpindahan (transfer) informasi (pesan) dari pengirim (komunikator) kepada penerima (komunikan) melalui saluran (media) tertentu dengan tujuan mencapai saling pengertian (mutual understanding)

(19)

memungkinkan imitasi oleh lebih banyak orang dan mengatasi batas ruang dan waktu.

Proses komunikasi menggunakan media massa (televisi) disebut komunikasi massa. Pengertian komunikasi massa menurut George Gerbener adalah sebagai produksi dan distribusi secara institusional dan teknologis dari sebagian besar aliran pesan yang dimiliki bersama secara berkelanjutan dalam masyarakat industrial (Rakhmat, 1999:188)

Komunikasi massa pada dasarnya merupakan penggunaan saluran (media) yang mempunyai proses melibatkan beberapa komponen. Dua komponen yang berinteraksi (sumber dan penerima) terlibat, pesan yang diberi kode oleh sumber (encoded), disalurkan melalui sebuah saluran dan diberi kode oleh penerima (decoded), tanggapan yang diamati penerima merupakan umpan balik yang memungkinkan interaksi berlanjut antara sumber dan penerima (Winarso, 2005:18-20)

Jadi pada hakekatnya komunikasi massa sebenarnya sama dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain, yakni memiliki unsur-unsur komunikasi seperti sumber, pesan, saluran, gangguan, efek, umpan balik dan konteks. Namun beberapa hal yang membedakannya terutama adalah sifat komunikasinya yang umum, cepat dan selintas.

(20)

Televisi adalah panduan radio (broadcast) dan film (moving picture). Para penonton di rumah-rumah tak mungkin menangkap siaran

televisi, kalau tidak ada unsur-unsur radio. Dan tak mungkin dapat melihat gambar-gambar yang bergerak pada layar pesawat televisi, jika tidak ada unsur-unsur film. (Effendy, 2003:174).

Televisi memiliki daya tarik yang sangat kuat melebihi media massa lainnya, sebab televisi memiliki unsur visual berupa gambar hidup yang menimbulkan kesan mendalam bagi penontonnya. Televisi menimbulkan dampak yang kuat bagi pemirsanya. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan pada sekaligus kedua indera, yakni pengelihatan dan pendengaran, selain itu televise juga memiliki kombinasi gerak dan suara.

Untuk tujuan komersial, televisi dipandang sebagai media yang efektif karena televisi memiliki kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas dan televisi memiliki kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Masyarakat lebih sering meluangkan waktunya didepan televise guna mendapatkan informasi dan hiburan. Televisi telah menjadi cerminan budaya tontonan pemirsa dalam era informasi dan komunikasi saat ini.

(21)

kenyataan. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai sarana penerangan, televisi selain menyiarkan informasi dalam siaran pandangan mata, atau berita yang dibacakan penyiar, dilengkapi dengan gambar-gambar yang faktual, juga diskusi panel, ceramah, komentar, dan wawancara yang kesemuanya realistis. Sebagai alat untuk mendidik, televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayaknya yang jumlahnya begitu banyak secara simultan. Selain acara pendidikan yang disiarkan secara berkesinambungan, televisi juga menyiarkan berbagai acara yang secara implisit mengandung pendidikan seperti sandiwara, ceramah, film, dan sebagainya. (Effendy, 1984:28).

Dari beberapa uraian diatas tampak bahwa televisi merupakan media komunikasi yang efektif dan efisien. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor misalnya efisiensi biaya. Dampak dan pengaruh yang dihasilkan oleh media televisi sangat kuat. Hal ini membuat masyarakat berbondong-bondong menggunakan televisi, selain itu perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat media televisi lebih menarik.

2.1.3 Repr esentasi

(22)

luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol (Piliang, 2003:21). Selain itu representasi ini merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, atau kombinasinya (Fiske, 1990:282).

Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam ‘bahasa’ yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. (Nuraini Juliastuti, 2000:4

Chris Barker menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian utama dalam cultural studies. Representasi sendiri dimaknai sebagai bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosialn dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu. Cultural studie memfokuskan diri kepada bagaimana proses pemaknaan representasi itu sendiri. (Chris Barker, 2004:8)

(23)

2.1.4 Per an Media Massa

Peran media massa dalam kehidupan manusia dapat dirumuskan secara singkat sebagai berikut:

Media massa memberikan informasi dan membantu kita mengetahui secara jelas mengenai dunia dan sekelilingnya kemudian menyimpannya dalam ingatan kita.

a. Media massa membantu kita menyusun agenda (jadwal) kehidupan setiap hari.

b. Media massa berfungsi membantu untuk berhubungan dengan berbagai kelompok masyarakat lain diluar masyarakat kita.

c. Media massa membantu mensosialisasikan pribadi manusia.

d. Media massa digunakan untuk membujuk khalayak yang mencari keuntungan dari pesan-pesan yang diterimanya,

Media massa sebagai media hiburan, sebagian besar media melakukan fungsi sebagai media yang memberikan hiburan bagi khalayak.

2.1.5 Penger tian Kek er asan 2.1.5.1Definisi Kek er a san

Kekerasan atau bahasa Inggris: Violence berasal dari bahasa Latin: violentus yang berasal dari kata vī atau vīs berarti kekuasaan atau berkuasa adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan privat

(24)

ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini. Kekerasan antara lain dapat pula berupa pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan - hingga batas tertentu - kepada binatang dan harta-benda. Istilah "kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak, seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme. (Bourdieu, Pierre, 1977:248)

(25)

langsung, misalnya melukai dan membunuh. Dengan melukai dan membunuh berarti menempatkan ” realisasi jasmani aktualnya dibawah realisasi potensialnya” dengan demikian realitas mentalnya juga tidak dimungkinkan karena kita tahu bahwa tanpa intregitas jasmani, kebebasan untuk merealisasikan diri terhambat.

