HUBUNGAN FISIK INPUT DAN OUTPUT
PERTANIAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari13667 pulau dengan 5 pulau besar. Indonesia juga memiliki jumlah penduduk terbayak ke tiga setelah China dan India. Berdasarkan kondisi geografis tersebut potensi pemanfaatan sumberdaya wilayah
meliputipertanian, perkebunan,
kehutanan, Perikanan, Peternakan , Pariwisata, Pertambangan, Industri dan
jasa, Perdagangan. Sektor pertanian menduduki peringkat pertama dikarenakan memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Sektor pertanian menyerap banyak tenaga kerja sehingga menjadi pendorong bergeraknya sektor ekonomi riil.
Meskipun mempunyai peran yang sangat strategis, sektor pertanian mempunyai banyak kendala, salah satunya yang paling penting adalah kebutuhan akan modal. Kebutuhan akan modal akan meningkat dimasa mendatang seiring melonjaknya harga-harga input pertanian, seperti pupuk, obat-obatan, dan upah buruh. Kendala ini akan menjadi potensi yang besar bagi lembaga keuangan seperti perbankan swasta maupun negeri. Salah satu peran lembaga keuangan antara lain menejer investasi, mereka menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dalam bentuk pinjaman atau pembiayaan. Namun kenyataanya, perbankan tidak tertarik untuk ‘menggarap’ sektor pertanian. Karakteristik usaha yang mengandung banyak resiko yang menyebabkan minat lembaga keuangan dalam memberi pembiayaan sangat minim.
Kegiatan usaha pada sektor pertanian pada umumnya dilaksanakan dengan pola ekonomi rakyat sebagai bagian dari systemekonomi nasional yang perlu untuk ditingkatkan, dalam pembangunan ekonominasional peran sektor pertanian ini merupakan bagian yang tak terpisahkan danmerupakan bagian yang sangat penting dan strategis.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas adapun yang menjadi rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana potret dari lembaga pembiayaan sektor pertanian? 2. Apa itu sistem kredit dalam pembiayaan sektor pertanian? 3. Dan apa kendala dalam pembiayaan sektor pertanian itu?
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana potret dari lembaga pembiayaan , sistem kredit dan kendala yang dihadapi dalam sektor pertanian.
BAB II PEMBAHASAN
1.1 Potret Lembaga Pembiayaan Sektor Pertanian
Keuangan pertanian dimana pembiayaan perusahaan agribisnis di dalamnya berhubungan dengan soal-soal keuangan disektor pertanian. Sektor terakhir ini pada gilirannya termasuk sektor ekonomi yang bersama-sama dengan sektor industri dan sektor jasa di suatu negara, merupakan sektor ekonomi nasional negara tersebut. Keuangan pertanian berhubungan dengan permintaan, penawaran, pengaturan dan permohonan modal di sektor pertanian, sedangkan pembiayaan perusahaan agribisnis berhubungan dengan semua keperluan dan pengaturan serta pengontrolan keuangan untuk membiayai status perusahaan/kegiatan di sektor pertanian. Perusahaan di sektor pertanian disebut usahatani, selama semua hasil usahatani tersebut ditujukan untuk pasaran, walaupun peringkat usahanya masih tradisional dan sederhana, masih subsisten, maupun sudah moderan dan komersil.
