• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI KEKERASAN SEKSUAL PADA FILM VIRGIN 2 ( STUDI ANALISIS SEMIOTIK REPRESENTASI KEKERASAN SEKSUAL PADA FILM VIRGIN 2 ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI KEKERASAN SEKSUAL PADA FILM VIRGIN 2 ( STUDI ANALISIS SEMIOTIK REPRESENTASI KEKERASAN SEKSUAL PADA FILM VIRGIN 2 )."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pada FISIP UPN ”Veteran” Jawa Timur

Oleh :

DIAN KURNIAWATI

NPM : 044 3010 270

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

Scene 07 Scene 07

Scene 25 Scene 25

Scene 25 Scene 25

(3)

Scene 29 Scene 29

Scene 29 Scene 32

(4)

Scene 36 Scene 80

Scene 80 Scene 80

(5)

REPRESENTASI KEKERASAN SEKSUAL PADA FILM VIRGIN 2 )

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya para remaja yang saat ini banyak sekali mengikuti budaya barat dengan gaya kehidupan bebas, gaya berpacaran yang menjurus ke arah seksual sering terjadi pada remaja saat ini, bahkan melakukan hubungan seksual tanpa adanya ikatan pernikahan sudah tidak asing lagi terjadi.

Kini mulai tercermin di dalam perfilman Indonesia yang mulai banyak di bumbui oleh adegan dengan lawan jenis yang terkadang terlalu berlebihan bahkan kadang sangat vulgar. Film Virgin 2 (bukan film porno), termasuk salah satu film Indonesia yang booming, tetapi setelah ditonton oleh masyarakat, banyak yang berpendapat bahwa film ini mengecewakan karena alur ceritanya yang membingungkan, selain itu banyak sekali adegan vulgar yang menjurus ke arah pornografiseksual dan kekerasan seksual yang tidak sesuai dengan judul filmnya dan sebenarnya tidak diperlukan, karena adegan seperti itu hanya akan merusak moral dan akan memberikan citra yang buruk bagi bangsa Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui representasi kekerasan seksual yang terdapat dalam film Virgin 2 ini..

Teori yang digunakan berdasarkan kekerasan seksual yang ditampilkan di dalam film Virgin 2 ini, kekerasan yang ditampilkan dalam film ini bentuknya tampak dan bersifat verbal. Namun pada umumnya kekerasan merupakan suatu tindakan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan orang lain.

Penelitian menggunakan metode kualitatif yang dikemukan oleh John Fiske, melalui level realitas dan level representasi yaitu dengan teknik dokumentasi mengamati secara langsung keseluruhan tanda dan lambang yang terdapat dalam film tersebut.

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Film sebagaimana media lain, merupakan cerminan dari masyarakat. Membuat film adalah usaha untuk memandang, menyeleksi dan merekontruksi pandangan dalam masyarakat yang dianggap penting oleh para pembuat filmnya. Dengan demikian sajian tema dalam film tidak biasa dipandang sebagai sesuatu yang biasa diterima begitu saja. Sebagai pilihan, tema selalu berkaitan dengan pandangan dominan atau pandangan alternatif terhadap kenyataan yang dilihat dan dihadapi oleh para pembuat film tersebut. Pembuatan film tidak pernah terjadi diruang kosong dan selalu ada konteks politik, budaya, dan ekonomi. Konteks ini menentukan proses produksi termasuk cara pandang pembuat film. (MC Quail, 1991 : 13-14) .

Film adalah gambar yang bergerak, atau biasa diartikan sebagai gambar yang terbuat dari celluloid yang transparan dalam jumlah yang banyak, yang bila digerakkan melalui cahayanya yang kuat akan tampak seperti gambar yang hidup (Siregar, 1989 : 9) .

(7)

lambang-lambang yang disampaikan dalam film tersebut merupakan reprentasi dari realitas.

Sebagai representasi dari realitas film mampu membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, idiologi dari kebudayaannya (Sobur, 2004 : 128).

Untuk tujuan komersial film memiliki kemampuan untuk menjangkau khalayak atau publik yang sangat luas, karena film merupakan bagian dari media massa yang efektif dan mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi atau tindakan khalayak sasaran. Banyak masyarakat yang meluangkan waktunya untuk mendapatkan suatu hiburan atau informasi dengan cara melihat atau menonton film .

Hal ini terjadi karena media visual seperti film dan televisi mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menirukan dunia nyata melalui duplikasi realitasnya, sehingga lebih mudah memahami apa yang disampaikan olehnya daripada menjelaskannya

Berdasarkan sifatnya film dibedakan menjadi empat, yakni film cerita (story film), film berita (news reel), film documenter (documentery film), dan film kartun (cartoon film). Realitas yang disajikan film story kemungkinan besar adalah bukan realitas sebenarnya (fiktif Belaka) atau dapat dikatakan bahwa film ini di buat berdasarkan imajinasi manusia .

(8)

yang dimainkan oleh pemeran film tersebut, tentunya hal ini cukup meresahkan karena sangat tidak sesuai dengan budaya indonesia yang menganut budaya timur, namun film – fillm yang berbau porno pada saat ini malah semakin boming dan banyak diminati oleh khalayak, tak terkecuali anak – anak yang belum cukup umur dan belum diperbolehkan untuk melihat atau menonton adegan – adegan yang berbau seksual yang terdapat dalam film tersebut.

Film yang mengisahkan tentang cerita kehidupan dan drama percintaan, memang pada dasarnya sangat menarik untuk ditonton atau dilihat, tetapi film seperti ini sekarang banyak dibumbui dengan adegan seksual sehingga dapat memberikan dampak psikologis terutama terhadap anak – anak, karena film ini ditenggarai dapat mempengaruhi pola pikir anak – anak. Belum lagi jika penayangannya berbau porno, hal tersebut dapat mempengaruhi moral anak dan mengakibatkan kematangan seksual anak menjadi lebih cepat sehingga tidak sesuai dengan umur anak tersebut. Jika di tonton oleh remaja, ada kecenderungan untuk mencoba adegan seksual dari apa yang dilihatnya pada film tersebut .

Namun sepertinya para produser film dan stasiun-stasiun televisi seolah kurang memperhatikan efek negatif dari tayangan film drama remaja

yang berbau seksual tersebut, bahkan kini para produser film beramai-ramai

membuat film yang dibumbui adegan porno demi merauk rupiah yang

(9)

Dari hasil pemantauan relawan Bandung membagi pemantauan ke dalam tiga bidang yaitu bidang pendidikan, bidang informasi, dan bidang hiburan menyebutkan, tayangan film atau drama sinetron sebagian besar kering dari pesan moral, menawarkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), seks bebas di kalangan remaja dengan jam tayang yang tidak sesuai dan kostum yang tidak mendidik.

Disamping itu dengan penyebaran budaya global dapat melunturkan

berbagai bentuk kesenian dan budaya nasional. Penyebaran budaya global

juga dapat membentuk suatu gaya hidup baru dalam masyarakat, yaitu gaya

hidup konsumtif dan gaya hidup yang serba bebas. Misalnya melalui

pemberitaan yang berbau porno menyebabkan lunturnya norma-norma dalam

masyarakat, khususnya norma yang mengatur aturan pergaulan antar lawan

jenis. Sekarang dengan adanya tayangan yang berbau porno dapat

menimbulkan pergaulan bebas dan seks sebelum menikah.

Film “ Virgin 2“ ini berdurasi kurang lebih satu setengah jam. Pada awalnya film ini ditayangkan di bioskop, namun setelah minat para penonton layar lebar mulai berkurang untuk melihat film ini, maka seperti film layar lebar lainnya, film ini kemudian ditayangkan di televisi, dapat di akses dari internet dan juga dapat diperoleh dalam bentuk VCD maupun DVD.

(10)

Indonesia lainnya yang menampilkan remaja-remaja dengan gaya hidup bebasnya, dan adegan-adegan seksual yang sangat dominan.

Film “Virgin 2 “ termasuk salah satu film Indonesia yang boming, tetapi setelah di tonton oleh masyarakat banyak yang berpendapat bahwa film ini mengecewakan karena alur ceritanya yang membingungkan dan ada beberapa adegan vulgar yang menjurus ke arah seksual dan konsumsi obat terlarang yang sebenarnya tidak diperlukan karena adegan dan hal seperti itu hanya akan memberikan citra yang buruk bagi bangsa Indonesia

(11)

dipaksa untuk melayani klien-klien Yama yang tidak lain adalah para hidung belang.