Galtung juga menguraikan enam dimensi penting dari kekerasan, yakni :

a. Kekerasan fisik dan psikologisnya. Dalam kekerasan fisik, tubuh manusia disakiti sampai membunuh. Sedangkan kekerasan psikologisnya adalah tekanan yang berhubungan dengan kemampuan mental dan otak.

b. Pengaruh postif dan negatif. Sistem orientasi imbalan yang sebenarnya ada pengendalian atau kontrol yang tidak bebas, kurang terbuka dan cenderung manipulatif, meskipun meberikan kenikmatan.

c. Terdapat subjek atau tidak. Maksudnya dalam tindakan tertentu tetap terdapat ancaman baik berupa kekerasan fisik ataupun psikologis. Walaupun tidak memakan korban tetapi dapat mambatasi tindakan manusia.

d. Terdapat subjek atau tidak. Kekerasan disebut langsung atau personal jika ada pelakunya, namun apabila tidak ada pelakunnya disebut struktural atau tidak langsung.

(26)

Kekerasan yang tampak dan tersembunyi. Kekerasan yang tampak nyata dapat dilihat meskipun tidak langsung, sedangkan kekerasan tersembunyi adalah suatu kekerasan yang tidak kelihatan tetapi bisa dengan mudah meledak (Santoso,2002:168-169).

Menurut peneliti kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak langsung. Menurut peneliti kategori kekerasan tidak hanya diliaht berdasarkan jenis kekerasan saja tetapi juga dapat dilihat pada alat yang digunakan serta penderitaan korban akibat kekerasan tersebut dan dapat juga berdasarkan kategori berikut :

1.Kekerasan ringan yakni tindakan kekerasan seperti mendorong hingga jatuh, menyiksa dan menampar serta segala perbuatan yang tidak menyebabkan korbannya tewas, termasuk didalamnya perkelahian dalam latihan silat dan sejenisnya.

2.Ancaman dengan senjata tidak terbatas pada senjata tajam ataupun senjata api. Segala alat yang digunakan untuk menakuti lawannya. Dikategorikan senjata.

3.Penganiyayaan berat disini diartikan penganiayaan pada lawan sehingga menyebabkan lawan tidak berdaya, pingsan atau bahkan tewas.

(27)

2.1.5.2 J enis Kekerasan

Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka atau yang tertutup serta baik yang bersifat menyerang atau bertahan dan disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Ada empat jenis kekerasan yang diidentifikasi yakni :

1.Kekerasan terbuka yakni kekerasan yang dapat dilihat seperti perkelahian.

2.Kekerasan tertutup yakni kekerasan tersembunyi yang tidak dilakukan langsung seperti perilaku mengancam. Perilaku mengancam mengkomunikasikan pada orang lain suatu maksud untuk menggunakan kekerasan terbuka bila diperlukan. Orang yang melakukan ancaman sesungguhnya tidak bermaksud melakukan kekerasan.

3.Kekerasan agresif yakni kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan tetapi untuk mendapatkan sesuatu.

4.Kekerasan difensif yakni kekerasan yang dilakukan sebagai perlindungan diri (Santoso, 2002.p.2002.11).

2.1.5.3Penger tian Adegan Kekerasan

Adegan kekerasan disini diartikan sebagai setiap tampilan visual (dengan gambar) yang tertuju pada tingkah laku yang bermaksud melukai, mencelakakan atau bahkan membunuh orang lain. Menurut wignoyosoebroto (1991). Kekerasan adalah :

(28)

Berasarankan kekeuatan fisiknya yang superior, dengan kesengajaan untuk dapat ditimbulkan rasa derita dipihak yang tengah menjadi objek kekerasan tersebut. Serta kekerasan juga dapat terjadi akibat lampiasan rasa amarah yang tidak tertahankan”.

Jadi menurut peneliti representasi adegan kekerasan adalah konstruksi gambaran visual yang merujuk pada suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang ataupun sejumlah orang berposisi kuat terhadap seseorang yang berposisi lebih lemah, bersarankan kekeuatan fisiknya, dengan kesenjangan untuk dapat ditimbulkan rasa derita dipihak yang tengah menjadi objek kekerasan tersebut.

2.1.6 Semiotika

Secara etimologis istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti ”tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.

(29)

bahwa fenomena sosial atau masyarakat kebudayaan itu merupakan tanda-tanda . Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersbut mempunyai arti.

Didalam perkembangan sejarah semiotika, berasal dari dua induk yang memiliki dua tradisi dasar yang berbeda. Pertama Charles Sanders Pierce. Seorang filsuf amerika yang hidup diperalihan abad yang lalu (1839-1914). Sebagai seorang filsuf dan ahli logika, Pierce berkehendak untuk menyelidiki apa dan bagaimana proses bernalar manusia. Teori pierce tentang tanda dilandasi oleh tujuan besar ini sehinggatidak menghentikan apabila dia menyimpulkan bahwa semiotika tidak lain dan tidak bukan adalah sinonim bagi logika (Budiman,2005:33).

Menurut Pierce kekerasan simbol adalah bentuk kekerasan yang halus dan tidak tampak. Tidak kenal dan hanya dikenal dengan menyembunyukan mekanisme tempatnya bergantung. Konsep kekerasan simbol mengiring kita kerarah mekanisme sosial. Yang didalamnya terdapat relasi komunikasi yang saling bertautan dengan relasi kekuasaan. Sistem kekuasaan cenderung melanggengkan posisinya yang dominan dengan cara mendominasi media komunikasi. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, makna-makna tersebut, inilah dominasi simbol atau symbole domination. Kekerasan simbolik juga dapat terjadi pada tanda bahasa yaitu pada apa yang diucapkan dan diekspresikan.

