• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASAS ASAS HUKUM PERKAWINAN ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASAS ASAS HUKUM PERKAWINAN ISLAM"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ASAS ASAS

RUKUN DAN SYARAT

HUKUM PERKAWINAN

ISLAM

(2)
(3)

ASAS-ASAS

HUKUM PERKAWINAN ISLAM

1.

Asas kesukarelaan

2.

Asas persetujuan

3.

Asas kebebasan

4.

Asas kemitraan suami-isteri

5.

Asas untuk selama-lamanya

6.

Asas kebolehan atau mubah

7.

Asas kemaslahatan hidup

8.

Asas menolak mudharat dan mengambil manfaat

9.

Asas kepastian hukum

10.

Asas personalitas keislaman

(4)

1. Asas kesukarelaan

Merupakan asas terpenting

perkawinan Islam.

Kesukarelaan antara kedua calon

(5)

2. Asas persetujuan

Asas persetujuan

kedua belah pihak merupakan

konsekuensi logis asas kesukarelaan.

Tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan

perkawinan.

Pasal 16-17 KHI:

Perkawinan atas persetujuan calon mempelai.

Dapat berupa: pernyataan tegas dan nyata. dgn tulisan,

lisan atau isyarat yg mudah dimengerti atau diam.

Sebelum berlangsungnya perkawinan Pegawai

Pencatat Nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan

calon mempelai di hadapan dua saksi nikah.

Bila tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai

(6)

3. Asas kebebasan

Asas kebebasan memilih pasangan

dengan tetap memperhatikan

larangan perkawinan.

Pasal 18 (tidak terdapat halangan

(7)

4. Asas kemitraan suami-isteri

Merupakan asas kekeluargaan atau kebersamaan

yang sederajat

hak dan kewajiban Suami Isteri:

(Pasal 77 KHI)

Suami-isteri dengan tugas dan fungsi yang berbeda

karena perbedaan kodrat (sifat asal, pembawaan).

(Q.S. an-Nisa (4) : 43 dan al-Baqarah (2) ayat 187.

Kemitraan menyebabkan kedudukan suami-isteri

dalam beberapa hal sama, dan dalam hal yang lain

berbeda.

(8)

5. Asas untuk selama-lamanya.

Menunjukkan bahwa perkawinan

dilaksanakan untuk melangsungkan

keturunan dan membina cinta serta kasih

sayang selama hidup (Q.S. ar-Rum (30) :

21).

Pasal 2 KHI

akad yang sangat kuat

(9)

6. Asas kebolehan atau mubah

Asal hukum melakukan perkawinan jika di

hubungkan dengan

al-ahkam al-khamsah

adalah kebolehan atau

ibahah.

Q.S.

An-Nisa

(4): Ayat (1) Ayat (3): Ayat (24)

Namun kebolehan ini dapat berubah menjadi

sunnah, meningkat menjadi wajib atau dapat

juga turun menjadi makruh ataupun haram.

Perubahan ini dapat terjadi karena

(10)

7. Asas kemaslahatan hidup

Tujuan perkawinan adalah untuk

mewujudkan suatu keluarga dalam rumah

tangga yang

ma’ruf

(baik),

sakinah

(tentram),

mawaddah

(saling mencintai),

dan

rahmah

(saling mengasihi).

Q.S An Nisa:1

Pasal 3 KHI: Perkawinan bertujuan untuk

(11)

8. Asas menolak mudharat dan

mengambil manfaat

Tujuan perkawinan adalah mencegah

melakukan perbuatan yang keji dan

munkar.

Ada pencegahan perkawinan (Pasal 60-69

(12)

9. Asas Kepastian Hukum

Hadits Rasul: Perkawinan harus diumumkan

dengan mengadakan walimah

Pasal 5-10 KHI

Perkawinan harus dicatat dan dilakukan oleh

Pegawai Pencatat Nikah

Isbath Nikah di Pengadilan Agama

Rujuk dibuktikan dgn kutipan Buku Pendaftaran

Rujuk dari Pegawai Pencatat Nikah.

Putusnya perkawinan karena perceraian

(13)

10. Asas Personalitas Keislaman

Q.II : 221 Q. V : 5

Larangan Perkawinan

KHI Pasal 40 huruf c

wanita

non-muslim dilarang dinikahi oleh laki-laki

muslim

KHI Pasal 44: Wanita Muslim dilarang

(14)

11. Asas monogami terbuka

Q.S.an-Nisa’ (4) ayat 3: “Dan jika kamu khawatir tidak akan

mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim

(bilamana kamu menikahinya) maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat tapi jika kamu khawatir tidak akan berlaku adil maka nikahilah seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.