Representasi kekerasan seksual yang ditampilkan dalam film ini baik verbal maupun non verbal bertentangan dengan norma yang berlaku di negara kita karena dapat mempengaruhi pola pikir dan prilaku masyarakat yang menontonnya. Apalagi adegan seksual tersebut terlalu vulgar dan mendominasi film drama remaja ini, sehingga peneliti ingin mengetahui representasi kekerasan seksual yang terdapat dalam film “Virgin 2”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

”Bagaimana kekerasan seksual direpresentasikan pada film ”Virgin 2” .

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi kekerasan seksual yang terdapat dalam Film “Virgin 2”.

1.4 Manfaat Penelitian

(12)

1.4.1 Manfaat Akademis

Manfaat Akademis, diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi terutama mengenai representasi adegan seksual yang disajikan dalam Film “Virgin 2”.

1.4.2 Manfaat Praktis

(13)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah suatu proses. Walaupun teknologi modern dalam bentuk media massa cukup penting bagi proses itu, kehadiran alat – alat ini tidak boleh dikelirukan dengan proses itu sendiri . Komunikasi massa menurut Wright (1959) ditandai oleh ciri – ciri sebagai berikut :

1. Ia diarahkan pada audience yang secara relatif luas dan anonim

2. Pesan disampaikan secara terbuka, sering kali mencapai audience-nya secara serempak dan bersifat sementara

3. Komunikator cenderung, atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks dan melibatkan biaya yang besar.

(14)

jelas, dan suaranya yang keras dalam ruangan yang gelap membuat penonton semakin terkesima dan mencekam.

Komunikasi massa pada dasarnya merupakan penggunaan saluran. (media) yang mempunyai proses melibatkan beberapa komponen. Dua komponen yang berinteraksi (sumber dan penerima) terlibat, pesan yang diberi kode oleh sumber (encoded), disalurkan melalui sebuah saluran dan diberi kode oleh penerima (decoded), tanggapan yang diamati penerima merupakan umpan balik yang memungkinkan interaksi berlanjut antara sumber dan penerima (Winarso, 2005:18-20).

Pengertian Film menurut Undang – undang nomor 8 Tahun 1992 (8/1992), Tanggal 30 Maret 1992 (Jakarta), tentang : Perfilman, Pasal 1. Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang – dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita, video, dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik atau yang lainnya.

(15)

Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yaitu yang lazim dipertunjukan di gedung – gedung bioskop dengan para bintang filmnya yang tenar. Film ini di distribusikan sebagai barang perdagangan yang diperuntukkan bagi masyarakat dimana saja. (Onong, 2000 : 211).

Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film mewakili realitas kelompok masyarakat pendukungnya itu. Baik realitas dalam bentuk sebenarnya, maupun dalam bentuk imajinasi. Film juga dianggap bisa mewakili citra atau identitas komunitas tertentu. Bahkan bisa membentuk komunits sendiri, karena sifatnya yang universal, meskipun demikian film juga bukan menimbulkan dampak yang negatif. (Victo C Mambor : http://situskunci.tripod.com/teks/victor1. htm).

2.1.2 Perfilman Indonesia

. Film sebagai media visual elektronik secara drastis telah mengubah cara kita dalam memandang dunia, bahkan cara kita dalam memandang diri kita sendiri. Selama kurun waktu 80 tahun terahir, kita telah dibombardir dengan ribuan film yang beredar sebagai informasi massa, tanpa kita menanyakan bagaimana mareka menyampaikan komunikasi tersebut dan apa makna dari komunikasi yang mereka sampaikan.

(16)

produksi Krueger Corporation 1927/1928. film berikutnya adalah ”Lutung Kasarung”, ” Si Conat” dan ” Pareh”. Sampai dengan Tahun 1930 film yang disajikan masih merupakan film bisu.

Film bicara yang pertama berjudul ” Terang Bulan” yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Mochtar, dengan naskah yang ditulis oleh penulis indonesia bernama Saerun.

Saat Perang Asia Timur Raya Pecah tahun 1941, dunia perfilman pun berubah wajah. Ketika pemerintah Belanda menyerah kepada bala tentara Jepang, perusahaan – perusahaan film seperti Wong Brothers, South pasific, dan Multi Film diambil alih Jepang dan diganti nama menjadi ” Nippon Eiga Sha”. Yang diproduksi adalah film-film berita seperti ” Djawa Baharu” kemudian diganti menjadi ” Nampo Hado” , lalu film dokumenter, film feature, dan lain-lain.

Dunia perfilman pun ikut berubah ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Nippon Eiga Sha diserahkan secara resmi kepada R.M Soetarto perwakilan dari Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 6 Oktober 1945 dan kemudian lahirlah Berita Film Indonesia atau B.F.I .

(17)

Persatuan artis Republik Indonesia ( Persari ) yang dipimpin oleh Djamaludin Malik. Diikuti pula oleh Sarya Film Trading, Java Industrial Film, Bintang Surabaya, Tan & Wong Brothers Film corp, Golden Arrow, Ksatrya Dharma Film, dan Benteng Film.

2.1.3 Representasi

Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas di sampaikan dalam komunikasi melalui kata-kata, bunyi atau kombinasinya (Fiske, 2004 : 282 ).

Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep – konsep idiologi yang abstrak dalam bentuk – bentuk yang kongkrit.

Konsep Representasi dapat berubah – berubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah ada sebelumnya. Intinya adalah makna tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, ia selalu dikontruksikan, diproduksikan, melalui proses representasi.

(18)

fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna malalui bahasa .

Menurut Stuart Hall, representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksikan budaya. Kebudayan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ” pengalaman berbagi” . Sedangkan dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia – manusia yang ada di suatu tempat membagi pengalaman yang sama, membagi kode – kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam ”bahasa” yang sama, dan saling berbagi konsep – konsep yang sama.

Ada dua proses representasi menurut Stuart Hall. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang ”sesuatu” yang ada di kepala kita masing – masing (peta konseptual). Reprensentasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, ”bahasa” yang berperan penting dalam proses kontruksi makanan. Konsep abstrak yang ada di kepala kita harus di terjemahkan dalam ”bahasa” yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide – ide tentang sesuatu dengan tanda dan simbol – simbol tertentu.

2.1.4 Pengertian Kekerasan

(19)

kekerasan didefinisikan sebagai penyebab perbedaan antara yang potensial dan yang nyata. Jenis kekerasan yang lain adalah kekerasan langsung, misalnya melukai dan membunuh. Dengan melukai dan membunuh berarti menempatkan ”realisasi jasmani aktualnya dibawah realisasi potensialnya” dengan demikian realitas mentalnya juga tidak dimungkinkan karena kita tahu bahwa tanpa integritas jasmani, kebebasan untuk merealisasikan diri terhambat.

Galtung juga menguraikan enam dimensi penting dari kekerasan, yakni:

a. Kekerasan fisik dan kekerasan psikologis. Dalam kekerasan fisik, tubuh manusia disakiti bahkan sampai membunuh. Sedangkan kekerasan psikologis adalah tekanan yang berhubungan dengan kemampuan mental dan otak.

b. Pengaruh positif dan negatif. Sistem orientasi imbalan yang sebenarnya ada pengendalian atau kontrol yang tidak bebas, kurang terbuka dan cenderung manipulatif, meskipun memberikan kenikmatan.

(20)

d. Terdapat subjek atau tidak. Kekerasan disebut langsung atau personal jika ada pelakunya, namun apabila tidak ada pelakunya disebut struktural atau tidak langsung.

e. Disengaja atau tidak bertitik berat pada akibat dan bukan tujuan. Dari sudut korban, baik disengaja atau tidak, kekerasan tetap kekerasan.

Kekerasan yang tampak dan tersembunyi. Kekerasan yang tampak nyata dapat dilihat meskipun tidak langsung, sedangkan kekerasan tersembunyi adalah suatu kekerasan yang tidak kelihatan tetapi bisa dengan mudah meledak (Santoso, 2002:168-169).

2.1.5 Kekerasan Seksual

(21)

mengarah kepada keinginan untuk melakukan hubungan seksual.(Siregar, 1999 : 324).