Modal pertanian dalam arti makro adalah faktor produksi modal yang disalurkan, dikelola dan dikontrol di dalam kegiatan ekonomi di sektor pertanian dalam arti luas dan merupakan salah satu sektor ekonomi nasional. Modal usahatani dalam arti mikro adalah faktor produksi modal yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu usahatani perusahan agribisnis maupun suatu usahatani yang masih sederhana. Modal investasi adalah modal yang dipakai untuk membiayai pendirian suatu perusahaan untuk memperluas volume perusahaan atau untuk mengganti peralatan seperti mesin-mesin, bangunan dan barang-barang modal lainnya. Didalam dunia pertanian biasanya jumlah terbesar dari modal investasi terdiri dari modal untuk membeli tanah pertanian. Modal operasional atau modal kerja atau disebut juga modal lancar dipakai untuk membiayai semua pengeluaran yang menyebabkan perusahaan aktif beroperasi. Contohnya yaitu untuk membeli bahan-bahan produksi, perlengkapan-perlengkapan, upah pegawai harian atau borongan, dan biaya-biaya lainnya yang pada akhirnya setelah proses produksi berjalan akan menghasilkan produk yang nantinya akan siap untuk dipasarkan. Pengeluaran–pengeluaran untuk tujuan konsumtif pada masa operasional tersebut juga dibiayai oleh modal operasional (Riyanto, 1983).
Keuangan pertanian adalah usaha untuk mendapatkan modal, memakai modal tersebut dan terakhir mengontrolnya yang dilakukan disegala bidang pertanian dalam arti agregatif. Keuangan pertanian berhubungan dengan permintaan, penawaran, pengaturan dan permohonan modal di sektor pertanian, sedangkan pembiayaan perusahaan agribisnis berhubungan dengan semua keperluan dan pengaturan serta pengontrolan keuangan untuk membiayai suatu perusahaan/kegiatan di sektor pertanian (usahatani) (Kadarsan, 1992).
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa modal pertanian dalam arti makro adalah faktor produksi modal yang disalurkan, dikelola dan dikontrol di dalam kegiatan ekonomi di sektor pertanian. Modal usahatani dalam arti mikro adalah faktor produksi modal yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu usahatani perusahaan agribisnis maupun suatu usahatani yang masih sederhana. Modal dapat berupa modal investasi dan modal operasional. Penggunaan modal tersebut bertujuan agar perusahaan agribisnis/usahatani dapat berjalan dan berproduksi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat tani.
2.1.1 Lembaga Pembiayaan Sektor Pertanian
Lembaga pembiayaan sektor pertanian dapat berupa bank ataupun nonbank.
1. Pusat Pembiayaan Pertanian Tujuan dan Sasaran
Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan PDB, perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat.Revitalisasi Pertanian yang dicanangkan oleh Presiden RI mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali pentingnya sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional yang terintegrasi dengan masing-masing subsektor. Sesuai dengan mandat Pusat Pembiayaan Pertanian, maka ditetapkan tujuan dan sasaran dari organisasi sebagai berikut:
1. Tersusunnya kebijakan dan program pembiayaan pertanian yang fleksibel, serta
tersedianya sumber-sumber pembiayaan yang mudah diakses oleh petani.
2. Terlaksananya kerjasama dengan lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan untuk
3. Terwujudnya lembaga keuangan yang mampu melayani petani yang diharapkan dapat
menjembatani kebutuhan petani atas jasa dan pelayanan keuangan.
Sasaran yang ingin dicapai oleh Pusat Pembiayaan Pertanian adalah membangkitkan kinerja sektor pertanian yang cenderung menurun sebagai akibat kurangnya perhatian pemerintah dalam mendorong peningkatan akses petani kepada sumber pembiayaan baik dari perbakan maupun lembaga keuangan lainnya.
