• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Kekerasan Seksual Pada Anak Tuna Rungu Dalam Film Silenced (Analisis Semiotika Roland Barthes) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Representasi Kekerasan Seksual Pada Anak Tuna Rungu Dalam Film Silenced (Analisis Semiotika Roland Barthes) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

i

Dalam Film Silenced

(Analisis Semiotika Roland Barthes)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh :

Fitriani Nur Magfiroh NIM 6662131384

Konsentrasi Jurnalistik

Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Banten

(2)
(3)
(4)
(5)

4

لصو بردلا ىلعراس نم

Siapa Yang Berjalan Di Jalannya Akan Sampai Ke Tujuan

PERSEMBAHAN

(6)

5

Fitriani Nur Maghfiroh, 6662131384/2017. SKRIPSI. Representasi Kekerasan Seksual Pada Anak Tuna Rungu Dalam Film Silenced (Analisis Semiotika Roland Barthes). Pembimbing I: Dr. Rahmi Winangsih, M.Si.; Pembimbing II: Teguh Iman Prasetya, SE., M.Si.

Pada saat ini fenomena kekerasan yang kerap kali terjadi adalah kekerasan seksual pada anak Difabel. Hal ini disebabkan karena pelaku melihat bahwa anak-anak Difabel adalah korban yang polos dan lemah, sehingga mudah bagi pelaku untuk membuat perbuatan yang tidak senonoh kepada korbannya. Kekuatan yang dimiliki pelaku tidaklah sebanding dengan kekuatan korbannya yang merupakan anak-anak. Kisah memilukan ini menggugah Gong Ji Young untuk mengangkat kisah kekerasan seksual pada anak tuna rungu ini menjadi sebuah novel yang kemudian memfilmkannya. Film merepresentasikan realitas dari kehidupan masyarakat. Film dapat menggambarkan sebagai dimensi kehidupan dimasyarakat termasuk representasi kekerasan seksual dalam film Silenced. Oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana suatu film menampilkan tindak kekerasan seksual serta memahami makna denotasi, konotasi, dan mitos. Penelitian ini berdasarkan pada teori Semiotika Roland Barthes. Roland Barthes menganalisis menggunakan 3 tahapan yaitu Denotasi,Konotasi dan Mitos. Makna denotasi dimengerti sebagai makna harfiah atau makna yang sesungguhnya. Sedangkan makna konotasi adalah makna yang tersembunyi atau implisit yang terdapat pada film tersebut. Dan makna mitos adalah makna pembenaran bagi suatu nilai dominan yang berlaku pada satu periode. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis semiotika. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu film Silenced sebagai objek penelitian yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukan kekerasan seksual pada anak tuna rungu ini diperlihatkan dalam film Silenced yang kemudian menghasilkan tiga tahapan yaitu Denotasi, Konotasi, dan Mitos.

(7)

6

Violence in Children with Deaf on Silenced (Analysis Semiotic of Roland Barthes). University-level Instructor I: Dr. Rahmi Winangsih, M.Si .; University-level Instructor II: Teguh Iman Prasetya, SE., M.Si.

At this time the phenomenon of violence that often happens is sexual violence in children with Disable. This is because the offender sees that children with disabilities are innocent and weak victims, making it easy for the offender to make indecent acts to the victim. The power of the offender is not proportional to the strength of the victim who is a child. This heartbreaking story urges Gong Ji Young to raise the story of sexual violence in this deaf child into a novel that later filmed it. Film represents the reality of people's lives. The film can describe as a dimension of life in the community including the representation of sexual violence in Silenced films. Therefore the purpose of this study is to understand how a film displays sexual violence and to understand the meaning of denotation, connotation, and myth. This research is based on Roland Barthes Semiotics theory. Roland Barthes analyzed using 3 stages of Denotation, Connotation and Myth. The meaning of denotation is understood as a literal meaning or a real meaning. While the meaning of connotation is the hidden or implicit meaning contained in the film. And the meaning of myth is the meaning of justification for a dominant value that prevails in one period. The research method used is qualitative with semiotic analysis. The unit of analysis used in this research is Silenced film as research object studied. The results of this study show that sexual violence in deaf children is shown in the film Silenced which then produce three stages of Denotasi, Konotasi, and Myth

(8)

i

Alhamdulilah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT

yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayanya, serta nikmat sehat kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana strata satu ( S1 ) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sulan Ageng Tirtayasa. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam

menyelesaikan skripsi yang berjudul Representasi Kekerasan Seksual Pada Anak Tuna Rungu Dalam Film Silenced (Analisis Semiotika Roland Barthes)

Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan skripsi ini memiliki

banyak tantangan dalam proses penyelesaianya. Namun, berhak bantuan, motivasi

serta mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide maupun pemikiran.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Agus Sjafari M.Si, selaku dekan fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Dr. Rahmi Winangsih.,M.Si Selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

3. Bapak Darwis Sagita.,M.I.Kom selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi

(9)

ii

kasih telah memberikan bimbingan dengan baik serta memberikan arahan

dalam penyusunan skripsi

5. Bapak Teguh Iman P, M.Si selaku Dosen Pembimbing II dan dosen

pembimbing akademik Skripsi terima kasih telah memberikan bimbingan

dengan baik serta memberikan arahan dalam penyusunan skripsi.

6. Ibu Uliviana Restu H, M,I.Kom sebagai ketua penguji siding, Bapak Ari

Pandu Witantra, S.Sos, M.I.Kom selaku dosen penguji satu sidang akhir dan

bapak Teguh Iman Prasetya M.Si selaku dosen penguji kedua. Terimakasih

atas bimbingan yang diberikan untuk menyempurnakan skripsi ini.

7. Seluruh staff dan pegawai yang ramah di program studi ilmu komunikasi

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

8. Kedua orang tua yang tidak pernah luput memberikan doa, motivasi dan

semangat, sehingga penulis selalu semangat dan berusaha yang sebaik

mungkin dalam kuliah dan menimba ilmu di kampus.

9. Sumanto yang sudah membantu menyempurnakan skripsi ini. Serta senantiasa

memberikan pertolongan dikala genting.

10.Sahabat terbaik dan seperjuangan, Tri, Gadis Neka, Nila Nurmala, Novi Puteri

dan Tedi Wiranata, teman seperjuangan yang selalu menyadarkan untuk

(10)

iii

meminjamkan laptop kalian, direpotkan dalam segala kondisi, kalian selalu

ada. Terimakasih.

12.Keluarga PSM Gita Tirtayasa. Seperjuangan yang menemani sampai skripsi

ini terselesaikan, Annisa muslimah, Aan Burhanudin, kakak tersayang, Larusi,

Alan, Banda Niji, yang sangat cerewet mengingatkan untuk mengerjakan

skripsi. Adik tercinta yang sangat saya cintai kehadirannya, Alenta Humaira,

Tuti Alawiyah, Azizah, Mutiara Gandasari, dan lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu.

13.Andini Ludviana dan Eci puspita, sahabat yang selalu memberi hiburan.

14.Seluruh teman seperjuanganku angkatan 2013 Program Studi Ilmu

Komunikasi Untirta yang selalu memberikan semangat.

Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di

sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin allahummaamin. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnan, oleh karena itu kritik saran sangat

penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan kedepan. Amin YaaRabbal’Alamiin.