Dengan demikian dapat dilihat bahwa ada 2 area utama yang menjadi ruang lingkup dimana kekerasan dapat terjadi, yaitu pertama kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Kekerasan yang terjadi dalam wilayah ini bisa dilakukan oleh suami, anak, bapak , ibu, atau saudara. Kekerasan yang terjadi dalam masyarakat luas. Kekerasan ini bisa dilakukan oleh tetangga, orang yang dikenal baik atau pun tidak dikenal sama sekali.

Kekerasan seksual dapat juga didefinisikan sebagai segala macam bentuk perilaku yang terkonotasi atau mengarah pada hal – hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, benci, marah, tersinggung dan sebagainya.

(22)

2.1.6 Seksualitas Dalam Norma – Norma Masyarakat

Seks berasal dari bahasa latin ”secare” yang artinya tebelah, dengan demikian seks adalah sesuatu yang membelah manusia menjadi dua : pria dan wanita.(Subiyanto, 2005 : 20).

Walaupun keberadaan seks pada awal kehidupan tidak jelas, namun pada awal terjadinya seks di muka bumi tidak ditujukan untuk reproduksi (satu sel membelah menjadi dua) melainkan sebaliknya. Seks primitif ada saat dua sel bergabung sejenak dan saling bertukar gen. Pada percobaannya oleh para peneliti, dua galur gonococcus (penyebab gonore) digabungkan di dalam satu cawan yang sama. Galur pertama kebal terhadap penisilin, sedangkan yang kedua tidak. Setelah beberapa lama semua gonococcus menjadi kebal terhadap penisilin. Bakteri-bakteri ini saling berpasangan dan bakteri yang kebal, memodifikasi gen yang tidak kebal. Percobaan ini membuktikan bahwa seks menjadi salah satu strategi bertahan hidup yang paling sederhana dengan adanya kerjasama. Pada perkembangannya kemudian seks menjadi reproduksi seksual, dimana seks digunakan secara rutin dalam proses reproduksi.

Menurut Hidayana (2004 : 4 ) seksualitas adalah maksud dan motif dalam diri manusia. Seksualitas dapat juga dikatakan sebagai hasrat (desire) dan keinginan (want), yang tumpah tindih dengan aspek – aspek lain kehidupan.

(23)

seks dalam tubuhnya akan lebih nyata dan menjadi kuat. Perangsangan dapat timbul setiap saat dan terjadi agak cepat dan mungkin timbul tanpa disadari. Sedangkan seksualitas pada perempuan berbeda dengan laki – laki, perasaan seksual umumnya terjadi dengan perangsangan yang lebih lambat, tidak sesering dan tidak senyata laki – laki. (Sulistyo : 139 – 140).

Sementara menurut Robert Masland dalam bukunya “ Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks “ seksualitas diartikan sebagai “ bagaimana laki – laki dan perempuan berbeda dan mirip satu sama lain, secara fisik, psikologis dan dalam istilah – istilah perilaku :

1. Aktifitas perasaan dan sikap yang dihubungkan dengan reproduksi, dan

2. Bagaimana laki – laki dan perempuan berinteraksi dalam berpasangan dan di dalam kelompok.

Sehingga dapat diterjemahkan ke dalam bahasa sederhana, seksualitas adalah bagaimana orang merasakan dan mengexpresikan sifat dasar dan ciri – ciri seksual yang khusus.(Susanti, 2003 : 19).

(24)

Dimensi psikologis, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual, identitas peran jenis, dan perasaan terhadap seksualitas sendiri.

Dimensi sosial menyorot kepada bagaiman seksualitas muncul dalam relasi antar manusia,, bagaimana lingkungan berpengaruh dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan pada akhirnya prilaku seks kita.

Dimensi perilaku menunjukkan bagaimana seksualitas itu diterjemahkan menjadi perilaku seksual. Perilaku seksual merupakan segala bentuk perilaku yang muncul berkaitan dengan dorongan seksual.

Sebagai makhluk sosial, berbudaya, aktifitas seks manusia banyak dipengaruhi faktor – faktor dari dalam diri dan juga faktor lingkungan . Psikolog Kartini Kartono dalam bukunya “ Psikolog Wanita “ menemukan tiga macam komponen yang merupakan faktor yang menentukan seksualitas dalam diri manusia, yaitu :

1. Komponen hormonal, ditentukan oleh hormon – hormon tertentu yang mempengaruhi perkembangan dan aktifiatas seks, diantaranya adalah hormon esterogen (kewanitaan) dan hormon testoteron ( kelelakian). 2. Komponen genesis, terdapat dalam kromosom – kromosom seks, yaitu

(25)

3. Komponen psikologis, yang terdapat pada seksualitas manusia dipengaruhi oleh faktor – faktor lingkungan, keluarga, milenieu, alam sekitar, dan faktor – faktor cultural serta semua pengalaman hidup setiap individu.(Praptoko, 1996 : 22).

Artinya bahwa seksualitas manusia dipengaruhi oleh tiga komponen diatas. Ketidak normalan atau adanya gangguan dari ketiga komponen tersebut akan berimplikasi pada kehidupan seksual manusia . Sehingga segala permasalahan seks dihadapai manusia bila ditelusuri lebih jauh lagi dan akan bermuara pada tiga komponen tersebut. Komponen hormonal dan genesis akan lebih berpengaruh pada keadaan biologis tetapi tidak menutupi kemungkinan pada perilaku seksual. Keadaan biologis tersebut meliputi perkembangan dan fungsi organ kelamin baik primer maupun sekunder. Sedangkan komponen psikologis lebik banyak menentukan atau berpengaruh kepada prilaku seksual.

(26)

umumnya anggota masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma – norma tersebut secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian, yaitu : cara (usage), kebiasaan (folkway), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom).

Masing – masing pengertian diatas mempunyai dasar yang sama yaitu masing – masing merupakan norma – norma kemasyarakatan bagi perilaku seseorang yang hidup dalam masyarakat. Setiap pengertian diatas mempunyai kekuatan yang berbeda karena setiap tingkatan menunjuk pada kekuatan memaksa yang lebih besar agar mentaati norma.

Cara (usage) merupakan norma yang mempunyai kekuatang sangat lemah jika dibandingkan dengan kebiasaan (folkway). Penyimpangan terhadapnya tidak akan menyebabkan hukuman yang berat tetapi hanya sekedar celaan.

Kebiasaan (folkway) merupakan perbuatan yang diulang – ulang dalam bentuk yang sama dan diterima oleh masyarakat, sehingga setiap orang akan menyalahkan jika terjadi penyimpangan terhadap kebiasaan tersebut.

(27)

agar mereka menyesuaikan tindannya dengan tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat, misalnya prihal hubungan pria dan wanita.

Adat istiadat (custom) merupakan tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola – pola prilaku dalam masyarakat dengan kekuatan yang lebih besar. Anggota masyarakat yang melanggar akan mendapat sangsi yang keras. Dalam berprilaku manusia terikat oleh batas – batas tertentu yang tidak boleh dilanggar, kalau batas – batas tersebut dilanggar maka orang yang bersangkutan akan di hukum. Apabila manusia memahami norma – norma yang mengatur kehidupan bersamanya maka akan timbul kecendrungan untuk mentaati norma – norma tersebut.

Seks bebas adalah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Hasil poling yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) di kota Bandung, menyebutkan bahwa 44,8 persen mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan hubungan seks sebelum menikah. (http://pribadi.or.id/diary/2003/07/05/Bandung-lagi–survey-freesex-remaja.)

(28)

pada teman pekerja seks . Perbuatan tersebut paling banyak dilakukan di dalam rumah sendiri, hotel, maupun losmen.(www. Penulislepas.com).

Sistem sosial kita telah banyak mengalami pergeseran nilai, termasuk dalam masalah seksualitas. Menurut Psikolog dari UKSW, Jimmy E Kurniawan bahwa keluarga, sekolah, maupun pemuka agama harus ikut bertanggung jawab atas terjadinya fenomena ini. Tetapi, jangan lupa pengaruh media massa pengusung berhala syahwatlah yang paling besar andilnya dalam merangsang remaja kita untuk melakukan pergaulan seks bebas. Televisi, koran, tabloid, majalah, VCD, dan internet disadari atau tidak, telah menjadi agen provokasi untuk melakukan seks pranikah.