 Q.S. 4:127:”Dan mereka meminta fatwa kepadamu ttg

perempuan. Katakanlah, Allah memberi fatwa kepadamu ttg

mereka dan apa yg dibacakan kepadamu dalam al Qur’an (juga memfatwakan) ttg para perempuan yatim yg tidak kamu

memberikan sesuatu (mas kawin) yg ditetapkan utk mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka dan (ttg) anak2 yg masih dipandang lemah. Dan Allah menyuruh kamu agar mengurus

(15)

Asas monogami terbuka…

 Q.S. An Nisa 129: “Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri2 mu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yg kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu melakukan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan maka sungguh Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang”.

 Pasal 55-59 KHI: Syarat poligami:

 terbatas hanya sampai empat isteri.

 suami harus mampu berlaku adil

 mendapat izin dari Pengadilan Agama, krn isteri :

tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;

mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; dan

tidak dapat melahirkan keturunan.

(16)

Persyaratan dan pembatasan Poligami:

1.Jumlah wanita yang boleh dikawini tidak boleh lebih dari empat orang  (Q.S. 4 : 3 dan hadits nabi riwayat An-Nasai): nabi menyuruh Gailan bin Salamah al Tasqafi, seorang musyrik Mekah yang baru masuk Islam dan

beristeri sepuluh orang, agar menceraikan isteri-isterinya yang lebih dari empat orang dan hanya boleh meneruskan hubungan perkawinannya dengan empat orang saja.

2.Sanggup berlaku adil terhadap semua isteri-isterinya. Barangsiapa belum mampu berbuat adil, dia tidak boleh mengawini wanita lebih dari satu orang (Q.S. 4:129).

Keadilan yang diisyaratkan dalam ayat ini mencakup

(17)

Persyaratan dan pembatasan Poligami:

3. Wanita yang akan dikawini lagi seyogyanya perempuan yang ada hubungannya dengan pemeliharaan anak yatim, yaitu wanita yang mempunyai anak yatim, agar anak yatim itu berada di bawah pengawasan laki-laki yang akan

berpoligami tersebut dan supaya ia dapat berlaku adil

terhadap anak yatim dan harta anak yatim tersebut (Q.S. 4:3 jo Q.S. 4:127).

4. Tidak boleh dengan wanita yang mempunyai hubungan saudara atau dengan wanita yang mempunyai hubungan sepersusuan dengan isteri (Q.S. 4:23).

5. Tidak bermaksud hendak mempermainkan atau

(18)

Poligami dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan dan PP No. 9 Tahun 1975

Pada dasarnya Undang-Undang Perkawinan Indonesia

menganut asas Monogami (Pasal 3 ayat 1).

Namun seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang

asal memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan

dalam Undang-Undang Perkawinan ini.

Syarat-syarat berpoligami

Pasal 3 ayat (2) beserta

penjelasannya :

a)

Harus ada izin dari Pengadilan Agama,

b)

Bila dikehendaki oleh yang bersangkutan, dan

(19)

Poligami dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan dan PP No. 9 Tahun 1975

 Izin dari pengadilan, khusus bagi yang beragama Islam wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan tertulis kepada

Pengadilan Agama di daerah tempat tinggal pemohon (Pasal 4 ayat (1) UUP jo. Pasal 40 PP No. 9/1975).

 Harus dipenuhi syarat dan alasan tertentu yang dapat

dibenarkan Undang-Undang Perkawinan Pasal 4 ayat (2) UUP jo. Pasal 41a PP No. 9/1975 yang ditentukan secara limitatif, :

a) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri,

b) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,

(20)

Poligami dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan dan PP No. 9 Tahun 1975

Ketika memajukan permohonan izin berpoligami,

harus pula memenuhi seluruh syarat yang telah

ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) UUP, yaitu:

a)

Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri

terdahulu,

b)

Adanya kepastian bahwa suami mampu

menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri

dan anak-anak mereka,

(21)

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL JO PP NO 45 TAHUN 1990 TTG

PERUBAHAN PP 10/1983

 Perkawinan pertama wajib diberitahukan secara tertulis kepada Pejabat di atasnya: Pasal 2(1).

 Perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dulu dari Pejabat: Pasal 3 (1) PP 45/1990

 PNS pria yang akan beristeri lebih dari seorang wajib

memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. Pasal 4(1) PP 45/1990

 PNS wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri

kedua/ketiga/keempat dari PNS: Pasal 4 (2) PP 45/1990

(22)

Poligami dalam Kompilasi Hukum Islam

(INPRES NO. 1 Tahun 1991)

 Bab IX Pasal 55- 59.

