• Tidak ada hasil yang ditemukan

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEM"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015

ARTIKEL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

VERONICA TYAS LARASATI 121134106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)

1 MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI

SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015

Veronica Tyas Larasati

Program Studi PGSD Univesitas Sanata Dharma

Jl. Affandi (Gejayan) Mrican, Tromol Pos 29 Yogyakarta 55002 Email: larasativt@gmail.com

ABSTRAK

Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Se-Kecamatan Kalasan siswa masih banyak yang mengalami miskonsepsi, nilai dalam pembelajaran IPA masih rendah. Tujuan peneliti memfokuskan penelitian tersebut dengan tujuan peneliti mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kasan Kabupaten Sleman dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman.

Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif survey. Instrumen yang digunakan peneliti adalah instrumen tes dan non tes. Populasi seluruh siswa SD Negeri se-Kecamatan Kalasan 863 siswa, dan jumlah sampel yang digunakan peneliti ada 265 siswa. Pengolahan data dilakukan secara random sampling dari setiap sekolah, siswa akan diacak menggunakan undian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas V SD se-Kecamatan Kalasan mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat sederhana, membuat suatau karya model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya, dan proses pembentukan tanah karena pelapukan. Selain itu diperoleh data bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan dilihat dari jenis kelamin.

Kata Kunci : jenis kelamin, Miskonsepsi IPA Fisika

PENDAHULUAN

Pendidikan pada prinsipnya merupakan proses pematangan kualitas hidup. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari (Buchori dalam Trianto,

(4)

2 Dewantara (1889-1959), “Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakat. Mulyasana (2012: 120) mengatakan bahwa diharapkan pendidikan pada waktu dekat ini menampilkan pendidikan yang lebih bermutu. Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu melakukan proses pematangan kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan cara membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan dan dari buruknya akhlak keimanan.

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di pendidikan formal sudah ada pada jenjang Sekolah Dasar (SD). Karena pelajaran IPA berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari dan sebagai dasar mengungkapkan fenomena alam yang terjadi, sehingga pembelajaran IPA harus diajarkan secara mendalam agar siswa mampu memahami konsep-konsep yang terkandung IPA . Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar, IPA diajarkan dengan tujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir dan mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan tersebut diharapkan siswa dapat memahami konsep-konsep belajar IPA secara benar (Suparno, 2005: 54).

Faktanya prestasi pembelajaran IPA di Indonesia masih sangat rendah, dengan beberapa bukti dari Program for Internasional Student Assesment (PISA) dan

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menyatakan bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk semua bidang yang diukur ternyata Indonesia berada di bawah rata-rata skor internasional yang sebesar 500, menurut PISA 2006 dan TIMSS 2007. Berdasarkan studi PISA tahun 2003, Indonesia berada di urutan 39 dari 41 negara untuk Matematika dan IPA (Kompas, 28 Oktober 2009), dan dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan lima guru dari lima sekolah yang berada di Kecamatan Kalasan bahwa nilai KKM di wilayah Kecamatam Kalasan untuk mata pelajaran IPA masih sangat rendah.

(5)

3 perbedaan miskonsepsi yang dilihat dari jenis kelamin siswa, sehingga guru dapat dengan cepat melakukan penanganan kepada siswa yang mengalami miskonsepsi.

Rumusan masalah dalam penelitian ini ada dua yaitu bagaimanakah miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman? Dan apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman?.

Tujuan dari penelitian ini juga ada dua adalah untuk mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman, dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman

Miskonsepsi

Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar. Miskonsepsi dapat berbentuk konsepsi, kesalahan hubungan yang tidak benar antar konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang salah. Menurut Fowler (dalam Suparno,

2005:4) miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan

konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep-konsep-konsep yang tidak benar. Sutrisno menyatakan miskonsepsi adalah konsepsi-konsepsi lain, yang tidak sesuai dengan konsep ilmuwan secara umum. Sementara itu, Brown (dalam Suparno, 2005: 4) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para ahli.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

(6)

4 proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran.

IPA sebagai proses menyangkut proses atau cara kerja untuk memperoleh hasil (produk) inilah yang kemudian dikenal sebagai proses ilmiah. Melalui proses-proses ilmiah akan didapatkan temuan-temuan ilmiah.

Materi IPA Fisika

Materi IPA fisika yang digunakan untuk penelitian dengan menggunakan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut:

Standar Kompetensi (SK)

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau model.

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber.

Kompetensi Dasar (KD)

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih

mudah dan lebih cepat.

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya,

6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan. 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.

Penelitian yang Relevan

Penelitian Suryanto, dan Hewindati (2009) dengan judul tentang “Pemahaan murid Sekolah Dasar (SD) terhadap konsep ilmu pengetahuan alam (IPA) berbasis biologi”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey.