Fenomena seks bebas dapat di kurangi dengan memberikan pengarahan mengenai seks yang sehat sesuai dengan norma keluarga, sekolah, masyarakat, dan agama. Seks yang tidak melahirkan rasa bersalah, penyesalan, dan rasa rendah diri.

(29)

2.1.7 Analisis Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji suatu tanda. Tanda itu sendiri adalah perangkat – perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah – tengah manusia dan bersama manusia. Semiotika atau dalam istilah Bartles Semiologi pada dasrnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal (things). Memaknai (tosinify) tidak berarti dapat di campur adukkan dengan mengkomuniksikan (to comunicate) . Memaknai berarti bahwa objek – objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga termasuk didalam hal mana objek – objek itu hendak berkomunikasi.(Kurniawan dalam Sobur, 2004 : 15).

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) adalah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda. (Little John, 1996) menurut Pienis dengan tanda – tanda kita mencoba menafsirkan keteraturan di tengah – tengah dunia yang terang – benderang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan. Hjelmslev, mendefinisikan tanda sebagai ”suatu keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content plan)”.(Sobur, 2004 : 15 – 16).

(30)

dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, Peristiwa-peristiwa. Seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco, dalam Alex Sobur 2002:95). Pengertian lain juga dikemukakan oleh (Van Zoest, dalam alex Sobur 2002 : 96) mengartikan semiotik sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan denganny, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda- tanda lain, pengirimnya, dan penerimaanya oleh mereka yang menggunakannya. Menurut preminger (2001), ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Semiotika modern mempunyai dua orang bapak yaitu Charles Sandera Pierce (1839 – 1914) dan Ferdinand De Saussure (1857 – 1913) . Terdapat perbedaan antara Pierce adalah ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh cikal bakal linguistik umum. (Sobur, 2004 : 110).

(31)

kekuasaan cenderung melanggengkan posisinya yang dominan dengan cara mendominasi media komunikasi. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, makna-makna yang dipertukarkan didalam komunikasi serta interpretasi terhadap makna-makna tersebut, inilah dominasi simbol atau symbolic domination. Kekerasan simbolik juga dapat terjadi pada tanda bahasa yaitu pada apa yang diucapkan dan diekspresikan.

Berbeda dengan fenomena kekerasan pada cara atau mekanisme bahasa dimana pemaknaan dominasi kekuasaan disembunyikan lewat simbol. Kekerasan pada tanda lebih berkaitan dengan bagaimana sebuah ucapan, sebuah kata, sebuah ungkapan, juga pada sebuah gambar. Kekerasan semiotik digunakan untuk menjelaskan fenomena kekerasan pada tingkat tanda (sign).

Untuk membedakan dengan istilah kekerasan simbol yang digunakan. Kekerasan semiotik berlangsung dalam bentuk citra., tontonan, gambar dan produk sebagai segala sesuatu yang diproduksi dan diperuntukkan dengan sesuatu yang lain dalam rangka memperoleh nilai lebih atau keuntungan.

Menurut John Fiske , semiotika adalah studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Semiotika memiliki tiga bidang studi utama yaitu: 1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang

(32)

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri ( John Fiske, 2004:60 ).

2.1.8 Model Semiotika John Fiske

Linguistik merupakan ilmu tentang bahasa yang sangat berkembang menyediakan metode dan peristilahan dasar yang dipakai oleh seorang semiotikus dalam mempelajari semua system tanda social lainnya. Semiologi adalah ilmu tentang bentuk, sebab ia mempelajari pemaknaan secara terpisah dari kandungannya. Di dalam semiologi seseorang diberikan “kebebasan” dalam memaknai sebuah tanda ( Kurniawan, 2001; 156 ).

Analisis yang dilakukan pada film Virgin 2 ini terbagi menjadi beberapa level, yakni :

1. Level Realitas (Reality)

(33)

Kode-kode sosial yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini, dapat berupa:

a. penampilan, kostum dan make-up yang digunakan oleh pemain utama pada film Virgin 2. Dalam penelitian ini pemeran yang menjadi objek penelitian adalah Christina Santika. Bagaimana pakaian dan tata rias yang digunakan, serta apakah kostum dan make-up yang ditampilkan tersebut memberikan signifikasi tertentu menurut kode sosial dan kultural.

b. Lingkungan atau Setting, yang ditampilkan daricerita dan tokoh dari film Virgin 2 ini, bagaimana simbol-simbol yang ditonjolkan serta fungsi dan makna didalamnya.

c. Dialog, berupa apa makna dari kalimat-kalimat yang diucapkan dalam dialog.

2. Level Representasi

Level rapresentasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik, dan suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, karakter, action, dialog, setting, casting dan sebagainya. Level representasi meliputi :

(34)

a. Long shot : Pengambilan yang menunjukkan semua bagian dari objek, menekankan pada background. Jika objeknya adalah manusia, maka dapat dikur antara lutut kaki hingga sedikit ruang diatas kepala. Shot ini biasanya dipakai dalam fenomena sosial yang memperlihatkan banyak orang dalam shot yang lebih lama dan lingkungannya dari pada individu sebagai fokusnya serta memberikan informasi mengenai penampilan tokoh mulai dari gesture, body language cara berjalan dan sebagainya.

b. Establishing shot : Biasanya digunakan untuk membuka suatu adegan.

c. Medium shot : Biasanya digunakan untuk memperlihatkan kehadiran dua atau tiga aktor secara dekat. Jika objeknya manusia maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang diatas kepala. d. Close up : Menunjukkan sedikit dari scene, seperti karakter wajah dalam detail sehingga memenuhi layar, dan mengaburkan objek dengan konteksnya. Pengambilan ini memfokuskan pada perasaan dan reaksi dari seseorang, dan kadangkala digunakan dalam percakapan untuk menunjukkan emosi seseorang.

(35)

f. Poin of view : sebuah pengambilan kamera yang mendekatkan posisinya pada pandangan seseorang yang ada dan sedang memperlihatkan aksi lain.

g. Selective focus : Memberikan efek dengan menggunakan peralatan optikal untuk mengurangi ketajaman dari image atau bagian lainnya. Misalnya : Wide angle shot, title shot, anggle shot, dan two shot.

2. Manipulasi waktu

Macamnya Sceen time, subjuctive time, compressed time, long take, similtaneous time, slow motion, replay, flash back, flash forward, overlapping action, universal time, ambiguous time.

3. Teknik kamera : perpindahan

a. Zoom : Perpindahan tanpa memindahkan kamera hanya lensa difokuskan untuk mendekati objek. Biasanya untuk memberikan kejutan kepada penonton.

b. Following pan : kamera berputar untuk mengikuti perpindahan objek. Kecepatan perpindahan terhadap objek menghasilkan mood tertentu yang menunjukkan hubungan penonton dengan subjeknya. c. Tracking (dollying) : perpindahan kamera secara pelan atau maju menjauhi objek (berbeda dengan zoom) kecepatan tracking mempengaruhi perasaan penonton.

(36)

a. Cut : Perubahan secara tiba-tiba dari suatu pengambilan sudut pandang atau lokasi lainnya. Ada bermacam-macam cut yang mempunyai efek untuk merubah scene, mempersingkat waktu, memperbanyak point of view, atau membentuk kesan terhadap image atau ide.

b. Jump cut ; Untuk membuat suatu adegan yang dramatis.

c. Motived cut : Bertujuan untuk membuat penonton segera ingin melihat adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya. 5. Penggunaan Suara

a. Comentar voice-over narration : Biasanya digunakan untuk memperkenalkan bagian orang tertentu dari suatu program, menambah informasi yang tidak ada dalam gambar, untuk menginterpretasikan kesan pada penonton dari suatu sudut pandang, menghubugkan bagian atau sequences dan program secara bersamaan.

b. Sound effeck : Untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu kajian.

c. Musik : Untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi suatu adegan, warna emosional pada musik turut mendukung keadaan emosional suatu adegan.

(37)

dapat dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsur teknis yang membuat benda dapat dilihat. Maka penyajian film juga pada mulanya disebut sebagai ”painting withlight”, melukis dengan cahaya. Namun dalam perkembangannya bartutur dengan gambar, ternyata fungsinya berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau bisa menunjang dramatik adegan (Biran, 2006:43).