(30)

simbol. Kekerasan pada tanda lebih berkaitan dengan bagaimana sebuah ucapan, sebuah kata, sebuah ungkapan, juga pada sbuah gambar. Kekerasan semiotik digunakan untuk menjelaskan fenomena kekerasan pada tingkat tanda (sign). Untuk membedakan dengan istilah kekerasan simbol yang digunakan. Kekerasan semitok berlangsung daalam bentuk citra, tontonan, gambar dan produk sebagai segala sesuatu yang diproduksi dan diperuntukan dengan sesuatu yang lain dalam rangka memperoleh nilai lebih atau keuntungan.

2.1.7 Model Semiotika J ohn Fiske

John Fiske adalah salah satu tokoh semiotika komunikasi dalam bukunya Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua persepektif dalam mempelajari ilmu komunikasi sebagai transmisi pesan, sedangkan perspektif yang kedua melihat komunkasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perspektif yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan, metode studinya yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna) (Fiske, 2006:9).

(31)

sistem penandaan, karena itu menurut Zoez, bersamaan dengan tanda arsitektur, terutama indeksial, pada film terutama digunakan tanda-tanda ikonis yakni tanda-tanda-tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Zoest, 1993:109,dalam Sobur, 2004:128). Ciri-ciri gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjukkannya. Gambar-gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas didinotasikan.

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda, tanda tersebut termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dallam film adalah gambar dan suara, kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar) dan musik film. Sistem semiotik yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda-tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Sobur,2004:128).

(32)

1. Level Realitas (Reality)

Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku dan gesture (gerakan), ekspresi dan sebagainya yang dipahami sebgai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis. Kode-kode sosial yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini, dapat berupa:

a. Penampilan, kostum dan make-up yang digunakan oleh pemain utama pada film kartun bernard bear. Dalam penelitian ini pemeran yang menjadi objek penelitian adalah Bernard Bear. Bagaimana pakaian dan tata rias yang digunakan, serta apakah kostum dan make up yang ditampilkan tersebut memberikan signifikasi tertentu menurut kode sosial dan kultural.

b. Behavior atau perilaku adalah segala respon atau ativitas yang dilakukan oleh suatu organisme.

c. Conflic adalah suatu keadaan yang terjadi ketika dua atau lebih dorongan perilaku atau motivasi yang saling bertentangan bertarung untuk mengekspresikan dirinya.

(33)

: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kekesalan, pengecaman, minat ketakjuban dan tekat.

e. Gasture atau perilaku adalah komunikasi non verbal yang dilakukan oleh seseorang dalam menyampaikan pesan yang mencerminkan emosinya dari pemikiran orang tersebut. Gasture atau gerakan berhubungan dengan ekspresi seseorang dan biasa juga dilakukan pada saat seseorang melakukan komunikasi verbal. Contohnya pada saat seseorang marah maka secara tidak langsung ekspresi muka mereka berubah menjadi lebih tegang, keningnya berkerut dan juga melakukan gesture seperti bercekak pinggang atau menggenggam tangan, seakan ingin meninju lawanny. Menurut john fiske gerak sebentar, gerak naik turun yang empatis sering menunjukkan upaya mendominasi. Meski lebih cair dan kontiny, gesture menunjukkan hasrat untuk menjelaskan atau untuk meraih simpati (Fiske, 1990:97).

2. Level Representasi

Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik dan suara yang ditranmisikan sebagai kode-kode representasi yang besifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, karakter, action, dialog, setting, casting dan sebagainya. Level representasi meliputi:

(34)

f. Long shot : Pengembalian yang menunjukkan semua bagia dari objek, menekankan pada background. Shot ini biasanya dipakai dalam shot yang lebih lama dan lingkungannya dari pada individu sebagai fokusnya.

g. Estabilishing shot : Biasanya digunakan untuk mebuka suatu adegan.

h. Medium Shot : Menunjukkan subjek atau aktornya dan lingkungannya dalam ruang yang sama. Biasanya digunakan untuk memperlihatkan kehadiran dua atau tiga aktor secara dekat.

i. Close Up : Menunjukkan sedikit dari scene, seperti karakter wajah dalam detail sehingga memenuhi layar, dan mengaburkan objek dengan konteksnya. Pengambilan ini memfokuskan pada perasaan dan reaksi dari seseorang, dan kadangkala digunakan dalam percapakan untuk menunjukkan emosi seseorang.

j. View Point : Jarak dan sudut nyata darimana kamera memandang dan merekam objek.

k. Point of view : Sebuah pengambilan kamera yang mendekatkan posisinya pada pandangan seseorang yang ada dan sedang memperlihatkan aksi lain.

(35)

bagian lainnya. Misalnya : Wide angle shot, title shot, angle shot dan two shot.

2. Manipulasi waktu

Macamnya Sceen time, subjuctive time, compressed time, long take, similitaneous time, slow motion, repalay, flash back, flash forward, overlapping action, universal time, ambiguous time. 3. Teknik kamera : perpindahan

a. Zoom : perpindahan tanpa memindahkan kamera hanya lensa difokuskan untuk mendekati objek. Biasanya untuk memberikan kejutan kepada penonton .

b. Following pan : kamera berputar untuk mengikuti perpindahan objek. Kecepatan perpindahan terhadap objek menghasilkan mood tertentu yang menunjukkan hubungan penonton dengan subjeknya.

c. Tracking (dollying) : perpindahan kamera scene pelan atau maju menjauhi objek (berbeda dengan zoom) kecepatan tracking mempengaruhi perasaan penonton.

4. Teknik Editing

(36)

b. Jump cut : Untuk membuat suatu adegan yang dramatis.

c. Motived cut : Bertujuan untuk membuat penonton segera ingin melihat adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya.