Serang, 20 Desember 2017

(11)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK

ABSTRACK

KATA PENGANTAR ... i

KATA PENGANTAR ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 IdentifikasiMasalah ... 10

1.4 Tujuan Penelitian... 11

(12)

v

1.5.2 Manfaat Akademis ... 12

1.5.3 Manfaat Teoritis ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 KerangkaTeori ... 13

2.2 Komunikasi ... 13

2.2.1 Komunikasi Massa ... 15

2.3 Representasi ... 16

2.4 Kekerasan Seksual Pada Anak ... 18

2.5 Tuna Rungu ... 23

2.5.1 Klasifikasi Tuna Rungu... 24

2.5.2 Pengaruh Pendengaran Pada Perkembangan Bicara dan Bahasa ... 26

2.5.3 Perkembangan Kognitif Anak Tunarungu ... 27

2.5.4 Perkembangan Emosi Anak Tunarungu... 28

2.5.5 Perkembangan Sosial Anak Tunarungu ... 29

2.5.6 Perkembangan Perilaku Anak Tunarungu ... 30

2.6 Pedofil ... 32

2.7 Sanksi Pedofil ... 35

2.8 Film ... 37

(13)

vi

2.11 Model semiotika Roland Barthes ... 48

2.12 Kerangka Berfikir ... 55

2.13 Penelitian Terdahulu ... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 68

3.1 Paradigma Penelitian ... 68

3.2 Pendekatan Penelitian ... 73

3.3 Teknik Analisis Semiotika Roland Barthes ... 74

3.4 Objek Penelitian ... 76

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 77

3.5.1 Observasi ... 78

3.5.2 Studi Pustaka ... 78

3.6 Unit Analisis ... 78

3.7 Instrumen penelitian ... 81

3.8 Jadual Penelitian ... 82

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 83

4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ... 83

4.1.1 Prodi Film ... 83

4.1.2 Penokohan Dalam Film ... 84

(14)

vii

Dalam Film Silenced ... 90

4.3 Analisis Semiotika... 107

4.3.1 Denotasi ... 107

4.3.2 Konotasi ... 109

4.3.3 Mitos ... 112

4.4 Silenced Sarana Merepresentasikan Makna Kekerasan Seksual pada Anak ... 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 130

5.1 Kesimpulan... 130

5.2 Saran ... 131

DAFTAR PUSTAKA ... 133

LAMPIRAN ... 137

(15)

viii

Tabel 3.1 Unit Analisis ... 73

Tabel 3.2 Jadual Penelitian ... 76

Tabel 4.1 Scene 1 Ruang Kepala Sekolah ... 84

Tabel 4.2 Scene 2 Toilet Sekolah ... 87

Tabel 4.3 Scene 3 Ruang Kepala Sekolah ... 89

Tabel 4.4 Scene 4 Ruang Kepala Sekolah ... 91

Tabel 4.5 Scene 5 Rumah Pak Bo Hyeon ... 94

Table 4.6 Scene 6 Sekolah ... 96

(16)

ix

Gambar 2.1 Signifikansi Dua Tahap Roland Barthes ... 45

Gambar 2.2 Peta tanda Roland Barthes ... 50

Gambar 2.3 Kerangka Berfikir ... 53

(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah data terbaru yang dikeluarkan Dana Anak-anak Perserikatan

Bangsa-bangsa (UNICEF) mengenai kondisi anak-anak sedunia yang berlangsung saat ini,

sangatlah mengejutkan. Anak mulai dari usia 12 bulan mengalami kekerasan, bahkan

oleh orang yang dipercaya untuk menjaga mereka. “Bahaya terhadap anak-anak di

dunia benar-benar mengkhawatirkan, bayi ditampar di wajah; anak perempuan dan

lelaki dipaksa melakukan tindakan seksual; remaja dibunuh di lingkungan tempat

tinggal mereka – kekerasan terhadap anak tidak memandang siapa pun dan tidak

mengenal batas,” sebut Kepala Perlindungan Anak UNICEF Cornelius Williams,

dalam rilis UNICEF, 1 November 2017.

Laporan berjudul “A Familiar Face: Violence in the lives of children and

adolescents” menggunakan data terkini untuk menunjukkan bahwa anak-anak

mengalami kekerasan di berbagai tahapan masa kanak-kanak dan di semua situasi,

seperti:

 Kekerasan terhadap anak-anak di rumah: Tiga perempat dari anak-anak

berusia 2-4 tahun di dunia, atau sekitar 300 juta anak- mengalami kekerasan

psikologis dan/atau hukuman fisik oleh pengasuh mereka di rumah. Sekitar 6

(18)

mengalami disiplin dengan kekerasan. Hampir seperempat anak berusia satu

tahun diguncang secara fisik sebagai hukuman dan hampir 1 dari 10 anak

dipukul atau ditampar di wajah, kepala atau telinga. Di seluruh dunia, 1 dari 4

anak berumur dibawah lima tahun – atau 176 juta anak – tinggal dengan ibu

yang menjadi korban kekerasan oleh pasangan intim mereka.

 Kekerasan seksual terhadap anak perempuan dan lelaki: Di seluruh dunia,

sekitar 15 juta perempuan remaja berusia 15 hingga 19 tahun mengalami

pemaksaan hubungan seksual atau pemaksaan tindakan seksual lainnya di

rentang hidup mereka. Hanya 1 persen remaja perempuan yang mengalami

kekerasan seksual mengatakan mereka mencari bantuan profesional. Dari data

28 negara, 90 persen remaja perempuan yang pernah mengalami pemaksaan

seksual, mengatakan pelaku insiden pertama adalah orang yang mereka kenal.

Data dari enam negara mengungkapkan kawan, teman sekelas dan pasangan

adalah orang yang paling sering disebut sebagai pelaku kekerasan seksual

terhadap remaja lelaki.

Kematian akibat kekerasan di kalangan remaja: Secara global, setiap 7 menit

seorang remaja perempuan meninggal karena aksi kekerasan.Di Amerika Serikat,

anak lelaki kulit hitam non-Hispanik berusia 10 hingga 19 tahun, 19 kali lebih

cenderung dibunuh dibandingkan anak lelaki berkulit putih non-Hispanik di usia yang

sama. Jika tingkat pembunuhan di kalangan remaja lelaki kulit hitam non-Hispanik

diterapkan secara nasional, Amerika Serikat akan menjadi satu dari 10 negara paling

(19)

remaja lelaki kulit hitam di Amerika Serikat sama dengan risiko meninggal dunia

akibat kekerasan kolektif pada remaja lelaki di Sudan Selatan yang porak poranda

akibat perang. Amerika Latin dan Karibia adalah satu-satunya wilayah dimana tingkat

pembunuhan remaja naik; hampir separuh dari total pembunuhan di kalangan remaja

terjadi di wilayah ini pada 2015.

Kekerasan di sekolah: Separuh anak usia sekolah – atau 732 juta – tinggal di

negara dimana hukuman fisik di sekolah tidak dilarang.Tiga perempat penembakan di

sekolah dalam 25 tahun terakhir terjadi di Amerika Serikat. UNICEF

memprioritaskan upaya untuk mengakhiri kekerasan di semua program, termasuk

mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan layanan untuk anak-anak yang

terdampak kekerasan, membuat kebijakan dan legislasi yang melindungi anak-anak,

dan membantu masyarakat, orang tua dan anak untuk mencegah kekerasan melalui

program praktis seperti kursus pengasuhan anak dan tindakan-tindakan untuk

melawan kekerasan domestik.

Kekerasan seksual bukan hanya kekerasan yang dilakukan saat berhubungan

seksual saja. Akan tetapi banyak sekali bentuk-bentuk tindakan yang dapat

digolongkan menjadi kekerasan seksual. Beberapa diantaranya adalah perkosaan dan

juga pelecehan seksual. Hal tersebut digolongkan ke dalam kekerasan seksual karena

adanya paksaan untuk melakukan kegiatan seksual yang tidak dikehendaki oleh

korban. Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan seksual dapat terjadi pada siapapun

baik pada pria maupun wanita. Kekerasan seksual ini tidak mengenal usia, bisa terjadi

(20)

Fenomena kekerasan yang kerap kali terjadi adalah kekerasan seksual pada

anak Difabel. Hal ini disebabkan karena pelaku melihat bahwa anak-anak Difabel

adalah korban yang polos dan lemah, sehingga mudah bagi pelaku untuk membuat

perbuatan yang tidak senonoh kepada korbannya. Kekuatan yang dimiliki pelaku

tidaklah sebanding dengan kekuatan korbannya yang merupakan anak-anak.