7. Grafis : Macamnya teks, diagram dan animasi.

8. Gaya Bercerita : Macamnya subjective treatment, objective treatment, parallel development, invisible editing, mise-en-scene, montage, talk to camera, dan tone.

9. Segi dan format lainnya :

Macamnya shot, series, serial, talking heads, vox pop, dan intertextuality.

10.Mise-En-scene : kode-kode Mise-en-scene ialah alat-alat yang dipergunakan oleh pembuat film untuk merubah dan menyesuaikan pembacaan shot yang akan kita lakukan. Mise-En-scene juga digunakan untuk mengungkapkan makna melalui suatu hubungan antar adegan yang terlihat dengan adegan lainnya.

(38)

atau seni. Fenomena kesastraan dan estetika didekati sebagai sistem tanda-tanda ( Budiman, 2003 : 11 ).

Tetapi dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada suara dan penataan musik yang ada pada level representasi, karena keduanya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap pembahasan representasi kekerasan seksual pada film Virgin 2 ini.

3. Level Idiologi ( ideology )

Menurut Fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan idiologi-idiologi. Sedangkan dalam penelitian ini pemaknaan atas simbol-simbol dalam film Virgin 2 ini menggunakan ideologi feminisme dan dihubungkan dengan nilai-nilai kekerasan.

Penggunaan semiotika dalam film telah menjadi bagian penting dalam masyarakat modern. Analisa film dengan pendekatan semiotika dapat dilakukan mengingat film merupakan fenomena semiotika ( advertisement semiotic activity) . Masyarakat sekarang lebih berorientasi pada apa yang dilihatnya dan telah banyak menggunakan sistem tanda lain diluar sistem tanda verbal. ( Panut,1992:56 ).

2.1.9 Film Dalam Pendekatan Semiotika

(39)

tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut, bentuk-bentuk tanda di sini antara lain berupa kata-kata images, suara, gesture, dan obyek. Bila kita mempelajari tanda tidak biasa memisahkan tanda yag satu dengan tanda yang lain membentuk suatu sistem. Dan kemudian disebut sistem tanda. Lebih sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut John Fiske dan John Hartlye, konsentrasi semiotik adalah pada hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode (Chandler, 2002 : www.aber.ae.uk)

Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural and Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transisi pesan. Sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perspektif yang ke dua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Metode studinya yang utama adalah semiotika. (Ilmu tentang tanda dan makna, Fiske, 2006 :9).

(40)

mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu, menurut Van Zoest, bersamaan dengan tanda ikonis , yakni tanda –tanda yang menggambarkan sesuatu (Van Zoest, 1993 : 109 dalam Sobur , 2004 : 128). Memang ciri gambar-gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditujukannya. Gambar-gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikan.

Menurut Fiske dalam bukunya berjudul Television Cultural, analisis semiotik pada sinema atau film layar lebar (Wide Screen) disetarakan dengan analisis film yang ditayangkan ditelevisi. Fiske mengkategorikan sign pada film ke dalam dua kategori , yakni kode-kode respresentasi (respresentational codes). Kode kode tersebut bekerja dalam sebuah struktur hirarki yang kompleks (Fiske, 1990:40 dalam mawardhani, 2006:39).

Analisis yang dilakukan pada film Virgin2 ini terbagi menjadi beberapa level, yakni :

1. Level pertama adalah realitas (reality), kode sosialnya antara lain penampilan (appearance), kostum (dress), riasan (make-up), lingkungan (setting), kelakuan (behaviour), dialog (speech), gerakan tubuh (gesture), ekspresi (expression).

(41)

3. Level ketiga adalah idiologi (ideology), yaitu idiologi apa yang ingin disampaikan yang berhubungan dengan penelitian.

Sistem semiotika yang lebih penting dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. (Sobur,2004 : 128)

2.2 Film Virgin 2 ( Bukan Film Porno )

Film Virgin 2 merupakan film yang drama remaja yang mengangkat tema mengenai remaja beserta permasalahan pubertas yang diiringi rasa keingintahuan yang meluap-luap, rasa ingin meniru dan mencoba sesuatu hal baru, dan kerap sekali film drama remaja disajikan identik dengan adegan – adegan yang menjurus ke arah seksualitas.

Berkaitan dengan penelitian yang ingin diteliti adalah pemeran Christina Santika sebagai korban kekerasan seksual dengan lawan mainnya Yama Carlos yang merepresentasikan adegan kekerasan seksual dalam film Virgin 2.

(42)

memanfaatkannya dan menjerumuskan Tina ke dunianya yaitu sebagai pelacur dengan mengenalkan Tina dengan Yama. Ternyata Yama punya niat buruk kepada Tina, setelah Tina dibujuk minum minuman keras, untuk melampiaskan nafsu seksualnya, akhirnya Yama menjalankan suatu kekerasan yang sifatnya nyata dengan cara Tina dipukuli dan dipaksa melayani nafsu seksualnya. Kemudian keesokan harinya Tina dijual kepada hidung belang.

2.3 Kerangka Berfikir

Film dibuat dengan adanya tanda semata- mata. Tanda-tanda tersebut termasuk ke dalam sistem yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai suatu efek yang diharapkan.

Film drama remaja pada saat ini banyak macamnya, namun pada umumnya kini mulai identik dengan hal – hal yang berbau free seks atau adegan ponografi dan pornoaksi yang terlalu berlebihan, seperti pada film Virgin 2 ini. Pada film ini terdapat kekerasan seksual yang tampak dengan memaksakan secara sepihak suatu keadaan yang tidak dikehendaki oleh sasarannya, untuk mendapatkan dan melampiaskan nafsu seksualnya pada seseorang yang di inginkannya.

(43)

mengagap hal tersebut sudah biasa, meskipun sebetulnya bertentangan dengan norma yang ada.

Kekerasan seksual dalam Film Virgin 2 ini, dapat juga memberikan inspirasi pada penonton jika dalam keadaan terdesak untuk mengikuti cara – cara yang tidak baik dalam menginginkan sesuatu yang di impikannya.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Peneltian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif . Menurut Lexy Moleong dalam bukunya ” Metodelogi Penelitian Kualitatif ”, tahun 2005, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena mengenai apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

(45)

secara bersama. Terakhir adalah emergence, yakni pembentukan secara gradual atau bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisis data menggunakan metode semiotik yakni suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur,2004:15). Berdasarkan metode analisis tersebut, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda yang ditampilkan dalam film ”Virgin 2” tersebut. Selanjutnya akan menjadi corpus dalam penelitian ini, kemudian secara khusus peneliti menggunakan metode penelitian analisis yang dikemukakan John Fiske untuk menginterpretasikan atau memaknai kekerasan dalam film ”Virgin 2” melalui pemeran Christina Santika dan Yama Carlos.

3.2 Kerangka Konseptual

3.2.1 Corpus

(46)

Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Corpus dalam penelitian ini adalah adegan kekerasan dan dialog yang merepresentasikan kekerasan dari pemeran Yama Carlos (Yama ) terhadap Christina Santika ( Tina ) dalam film ”Virgin 2”. Dalam film ini ada scene-scene yang menampilkan kekerasan seksual dari ke 82 scene pada film Virgin 2 ini, yaitu pada scene 7, scene 25, scene 29, scene 32, scene 36 dan scene 80

3.2.2 Definisi Operasional Konsep

3.2.2.1 Representasi

Representasi berasal dari kata dasar dalam bahasa inggris represent yang bermakna stand for, artinya berarti atau juga act a delegate for yang berarti bertindak sebagai pelambang atas sesuatu. representasi juga dapat diartikan sebagai proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda. Yang dimaksud dengan representasi kekerasan seksual pada film ”Virgin 2” melalui pemeran Christina Santika mewakili makna atau wujud dari korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh lawan mainnya Yama Carlos yang berperan sebagi Yama dalam film ”Virgin 2” ini.

(47)

Ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang ”sesuatu” yang ada di kepala kita masing – masing (peta konseptual). Reprensentasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, adalah ”bahasa” yang berperan penting dalam proses kontruksi makna. Konsep abstrak yang ada di kepala kita harus di terjemahkan dalam ”bahasa” yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide – ide tentang sesuatu dengan tanda dan simbol – simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem ”peta konseptual” kita. Dalam proses kedua , kita mengkonstruksi seperangkat rantai koresponden antara ”peta konseptual” dengan ”bahasa atau simbol” yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsepkita tentang suatu relasi antara ”sesuatu” , ”peta konseptual”, dan ”bahasa atau simbol” adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa . proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan representasi.