5. Penggunaan Suara

a. Comentar voice-over narration : Biasanya digunakan untuk memperkenalkan bagian orang tertentu dari suatu program, menambah informasi yang tidak ada dalam gambar, untuk menginterpretasikan kesan pada penonton dari suatu sudut pandang, menghubungkan bagian atau sequences dan program secara bersamaan.

b. Sound efek : Untuk memberikan tambahan ilusi pada suatuu kajian.

c. Musik : Untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi suatu adegan, warna emosional pada musik turut mendukung keadaan emosional suatu adegan.

(37)

mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau bisa menunjang dramatik adegan (Biran,2006:43).

7. Grafis : macamnya teks, diagram dan animasi.

8. Gaya Bercerita : Macamnya subjective treatment, objective treatment, parallel development, invisible editing, mise-en-scene, montage, talk tok camera dan tone.

9. Segi dan format lainnya : Macamnya shot, series, serial, talking heads, vox pop dan intertextuality.

10.Mise-en-scene : Kode-kode mise-en-scene ialah alat-alat yang dipergunakan oleh pembuat film untuk merubah dan menyesuaikan pembacaan shot yang akan kita lakukan. Mise-en-scene juga digunakan untuk mengungkapkan makna melalui suatu hubungan antar adegan yang terlihat dengan adegan lainnya.

Namun dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada suara. Dialog dan penataan musik yang ada pada level representasi, karena keduanya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap pembahasan representasi adegan kekerasan pada film kartun Bernard Bear.

2.1.8 Pendekatan Semiotika Dalam Film

(38)

sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi persepektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi persepektif yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Metode studinya yang utama adalah semiotika. (Ilmu tentang tanda dan makna, Fiske, 2006:9).

Persepektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada bagimana sebuah pesan ataupun teks interaksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersbut dalam budaya kita. Persepektif ini sering kali menimbulkan kegagalan berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk itulah pendekatan yang berasal dari persepektif tentang teks dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik.

(39)

tanda dan makna yang dikandungnya. Juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode.

(Chandler,2002:www.aber.ae.uk)

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalma film adalah gambar dan suara, kata yang diucapkan? Diatambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Sobur,2004:128)

2.1.9 Pasal-Pasal Per ilaku Penyiar an (P3) dan Standar Pr ogram Siar an (SPS) oleh Komisi Penyiar an Indonesia (KPI)

Pembatasan dan pelanggaran kekerasan dan sadisme, pelanggaran program siaran kekerasan, kata-kata kasar dan makian ada dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), antara lain adalah :

1. Pasal 25 (Pembatasan dan pelanggaran kekerasan dan sadisme)

(1) Program siaran atau promo program siaran yang mengandung muatan kekerasan, baik berupa percakapan atau adegan kekerasan secara eksplisit hanya dapat disiarkan pada pukul 22.00-03.00 waktu setempat.

(40)

2. Pasal 26 (Pelanggaran program siaran kekerasan)

(3) Program siaran dilarang membenarkan kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari

(4) Lagu-lagu atau video klip yang mengandung muatan pesan mendorong atau memicu kekerasan dilarang disiarkan

(5) Adegan kekerasan dilarang sebagai berikut :

a. Menampilkan secara detail (big close up, medium close up, extreme close up).

b.Menampilkan adegan penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat (pentungan/pemukul, setrum, benda tajam) secara nyata, terkesan sadis dan membuat pemirsa merasa ngeri.

c. Pembunuhan yang dilakukan dengan sadis baik terhadap manusia maupun hewan.

d.Memakan manusia dan atau hewan yang tak lazim untuk dikonsumsi. e. Adegan bunuh diri secara detail.

f. Menampilkan wajah perilaku pembunuh secara detail. 3. Pasal 27 (Kata-kata kasar dan makian)

(41)

(7) Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diatas dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.

(8) Ketentuan mengenai kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) digolongkan pada program faktual.

(9) Kata-kata kasar dan makian pada program faktual yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut : a. Kata-kata kasar ataupun umpatan, seperti: anjing, babi, monyet,

bajingan, goblok, tolol, brengsek, atau kata yang lain mempunyai makna yang sama.

b.Kata-kata yang bermakna kelamin laki atau kelamin perempuan. c. Kata-kata yang bermakna hubungan seks atau persetubuhan. d.Kata-kata yang bermakna kotoran manusia atau kotoran hewan.

(10) Kata-kata kasar dan makian pada program non-factual laga yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut :

a. Kata-kata yang bermakna kelamin laki atau kelamin perempuan. b. Kata-kata yang bermakna hubungan seks atau persetubuhan.

(11) Kata-kata kasar dan makian pada program non-factual non-laga yang dilarang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut:

(42)

c. Kata-kata yang bermakna kotoran manusia atau kotoran hewan.

Dalam film kartun ”Bernard Bear” juga melanggar ketentuan beberapa pasal diatas. Untuk itu kekerasan yang terjadi dapat dikategorikan melalui beberapa pasal yang sudah dijelaskan diatas yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Meski dikemas dalam bentuk hiburan, tetapi film kartun ini mengandung muatan kekerasan dan dapat mempengaruhi anak-anak yang menonton.

2.1.10 Respon Psikologi War na

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga dianggap sebagai suatu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna:

1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif,bahaya. Merah jika dikombinasikan dengan putih,akan mempunyai arti “Bahagia” di budaya Oriental.

2. Biru : Kepercayaan,konservatif,keamanan, teknologi, kebersihan, keteraturan.

3. Hijau : Alami,sehat, keberuntungan pembaharuan. 4. Kuning : Optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran,

pengecut (untuk budaya barat), pengkhianat.

(43)

6. Orange : Energi, keseimbangan, kehangatan.

7. Coklat : Tanah/Bumi, reability, comfort, daya tahan.

8. Abu-abu : Intelektual, masa depan (kaya warna millenium), kesederhanaan, kesedihan. 9. Putih : Kesucian,kebersihan,ketepatan,

ketidakbersalahan,

kematian,ketakutan,kesedihan,keanggunan (http//www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna.1html).