Kekerasan seksual pada anak biasanya dilakukan oleh orang terdekat, yang dipercayai

sepenuhnya oleh anak. Oleh karena itu, banyak sekali kasus kekerasan seksual pada

anak yang terjadi di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah mereka.

Sebenarnya istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat

luas. Namun cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi

dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara

(temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanent). Anak

berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang

mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang disebabkan oleh

faktor-faktor eksternal. Sementara anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent

adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan

yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak

yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan, dsb.

Pemberitaan mengenai kekerasan seksual pada anak anak di media cetak

maupun elektronik akhir-akhir ini makin sering terlihat, baik yang terjadi dikalangan

publik maupun di dalam rumah tangga. Dengan semakin terbukanya saluran

(21)

berbagai bentuk tindak kekerasan diberbagai tempat semakin terbuka. Permasalahan

social seperti kekerasan ini seringkali menyita perhatian para sineas dalam maupun

luar negeri untuk mengangkatnya menjadi karya seperti novel atau film.

Film juga berkembang menjadi media komunikasi yang ampuh. Berbagai

macam pesan dapat tersaji dengan baik di dalam sebuah film. Film dapat membawa

dampak bagi penikmatnya, dampak tersebut dapat bersifat positif maupun negatif,

tergantung bagaimana cara penonton menyerap dan menonton sebuah film. Selain

dianggap sebagai refleksi dari kehidupan, film juga dianggap sebagai media yang

baik untuk merepresentasikan realitas kehidupan masyarakat. Realitas kehidupan

masyarakat sangatlah banyak dan beragam.

Film bisa membuat orang tertahan, setidaknya mereka menontonnya lebih

intens ketimbang media massa lainnya seperti televisi, radio, koran, dsb (John Vivian,

2008: 159). Film terdiri dari berbagai genre yang berfungsi untuk memudahkan orang

untuk memilih film yang ingin mereka tonton. Beberapa genre film diantaranya

sebagai berikut; drama, komedi, aksi, horor, fantasi, fiksi ilmiah, dan masih banyak

lagi genre-genre film yang merupakan turunan dari genre yang telah disebutkan

diatas. Para pebisnis film berlomba-lomba untuk membuat film yang dapat memenuhi

selera dan kebutuhan penonton, mulai dari cerita fiksi sampai dengan mengangkat

kisah nyata.

Kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi pada anak berkebutuhan khusus

(22)

sekolah tuna rungu di Gwangju–Korea Selatan pada tahun 2005. Kasus ini sangat

tragis karena korban dari kekerasan seksual itu adalah anak-anak berkebutuhan

khusus dan pelakunya adalah kepala sekolah dan juga guru -guru di sekolah tersebut.

Anak-anak berkebutuhan khusus yang menjadi korban kekerasan seksual ini tidak

bisa membela diri mereka sendiri karena mereka mempunyai kekurangan, dan yang

lebih tragisnya lagi adalah penduduk dan kepolisian setempat seolah menutup mata

mengenai tindakan yang tidak berkeprimanusiaan yang terjadi di dalam sekolah

tersebut. Bahkan ana k-anak yang mencoba melaporkan hal tersebut ke kepolisian

setempat akan dipulangkan kembali ke sekolah tanpa kasus mereka di proses oleh

polisi. Ketika dikembalikan ke sekolah, anak-anak itu akan menerima pukulan dan

hukuman dari para guru.

Anak-anak berkebutuhan khusus yang menjadi korban kekerasan seksual

dilakukan dengan tidak manusiawi karena para pelaku melihat dari beberapa faktor

sehingga memberikan mereka kesempatan untuk “melukai‟ anak -anak itu. Beberapa

faktor di antaranya yang pertama sudah pasti karena anak-anak ini memiliki kesulitan

untuk berinteraksi dan berkomunikasi, faktor selanjutnya adalah para korban sudah

tidak memiliki orang tua ataupun dengan sengaja di terlantarkan oleh orang tuanya,

dan faktor yang terakhir adalah anak-anak ini hidup dibawah garis kemiskinan. Kasus

mengenai Sekolah Inhwa ini terungkap pada tahun 2005 ketika seorang guru

memberitahukan hal tersebut pada kelompok hak asasi manusia. Atas tindakannya

itu, guru tersebut dipecat. Polisi memulai penyelidikan empat bulan kemudian,

(23)

nasional. Pemerintah Gwangju dan pihak sekolah melemparkan kasus tersebut bolak

-balik. Lalu para siswa dan orang tua melancarkan aksi mereka selama delapan bulan

dengan duduk di depan kantor pemerintah Gwangju untuk menyerukan keadilan.

Novel bestseller yang ditulis oleh penulis ternama Korea Selatan, yaitu Gong

Ji Young pada tahun 2009 yang diberi judul Dogani atau dalam bahasa Inggris

disebut The Crucible ataupun Silenced. Pada tahun 2011, novel tersebut dijadikan

film dengan judul yang sama. Selain novel dan Film Silenced, novel lainnya yang

juga mengangkat tema kekerasan seksual adalah Novel Sheila. Novel ini bercerita

tentang kekerasan dan kekerasan seksual yang juga terjadi pada anak berkebutuhan

khusus. Lalu muncul juga film yang berjudul Cairo 678 yang bercerita tentang tiga

perempuan Mesir yang masing-masing mempunyai kepribadian yang berbeda, namun

mereka sama-sama mengalami pelecehan seksual di jalan. Film ini mengangkat

realitas yang sering dialami oleh perempuan -perempuan Mesir.

Pada minggu awal pemutarannya, film ini sukses ditonton oleh satu juta

penduduk Korea Selatan. Sampai dengan akhir penayangannya, film ini telah

ditonton oleh 4.4 juta orang, yang berarti hampir 10% populasi di Korea melihat film

ini (www.nytimes.com). “On Monday, President Lee Myung-bak and many of his

staff had a special screening of the movie at the presidential office, Cheong Wa Dae

(Senin, Presiden Lee Myung-bak dan para stafnya mengadakan pemutaran khusus

film tersebut di kantor kepresidenan, Cheong Wa Dae).” Hal tersebut dilakukan untuk

mencegah kejadian seperti itu terulang kembali, dan bahkan Lee Myung-bak

(24)

Tapi apa yang lebih penting adalah mengubah kesadaran sosial masyarakat (Dikutip

dari Wall Street Journal Blogs www.blogs.wsj.com/korearealtime/2011/10/05)

Kasus kekerasan seksual terhadap anak berkebutuhan khusus tersebut

memang benar-benar membuat Korea Selatan seperti dihantam badai besar. Bahkan

setelah dua bulan Film Silenced selesai diputar, portal berita online Korea Times

memberitakan bahwa sekolah tuna rungu tersebut resmi ditutup pada November

2011. Sebanyak 57 siswa dari sekolah tersebut dipindahkan ke sekolah lain di daerah

sekitarnya. Tidak hanya itu saja, pada salah satu portal internet Korea Selatan, Daum,

lebih dari 44 .000 orang menandatangani petisi web menyerukan penyelidikan lebih

lanjut mengenai kasus tersebut.