Konsep representasi dalam penelitian ini merujuk pada pengertian tentang bagaimana seseorang, sebuah kelompok, atau sebuah gagasan ditunjukkan dalam media massa ( Eriyanto,2001 : 113 ). Dalam film Virgin 2 ini terdapat tanda dan simbol-simbol yang menunjukkan adanya adegan yang memperlihatkan kekerasan seksual.

(48)

3.2.2.2 Kategori Kekerasan

Untuk mengetahui seperti apa kekerasan yang terkandung didalam penelitian ini, maka peneliti akan memberikan penjelasan mengenai beberapa kategori kekerasan yang dipakai sebagai acuan untuk meneliti adegan yang dianggap sesuai dengan penelitian.

Kekerasan di bagi dalam empat bagian, yaitu : • Kekerasan Fisik.

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh, dan tewasnya seseorang.

• Kekerasan Psikologis

Sedangkan kekerasan psikologis adalah tekanan yang berhubungan dengan kemampuan mental dan otak. Dapat berupa kata-kata, perbuatan yang mengakibatkan rasa takut, malu, tersinggung, dan merasa terhina

• Kekerasan yang Tampak

Kekerasan yang Tampak (nyata) yang dilakukan secara langsung dan ada pelakunya. Dapat disebut dengan kekerasan personal.

• Kekerasan Tersembunyi

(49)

mudah meledak. Dapat disebut dengan kekerasan struktural. (Santoso, 2002:168-169).

3.2.3 Unit Analisis

Unit analisis pada penelitian ini adalah keseluruhan tanda dan lambang berdasarkan level analisis oleh Jhon Fiske, yang terdapat pada pemeran Yama yang merepresentasikan kekerasan dalam film Virgin 2. Kemudian Penelitian ini juga diinterpretasikan dengan menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh John Fiske yaitu tiga ( 3 ) level, yakni level realitas, level representasi dan level idiologi. Hal ini untuk mengetahui bagaimana pemaknaan kekerasan dalam film Virgin 2 tersebut.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

(50)

3.4 Teknik Analisis Data

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Film Virgin 2 di produksi oleh Starvision Plus pada tahun 2008 dan di sutradarai oleh Nayato fio Nuala. Film ini menceritakan tentang persahabatan dua orang remaja putri Tina dan Nadya yang terjerumus ke profesi kelam yang seharusnya tidak mereka lakukan di usia mereka. Masa remaja bukanlah hal yang mudah bagi mereka. Persahabatan seringkali harus dibayar dengan mahal, dan diakhiri kematian tragis, justru ketika mereka ingin merubah jalan hidupnya.

(52)

Setelah kejadian itu, Tina kehilangan tempat bernaung, dia bertemu dengan temannya bernama Steffie (Wichita Satari). Steffi menunjukkan betapa baik hatinya sebagai seorang teman. Tina terharu oleh kemurahan hati Steffi yang mau menampungnya. Tapi semua itu hanya kebohongan belaka, karena Steffi menjual Tina pada seorang Mucikari yang bernama Yama. Tina disekap di sebuah apartemen, diperkosa oleh Yama dan kemudian dipaksa untuk melayani klien-klien Yama.

4.1.2 Penyajian Data

Cerita berawal ketika Tina ( Christina Santika ) diusir oleh Ibunya karena dituduh telah menggoda kekasih Ibunya. Kenyataannya, kekasih Ibunyalah yang ingin mencumbu Tina. Tina berusaha membela diri, tapi Ibunya lebih mementingkan eksistensi hubungannya dengan sang kekasih.

Setelah kejadian itu, Tina kehilangan tempat bernaung, dia bertemu dengan temannya bernama Steffie (Wichita Satari). Steffi menunjukkan betapa baik hatinya sebagai seorang teman. Tina terharu oleh kemurahan hati Steffi yang mau menampungnya. Tapi semua itu hanya kebohongan belaka, karena Steffi menjual Tina pada seorang Mucikari yang bernama Yama ( Yama Carlos ). Tina disekap di sebuah apartemen, diperkosa oleh Yama dan kemudian dipaksa untuk melayani klien-klien Yama.

(53)

(Joanna Alexandra), berprofesi sebagai seorang Disc Jockey ( DJ ). Nadya, Mitha (Smitha Anjani) dan Raymond (Ramon Y Tungka) bersahabat sejak SMA, tetapi mereka bukanlah remaja yang punya ‘pegangan yang kuat’, mereka datang dari keluarga yang kurang harmonis, ibarat daun meranggas, mudah terlepas dari pohonnya. Sehingga, Raymond dipenjara karena kasus narkoba, dan meninggalkan Nadya yang mengandung benihnya. Nadya diusir oleh orang tuanya gara-gara ketahuan hamil oleh Raymond, seorang remaja yang jadi bandar narkoba. Setelah Raymond ditangkap Polisi, Nadya hidup dengan sahabatnya Mitha. Sedangkan Mitha yang awalnya jadi pelindung Nadya, malah terperosok cengkraman narkoba yang keji dan biadab, sehingga barang haram yang awalnya menawarkan kamuflase kesenangan, menjeratnya habis-habisan, hingga dia mengalami penganiayaan karena hutangnya ke BD ( Bandar narkoba ). Nadya harus menyelamatkan sahabatnya Mitha.

(54)

diamputasi. Mitha terbaring dalam keadaan koma, sebagai sahabat mereka harus siap melakukan apa saja termasuk mengambil jalan pintas, melakukan kebaikan dengan cara buruk yaitu dengan menjual diri ke para hidung belang yang bersedia membayar dengan jumlah besar untuk melayani hasrat seksual mereka agar dapat melunasi hutang-hutang Mitha kepada para Bandar narkoba dan untuk biaya berobat Mitha. Tentunya Nadya yang sedang hamil pun harus siap menuai akibatnya. Nadya mengalami keguguran dan pendarahan hebat hingga ia meninggal. Sementara Tina yang berusaha mencari pertolongan, malah ditemukan oleh Yama. Kembali Yama menganiaya Tina hingga babak belur. Tina sudah tidak kuat lagi, dalam ketidak berdayaan akhirnya Tina menemukan keberanian untuk melawan, dan Tina mengakhiri kebiadaban Yama dengan menusukkan pisau pada perut dan dada Yama hingga tewas. Tetapi, Tina tidak bisa menyelamatkan Nadya, seperti juga dia tidak bisa menyelamatkan Kenny yang memilih menabrakkan dirinya ke mobil dan mati, daripada hidup dalam kepedihan berkepanjangan.

(55)

Karakter Tokoh Tina

Tokoh Tina diperankan oleh Christina Santika. Tina adalah seorang gadis remaja yang digambarkan sebagai gadis yang cantik, berpenampilan cuek tapi seksi, namun Tina selalu mengalami tekanan batin ketika harus berhadapan dengan para lelaki yang berpikiran kotor dan porno kepadanya. Tina juga sangat putus asa karena keadaaan yang menimpa dirinya karena diusir oleh ibunya sendiri kemudian bertemu temannya (Steffi) yang memberinya tempat tinggal, akan tetapi justru kebaikan Steffi agar niat jahatnya tidak tercium oleh Tina, Steffi mengenalkan Tina pada Yama yang ternyata adalah mucikari dan akhirnya Tina dicekoki minuman, lalu diperkosa dan dijual pada klien-klien Yama. Kondisi Tina masih sangat labil diusianya yang baru beranjak dewasa, hal ini membuat Tina tidak sadar akan konsekuensi akibat perbuatannya dan kurang peka terhadap lingkungan disekitarnya.

4.2 Analisis Data

(56)

kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan tersembunyi dan kekerasan yang tampak.

Pada level representasi, peneliti akan meneliti kode-kode dari teknik kerja kamera yang ditonjolkan oleh pembuat film yang dicontohkan dalam scene yang menggambarkan kekerasan yaitu kekerasan seksual. Sedangkan pada level ideology, yang diteliti adalah yang idiologi apa yang ingin disampaikan yang berhubungan dengan nilai-nilai kekerasan.