 Isi dari pasal-pasal ini sesuai dengan UUP dan PP No. 9/1975.

 Syarat berpoligami:

1. Jumlah isteri maksimal 4 orang isteri;

2. Suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya. Merupakan syarat utama yang wajib dipenuhi;

3. Suami harus mendapat ijin dari PA.

4. Apabila isteri tidak setuju, maka PA dapat menetapkan pemberian izin poligami setelah mendengar dan

(23)

Asas-asas Perkawinan menurut

UU No. 1 Thn 1974 (penjelasan butir 4)

a.

Tujuan perkawinan membentuk keluarga yang

bahagia dan kekal

b.

Perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum

masing-masing agama dan kepercayaan,

perkawinan harus (wajib) dicatat menurut

peraturan perUUan yg berlaku.

(24)

Asas-asas Perkawinan menurut

UU No. 1 Th 1974 (penjelasan butir 4)

d.

Suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk

melangsungkan perkawinan.

e.

Mempersukar perceraian.

f.

Hak dan kedudukan istri seimbang dgn hak dan

kedudukan suami dlm kehidupan rumah tangga,

dalam pergaulan masyarakat

(25)

RUKUN DAN SYARAT

PERKAWINAN

(26)

Perkawinan

Dalam melaksanakan perkawinan harus

memenuhi ketentuan rukun dan syarat

perkawinan

Tidak terpenuhinya ketentuan rukun dan

syarat perkawinan mengakibatkan tidak

sahnya suatu perkawinan

(27)

Rukun Perkawinan

Rukun ialah unsur pokok (tiang)

Syarat merupakan unsur pelengkap

dalam setiap perbuatan hukum.

Rukun nikah merupakan bagian dari

(28)

Rukun Perkawinan

Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI):

Calon suami dan isteri

Wali

Saksi

(29)

Syarat Perkawinan

 Menurut hukum Islam rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dinyatakan sah.

 Syarat Perkawinan terdiri dari dua bagian yaitu Syarat Umum dan Syarat Khusus.

A. Syarat Umum

Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan

larangan perkawinan dalam al-Qur’an yang termuat dalam Q.S. al-Baqarah (2) : 221 tentang larangan

(30)

SYARAT KHUSUS

1. Calon Suami dan Isteri

 Beragama Islam

 Menyetujui perkawinan tersebut. Calon mempelai harus bebas dalam menyatakan persetujuannya, tidak dipaksa

oleh pihak lain. Persetujuan menyatakan kehendak ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah mampu berfikir,

dewasa atau akil baligh. (Pasal 16-17 KHI)

 Dewasa jasmani dan rohani dalam melangsungkan perkawinan (Pasal 15 KHI)

 Tidak terdapat halangan dan larangan perkawinan:

 Bukan mahram pasangannya

(31)

Syarat Calon Suami dan Isteri

Syarat bagi calon suami:

a. Terang laki-lakinya (bukan banci)

b. Sekurang-kurangnya berusia 19 tahun

c. Tidak beristeri lebih dari empat.

d. Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan bakal isterinya.

e. Mengetahui bakal isterinya tidak haram dinikahinya.

Syarat bagi calon isteri:

a. Terang perempuannya (bukan banci).

b. Sekurang-kurangnya berusia 16 tahun

c. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya.

d. Tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah.

(32)

2. Syarat Perkawinan: Wali

Hadis Rasulullah

“Barangsiapa di antara perempuan yang menikah

tidak dengan izin walinya, maka pernikahannya batal”

Hadis riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni

“Janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain, dan jangan pula seorang perempuan

(33)

Syarat Perkawinan: Wali

 Mazhab Syafi’i berdasarkan hadits Rasul yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Siti Aisyah, bahwa Rasul pernah mengatakan tidak ada kawin tanpa wali.

 Mazhab Hanafi: wanita dewasa tidak perlu wali bila akan menikah.

 Calon isteri harus mempunyai wali yang bertindak untuk menikahkannya (Pasal 19 KHI)

 Syarat-syarat wali adalah (Ps 20 ayat (1) KHI):

Muslim

Aqil

Baligh

Tidak tuli, bisu, atau uzur (Ps 22 KHI)

Laki-laki,

Adil

(34)

Macam-macam Wali

1. Wali Nasab

(Ps 21 KHI)

Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya

Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka

Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka

Kelompok saudara laki-laki kandung kakek,

(35)

Macam-macam Wali

2. Wali Hakim

(Pasal 23 KHI)

Wali hakim adalah penguasa atau wakil penguasa

yang berwenang dalam bidang perkawinan,

biasanya penghulu atau petugas lain dari

Departemen Agama.