Film Silenced ini berhasil menarik perhatian masyarakat Korea Selatan

dan juga portal berita online Internasional seperti, Reuters dengan headline “South

Korea Writer Hopes Hit Film Brings Legal Changes”, The Economist dengan

headline “Silent for too long”, The Wall Street Journal menulis dua berita dengan

judul “Unsettling, Dogani “Revisits School Horror” dan “Dogani Shockwaves

Reach Parliament, President”, Jezebel dengan judul “South Korean Sex Crime

Movie Highlights Nations Anger” dan terakhir The New York Times dengan

headline “Film Underscores Koreans‟ Growing Anger Over Sex Crimes”. Bahkan

dalam pemberitaannya, The New York Times juga menulis bahwa jumlah kejahatan

seksual terhadap anak berkebutuhan khusus yang dilaporkan ke polisi adalah

sebanyak 320 kasus pada tahun 2010, naik dari 199 kasus pada tahun 2007. Namun

(25)

melaporkan kejahatan seksual kepada pihak kepolisian karena takut dipermalukan

oleh lingkungan sekitarnya.

Alasan dipilihnya film Silenced untuk diteliti dengan merepresentasikan

kekerasan seksual yang terkandung didalamnya adalah sebagai berikut. Pertama, film

ini berdasarkan pada kisah nyata yang terjadi di Gwangju, Korea Selatan. Sehingga

memiliki akurasi data faktual dan merupakan cermin realitas sosial di Korea Selatan.

Kedua, scene dalam film ini menunjukkan secara gamblang perlakuan kekerasan

seksual yang terjadi pada anak tuna rungu di sekolah tersebut.

Untuk mengakhiri kekerasan pada anak, UNICEF menyerukan kepada

pemerintah untuk segera mengambil tindakan dan mendukung panduan INSPIRE

yang telah disepakati dan dipromosikan oleh WHO, UNICEF dan Kemitraan Global

untuk Mengakhiri Kekerasan Terhadap Anak, seperti, Mengadopsi rencana aksi

nasional terkoordinir untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak, memasukkan

pendidikan, kesejahteraan social, sistem peradilan dan kesehatan, serta masyarakat

dan anak-anak itu sendiri.

Mengubah perilaku orang dewasa dan merespon faktor-faktor yang

berkontribusi pada kekerasan terhadap anak, termasuk ketidaksetaraan ekonomi dan

sosial, norma-norma sosial dan budaya yang mendukung kekerasan, kebijakan dan

legislasi yang tidak memadai, layanan yang tidak mencukupi untuk korban, dan

investasi terbatas dalam sistem yang efektif untuk mencegah dan merespon

(26)

kekerasan, mengurangi ketidaksetaraan, dan membatasi akses terhadap senjata api

dan senjata lainnya. Membangun sistem pelayanan sosial dan melatih pekerja sosial

untuk memberikan rujukan, konseling dan layanan terapeutik untuk anak-anak yang

telah mengalami kekerasan

Mendidik anak-anak, orang tua, guru, dan anggota masyarakat untuk

mengenali kekerasan dalam segala bentuknya dan memberdayakan mereka untuk

berbicara dan melaporkan kekerasan dengan aman.Mengumpulkan data terpilah yang

lebih baik mengenai kekerasan terhadap anak-anak dan melacak kemajuan melalui

pemantauan dan evaluasi yang kuat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin meneliti

“Bagaimanakah Representasi kekerasan seksual terhadap anak tuna rungu

dalam film Silenced.

1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana makna denotasi mengenai bentuk kekerasan seksual

terhadap anak tuna rungu yang terdapat dalam film Silenced?

2. Bagaimana makna konotasi mengenai bentuk kekerasan seksual

(27)

3. Bagaimana makna mitos kekerasan seksual terhadap anak tuna

rungu yang terdapat dalam film Silenced?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam skripsi ini adalah

untuk:

1. Mengetahui makna denotasi mengenai bentuk kekerasan seksual

terhadap anak tuna rungu yang terdapat dalam film Silenced

2. Mengetahui makna konotasi mengenai bentuk kekerasan seksual

terhadap anak tuna rungu yang terdapat dalam film Silenced

3. Mengetahui makna mitos kekerasan seksual terhadap anak tuna

rungu yang terdapat dalam film Silenced?

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai peneliti dalam skripsi ini adalah:

1.5.1 Manfaat Praktis

Manfaat Praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan

sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu komunikasi

terutama mengenai representasi adegan seksual yang disajikan dalam

Film Silenced. Melalui penelitian ini, peneliti berharap masyarakat

(28)

terhadap anak yang sedang mewabah. Terutama terhadap anak anak

yang memiliki keterbelakngan mental.

1.5.2 Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah di bidang

kajian ilmu komunikasi mengenai representasi film Silenced

menggunakan analisis semiotika Roland Barthes dalam kajian

komunikasi massa.

1.5.3 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah

wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk mengetahui representasi

kekerasan seksual pada film. Hasil penelitian diharapkan berguna bagi

pengembangan kajian penelitian komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial

dan Politik, khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi. Kemudian, Hasil

penelitian diharapkan mampu memperkaya pustaka referensi didunia

(29)

13 2.1 Kerangka Teori

Kerlinger menjabarkan, pengertian teori sebagai suatu himpunan

Constuct (konsep) defenisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan

sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk

menjelaskan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Adapun teori-teori yang

relevan dalam penelitian ini sebagai berikut:

2.2 Komunikasi

Menurut Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi, Komunikasi

Massa dapat diartikan “sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada

sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui media cetak

atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima serentak dan sesaat.

Sementara menurut Harold Lasswell, cara yang baik menjelaskan

komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut:

“Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”

Paradigma Laswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur

sebagai jawaban dari pertanyaan diajukan itu, yakni:

1. Komunikator, Nama lain dari sumber adalah sender,

(30)

berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi.

Sumber bisa saja berupa individu, kelompok, organisasi,

perusahan bahkan negara.

2. Pesan, Merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal yang

mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber.

Menurut Rudolph F. Verderber, pesan terdiri dari 3 komponen

yaitu makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna

dan bentuk atau organisasi pesan.

3. Media, Merupakan alat atau wahana yang digunakan sumber

untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran pun

merujuk pada bentuk pesan dan cara penyajian pesan.

4. Komunikan, Nama lain dari penerima adalah destination,

communicate, decoder, audience, listener dan interpreter dimana

penerima merupakan orang yang menerima pesan dari sumber.

5. Efek, Merupakan apa yang terjadi pada penerima setelah ia

menerima pesan tersebut. Jika kita berbicara mengenai definisi

komunikasi, diantara banyaknya definisi komunikasi tidak ada

yang benar ataupun yang salah. Dari masing-masing definisi

mempunyai prespektif masing-masing yang tujuannya sama yaitu

bagaimana konteks yang dibicarakan mengenai apa yang

dikomunikasikan, dan adanya si pengirim dan si penerima untuk

(31)

2.2.1 Komunikasi Massa

Menurut Effendy, Komunikasi massa adalah komunikasi dengan

menggunakan media massa modern, yang meliputi surat kabar yang

mempunyai Sirkulasi yang luas, radio, dan televisi yang siarannya

ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di

gedung-gedung bioskop. Menurut Ahmad Sihabudin dan Rahmi Winangsih

dalam buku Komunikasi antar Manusia, Komunikasi massa adalah

komunikasi melalui media massa modern, meliputi surat kabar

mempunyai sirkulasi luas, siaran radio dan televisi ditujukan kepada

umum dan film dipertunjukan di gedung-gedung bioskop.

Menurut Gerbner dalam (Rakhmat, 2009: 188) menyatakan

bahwa komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang

berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta

paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Sedangkan

menurut Rakhmat (Rakhmat, 2009: 189) komunikasi massa adalah jenis

komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,

heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga

pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Komunikasi Massa menurut para ahli adalah komunikasi melalui

(32)

Communicology: An Introduction to the study of communication.