Visi dan Misi
Visi Pusat Pembiayaan Pertanian adalah Menjadi Lembaga yang mampu menjembatani kebutuhan petani atas pembiayaan yang mudah diakses dalam upaya mewujudkan pertanian tangguh untuk Pemantapan Ketahanan Pangan, Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian serta Peningkatan Kesejahteraan Petani. Untuk mencapai Visi Pusat Pembiayaan Pertanian tersebut, maka misi yang harus dilaksanakan adalah :
1. Mengembangkan sistem pembiayaan pertanian yang fleksibel sesuai dengan arah
pembangunan pertanian;
2. Mendorong tersedianya subsidi kredit sebagai bentuk keberpihakan pemerintah dalam
pembangunan pertanian;
3. Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumber-sumber pembiayaan
pertanian melalui penjaminan dan pendampingan;
4. Mendorong peningkatan peran lembaga keuangan (bank/non bank) dalam pembangunan
pertanian;
5. Mengembangkan skim-skim kredit pertanian mulai dari hulu - budidaya - hilir, serta
skim-skim yang terintegrasi dengan lembaga pembiayaan lainnya;
6. Mendorong terbentuknya konsep dan kebijakan pendirian asuransi pertanian dan
Lembaga Pembiayaan Pertanian;
7. Mendorong berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro untuk pertanian di pedesaan yang
sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Strategi dan Kebijakan Pembiayaan Pertanian
Modal, baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan sangat berperan dalam perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia. Walaupun alokasi pembiayaan untuk kegiatan pertanian ini relatif kecil bila dibandingkan dengan sektor lain, akan tetapi ketersediaan modal khususnya melalui kredit program yang telah diluncurkan sejak kredit pola Bimas ternyata mampu mengantar Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984.
mengandalkan ketersediaan modal yang dimiliki oleh lembaga keuangan perbankan dan non perbankan di dalam negeri maupun luar negeri, dengan pola penyaluran yang mengarah pada sistem pembiayaan komersial. Sehubungan dengan itu, diperlukan upaya dalam memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan yang ada maupun pengembangan sumber pembiayaan baru bagi para pelaku agribisnis, mulai dari petani skala kecil, menengah, koperasi sampai skala besar. Sesuai dengan konteks Revitaliasi Pertanian maka Strategi yang ditempuh dalam rangka mengembangkan pembiayaan pertanian adalah sebagai berikut :
1. Menyempurnakan kebijaksanaan pembiayaan yang ada sehingga dapat meningkatkan
aksesibilitas petani dan pelaku agribisnis terhadap sumber pembiayaan;
2. Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit pertanian yang mudah
diakses oleh petani dan pelaku usaha pertanian lainnya.
3. Meningkatkan aksesibilitas petani atau pelaku pertanian lainnya terhadap sumber-sumber
pembiayaan yang tersedia, baik yang berasal dari perbankan maupun non perbankan.
4. Mensosialisasikan sumber-sumber pembiayaan pertanian yang telah tersedia.
5. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan dan negara donor di luar negeri
untuk pengembangan pembiayaan pertanian.
6. Mengembangkan pola subsidi bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau oleh petani
kecil di pedesaan;
7. Mengembangkan pola penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi usaha mikro, kecil
dan menengah pertanian;
8. Mengembangkan pembiayaan pola syariah untuk pembiayaan sektor pertanian;
9. Mengembangkan lembaga keuangan khusus pertanian dan lembaga keuangan mikro
(LKM) pedesaan untuk pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah pertanian;
10. Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit agribisnis yang mudah
diakses oleh petani;
11. Mengembangkan konsep pendirian Lembaga Pembiayaan Agribisnis Indonesia;
12. Mengembangkan konsep Asuransi Komoditas Pertanian dan pendirian Lembaga Asuransi
Pertanian.
2. Bank Pertanian
sebagaimana umumnya perbankan yang ada saat ini. Usulan ini menarik, mengingat secara rata-rata penyaluran pembiayaan/kredit pertanian dibanding sektor lain (perdagangan, konstruksi, jasa dll) masih cukup rendah, yaitu hanya sekira dibawah 10%. Salah satu penyebabnya adalah karena pembiayaan kegiatan usaha pertanian, bila dilihat dari sisi risiko pembiayaannya, relatif lebih besar ketimbang sektor lain. Sehingga, bagi perbankan hal ini menjadi acuan mendasar sebelum memutus kredit, selain masalah collateral (agunan).