2.1.11 Film Sebagai Komunikasi Massa

Jantung dari komunikasi massa adalah media. Kata “media” berasala dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar. Dengan demikian, media adalah organisasi yang menyebarluaskan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi budaya masyarakat. (McQuail, 1987:3) memberikan beberapa pandangan mengenai media, yaitu :

- Media massa adalah penterjemah yang menolong kita menjadikan pengalaman diri menjadi sesuatu yang masuk akal.

(44)

- Media merupakan sarana komunikasi interaktif yang memberikan kesempatan kepada khalayak atau masyarakat untuk memberikan tanggapan atau umpan balik.

- Media merupakan tanda yang memberikan instruksi dan menunjukkan arah.

- Media merupakan filter yang memfokuskan kita pada beberapa bagian yang lain.

- Media merupakan cermin yang merefleksikan diri kita.

- Media merupakan pagar pembatas yang memblokir suatu kebenaran.

Secara umum, film dipandang sebagai suatu medium yang tersendiri. Menurut penulis film Bernard Bear, film adalah media komunikasi sekaligus media untuk ekpresi statment pembuat filmnya. Fungsi tiap film berbeda sesuai dengan gagasan apa yang dipilih oleh pembuat filmnya. Apakah film itu hanya untuk menghibur saja, atau ada statment khusus yang ada di dalam film itu (Sobur, 2002:122).

Film pada hakekatnya adalah medium komunikasi massa sebagaimana terlihat ciri-cirinya :

1. Sifat informasi

(45)

2. Kemampuan distorsi

Film sama seperti media massa lainnya dibatasi oleh ruang dan waktu untuk mengatasi itu, film menggunakan distorsi dalam proses pembuatannya, baik ditahap perekaman gambar, maupun pemaduan gambar yang dapat menempatkan informasi.

3. Situasi Komunikasi

Film lebih dapat membawakan situasi komunikasi yang khas sehingga menambah intensitas keterlibatan yang lebih intim. Keterlibatan penonton dengan suatu film dapat melepas dia dari reliatas kehidupan sesungguhnya.

4. Kredibilitas

Situasi komunikasi film dan keterlibatan emosional penonton dapat menambah kredibilitas suatu produk film. Hal itu dimungkinkan karena penyajian film disertai dengan perangkat kehidupan yang mendukung.

5. Struktur Hubungan

Khalayak film dituntut untuk membentuk kerangka komunikasi yang baru setiap kali menonton film agar mendapatkan persepsi yang tepat.

6. Kemampuan Perbaikan

(46)

diperbaiki, kecuali dengan pemotongan. Jadi tidak ada ralat seperti media massa lainnya.

7. Kemampuan Referensi

Khalayak film mengalami kesulitan referensi dibandingkan khalayak media massa lainnya. Khalayak film harus dapat menyerap informasi pada saat menerima. Kesalahan persepsi dan pengertian tidak dapat diperbaiki, apalagi jika penonton tidak atau belum terbiasa dengan bahasa film yang digunakan.

(47)

dikandungnya, tidak peduli bagaimana cara pesan itu disampaikan. Namun yang pasti, isi pesan yang dikandungnya tidak bebas dari nilai-nilai yang terkandung, seperti bias ideology dan poilitik dari si pembuat film tersebut.

2.1.12 Film Sebagai Realitas Sosial

Isi media banyak dilihat oleh pakar media massa sebagai penggambaran simbolik ( symbolic representation ) dari suatu budaya, sehingga apa yang disampaikan dalam media massa mencerminkan masalah hidup dalam masyarakat dan media massa merupakan pencerminan opini public. Dalam hal ini, media massa dilihat sebagai mekanisme ideology yang memberikan perspektif untuk memandang relaitas social. Media juga mengekpresikan nilai – nilai ketepatan normative yang tidak bisa dipisahkan dari perpaduan antara berita dan hiburan.

Media memang merupakan pembentuk definisi realitas social. Namun realitas yang disampaikan media adalah realitas yang sudah diseleksi, yaitu realitas tangan kedua. Dengan demikian, media massa mempengaruhi pembentukan citra mengenai lingkungan social yang tidak seimbang, biasa dan tidak cerma ( Sobur, 2003:127).

(48)

konflik ideologis. Film sebagaimana media massa lainnya, lahir sebagai hasil reaksi dan persepsi pembuatannya dari peristiwa atau kenyataan yang terjadi disekelilingnya, lalu dari film tersebut akan lahir suatu kenyataan baru yang merupakan suatu realitas kamera. Pandangan seperti ini menyiratkan bahwa realita yang diekpresikan dalam film bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan adalah hasil dari suatu cara tertentu dalam mengontruksi realitas. Dengan demikian film bukan semata – mata memproduksi realitas, tetapi juga mendefinisikan realitas ( Sobur, 2003:127-128 ).

(49)

melalui proses ekternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhinya melalui proses internalisasi yang mencerminkan realitas subjektif.

Berger melihat masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat, sehingga realitas terbentuk secara social dan meerupakan hasil konstruksi social manusia. Berger merumuskan realitas sebagai suatu kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang dinggap berada diluar kemauan manusia, karena realitas merupakan hal yang tidak dapat dihindari kehadirannya. Kehidupan sehari – hari merupakan sebuah realitas hasil interpretasi manusia dan berarti dalam diri individu sebagai dunia yang masuk akal. Realitas dari kehidupan sehari – hari merupakan sebuah realitas dimana individu – individu saling berbagai pengalaman subjektif diantara mereka.

Melalui teori ini, Berger dan Luckman memandang realitas social sebagai sebuah proses dialektika tiga tahap yaitu ekternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi.