Menyatakan bahwa komunikasi Massa:

First, mass communication is communication addressed to the masses, to an large audience. This does not mean that the audience includes all people or that is large and generally rather poorly difined. Second, mass communication is communication is perhaps most easily and most logically defined by it form: Televison, radio, news, paper, magazine, film, books and tapes.

Pertama, Komunikasi Massa adalah komunikasi yang ditujukan

pada Massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak

berarti khalayak meliput seluruh penduduk atau semua orang yang

membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti

bahwa khalayak itu besar pada umumnya agar sukar di definisikan.

Kedua, komunikasi Massa adalah komunikasi yang disalurkan

oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual komunikasi.

Barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila di definisikan menurut

bentuknya: televisi, radio, majalah, film, buku dan pita.

2.3 Representasi

Representasi adalah bagaimana dunia ini dikonstruksikan dan

direpresentasikan secara social kepada dan oleh kita (Baker, 2000:8).

Representasi secara defnisi lain adalah proses merekam ide, pengetahuan atau

pesan dalam beberapa cara fisik. Representasi bukanlah suatu kegiatan atau

(33)

dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu

manusia itu sendiri yang juga terus bergerak dan berubah (Wibowo,

2011:122-123).

Istilah representasi merupakan penggambaran kelompok kelompok dan

institusional social. Penggambaran itu tidak hanyaberkenaan dengan tampilan

fisik dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna (atau nilai) dibalik

tampilan fisik. Tampilan fisik representasi adalah suatu jubah yang

menyembunyikan bentuk makna sesungguhnya dibalik yang ada dibaliknya

(Burton, 2007:41-42).

Representasi merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok,

gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Dalam kajian

semiotika istilah representasi menjadi suatu hal yang sangat penting. Semiotika

bekerja dengan menggunakan tanda (gambar, bunyi, dll) untuk

menggabungkan, menggambarkan, memotret dan mereproduksi sesuatu yang

dilihat, diindera, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu

(Danesi, 2010:24).

Representasi merupakan bentuk konkret (petanda) yang berasal dari

konsep abstrak. Beberapa diantaranya dangkal atau tidak kontroversional. Akan

tetapi, beberapa representasi merupakan hal yang sangat penting dalam

kehidupan budaya dan politik. Karena representasi tidak terhindar untuk terlibat

dalam proses seleksi sehingga beberapa tanda tertentu lebih istimewa dari pada

(34)

dalam media berita, film atau bahkan, dalam percakapan sehari hari (Hartley,

2009: 256-257).

2.4 Kekerasan Seksual Pada Anak

Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.

Menurut WHO:

“Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.”

Pengertian kekerasan seksual sebenarnya belum ada atau belum di dibakukan

dalam kamus bahasa Indonesia, menurut Achie Sudiarti Luhulima pengertian

kekerasan seksual adalah kejahatan yang berkaitan dengan perkelaminan atau

eksualitas dan lebih khusus lagi yang berkaitan dengan seksualitas laki-laki dan

perempuan (Luhulima, 2000:57)

Berapa literatur asing dapat ditemukan “Sexsual Violence” yang terjemahannya

adalah kejahatan atau kekerasan seksual pada umumnya diartikan sebagai perbuatan

pidana yang berkaitan dengan seksualitas atau perkawinan yang dapat di lakukan

terhadap laki-laki atau perempuan. Kejahatan seksual dapat berupa pelecehan seksual,

kekerasan seksual dan pelanggaran seksual (Susilawati, 2001:22).

Anak yang pernah mengalami pelecehan seksual dalam bentuk apapun pada

(35)

setiap orangtua harus bisa peka dan mengenali dengan baik setiap gerak-gerik anak

yang tidak tampak seperti biasanya. Berikut adalah tanda-tanda kekerasan seksual

pada anak yang harus Anda perhatikan dan waspadai.

Pelecehan seksual tidak hanya hadir dalam bentuk perkosaan. Itu mungkin

sebabnya banyak orangtua yang tidak menyadari tanda-tanda yang ditunjukkan anak.

Kekerasan seksual dapat berupa kekerasan fisik maupun non fisik. Berikut contoh

kekerasan seksual secara fisik maupun non fisik.

Kekerasan Fisik

Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena akibatnya bisa

terlihat pada tubuh korban Kasus physical abuse: persentase tertinggi usia 0-5

tahun (32.3%) dan terendah usia 13-15 tahun (16.2%). Kekerasan biasanya

meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban

dan lain-lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbuBlkan

luka dan trauma pada korban, juga seringkali membuat korban meninggal.

Kekerasan seksual pada anak secara fisik:

- Menyentuh area intim atau kemaluan anak untuk memenuhi gairahnya

- Membuat anak menyentuh bagian privat atau kemaluan pelaku

- Membuat anak ikut bermain dalam permainan seksualnya

(36)

Kekerasan seksual pada anak non fisik

- Menunjukkan hal-hal yang bersifat pornografi pada anak, entah itu video,

foto, atau gambar

- Menyuruh anak berpose tidak wajar

- Menyuruh anak untuk menonton berbagai hal yang berhubungan dengan seks

- Mengintip atau menontoni anak yang sedang mandi atau sedang berada di

dalam toilet

Kekerasan secara Verbal

Bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan dianggap biasa atau

bahkan dianggap sebagai candaan. Kekerasaan seperti ini biasanya meliputi

hinaan, makian, maupun celaan. Dampak dari kekerasaan seperti ini yaitu

anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata kasar, tidak menghormati

orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri.

Kekerasan secara Mental

Bentuk kekerasan seperti ini juga sering tidak terlihat, namun

dampaknya bisa lebih besar dari kekerasan secara verbal. Kasus emotional

abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (28.8%) dan terendah usia 16-18

tahun (0.9%) Kekerasaan seperti ini meliputi pengabaian orang tua terhadap

(37)

membanding-bandingkan hal-hal dalam diri anak tersebut dengan yang lain,

bisa menyebabkan mentalnya menjadi lemah. Dampak kekerasan seperti ini

yaitu anak merasa cemas, menjadi pendiam, belajar rendah diri, hanya bisa iri

tanpa mampu untuk bangkit.

Kekerasan seksual pada anak anak berarti bahwa kekerasan terjadi pada anak

anak yang berusia dibawah 17 tahun, terlepas anak tersebut sudah terikat sebuah

perkawinan. Namun, pernikahan tersebut tetap dianggap sebagai kekerasan seksual.

Karena, belum mencapai umur yang matang. Kejahatan seksual bagi korbanya adalah

kejahatan yang dilakukan seumur hidup, dimana korbanya mengalami trauma yang

berkepanjangan apa lagi yang jadi korbanya adalah anak-anak, yang merupakan

generasi penerus bangsa.

Kekerasan Seksual adalah praktek seks yang dinilai menyimpang yang

artinya praktek hubungan seksual yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan,

bertentangan dengan ajaran dan nilai – nilai agama serta melanggar hukum yang

berlaku. Kekerasan ditunjukan untuk membuktikan bahwa pelakunya memiliki

kekuatan, baik fisik maupun non fisik. Dan kekuatannya dapat dijadikan alat untuk

melakukan usaha-usaha jahatnya. Kekerasan bisa terjadi kapan saja, dimana saja,

dalam hal apa saja, bahkan kekerasan bisa terjadi didalam keluarga, tetangga atau

(38)

Dampak kekerasan pada anak yang diakibatkan oleh orangtuanya sendiri

atau orang lain sangatlah buruk antara lain:

1. Agresif

Sikap ini biasa ditujukan anak kepada pelaku kekerasan. Umumnya

ditujukan saat anak merasa tidak ada orang yang bisa melindungi dirinya.