Bank pertanian adalah bank atau lembaga keuangan yang mengkhususkan diri untuk
memberikan pinjaman bagipetani dan nelayan. Bank pertanian dapat dimiliki oleh negara
maupun dikelola oleh swasta.
Di Indonesia, wacana kemunculan bank pertanian mulai ramai di pertengahan 2014 setelah diketahui bahwa bank umum hanya menyalurkan sejumlah kecil kredit pada usaha pertanian. Menurut data Bank Indonesia, hingga Februari 2013 tercatat penyaluran pembiayaan kredit di sektor pertanian hanya 5,5% dari total kredit perbankan sebesar Rp2.721,9 triliun, dan sebagian
besar tertuju kepada perkebunan kelapa sawit. Hal ini dikarenakan pertanian masih merupakan
sebuah sektor usaha yang memiliki resiko tinggi sehingga bank cenderung berhati-hati dalam mengeluarkan pinjaman kepada petani. Karena selama ini dalam undang-undang perbankan di Indonesia tidak mengenal adanya bank yang khusus melayani pertanian.
Meski demikian, keberadaan bank pertanian di Indonesia disarankan oleh
akademisi Institut Pertanian Bogor, diinginkan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia, dan
dibutuhkan oleh petani menurut Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia.
pertanian.Kredit pada sektor pertanian ini pada umumnya adalah kredit programyang merupakan kredit masal dan sering bersifat politis, kredit yang bersifatmasal seringkali memberikan beban berat kepada bank BUMN khususnya bankpemerintah yang lebih dominan memberikan kredit pada sektor ini. Kreditprogram pada dasarnya merupakan kredit bersubsidi yaitu pengenaan sukubunga biasanya berada dibawah suku bunga komersial yang berlaku pada saatini. Dengan sifatnya yang masal maka menjadikan bank tidak mungkinmenganalisa satu persatu debiturnya, disamping itu banyaknya jumlah debituryang juga tidak paham tentang pencatatan keuangannya sehingga data-datauntuk analisa sulit didapatkan, ini penyebab terjadinya analisa secara banktehnis tidak memenuhi syarat. Memang mengharapkan administrsi yang tertib dari para petani adalahsuatu jangkauan yang sangat jauh dan panjang, sehingga jika ketertibanadministrasi ini selalu dijadikan obyek utama penilaian secara bank tehnis, makapenilaian bank memang jauh dari standart.
2.2.2 Jenis-Jenis Kredit Sektor Pertanian
Kebijakan perbankan yang ekspansif namun tetap mengacu kepada asas kehati-hatian (prudent), menjadi pendukung utama dalam memacupengembangan sektor pertanian, tanpa adanya dukungan dari lembagaperbankan maka sangat sulit diperoleh atau dicapainya pertumbuhan yangsignifikan pada sektor riil khususnya sektor pertanian.Lembaga perbankan harus dipacu untuk selalu mengembangkankebijakan yang selalu searah dan sejalan dengan pengembangan sektorpertanian, untuk itu lembaga perbankan diupayakan tetap eksis membiayai kreditpada sektor pertanian dengan mengupayakan kredit bersubsidi maupun kreditdengan bunga dibawah kredit komersiil. Adapun jenis – jenis kredit padaprogram sektor pertanian antara lain adalah :
a. Kredit Usaha Tani
KUT merupakan kredit yang diberikan kepada para petani guna mendukungpeningkatan produksi pangan melalui pembiyaan usaha tanidalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura. Kredit inidisalurkan melalui Kelompok Tani, KUD maupun LSM yang telahdirekomendasikan oleh dinas-dinas terkait diluar perbankan.Kredit Usaha Tani (KUT) ini merupakan fasilitas kredit berprioritas tinggiyang mengandung unsur subsidi, serta KUT ini pada dasarnya merupakankelanjutan dari kredit Bimas yang pada masa order baru hanya disalurkanmelalui Bank Rayat Indonesia (BRI) yang sepenuhnya didukung olehKredit Likwiditas Bank Indonesia (KLBI), Hasil nyata dari program initerlihat tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Dalamperkembangannya bank penyalur KUT adalah bank umum yang telahditunjuk pemerintah (BRI, Bank Danamon, Bank Pembangunan Daerah).Kredit ini bersifat masal, pemberian kredit ini disesuaikan dengan musimtanam dan dalam jangka waktu hanya satu tahun.