Eksternalisasi yaitu suatu proses pengekspresian diri manusia kedalam lingkungan baik secara mental maupun fisik yang ditandai oleh hubungan antara manusia dengan lingkungan dan dengan dirinya sendiri. Melalui ekternalisasi manusia menemukan dirinya dengan cara membangun dan membentuk dunia sekelilingnya, Dengan kata lain, melalui proses ini, masyarakat menjadi produk manusia.

(50)

objektivitas ini kemudian dikenal dengan sebutan pengetahuan. Sebagian dari pengetahuan ini dianggap hanya sesuai dengan realitas tertentu. Melalui proses objektivikasi, masyarakat menjadi sebuah realitas alami dan diterima apa adanya.

Sedangkan internalisasi merupakan proses awal keterlibatan individu untuk menjadi anggota masyarakat. Pengertian dari internalisasi adalah interpretasi dari peristiwa objektif sebagai pengekpresi makna, yaitu sebagai kesatuan proses – proses subjektif lainnya yang menjadi makna subjektif dalam diri individu. Melalui proses ini, manusia menjadi produk masyarakat.

Konstruksi realitas social merupakan sebuah proses dialektik dimana manusia bertindak baik sebagai pencipta maupun produk dari dunia sosialnya. Menurut Berger, proses dialektika dapat dibedakan menjadi tiga bentuk realitas yaitu realitas objektif, realitas subjektif dan realitas simbolik.

(51)

hukum yang mencerminkan norma social. Realitas objektif juga bukan realitas yang dapat diketahui langsung oleh individu dan mempengaruhi diri individu secara pribadi.

Realitas subjektif social merupakan realitas yang terbentuk akibat proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik dalam diri individu melalui proses internalisasi. Artinya, dunia objektif beserta system simbolik yang ada, telah menyatu kedalam kesadaran individu, sehingga realitas subjektif ini pun menjadi landasan dalam tindakan social individu.

Dalam proses internalisasi ini, individu tidak saja memahami makna – makna yang telah diobjektivikasikan, tetapi juga harus mengidentifikasi dirinya dengan makna – makna tersebut.

Realitas simbolik social yaitu merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif yang diwujudkan dalam bentuk seni, karya sastra ataupun isi media. Karena beraneka ragamnya system simbolik yang ada, maka realitas simbolik juga memiliki jenis yang beraneka ragam. Dengan keaneka ragaman tersebut, individu dituntut untuk memiliki kemampuan menerima dan merasakan keragaman realitas simbolik, serta mampu membedakannya berdasarkan realitas yang sesungguhnya.

(52)

factor –faktor social lainnya. Akibatnya penggambaran realitas objektif dalam realitas simbolik, menjadi menyimpang.

Efek komunikasi massa terjadi lewat serangkaian factor – factor seperti : efek kognitif ( pengetahuan ), efek afektif ( emosional dan perasaan ), efek behavioral ( perubahan dan perilaku ). Kemudian berkembang pendapat bahwa bagaimanapun media tidak dapat mempengaruhi orang untuk merubah sikap, tetapi media cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang. Ini berarti media massa dianggap dapat mempengaruhi persepsi khalayak terhadap apa yang dianggap penting. Efek kognitif media massa ini berhubungan erat dengan pembentukan dan perubahan citra mengenai sesuatu hal. Menurut Roberts ( 1997 ) dalam (Rakhmat, 2005:223).

“Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra tentang lingkungan, dan citra itulah yang mempengaruhi cara kita berperilaku.

2.1.13 Film Bernar d Bear

(53)

2.2 Ker angka Berpikir

Televisi memiliki dampak yang besar yang mempengaruhi cara berpikir hingga perilaku melalui tayangan yang dikonsumsi oleh masyarakat setiap hari. Berbagai macam acara yang disajikan oleh berbagai macam media memiliki dampak yang sangat luas yang berpengaruh pada khalayak. Satu tayangan saja atau informasi di media memiliki dampak tidak hanya jangka pendek. Namun jika berbagai paparan informasi atau tayangan tersebut di konsumsi secara terus menerus maka akan terakumulasi pada cara berpikir hingga mendorong pada perilaku publik (Traudt, 2005:10).

Film dibangun dengan semata-mata. Tanda-tanda tersebut termasuk berbagai system tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.

Serial film (film series) adalah film yang biasa ditayangkan melalui televise secara berantai dalam jangka waktu tertentu dengan pameran utama yang sama tetapi dalam kisah yang berbeda. Menurut sifatnya, film dibedakan menjadi empat yakni: film cerita (story film), film berita (newsreel), film documenter (documentary film) dan film kartun (cartoon film).

(54)

namun didalamnya juga mengandung hiburan dan pengetahuan. Saat ini film kartun banyak sekali pilihannya.

Film kartun yang ditayangkan di telivisi menggunakan gambar yang jelas seperti gambar manusia biasa, sehingga anak-anak lebih tertarik dan mudah untuk dimengerti. Film kartun banyak diminati oleh anak-anak. Terutama anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar sebab mereka telah dapat mengerti alur cerita dari film kartun tersebut.

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti akan menggali lebih dalam mengenai permasalahan yang akan diteliti.

Dalam merepresentasikan kekerasan dalam film kartun Bernard bear melalui tokoh utamanya yakni Bernard, peneliti harus terlebih dahulu mengetahui tanda-tanda yang terdapat dalam film kartun tersebut. Serta bebrapa hal yang perlu diperhatikan yakni konteks atau situasi social di seputar dokumen atau teks yang akan diteliti. Dalam hal ini peneliti diharapkan dapat memahami the nature/kealamian dan cultur meaning/makna cultural dari artifacks/teks yang akan diteliti. Kemudian adalah proses atau bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya dikreasi secara actual dan diorganisirkan secara bersama. Terakhir adalah emergence. Yakni pembentukkan secara gradual atau bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi.