(7)

5 Remediasinya” jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan Design One Group Pretest-Postest.

Penelitian Pujayanto (2010) dengan judul “Profil Miskonsepsi Siswa SD Pada Konsep Gaya dan Cahaya” penelitian ini dilakssanakan dengan menerapkan metode penelitian exposefacto. Sumber data yang digunakan merupankan sumber data primer, karena penelitian memperoleh data langsung dari subyek penelitian.

Penelitian Clara, Stephan, dan Haratua (2011) dengan judul “Miskonsepsi Siswa Kelas Rangkap SDN 47 Sekadu Pada Materi Sifat dan Perubahan Wujud

Benda”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan bentuk penelitian survey.

Penelitian Mufidah, S (2013) dengan judul “Pengaruh metode pembelajaran Mind mapping dan jenis kelamin Terhadap hasil belajar matematika Siswa Kelas VII MTsN Karangrejo Tulungagung”. Dengan menggunakan teknik t-test.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah Miskonsepsi IPA Fisika banyak terjadi pada siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Kalasan, Sleman. Miskonsepsi akan banyak terjadi pada pada materi gaya, pesawat sederhana,

cahaya, dan proses pembentukan tanah, dan Ada perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se Kecamatan Kalasan.

METODE PENELITIAN

(8)

6 Penelitian ini dilakukan di 26 SD Negeri se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 863 siswa. Sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan tabel Krejcie dan Morgan dengan taraf kepercayaan 95% terhadap populasi dan kesalahan 5% dengan jumlah 265 siswa. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu tes tertulis, wawancara, dan studi dokumenter. Tes tertulis yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal pilihan ganda dan soal uraian pada materi IPA Fisika semester 2. Wawancara dilakukan kepada guru kelas V untuk mendapatkan data awal berupa informasi yang menyatakan bahwa para siswa mengalami kesulitan, kendala, dan miskonsepsi yang terjadi dalam pembelajaran IPA. Studi dokumenter yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar nama SD Negeri se-Kecamatan Kalasan dan jumlah siswa setiap SD yang didapat dari UPT. Jenis kelamin, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua yang didapat dari data yang diisi oleh

siswa. Dokumen gambar yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto-foto kegiatan selama penelitian berlangsung.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

instrumen tes, kisi-kisi wawancara, dan data siswa. Instrumen tes berupa soal pilihan ganda sejumlah 20 soal dan soal uraian sejumlah 5 soal. Kisi-kisi wawancara dibuat untuk lebih memudahkan peneliti saat melakukan wawancara dengan guru kelas V. Data siswa merupakan hasil rekap data yang telah diisi oleh siswa.

(9)

7 yang telah divalidasi oleh para ahli terdiri dari 38 soal pilihan ganda dan 9 soal uraian. Validitas muka pada instrumen tes dilakukan kepada 5 siswa kelas V SD Negeri Candiroto 1, Temanggung. Uji validitas konstruk berupa soal yang telah lolos uji validitas isi.

Validitas konstruk dalam penelitian ini dilakukan pada 50 siswa kelas V SD yang tidak digunakan sebagai sampel penelitian. Hasil uji validitas konstruk akan direkap menggunakan Microsoft Excel dan dihitung menggunakan program SPSS versi 20. Kriteria yang digunakan untuk menarik kesimpulan jika harga Sig (2-tailed) < 0,05, maka soal tersebut dinyatakan valid. Jika harga Sig (2-tailed) > 0,05, maka soal tersebut dinyatakan tidak valid (Priyatno, 2012: 101). Berdasarkan hasil perhitungan terdapat 20 item soal pilihan ganda dan 9 soal uraian yang dinyatakan valid.

Reliabilitas diuji menggunakan cronbach alpha dan pengujian dilakukan dengan bantuan SPSS versi 20. Priyatno (2012: 103) menjelaskan bahwa suatu konstruk dikatakan reliabel jika harga cronbach alpha > 0,60. Hasil uji reliabilitas untuk soal pilihan ganda menunjukkan bahwa nilai cronbach alpha soal nomor 2,

4, 5, 8, 9, 11, 14, 18, 19, , 37, dan 38. sebesar 0,408 artinya soal sudah valid, termasuk dalam kategori tinggi dan dinyatakan reliabel. Untuk soal nomor 20. 22, 23, 24, 25, 26, 28, 33,dan 34 dengan tingkat reliabilitasnya 0,804 artinya soal

sudah valid, termasuk dalam kategori tinggi dan dinyatakan reliabel. Soal uraian semua valid dan dapat dikatakan reliabel dengan 0,654 dapat dikatakan mempunyai reliabilitas dengan kategori tinggi.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Hasan (2004:185) mengungkapkan bahwa analisis deskriptif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian yang didasarkan atas satu sampel. Analisis deskriptif berfungsi untuk menganalisis data miskonsepsi dari jawaban siswa baik dari soal pilihan anda dan soal uraian. Analisis data miskonsepsi dilakukan untuk setiap kompetensi dasar.