Saat orang yang dianggap tidka bisa melindunginya itu ada disekitarnya,

anak akan langsung memukul datau melakukan tindak agresif terhadap si

pelaku. Tetapi tidak semua sikap agresif anak muncul karena telah

mengalami tindak kekerasan.

2. Murung/Depresi

Kekerasan mampu membuat anak berubah drastis seperti menjadi anak

yang memiliki gangguan tidur dan makan, bahkan bisa disertai

penurunan berat badan. Ia akan menjadi anak yang pemurung, pendiam,

dan terlihat kurang ekspresif.

3. Memudah menangis

Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidak nyaman dan aman

dengan lingkungan sekitarnya. Karena dia kehilangan figur yang bisa

melindunginya, kemungkinan besar pada saat dia besar, dia tidak akan

mudah percaya pada orang lain.

(39)

Dari semua ini anak dapat melihat bagaimana orang dewasa

memperlakukannya dulu. Ia belajar dari pengalamannya, kemudian

bereaksi sesuai dengan apa yang dia alami.

2.5 Tuna Rungu

Secara normal, orang mamapu menangkap rangsangan atau stimulus

yang berbentuk suara secara luas baik dari segi kuatnya atau panjang

pendeknya serta frekuensi nya. Namun, mengalami masalah pada indera

pendengarannya berarti kemampuan dalam hal ini akan menurun, berkurang

atau hilang sama sekali. Tuna rungu datap diartikan sebagai suatu keadaan

kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya

(deaf) yang mengakibatkan seseorang tidak mampu menangkap berbagai

rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. (Soemantri, 2005:94).

Selain itu, Wall menjelaskan bahwa “ketunarunguan adalah kondisi dimana

individu tidak mampu mendengar dan hal ini tampak dalam wicara atau

bunyi-bunyian, baik dengan derajat frekuensi dan intensitas”. (Wall, 1993:36)

Ciri-ciri yang dimiliki anak tunarungu adalah sebagai berikut:

1. Sering tampak bengong atau melamun 2. Sering bersikap tak acuh

3. Kadang bersifat agresif

(40)

5. Keseimbangannya kurang 6. Kepalanya sering miring

7. Sering meminta agar orang mengulangi kalimat yang diucapkan. 8. Jika bicara sering membuat suara-suara tertentu dan jika berbicara

sering menggunakan tangan

9. Jika boicara artikulasi bahasa yang diucapkan tidak jelas, sangat

monoton tidak tepat (Nur‟aeni, 1997:119)

2.5.1 Klasifikasi Tuna Rungu

Klasifikasi secara etiologis yaitu pembagian berdasarkan sebab

sebab, dalam hal ini penyebabnya yaitu:

a. Pada saat sebelum dilahirkan antara lain: salah satu atau

kedua orang tua menderita tunarungu, karena penyakit, dan

karena kencanduan obat-obatan.

b. Pada saat kelahiran antara lain: sewaktu melahirkan, ibu

mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan

penyedotan, dan prematuritas yaitu bayi lahir sebelum

waktunya.

c. Pada saat setelah kelahiran antara lain: ketulian yang terjadi

karena infeksi, pemakaian obat-obat an ototoksi pada

(41)

kerusakan alat-alat pendengaran bagian dalam. (Soemantri,

2007:94-95)

Bagi anak tunarungu yang mampu bicara, tetap menggunakan

bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana penerimaan

dari pihak anak tunarungu. Menggunakan media tulisan dan membaca

sebagai sarana penerimaannya. Menggunakan isyarat sebagai media

(Somantri, 2007:95-97).

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam

pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi

tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

a. Gangguan pendengaran sangat ringan (15-40dB), tidak dapat

mendengar percakapan berbisik dalam keadaan sunyi pada

jarak dekat

b. Gangguan pendengaran sedang (40-60dB), tidak apat

mendengarkan percakapan normal dalam keadaan sunyi

pada jarak dekat

c. Gangguan pendengaran berat (60-90dB), hanya mampu

mendengarkan suara yang keras pada jarak dekat seperti

suara vakum cleaner

d. Gangguan pendengaran ekstrem/tuli (di atas 90dB), hanya

dapat mendengarkan suara yang sangat keras seperti suara

(42)

Asocition for the Deal adn Hard of Hearing, 2011 dalam

Slavin, 2006).

2.5.2 Pengaruh Pendengaran Pada Perkembangan Bicara dan Bahasa

Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan

ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya pendengaran, anak

tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian,

pada anak tuna rungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa

meraba, proses peniruannya hanya ternbatas pada peniruan visualnya.

Selanjutnya dalam perkembangan bicara dan bahasa anak tunarungu

memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan

kemampuan dan taraf ketunarungunya.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan manusia

dalam mengadakan hubungan sesama nya. Hal ini, berarti bila

sekelompok manusia memiliki bahasa yang sama, maka mereka akan

dapat saling bertukar pikiran.

Adapun berbagai media komunikasi yang dapat dipergunakan

sebagai berikut:

a) Bagi anak tunga rungu yang mampu bicara, tetap

menggunakan bicara sebagai media dan membaca ujaran

(43)

b) Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai alat

penerimaannya

c) Menggunakan isyarat sebagai media (Soemantri, 2007:

95-97).

2.5.3 Perkembangan Kognitif Anak Tunarungu

Pada umumnya inteligensi anak tunarungu secara potensial sama

dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya

dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan

informasi dan kiranya daya abstraksi anak. Akibat ketunarunguannya

menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Dengan

demikian perkembangan inteligensi secara fungsional terhambat.

Perkembangan kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh

perkembangan bahasa sehingga hambatan pada bahasa akan

menghambat perkembanga inteligensi anak tunarungu.

Kerendahan intelegensi anak tuna rungu bukan berasal dari

hambatan intelektualnuya yang rendah melainkan secara umum karena

inteligensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang.

Pemberian bimbingan yang teratur terutama dalam kecakapan berbahasa

akan dapat membantu perkembangan inteligensi anak tunarungu. Tidak

(44)

yang terhambat perkembangannya ialah yang bersifat verbal misalnya.

Merumuskan pengertian, menghubungkan, menarik.

Aspek inteligensi yang bersumber dari penglihatan dan yang

berupa Cruickshank yang dikutip oleh Yuke R. Siregar dalam

(Somantri, 2005: 97) mengemukakan bahwa anak tunarungu sering

memperlihatkan keterlambatan belajar dan kadang-kadang terbelakang.

Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran

yang dialami anak tetapi juga tergantung pada potensi kecerdasaan yang

dimiliki, rangsang mental, serata dorongan dari lingkungan luar yang

memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kecerdasan

itu. Pendapat Fruth yang dikutip oleh Srimoerdani (1987:32) dalam

somantri mengemukakan bahwa anak tunarungu menunjukan

kelemahan dalam memahami konsep berlawanan. Sedangkan konsep

berlawanan itu sangat tergantung dari pengalaman bahasa, misalnya

panas dingin (Soemantri, 2007: 97-98)

2.5.4 Perkembangan Emosi Anak Tunarungu

Kekurangan pemahaman akan bahasa lisan atau tulisan

seringkali menyebakan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara

nagati atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya.

(45)

pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif,

atau sebaliknya menampakan kebimbangan atau keraguan.

Emosi anak tunarungu selalu bergejolak di satu pihak karena

kemiskinan bahasanya dan dipihak lain karena pengaruh dari luar yang

diterimanya. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak

dikenalnya akan tampak resah dan gelisah (Somantri, 2007: 98).