Wali hakim baru dapat menjadi wali nikah apabila

wali nasab tidak ada atau tidak mungkin

menghadirkannya atau tidak diketahui tempat

tinggalnya atau adlal (enggan)

(36)

Macam-macam Wali

3.

Hakam

Hakam

adalah seseorang yang masih termasuk

anggota keluarga calon mempelai perempuan namun

bukan wali

nasab

dan mempunyai pengetahuan

agama sebagai wali yang cukup.

4. Muhakam

Muhakam

ialah seorang laki-laki bukan keluarga calon

mempelai perempuan dan bukan dari penguasa,

(37)

3. Syarat Perkawinan: Saksi

 Hadis riwayat Ahmad

“Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil”

 Syarat-syarat menjadi saksi (Ps 25 KHI)

Laki-laki

Muslim

Adil

Aqil Baligh

Tidak terganggu ingatan

Tidak tuli

Tidak menjadi wali.

 Dua saksi laki-laki (Pasal 25 KHI). Apabila tidak ada laki-laki maka seorang laki-laki digantikan dengan dua orang

(38)

4. Syarat Perkawinan: Ijab Qabul

Ijab :

penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan dilakukan oleh pihak perempuan

ditujukan kepada laki-laki calon suami

suatu pernyataan penyerahan  dilakukan oleh wali nikah (Pasal 28 KHI)

Qabul:

penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan pihak laki-laki.

suatu pernyataan penerimaan  dilakukan oleh calon suami (Pasal 29 ayat 1 KHI)

Dapat diwakilkan kpd pria lain adal calon mempelai pria memberi kuasa yg tegas dan tertulis dan mempelai

(39)

4. Syarat Perkawinan: Ijab Qabul

Pelaksanaan antara pengucapan

ijab

dan

kabul

tidak boleh ada antara waktu, harus segera

dijawab. (Pasal 27 KHI)

Hadis riwayat Muslim:

“Takutlah kepada Allah dalam urusan

(40)

Mahar

 Dalam perkawinan harus ada Mahar atau sadaq.  Dasar Hukum: An Nisa ayat 4:

“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan”

 An Nisa ayat 20:

“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara

mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambilnya kembali.”

 An Nisa ayat 25:

“Dan barangsiapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman maka dihalalkan

(41)

 Mahar wajib diberikan oleh calon suami kepada calon isteri (Pasal 30 KHI)

 Jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua pihak dengan anjuran kesederhanaan dan kemudahan dalam mewujudkannya (Pasal 31 KHI)

 Biasanya diberikan pada waktu akad nikah

dilangsungkan, sebagai perlambang suami dengan sukarela mengorbankan hartanya untuk menafkahi isterinya

 Mahar boleh dibayar tunai atau ditangguhkan sebagian atau seluruhnya asal disetujui oleh calon isteri dan

menjadi utang calon suami (Pasal 33 KHI)

 Kewajiban menyerahkan mahar bukan rukun perkawinan. Kelalaian menyebut jumlah dan jenis mahar tidak

(42)

Macam Mahar

Mahar Musamma

Mahar yang telah disepakati oleh calon suami

dan calon istri

Mahar Mitsil

Mahar yang belum ditentukan jumlah dan

(43)

Ketentuan pembayaran mahar

Al Baqarah ayat 237

 “Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu

bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya itu, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu”

Pasal 35 KHI

 Suami yang mentalak isterinya dalam keadaan qobla dukhul, ia wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah

 Suami yang meninggal dunia dalam keadaan qobla dukhul, seluruh mahar menjadi hak isterinya

(44)

Syarat sahnya perkawinan menurut

Undang-Undang No.1 tahun 1974

tentang Perkawinan

Pasal 2 ayat (1): perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Penjelasan Pasal 2: tidak ada perkawinan di

luar hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaanya itu.

Berarti untuk Orang Islam maka yg berlaku

(45)

Syarat sahnya perkawinan menurut

Undang-Undang No.1 tahun 1974

tentang Perkawinan

1.

Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6).

2.

Harus berusia 16 (enam belas) tahun bagi wanita

dan berusia 19 (sembilan belas) tahun bagi pria

(Pasal 7).

3.

Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain

kecuali dalam hal yang diizinkan (Pasal 9).