4.2.1 Pada Level Realitas

4.2.1.1 Kostum dan Make-up

Gambar 4.1 Kostum Christina Santika ( Tina ) sehari-hari

Analisis :

(57)

dikarakteristikkan sebagai gadis yang cantik dan berkulit putih, dengan pilihan kostum yang standard yaitu jaket, singlet dan celana jeans diatas lutut terlihat bahwa Tina merupakan seorang gadis yang berpenampilan cuek. Akan tetapi kostum yang digunakan sehari-hari adalah model-model baju yang selalu terbuka dibagian dadanya, identik dengan penampilan dari seorang gadis yang seksi, dan itu cenderung membuat laki-laki tergoda dan terangsang nafsu seksualnya.

Hal ini dikerenakan perkembangan kostum yang berlangsung cepat memberikan cara pandang baru terhadap para perempuan. Salah satunya seperti yang dikenakan pemeran Tina, yaitu merupakan kostum bergaya androgyny dengan kata lain memiliki sentuhan maskulin sekaligus feminim disaat bersamaan (okezone.com).

(58)

Gambar 4.2 Make up Tina

Analisis :

(59)

adakalanya memadukan dengan sifat lainnya termasuk ketegasan yang identik dengan laki-laki agar bisa dianggap setara. Hal itu juga bias tercermin dari penampilan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kostum dan make up merupakan wujud dari ekspresi diri yang sebenarnya. Fashion dan pakaian / kostum dapat membentuk pikiran masyarakat tentang bagaimana seharusnya memandang laki-laki dan perempuan. Dengan pilihan pakaian / kostum dapat merepresentasikan kepribadian seperti apa yang ditonjolkan. Apa yang terjadi disini adalah lambang yang arbriter, yang dipakai untuk menandai status atau posisi tertentu. Begitu lambang disepakati, diantara tanda-tanda komunitas masyarakat, kekuatan, kesederhanaan serta sifat-sifat yang lain yang ditandai dengan berbagai model dan cara berpakaian serta make up maupun aksesoris yang digunakan. Celana pendek diatas lutut dan topi penutup kepala yang dikenakan adalah merupakan sebuah ideology bahwa seorang gadis tidak harus tampil lembut dengan mengenakan rok atau gaun.

(60)

Gambar 4.3 Kostum (Yama Carlos) Yama sehari hari

Analisis :

(61)

4.2.1.2 Setting

Penggalan Scene 25 (1)

Gambar 4.4 Kamar Mandi Yama

(62)

4.2.1.3 Dialog

Tidak semua dialog dalam film ini yang akan dibahas, melainkan hanya beberapa dialog saja yang dapat menampilkan representasi kekerasan seksual dalam film Virgin 2 ini dengan tokoh Tina dan Yama melalui symbol-simbol yang terkait dengan kode-kode sosial didalamnya. Dalam menganalisis dialog, ditampilkan per-scene secara keseluruhan agar dapat sekaligus memahami konteks pada dialog.

Potongan Gambar Adegan Kekerasan Seksual

Penggalan scene 7

Visual : Internal. Kamar Tina – Malam

(63)

Long Shot (LS) Terlihat dengan jelas pada gambar diatas Tina sedang ditarik dan dipeluk erat sampai dengan posisi Tina menindihi kekasih ibunya, hal ini yang menyebabkan ibu Tina salah faham mengira Tinalah yang menggoda kekasihnya karena posisi Tina yang sedang menindihi kekasih ibunya dalam kamar Tina.

Dialog :

Kekasih Ibu Tina : Siniii om bantuin…

Tina : Jangan oomm.. ( sambil mengancingkan bajunya yang ditarik paksa oleh kekasih ibunya tersebut ) Kekasih Ibu Tina : Siniii…( sambil menarik baju Tina dan mendekap

Tina dan menarik Tina hingga possisi Tina berada tepat diatasnya )

Ibu Tina : Tinaaaaaa !!!!! (berteriak karena kaget dan marah memergoki Tina dan kekasihnya dalam kamar Tina) Ngapain sich kamu disini? Keluar loe!!

( Ibu Tina mempertanyakaan kepada kekasihnya dan berteriak marah sambil menangis ).

Ngapain sich ?

Kekasih Ibu Tina : Dia yang mulai ( sambil menunjukkan jari kearah Tina ).

(64)

Ibu Tina : Kamu udah sering ya maki-maki dia? Tina : Aku nggak pernah…

Ibu Tina : Ngapain sich kamu?

Aku doang nggak cukup??!!!

Dasar penipu!! Keluar !!! (memaki kekasihnya) Ibu Tina : Denger yah.. denger yah…??!!

Dia itu pacar mama bukan pacar kamu!!! (berteriak marah dan menampar Tina) Tina : Dia yang mulai…

Ibu Tina : Keluar kamu!!! Pergi…Pergiii…..!!!!

Analisis :

Bahwa dalam penggalan scene dan dialog dari scene 7 diatas, menggambarkan kekerasan yang nyata dan berupa kekerasan fisik karena tampak sangat jelas adegan saat melakukan kekerasan dan kekerasan ditujukan pada fisik korban . Dan dikarenakan adanya pemaksaan yang menjurus kearah hubungan seksual yang tidak diinginkan oleh korbannya, maka dapat disebut kekerasan seksual.

(65)

melainkan menariknya dengan paksa kemudian mendekap erat tubuh Tina dan dibaringkan tepat diatasnya. Pada kalimat “Jangan omm…”, berarti Tina tidak menginginkan hal itu terjadi. Karenanya adegan dan dialog dari scene 7 ini disebut kekerasan seksual yang nyata dan merupakan kekerasan fisik.

Penggalan scene 25 (1)

Visual : Internal. Kamar Yama - Malam

Gambar 4.6 Tina saat diperkosa oleh Yama

(66)

Dialog: ---

Analisis :

Bahwa dari penggalan scene 25 diatas merupakan representasi dari kekerasan yang dilakukan Yama kepada Tina. Kekerasan yang dilakukan Yama pada scene ini termasuk dalam kekerasan fisik karena berupa tindakan yang menyebabkan korbannya (Tina) merasakan tersakiti dan perbuatan kekerasan Yama kepada Tina dilakukan dengan paksa sehingga terlibat dalam suatu hubungan seksual yang tidak diinginkan oleh korbannya.

(67)

Penggalan Scene 25 (2)

Visual : Internal. Kamar Yama-Malam

Gambar 4.7 Yama menjambak rambut Tina

Longshot (LS) potongan gambar dari scene 25 diatas terlihat sangat jelas Yama memperlakukan Tina dengan sangat kejam yaitu dengan menjambak rambut Tina, dan Tina dengan kondisi pakaian yang sudah setengah telanjang, berteriak serta menangis kesakitan.

Dialog :

Yama : Oww..oww.oww…

Mau kemana sayaaaangg…..???? (sambil menjambak dan mendoromg Tina kekamar mandi)

(68)

Analisis:

Pada gambar diatas, menggambarkan salah satu tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Yama secara nyata, yaitu dengan menjambak rambut dan melucuti pakaian Tina , ini termasuk bentuk kekerasan seksual karena objek tidak menginginkan kejadian tersebut terjadi terhadap dirinya. Namun hal ini juga terjadi karena Tina sebelumnya meminum alkohol yang diberikan Yama dan Tina juga mengenakan celana pendek ( hot pants ) yang terlalu seksi, sehingga mengundang niat jahat dari pria.

Penggalan Scene 29

Visual : Internal. Kamar Yama - Pagi

(69)

Close up (CU) terlihat pada potongan gambar dari scene 29 ini, Yama memaksa Tina untuk menelan obat yang dikeluarkan dari saku celana Yama, yang diperkirakan adalah obat tidur atau obat psikotropika lainnnya agar Tina tetap terkulai lemas tak berdaya sehingga Yama dapat melancarkan niat jahat yang selanjutnya yaitu menjual Tina pada klien Yama yang tidak lain adalah para Hidung belang.

Dialog :

Yama : Sakit loe??? ( Yama mengeluarkan obat dari saku celananya) Ayo, telen..telen.. teleeeennn!!!!

(sambil memasukkan secara paksa obat tidur kemulut Tina dengan mencengkram wajah Tina).