2.5.5 Perkembangan Sosial Anak Tunarungu

Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan

kebersamaan orang lain. Demikian pula anak tunarungu, ia tidak

terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka memiliki

kelainan dalam segi fisik, biasanya akan menyebabkan suatu kelainan

penyusuaian diri terhadap lingkungan. Pada umunya lingkungan melihat

mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya

sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian lingkungan

yang demikian anak tunarungu merasa benar-benar tidak berharga. Serta

benar-benar memberikan pengaruh terhadap perkembangan fungsi

sosialnya. Dengan adanya hambatan perkembangan sosial ini

mengakibatkan pula pertambahan minimnya penguasaan bahasa dan

kecenderungan menyendiri serta memiliki sifat egosintris. (Somantri,

(46)

Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat luas,

yaitu lingkungan hidup dimana anak berinteraksi yaitu interaksi antara

individu dengan individu, dengan kelompok, keluarga dan masyarakat.

Untuk kepentingan anak tunarungu, seluruh anggota keluarga, guru dan

masyarakat di sekitarnya hendaknya berusaha mempelajari dan

memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat menghambat

perkembangan kepribadian yang negatif pada diri anak tunarungu.

Salah satu perangkat pengukuran berupa skala, yang dapat

digunakan untuk mengukur perkembangan kematangan sosial anak

tunarungu yaitu The Veneland Social Maturity Test. Dari beberapa

penelitian yang menggunakan skala ini menunjukkan bahwa:

1. Anak tunarungu tingkatan kematangan sosialnya. Berada di

bawah tingkatan kematangan sosial anak normal.

2. Anak tunarungu dari orang tua yang tunarungu juga

menunjukkan melatif matang daripda anak tunarungu yang

dari orang tua normal (Efendi, 2006:82)

Sudah menjadi kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial

banyak ditentukan oleh komunikasi anatara seseorang dengan orang

lain. Kesulitan berkomunikasi tidak bisa dihindari. Namun bagi anak

tunarungu tidaklah demikian karena mengalami ini hambatan dalam

(47)

dengan baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, orang lain akan sulit

memahami perasaan atau pikirannya. (Somantri, 2007: 98-99)

2.5.6 Perkembangan Perilaku Anak Tunarungu

Kepribadian pada dasarnya merupakan keseluruhan sifat dan

sikap pada seseorang yang menentukan cara-cara yang unik dalam

penyesuaiannya terhadap lingkungan. Oleh karena itu banyak ahli

berpendapat perlu diperhatikannya masalah penyesuaian seseorang agar

kita mengetahui bagaimana kepribadiannya. Demikian pula anak

tunarungu, untuk mengetahui keadaan kepribadiannya, perlu kita

perhatikan bagaimana penyesuaian diri mereka Perkembangan

kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan orang tua

terutama ibunya. Lebih-lebih pada masa awal perkembanganya.

Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau

perluasaan pengalaman dan pada umunya diarahkan pada factor anak

sendiri.Pertemuan factor-faktor dalam diri anak tuna rungu yaitu

ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan dalam

berbahsa, ketidaktepatan emosi, dan keterbatasan intelegensi

dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat

(48)

2.6 Pedofil

Kelainan psikoseksual, di mana orang dewasa atau remaja memiliki

preferensi seksual terhadap anak-anak praremaja. Gangguan ini juga dianggap

sebagai parafilia, yang adalah sekelompok gangguan yang didefinisikan sebagai

aktivitas seksual yang abnormal. Ketika fantasi atau tindakan seksual

melibatkan seorang anak atau lebih, sebagai cara yang lebih disukai untuk

mencapai gairah dan kepuasan seksual bagi seseorang, maka orang itu dianggap

sebagai pedofil.

Para psikolog dan psikiater menganggap pedofilia sebagai gangguan

mental, bukan preferensi seksual. Di banyak negara, pedofilia dikategorikan

sebagai kasus pidana.Preferensi pedofil dapat bervariasi dari orang ke orang.

Beberapa individu tertarik terhadap anak laki-laki dan perempuan, beberapa

tertarik hanya terhadap satu jenis kelamin, ada juga yang tertarik pada anak dan

orang dewasa sekaligus.

Perilaku seksual yang terkait pedofilia juga bervariasi, ada yang

melakukan kejahatan dan ada juga pedofil yang menahan diri dan menghindari

kejahatan terlepas dari gangguan mental yang dimilikinya. Beberapa paedofil

membatasi perilaku mereka hanya dengan cara mengekspos diri di depan

anak-anak. Tapi, ada juga yang melakukan sesuatu yang lebih jauh, misalnya seks

oral atau seks genital penuh. Tidak ada pedofil yang khas. Pedofil bisa muda,

(49)

sebagai sebagai korbannya. Mereka cenderung memilih anak yang sudah

mereka kenal, baik itu keluarga, tetangga, anggota tim atau komunitas yang

diikuti juga oleh Si Pedofil dan lain sebagainya.

Pedofilia adalah perilaku seksual menyimpang yang dapat berupa

khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku

yang berulang dan kuat berupa aktifitas seksual dengan anak prapubertas atau

anak-anak (berusia 13 atau kurang). Dalam bidang kesehatan, pedofilia

diartikan sebagai kelainan seksual berupa hasrat ataupun fantasi seksual yang

melibatkan anak di bawah umur, orang dengan pedofilia umurnya diatas 16

(enam belas) tahun, sedangkan anak yang menjadi korban berumur 13 (tiga

belas) tahun atau lebih muda (anak prapubertas).

Pedofilia ini termasuk dalam pelecehan seksual, hanya saja pedofilia

dilakukan pada anak-anak di bawah umur. Pelecehan seksual secara umum

diatur di dalam KUHP. Bersetubuh dengan wanita di bawah umur (Pasal 287

dan 288 KUHP); Berbuat cabul (Pasal 289 KUHP); Berbuat cabuk dengan

orang yang pingsan, di bawah umur (Pasal 290); Membujuk untuk berbuat

cabul pada orang yang masih belum dewasa (Pasal 293 KUHP); Pegawai

Negeri. Dokter, Guru, Pegawai, Pengurus, Pengawas atau Pesuruh dalam

penjara, tempat pendidikan, rumah sakit, lembaga sosial yang melakukan

perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya (Pasal 294

(50)

a. Maraknya pornografi di Indonesia bukan hanya melaui film-film,

tetapi melalui internet sehingga mengakibatkan maraknya

penyimpangan penyaluran seksual.

b. Sangat terbukanya Indonesia dengan yang namanya liberal-liberal.

Jadi, liberal-liberal inilah yang memberikan kesempatan kepada

mereka-mereka untuk melakukan segaa tindakan yang tidak

dibenarkan, baik itu secara hukum negara maupun hukum agama.

c. Rendahnya karakter bangsa. Karena pendidikan agama yang kurang

diperhatikan. Sehingga anak-anak sedemikian bebasnya tidak

terkandali oleh orang tua.

d. Hukum yang berlaku di Indonesia sangat lemah ketika melihat

pelanggaran seksual yang marak terjadi.

Kewaspadaan masyarakat akan adanya bahaya pedofilia perlu

ditingkatkan. Masing-masing keluarga juga harus meningkatkan pengawasan

terhadap anak-anak mereka agar tidak menjadi mangsa penderita pedofilia.