b. Kredit Kepada Koperasi (KKOP)
Kredit KKOP ini bertujuan untuk mengembangkan koperasi dibidangagribisnis terutama untuk pengadaan distribusi pangan serta pembiayaanpasca panen kepada koperasi.Kredit Kepada Koperasi (KKOP) adalah kredit investasi dan atau modaldalam rangka pembiayaan usaha agribisnis, yaitu semua kegiatan yangterkait dengan pengadaan dan penyaluran (distribusi) sarana produksipertanian, budidaya pertanian, pengolahan hasil pertanian danpemasaran hasil pertanian antara lain sebagai berikut :
d. kelancaran usaha anggota koperasi.
3. Program Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai (PKUK-DAS)
Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai selanjutnya disebut PKUK-DASadalah kredit investasi yang digunakan untuk biaya pensertifikatan tanahdan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank pelaksana kepada petanidan peternak di daerah aliran sungai. Kredit ini merupakan programpemerintah melalui Departemen Kehutanan bekerja sama dengan bankpelaksana dan instansi terkait lainnya. Kredit ini bersifat masal, pemberiankredit ini disesuaikan dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok(RDKK) atas rekomendasi dari dinas tehnis.
2.3 Kendala Kredit Pertanian
Adapun yang menjadi kendala dalam kredit pertanian adalah :
1. Kurangnya respon pemerintah desa dalam mengajukan berkas permohanan ke Balai Penyuluh
Pertanian ke kecamatan setempat.
2. Kurang Optimalnya Peranan Koperasi-koperasi yang ada di pedesaan.
Sebagai koperasi yang sehat dan mampu mensejahtrakan anggotanya, koperasi semestinya dapat memberikan modal untuk pertanian kepada petani dan dapat menyerap hasil pertanian dengan harga yang sesuai pada musim panen untuk diperoleh lebih lanjut. Namun kenyataannya tidaklah demikian, koperasi pertanian desa dan pertanian gagal menyalurkan kredit pertanian karena prosedurnya yang dianggap berbelit-belit dan adanya uang yang diselewengkan oleh oknum-oknum pengurus koperasi itu sendiri.
3. Kurangnya jaminan dari pemerintah, umumnya menjadi kendala utama penyaluran kredit di
sector pertanian. Selain itu, tidak dapat memenuhi persyaratan andministrasi, hasil penjualan panen kurang menjanjikan dan karakter petani yang kurang baik, juga menjadi kendala dalam menyalurkan kredit di sektor pertanian.
4. Menurunnya aktivitas perekonomian yang mempengaruhi usaha pertanian.
Ketika suatu perekonomian mengalami kelesuan, itu akan berimbas pada macetnya kredit yang itu juga mempengaruhi usaha pertanian. Ekonomi lesu, kredit macet merupakan langkah-langkah menuju ketidaksejahteraan.
5. Adanya Bank yang mengejar target pengucuran kredit sehingga melakukan ekspansi berlebihan
dalam menyalurkan dananya ke nasabah yang berimbas kredit menjadi macet. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki target pengucuran kredit dimana target tersebut harus dicapai dengan berbagai cara termasuk melakukan ekspansi berlebihan dalam menyalurkan kredit. Namun bank lupa bahwa kebijakannya itu dapat menyebabkan kredit menjadi macet yang akan bermuara pada lesunya usaha (dalam hal ini tentu usaha pertanian.)