Analisis :

(70)

Penggalan Scene 32 (1)

Visual : Internal.Pelataran Kamar Klien Yama – Malam

Gambar : Yama menjual Tina secara paksa kepada hidung belang

Medium Shot (MS) pada potongan gambar dari scene 32 diatas terlihat dari belakang seorang pria yang sedang berdiri membukakan pintu, dan tampak juga Yama mencengkram wajah Tina, Tina terlihat memejamkan mata dan sangat lemas.

Dialog :

Yama : Malem boss…(sambil mencengkram wajah Tina dan akan membantu Tina masuk kedalam kamar kliennya).

(71)

Analisis:

Dari potongan scene dan dialog dari scene 32 diatas menggambarkan kekerasan seksual yang nyata dilakukan oleh pelaku kekerasan terhadap korbannya dengan mengumpankan korban (Tina) untuk melayani nafsu seksual dari kliennya, setelah sebelumnya Yama puas memperkosa dan menyiksa Tina. Hal ini menunjukkan kepribadian Yama sebagai seorang pria yang hiper seks dan kejam , hal itu dilakukan untuk tujuan nafsu seksualnya dan untuk mendapatkan uang dengan menghalalkan segala cara yaitu dengan menjual Tina kepada hidung belang.

Penggalan Scene 32 (2)

Visual : Internal. Kamar Klien Yama – Malam

(72)

Medium Shot (MS) tampak dalam potongan gambar dari scene 32 diatas, Tina berada didalam kamar bersama seorang Om-om yang tidak lain adalah klien Yama yang sedang berusaha merayu dan memaksa Tina melayani nafsu seksualnya. Tina mengenakan pakaian seragam SMU putih abu-abu dilengkapi badge Osis disaku sebelah kirinya.

Dialog :

Klien Yama : Tadi disekolah belajar apa? (sambil merayu Tina) Tina : Saya bukan pelacur omm…

Klien Yama : Siapa yang bilang kamu pelacur?

Kamu itu pelajar yang baik…Rajin lagii…(sambil membuka kancing baju Tina)

Tina : Saya bukan pelacur…. AAAArrrgghhh…!!! (berteriak karena ditarik paksa oleh klien Yama)

Analisis :

(73)

Penggalan Scene 36

Visual : External. Diparkiran mobil – Malam

Gambar 4.10 Tina ditampar oleh Yama karena berusaha melarikan diri

Medium Shot (MS) terlihat jelas Tina ditampar oleh Yama. Tina berusaha kabur dari Yama karena tahu Tina akan dijual lagi oleh Yama pada klien-klien Yama yang lain. Tapi sebelum Tina berhasil kabur, Yama memergokinya kemudian mengejar Tina sambil berteriak dan menampar Tina.

Dialog:

Yama : Loe jangan kemana-mana yah!!! Tina : Hikks..hikss (menangis terisak).

(74)

Analisis :

Jika dilihat dari penggalan scene dan dialog dari scene 36 diatas, tampak jelas perlakuan kekerasan yang dilakukan Yama kepada Tina karena Tina menolak untuk dijual lagi pada klien Yama yang lainnya. Tina diperlakukan Yama seperti binatang, Yama sama sekali tidak berbelas kasihan kepada Tina yang hanya seorang gadis kecil yang lemah

Perlakuan Yama terhadap Tina diatas menggambarkan bagaimana cara laki-laki memanfaatkan seorang gadis seperti dengan mengumpankan Tina sebagai penghasil uang dengan cara menjualnya kepada para hidung belang.

(75)

Penggalan Scene 80

Visual : Internal. Kamar Yama – Malam

Gambar 4.11 Yama tampak sangat kejam memperlakukan Tina.

Dialog :

Yama : Sini loe…!!!! (sambil mencekik leher Tina, kemudian menjambak) Tina : Aaaaarrgghh jangaaannn….!!!

Yama : Mau kemana loee??? Tina : Pipis….

Analisis :

(76)

Bahkan Yama suadah tidak peduli lagi walaupun harus dengan menggunakan cara yang kejam terhadap Tina.

Hal ini merupakan simbol sebagai penandaan bahwa Yama adalah pria yang keji, dan juga mampu melakukan tindakan-tindakan yang tidak wajar untuk memperoleh apa yang diinginkannya.

Sebenarnya, satu-satunya jalan bagi perempuan ataupun kaum yang tertindas untuk memenangkan pembebasan adalahdengan melawan untuk sebuah system baruyang demokratik- masyarakat yang berfungsi untuk menemukan kebutuhan mayoritas orang dan lingkungan lebih baik dari minoritas yang haus keuntungan.

4.2.2 Pada Level Representasi

Pada level representasi yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi kode-kode dan teknik kerja kamera/ pengambilan gambar, editing, , pencahayaan, musik dan suara yang ditunjukkan oleh pembuat film (film maker) selanjutnya kode-kode tersebut akan ditrransmisikan dengan ideology yang digunakan dalam penelitian ini

4.2.2.1 Teknik kamera ( pengambilan gambar)

(77)

cerita, perilaku, setting, action, dan lainnya. Ada tiga jenis Shot gambar yang paling dasar yakni :

1. Long Shot (LS)

Yakni shot gambar yang diambil jika objeknya adalah manusia maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang diatas kepala dan pengambilan Long Shot ini dapat menampakkan latar belakang di sekitar obyek serta memberikan informasi kepada penonton mengenai penampilan tokohnya (termasuk pada bahasa tubuhnya, ekspresi tubuhnya, gerak, cara berjalan, dan sebagainya dari ujung rambut sampai kaki) yang dapat mengarah pada suatu karakter, situasi, dan kondisi yang terjadi pada adegan tersebut.

Contohnya :

(78)

Shot pada gambar tersebut merupakan adegan saat Yama telah berhasil membawa pulang Tina dari diskotek tempatnya mencekoki Tina dengan minuman keras. Hal ini termasuk ke dalam satu faktor pendorong mengapa Yama ingin sekali memiliki dan melampiaskan napsu seksualnya kepada Tina, karena Tina sudah dalam keadaan mabuk.. Dengan pengambilan gambar long shot seperti diatas maka penonton akan dapat menginterprestasikan mengapa kekerasan seksual dilakukan oleh hal itu merupakan termasuk ke dalam latar belakang tersebut.

Selain menunjukkan penampilan atau kostum yang digunakan, teknik long shot juga dapat menunjukkan secara keselurukan prilaku - prilaku dari tokoh utama dalam film ini yang dapat dijadikan suatu karakter atau simbol.

2. Medium Shot ( MS ),

(79)

Contohnya:

Gambar 4.13 Tina saat diperkosa oleh Yama

Gambar

Gambar 4.1 Kostum Christina Santika ( Tina ) sehari-hari
Gambar 4.2 Make up Tina
Gambar 4.3  Kostum (Yama Carlos) Yama sehari hari
Gambar 4.4 Kamar Mandi Yama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini berisi bahwa nilai kekerasan pada perempuan dalam film perempuan berkalung sorban adalah bentuk kekerasan dalam film ini terbagi menjadi dua yaitu,

Hasil penelitian ini menunjukan kekerasan seksual pada anak tuna rungu ini diperlihatkan dalam film Silenced yang kemudian menghasilkan tiga tahapan yaitu

Hasil dari penelitian ini ditemukan banyak macam representasi kekerasan yang direpresentasikan oleh Bang jarot terhadap anak-anak copet didikannya dalam film

Penelitian ini adalah penelitian untuk mengetahui representasi kekerasan yang terkandung dalam film “JAGAL” The Act of Killing yang di sutradarai oleh Joshua

Penyintas kekerasan seksual dalam film Penyalin Cahaya dalam makna mitos adalah penanda bahwa penyintas kekerasan seksual dianggap sebagai aib, pihak yang bersalah, tidak memiliki

SIMPULAN Dari delapan belas analisis berita kekerasan seksual menggunakan teori wacana Sara Mills tentang representasi kekerasan seksual terhadap perempuan yaitu: Subjek laki-laki

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa representasi pelecehan seksual yang terdapat pada film Promising Young Woman dibuktikan dengan adanya tanda-tanda nilai pelecehan seksual yang

Lulut Lusianukita, Sunarto/Universit as Diponegoro Representasi Kekerasan terhadap Perempuan pada Film 27 Steps of May Objek penelitian Lulut Lusianukita, Sunarto adalah film 27