(56)

analisis untuk mengkaji tanda (sobur,2004:15). Dengan

menggunakan metode ini, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan

melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda yang ditampilkan dalam film

kartun tersebut. Selanjutnya akan menjadi corpus dalam penelitian analisis

yang dikemukakan oleh john fiske untuk menginterpretasikan atau memaknai

adegan kekerasan yang terdapat film kartun Bernard bear melalui tokoh

Bernard. Karena film kartun ini merupakan bidang kajian yang sangat relevan

bagi analisis structural atau semiotika.

3.2 Kerangka Konseptual

3.2.1 Corpus

Didalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan

masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang

ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesewenangan. Corpus

haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa

unsur-unsur akan memelihara sebuah system kemiripan dan perbedaan yang

lengkap, Corpus juga bersifat homogen mungkin, baik homogeny pada taraf

waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2000:70).

Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi

dibuatnya interpretasi alternative. Corpus dalam penelitian ini adalah Bernard

(57)

sebagai perwakilan dalam memakai adegan kekerasan pada film kartun

tersebut karena film kartun menyenangkan bagi anak-anak dengan membawa

mereka kedunia manusia dan hewan, membuat mereka menemukan sesuatu

yang baru dan melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukannya. Dengan

menonton film kartun, anak menemukan kegembiraan yang tidak pernah

diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Suatu kegembiraan yang lebih hidup

dibanding yang diperolehnya dari membaca, bahkan dari membaca komik.

Namun dalam penayangannya film kartun Bernard bear ini banyak terdapat

adegan kekerasan yang dibalut dengan kelucuan. Akan dikhawatirkan

membahayakan dirinya sendiri dan dapat merusak mental serta moral mereka.

Corpus dalam penelitian adalah potongan gambar dalam iklan atau

“Scene” yang dipilih oleh peneliti untuk memaknai adegan kekerasan pada

film “Bernard Bear”. Dalam film ini terdapat 20 episode dalam versi DVD

karena jumlah adegan kekerasan yang cukup banyak, Alasan dari pemilihan

(58)

1. Kekerasan terbuka

3.1.2.1 Si zack memukul dan menginjak kepala bernard

menggunakan barang antic yang telah direbut dari tangan

bernard.

3.1.2.2 Bernard berusaha menangkap kadal (zack) namun berhasil

menghindar, akhirnya kepala bernard membentur tiang

(59)

3.1.2.3 Bernard menendang eva

3.1.2.4 Bernard tertabrak perahu yang dikemudikan tadi

3.1.2.5 Bernard tanpa sengaja menyenggol zack (kadal) dan eva

(60)

3.1.2.6 Bernard melemparkan batu ke zack agar zack kalah dalam

lari marathon.

3.1.2.7 Bernard dan zack saling bersenggolan mengendarai mobil,

zack pun akhirnya menabrak truk sampah.

(61)

3.1.2.9 Bernard menginjak dan memukul zack.

3.1.2.10 Zack terkena lemparan bernard menggunakan ikan hijau

(62)

3.1.2.12 Bernard jatuh dengan kepala duluan.

3.1.2.13 Bernard tertabrak mobil karena berusaha mencari

tumpangan.

3.1.2.14 Zack membuka pintu dengan keras mengakibatkan bernard

(63)

3.1.2.15 Bernard melemparkan garpu namun garpu tersebut malah

mengenai wajahnya.

3.1.2.16 Bernard melakukan difensif namun tongkat tersebut malah

mengenai wajah bernard.

(64)

3.1.2.18 Bernard jatuh ke taman bunga dengan posisi terbalik.

3.1.2.19 Kepala bernard kejatuhan palu yang berada diatas lemari.

(65)

2. Kekerasan Agresif

3.1.2.21 Zack menggigit kaki bernard karena bernard telah

mendapatkan lukisan yang akan di ambil oleh zack.

3.1.2.22 Eva melakukan pertahanan menggunakan ayunan, karena

bernard ingin bermain ayunan tersebut.

(66)

3.1.2.23 Bernard mengagetkan eva sampai terjatuh dari ayunan.

3.1.2.24 Bernard menakuti goliath

(67)

3.1.2.26 Zack membuat bernard kaget sampai bernard menabrak

keranjang yang berada di depan pertokoan.

3.1.2.27 Bernard mengejutkan zack menggunakan terompet.

3.1.2.28 Bernard mengolok-ngolok zack yang berada

(68)

3.1.2.29 Eva mengejek bernard dan bernard melakukan lompatan

sampai eva jatuh kebawah.

3.1.2.30 Bernard terkena kaktus yang patah kemudian mengenai

kepalanya.

3.3 Definisi Operasional

3.1.1 Representasi

Representasi berasal dari kata dasar Bahasa Inggris represent yang

berarti bertindak sebagai perlambang atas sesuatu. Representasi juga berarti

sebagai proses dan hasil memberi makna khusus pada tanda. Oleh karena itu,

(69)

dihadirkan atau diperlihatkan melalui tanda-tanda melalui aktor-aktor utama

dalam film “Bernard Bear”.

3.3.2 Kekerasan

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai

sifat atau hal yang keras, kekuatan dan paksaan. Sedangkan paksaan berarti

tekanan, desakan, yang keras. Jadi kekerasan berarti membawa kekuatan,

paksaan, dan tekanan (Poerwadarminto, 1992:102).

Menurut penelti kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan baik

secara sengaja maupun tidak sengaja yang dapat merugikan sesamanya baik

secara langsung maupun tidak langsung. Menurut peneliti kategori kekerasan

tidak hanya dilihat berdasarkan jenis kekerasan saja tetapi juga dapat dilihat

pada alat yang digunakan serta penderitaan korban akibat kekerasan tersebut.