Orang-orang terdekat dengan keluarga juga harus diwaspadai karena pelaku

pedofilia adalah orang yang telah dikenal baik seperti saudara, tetangga, guru,

dll. Bila anak-anak mengalami perubahan perilaku, hendaknya orangtua peka

dan dapat berkomunikasi dengan anak sehingga diperoleh pemecahan masalah

(51)

2.7 Sanksi Pedofil

Pelecehan seksual pada anak di bawah umur (phedofilia) dalam

pandangan hukum positif menurut KUHP:

a. Persetubuhan

Dalam hal persetubuhan, adalah persetubuhan yang dilakukan oleh

orang dewasa terhadap wanita diluar perkawinan, dimana pihak

korban adalah anak dibawah umur.

a) Pasal 287 ayat 1 menyatakan bahwa :

“Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar

pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga,

bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya

tidak ternyata, belum mampu kawin diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.”

b) Pasal 288 ayat 1 KUHP menyatakan bahwa:

“Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita didalam

pernikahan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa

sebelum mampu kawin, diancam apabila perbuatan

mengakibatkan luka-luka, dengan pidana penjara paling lambat

empat tahun” Perbuatan yang terjadi disini adalah perbuatan

memaksakan kehendak dari orang dewasa terhadap anak

(52)

Persetubuhan yang dilakukan tanpa kekerasan bisa terjadi

dengan cara atau upaya orang dewasa dengan membujuk korban

dengan mengiming-imingi korban dengan sesuatu atau hadiah

yang membuat korban menjadi senang dan tertarik, dengan

demikian sipelaku merasa lebih mudah untuk melakukan

maksudnya untuk menyetubuhi korban.

b. Perbuatan Cabul

Perbuatan cabul yang terjadi disini maksudnya adalah perbuatan yang

dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak dibawah umur untuk

melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kehormatan korban.

a) Pasal 289 KUHP menyatakan:

“Bahwa barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa sesorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan

perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang

menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling

lama sembilan tahun.”

b) Pasal 290 ayat 2 KUHP menyatakan:

“Bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang

padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya

belum limabelas tahun atau belum kawin.”

(53)

“Bahwa barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau

sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum limabelas tahun

atau ternyata belum kawin, untuk melakukan atau membiarkan

dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh diluar pernikahan

dengan orang lain.”

d) Pasal 292 KUHP menyatakan:

“Bahwa orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan

cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau

sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

e) Pasal 293 ayat 1 KUHP menyatakan:

“Bahwa barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang

ataubarang, menyalahgunakan perbawa yang timbul dari

hubungan penyesatan sengaja menggerakan seorang belum

cukup umur dan baik tingkah lakunya, untuk melakukan atau

membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal

belum cukup umurnya itu diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun.”

2.8 Film

Kata film dalam kamus lengkap bahasa Indonesia berarti gambar hidup.

(54)

merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan

asa sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, dan/atau bahan

hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran

melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya dengan atau

tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan system

proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.

Oey Hong Lee menyebutkan:

“Film sebagai alat komunikasi masa yang kedua muncul didunia,

mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar, dibikin lenyap. Ini berarti bahwa dari perm ulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalai unsure-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19. Dan mencapai puncaknya diantara perang dunia 1 dan perang dunia 2, namun kemudian merosot tajam setelah tahun 1945, seiring dengan munculnya medium televisi.”(Sobur, 2009).

Secara harfiah, film (sinema) adalah cinematographie yang berasal dari

kata cinema (gerak), tho atau phytos (cahaya), dan graphie atau graph (tulisan,

gambar, citra). Jadi, dalam pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya,

harus menggunakan alat khusus, yang biasa disebut dengan kamera. Itulah

mengapa seperti yang telah diutarakan tadi bahwa film tidak akan jauh dari kata

„kamera‟ dengan menggunakan konsep sinematografi dalam pembuatannya

baik dengan atau tanpa suara. Terdapat tiga fungsi film yaitu (Tjasmadji, 2008):

1. Film sebagai medium ekspresi seni peran yang berkaitan erat

(55)

2. Film sebagai tontonan yang bersifat dengar-pandang (audio-visual)

atau bisa dibilang sebagai hiburan.

3. Film sebagai piranti penyampaian pesan apa saja yang bersifat

dengar pandang, oleh karenanya film berkaitan erat dengan

informasi. Film secara struktur terbentuk dari sekian banyak shot,

scene dan sequence.

Tiap shot membutuhkan penempatan kamera pada posisi yang paling

baik bagi pandangan mata penonton dan bagi setting secara action pada saat

tertentu dalam perjalanan cerita, itulah sebabnya seringkali film disebut

gabungan dari gambar-gambar yang dirangkai menjadi satu kesatuan utuh yang

bercerita kepada penontonnya. Sebagai alat Komunikasi Massa untuk bercerita

film memiliki beberapa struktur (Prastista, 2008), yaitu:

a. Shot, selama produksi film memiliki arti proses perekaman

gambar sejak kamera diaktifkan (on) hingga kamera dihentikan

(off) atau juga sering diistilahkan satu kali take (pengambilan

gambar). Sementara shot setelah film telah jadi (pasca produksi)

memiliki arti satu rangkaian gambar untuh yang tidak

terinterupsi oleh potongan gambar (editing).

b. Adegan (scene), adegan adalah satu segmen pendek dari

keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi

(56)

tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya terdiri dari

beberapa shot yang saling berhubungan.

c. Sekuen (sequence), salah satu adegan besar yang

memperlihatkan satu rangkaian peristiwa yang utuh. Satu sekuen

umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan.

Dalam sinematografi, unsur visual merupakan alat utama dalam

berkomunikasi. Maka secara konkrit bahasa yang digunakan dalam

sinematografi adalah suatu rangkaian beruntun dari gambar bergerak yang

dalam pembuatannya memperhatikan ketajaman gambar, corak

penggambarannya, memeprhatikan seberapa lama gambar itu ditampilkan,

iramanya dan sebagainya yang kesemuanya merupakan alat komunikasi non

verbal. Setiap pembuatan program pada gambar yang bergerak, pada

hakekatnya adalah ingin menyampaikan sesuatu kepada orang lain/pemirsa; itu

berarti pembuat program ingin berkomunikasi dengan menggunakan audio

visual kepada orang lain (Setyawati, 2012)

Film adalah salah satu media Komunikasi Massa, film

merepresentasikan realitas dari kehidupan masyarakat. Film dapat

menggambarkan sebagai dimensi kehidupan dimasyarakat termasuk

representasi kekerasan seksual dalam film Silenced. Komunikasi massa adalah

pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang

(Bittner, 2009). Sebagaimana media massa umumnya film merupakan cermin

Gambar

Gambar 2.1 Signifikansi Dua Tahap Roland Barthes
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir
Table 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 3.1 Posterfilm Silenced
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data dari penelitian ini dapat disimpulkan dalam film yang diteliti ternyata dijumpai perilaku kekerasan fisik, kekerasan seksual,kekerasan verbal

Tingkah laku yang dihadirkan Vidya (tokoh utama) juga memperlihatkan atau merepresentasikan seseorang bertekad, terlihat dari proses-proses Vidya sebelum melalukan bertindak

Skripsi berjudul “Representasi Kekerasan Simbolik dalam Film Animasi Minions” ini memiliki rumusan masalah yaitu bagaimana kekerasan simbolik direpresentasikan melalui shot dan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti memfokuskan penelitian ini untuk menemukan bentuk dan memaknai kekerasan simbolik terhadap tokoh

Sehubungan dengan itu maka peneliti merumuskan konsep yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu proses dimana representasi maskulinitas pada film Talak 3

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggambaran maskulinitas laki- laki melalui tokoh Arthur Curry pada film Aquaman karya James Wan. Penelitian ini mengungkap

2 dihadirkan dalam film Dilan 1991 dapat dijadikan cerminan terhadap masyarakat, karena ini merupakan sebuah film romance namun lebih mengacu kepada bagaimana

Bima dan Dara adalah siswa siswi SMA yang merupakan tokoh utama dari terjadinya masalah yang ada di film Dua Garis Biru, yaitu melakukan hubungan seksual yang