4.

Bagi yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun

harus mendapat izin kedua orang tua (Pasal 6 ayat

(2)).

(46)
(47)

Tidak ada ketentuan yang jelas di al Qur’an dan

Hadits Rasul tentang pencatatan perkawinan

Tidak diatur secara tegas kewajiban mencatat

perkawinan (nikah) dalam kitab fikih;

Q.S. al-Baqarah (2): 282 menjelaskan tentang

bermuamalah secara : “….Jika kamu

bermuamalah, maka catat dan hadirkan 2

orang saksi…..”

(48)

Menurut M. Idris Ramulyo bukti autentik terjadinya

perkawinan sesuai dengan analogi (

qiyas

)

ketentuan dalam Q. S. 2: 282.

Namun sebagian ahli berpendapat bahwa ayat ini

hanya untuk utang piutang.

Perjanjian utang piutang yang bersifat sementara

saja diatur apalagi akad nikah yang seumur hidup.

Menurut hukum Islam pencatatan perkawinan

hanya proses administrasi saja, tidak

mempengaruhi sahnya perkawinan.

(49)

Hadits Rasul, yang diriwayatkan oleh al-

Tirmidzy berasal dari Siti Aisyah: “

I’lanun

nikaaha wadhribu alaihi bil gaarbaali”

,

artinya: “umumkanlah perkawinan itu dan

pukullah gendang dalam hubungan

dengan pengumuman itu”

Manfaatnya untuk memberi tahu

masyarakat bahwa telah terjadi

perkawinan sehingga dapat terhindar dari

fitnah.

(50)

UU No. 22 tahun 1946 yang mulai berlaku di

seluruh Indonesia pada tanggal 2 Nov. 1954

melalui UU No. 32 tahun 1954:

Pasal 1 ayat (1): nikah yang dilakukan menurut

agama Islam diawasi oleh Pegawai Pencatat

Nikah (PPN) yang diangkat oleh menteri agama

atau pegawai yang ditunjuk olehnya.

Pasal 3 ayat (1): yang melakukan akad nikah

dengan seorang perempuan tidak di bawah

pengawasan PPN atau wakilnya, dihukum

denda.

(51)

Bila rukun nikah telah lengkap, tetapi tidak

didaftar maka nikah tersebut adalah sah,

sedang yang bersangkutan dikenakan

denda karena nikah tidak didaftar

(52)

 Pasal 2 ayat( 2):

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Penjelasan Umum UU Perkawinan:

Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pencatatan perkawinan adalah sama halnya dengan

pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang

(53)

Pencatatan perkawinan bukanlah sesuatu

hal yang menentukan sah atau tidak

sahnya suatu perkawinan.

Namun UU Perkawinan menempatkan

pencatatan suatu perkawinan pada tempat

(kedudukan) yang penting sebagai

(54)

Pasal 5-7 menjelaskan bahwa:

Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat

Islam setiap perkawinan harus dicatat

Pencatatan perkawinan dilakukan oleh PPN

sebagaimana diatur dalam UU No 22 tahun 1946 jo.

UU No 32 tahun 1954

Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan

dan di bawah pengawasan PPN

Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan PPN

tidak mempunyai kekuatan hukum.

Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta

nikah yang dibuat oleh PPN

(55)

Referensi

Dokumen terkait

selaku dosen pembimbing I, dosen penguji proposal dan skripsi yang telah memberikan banyak dukungan, waktu, tenaga, serta kesabaran dalam memberikan arahan

Kendala IMD pada SC yang teridentifikasi de- ngan penelitian kualitatif adalah: variasi pemahaman tim medis tentang standar durasi IMD, kurangnya kerja sama dari tim medis

002 Jumlah Misi Penjualan Pariwisata Pasar Asia Tenggara 003 Jumlah Festival Pariwisata Indonesia Pasar Asia Tenggara 004 Jumlah Peserta Perjalanan Wisata Pengenalan Pasar Asia

Under the new standard, an asset (the right to use the leased item) and a financial liability to pay rentals are recognized. The only exceptions are short term

Geotekstil adalah Produk geosintetik yang terdiri dari jaringan yang beraturan dan terhubung satu sama lainnya, dengan ukuran bukaan lebih besar dari 6,35 mm sehingga memungkinkan

o Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip

Laporan Data Pokok ULN dan/atau perubahannya disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya pukul 14.00 WIB setelah penandatanganan Perjanjian

Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa roti manis seluruh perlakuan substitusi berbeda nyata dengan roti tanpa substitusi, dan cenderung menurun dengan semakin