3.3.4 Kategori Kekerasan

Kekerasan tidak hanya bias mengakibatkan cedera fisik namun juga

bias menimbulkan trauma serta gangguan pskilogis yang sulit dipulihkan.

Kategori adegan kekerasan dalam penelitian film kartun Bernard Bear ini

(70)

1. Kekerasan fisik adalah adegan kekerasan yang berupa bahasa

tubuh, tindakan, perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh,

tewas.

2. Kekerasan Psikologis adalah kekerasan yang dengan cara

membentak, menyumpah, mengancam, merendahkan, memerintah,

melecehkan, menguntit, dan memata-matai, atau tindakan-tindakan

lain yang menimbulkan rasa takut.

3. Kekerasan Non Verbal adalah kekerasan yang berupa mimik

wajah, mengolok, hinaan dan menyebabkan lawan bicara

tersinggung, emosi dan marah yang dilakukan oleh tokoh-tokoh

utama dalam film “Bernard Bear”.

3.3.4 Tokoh Film

Tokoh yang dijadikan objek penelitian dalam peneletian ini adalah

tokoh utama yang merepresentasikan adegan kekerasan dalam film kartun

“Bernard Bear” yakni Bernard (beruang). Bernard bear atau biasa disebut

bernard adalah anime pengarahnya adalah José Luis Ucha dan Claudio Biern

Lliviria. Diceritakan bahwa bernard beruang kutub tak berbulu, yg katrok,

egois, gak sabaran bukan hanya sebagai pembuat masalah, tapi juga si penemu

(71)

3.4 Unit Analisis

Unit analisis pada film ini adalah keseluruhan tanda dan lambang yang

menunjukkan kekerasan berdasarkan pembagian level analisis John Fiske,

yang terdapat pada aktor-aktor utama dalam film “Bernard Bear”. Pembagian

level tanda lambang menurut John Fiske yaitu :

1. Level pertama adalah Reality (realitas), adalah suatu pesan yang

dikode dimana kenyataannya disesuaikan berdasarkan kebudayaan

kita. Kode sosialnya antara lain, appearance (penampilan), dress

(kostum), make up (riasan), environment (lingkungan), behaviour

(kelakuan), speech (dialog), gesture (gerakan), expressions

(ekspresi), sound (suara) yang terdapat pada film “Bernard Bear”.

2. Level kedua representation (representasi), adalah kode-kode sosial

yang sudah ditetapkan berdasarkan realita yang sudah ditetapkan

dan benar di dalam sebuah medium yang sudah di ekspresikan.

Kode sosial antara lain camera (kamera), lighting (pencahayaan),

editing (perevisian), music (musik), sound (suara) yang terdapat

pada film “Bernard Bear”.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam film ini dilakukan dengan teknik

(72)

Bear” secara langsung dan melakukan studi kepustakaan untuk

melengkapi data dan bahan yang dapat dijadikan referensi.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan

sign/sistem tanda yang tampak pada adegan kekerasan yang muncul

pada tujuh episode. Kemudian akan dianalisis menggunakan model

semiotika yang dikemukakan oleh John Fiske, dengan cara memotong

gambar dari tiap scene yang mempunyai relevansi dengan adegan

kekerasan dalam film kartun “Bernard Bear”. Untuk dapat melihat

representasi kekerasan pada film kartun “Bernard Bear”, peneliti juga

akan mencari dan memaknai simbol-simbol. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan kerangka analisis semiotik pada film, yang

dikemukakan oleh John Fiske. Analisis ini dibagi menjadi level

realitas (reality), level representasi (representation). Pada level

realitas, di analisis beberapa kode-kode sosial yang merupakan

realitas, dapat berupa :

a. Penampilan, kostum dan make-up yang digunakan oleh

tokoh-tokoh dalam film kartun “Bernard Bear”.

b. Lingkungan/setting yang ditampilkan dalam film kartun

(73)

c. Behaviour atau perilaku adalah segala respon atau aktivitas

yang dilakukan oleh suatu organisme.

d. Conflic adalah suatu keadaan yang terjadi ketika dua atau lebih

dorongan perilaku atau motivasi yang saling bertentangan

bertarung untuk mengekspresikan dirinya.

e. Expression atau ekspresi adalah merupakan pesan yang

menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat

menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna, yakni

: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan,

kekesalan, pengecaman, minat ketakjuban dan tekat.

f. Gesture atau gerakan adalah komunikasi non-verbal yang

dilakukan oleh seseorang dalam menyampaikan p

Gambar

Gambar 4.1.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :Gambar 4.2 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi kekerasan seksual terutama bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang terdapat dalam film “Perempuan

Hasil penelitian yang akan disajikan berupa tuturan yang mengandung kekerasan verbal dalam bentuk tindak direktif dan ekspresif dalam film kartun Kiko. Dua belas episode tersebut

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan representasi citra perempuan tokoh utama yang terdapat dalam film Mulan (1998) dan Mulan (2020) serta

Keunikan pada film kartun serial ini antara lain: mengajak penonton (anak- anak) untuk berinteraksi dengan Dora sebagai tokoh utama dengan cara Dora bertanya kepada anak-anak yang

Film Elif memperlihatkan bahwasannya representasi kekerasan yang dilakukan oleh para pelakunya dilihat dari tiga level yang dikemukakan oleh Jhon Fiske, yaitu Level

Hasil dari penelitian ini ditemukan banyak macam representasi kekerasan yang direpresentasikan oleh Bang jarot terhadap anak-anak copet didikannya dalam film

Penelitian ini adalah penelitian untuk mengetahui representasi kekerasan yang terkandung dalam film “JAGAL” The Act of Killing yang di sutradarai oleh Joshua

Hasil dari triangulasi data wawancara mendalam diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa representasi kekerasan yang ditampilkan dalam film The Raid: Redemption yang digambarkan tiga