6. Penempatan perencanaan kredit bank yang tidak diperhitungkan dengan seksama, misalnya
hanya terkonsentrasi pada salah satu bidang saja (satu sektor saja), sehingga ketika terjadi kondisi yang tidak menguntungkan dalam sektor tersebut seluruh kreditnya menjadi macet. 7. Keterampilan manajerial yang kurang. Untuk kemampuan manajerial ini sangat memegang
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Pembiayaan sektor pertanian adalah salah satu komponen penting dalam strategi revitalisasi pertanian yang belum memperoleh perhatian.
Dalam Pasal 87 Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, lanjutnya, disebutkan pembiayaan dalam perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan untuk mengembangkan usaha tani melalui: bank bagi petani, lembaga perbankan yang ada, dan lembaga pembiayaan petani.
Peranan Pemerintah yang diwujudkan dalam APBN tidak diikuti dengan program pembinaan yang signifikan oleh instansi-instansi terkait. Lemahnya koordinasi pelaksanaan program pembangunan pertanian, terutama antara Pusat dan Daerah mengakibatkan hingga saat ini Indonesia belum punya cetak biru pembangunan pertanian yang jelas. Selama ini, pertanian diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan nasional.Kalaupun ada upaya pengembangan pertanian ke arah industri yang lebih berpihak pada petani, misalnya KUT, PIR, tidak diikuti oleh konsep yang jelas target dan sasaran pemberdayaan petani. Akibatnya, banyak kredit program kurang berhasil, dan bahkan tidak sedikit petani yang hingga saat ini masih terbelit utang dan menjadi korban. Peran penyuluh pertanian pun sepertinya nyaris tak terdengar.
Adanya lembaga pembiayaan khusus pertanian dinilai akan menjadikan pertanian dalam negeri kita maju. Kalau sektor pertanian maju, berarti ketahanan pangan kita juga baik.
3.2 Saran
Rekomendasi terkait permasalahan kredit menurut kami adalah :
1. Pemerintah desa lebih merespon dalam mengajukan berkas permohonan ke Balai penyuluh
pertanian kecamatan setempat, hal ini dikarenakan untuk meminilaisasi terjadinya kegagalan kredit.
2. Mengoptimalkan peranan koperasi desa dan me-deregulasi (menata ulang) prosedur agar tidak
berbelit-belit.
3. Pemerintah memberikan jaminan, mengadakan pelatihan agar hasil panen sesuai harapan dan
karakter petani menjadi lebih baik. Itu semua akan berimbas pada lancarnya penyaluran kredit. 4. Pemerintah memberikan injeksi agar perekonomian kembali bergairah. Perekonomian yang
bergairah akan menyebabkan penyaluran kredit menjadi lancar.
5. Bank sebaiknya tidak mengejar target pengucuran kredit, idealnya bank mengucurkan kredit
sesuai dengan kebutuhan.
6. Memperhitungkan penempatan perencanaan kredit bank dengan seksama, tidak terkonsentrasi
pada salah satu bidang.
7. Meningkatkan kapasitas kemampuan/keterampian manajerial. Dengan demikian diharapkan bisa
mengelola kredit secara optimal.
8. Pemerintah harus mendorong berdirinya lembaga khusus untuk pembiayaan sektor pertanian
DAFTAR PUSTAKA
http://turindraatp.blogspot.com/2009/11/pembiayaan-pertanian.html di akses hari sabtu, 21 Februari 2015 Pukul 10.00 WIB
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/10/29/19544388/diusulkan.pembentukan.lembaga. pembiayaan.untuk.pangan.dan.pertaniandi akses hari sabtu, 21 Februari 2015 Pukul 10.00 WIB
http://epetani.pertanian.go.id/info-pembiayaan/profil-lembaga-1511di akses hari Minggu, 19 November 2017 Pukul 21.00 WIB
http://eprints.undip.ac.id/16910/1/Darmawanto.pdfdi akses hari MInggu, 19 November 2017 Pukul 21.55 WIB