(10)

8 Deskripsi Data Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD se-Kecamatan Ngaglik

Deskripsi data dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi yang dialami siswa kelas V SD se-Kecamatan Kalasan dalam menyelesaikan soal IPA Fisika semester 2. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa soal pilihan ganda dan uraian. Hasil data miskonsepsi IPA Fisika dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini.

1. Deskripsi Soal Pilihan Ganda

Terjadinya miskonsepsi pada siswa SD kelas V se-Kecamatan Kalasan dapat dilihat dari pilihan jawaban siswa yang salah dan menurut keyakinannya bahwa jawaban yang dipilih itu yakin benar. Rincian jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi pada soal pilihan ganda dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1 Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Soal Pilihan Ganda

(11)

9 dan 20. Hanya ada sembilan aitem yang memiliki persentase siswa yang mengalami miskonsepsi di bawah 30 % yaitu 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, dan 17. Siswa yang mengalami miskonsepsi tertinggi yaitu pada aitem 1 yang membahas tentang gaya dengan persentase 93,43 % serta persentase siswa yang mengalami miskonsepsi paling rendah yaitu aitem 16 yang membahas tentang batuan sedimen dengan persentase 1,45 %. Berdasarkan hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada siswa yang mengalami miskonsepsi pada kompetensi dasar yang diujikan pada soal pilihan ganda.

2. Deskripsi Soal Uraian

Jika pada soal pilihan ganda deskripsi data disajikan dan dianalisis berdasarkan Kompetensi Dasar, maka pada soal uraian tetap berdasarkan Kompetensi dasar tetapi deskripsi data disajikan dan dianalisis berdasarkan konsepnya. Miskonsepsi pada soal uraian dapat dilihat dari jawaban siswa yang tidak sesuai dengan pedoman jawaban yang benar sesuai konsep yang dipelajari. Rincian jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi pada soal

pilihan ganda dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2 Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Soal Uraian

No Soal

Jumlah Siswa yang Mengalami

Miskonsepsi Persentase

1 212 80 %

2 58 22 %

3 236 89 %

4 205 79 %

5 215 81 %

(12)

10 a. Sebagian siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan mengalami kesalahan konsepsi dengan 14.96% siswa mengalami kesalahan konsepsi dalam menentukan jenis pengungkitgambar A dan gambar B. Ada 13.87% siswa mengalami kesalahan konsepsi dalam menentukan jenis pengungkit gambar A dan gambar B; 8.03% siswa mengalami kesalahan dalam menentukan posisi titik kuasa, beban, dan tumpu pada jenis pengungkit; 12.04% siswa mengalami kesalahan dalam konsepsi dalam menentukan jenis pengungkit yaitu dengan menjawab bahwa gambar A merupakan pemecah biji kemiri katerol pertama dan gambar B merupakan katrol yang ke dua, serta ada 0.36% siswa menjawab bahwa kedua alat tersebut digunakan untuk membuat pesawat sederhana. Siswa yang menjawab di luar konteks dari jawaban pesawat sederhana dan beberapa siswa tidak menjawab ada 12.77%.

b. Pada sebagian siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan mengalami miskonsepsi pada (KD) 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat dengan indikator yang

kedua yaitu 5.2.2 menjelaskan fungsi bidang miring. Hasil penelitian pada tabel—menjelaskan bahwa jalan dipegunungan dibuat berkelok-kelok agar ban mobil tidak cepat aus ada 4.38%. Beberapa siswa mengalami

miskonsepsi ada 4.38% menjelaskan bahwa jalan di pegunungan dibuat berkelok-kelok agar sewaktu jalan di pegunungan tidak mudah tergelincir atau terpeleset. Ada 13.14 % siswa menjelaskan bahwa jalan dipegunungan dibuat berkelok-kelok karena mengikuti perinsip bidang miring. Sebanyak 9.49% siswa menjelaskan bahwa jalan di pegunungan dibuat berkelok-kelok agar mempercepat laju kendaraan dan sama dengan fungsi bidang miring. Siswa yang menjawab diluarkonteks soal ada 37.59%.

(13)

11 menjadi patah. Ada 0,36% siswa menjelaskan mengapa pensil yang dimasukkan terlihat patah karena menembus benda bening. Beberapa siswa sebanyak 0,73% menjelaskan mengapa pensil yang dimasukkan terlihat patah karena cahaya merambat lurus. Pensil tempak terlihat patah dan karena cahaya merambat kemedium yang kurang rapat maka cahaya itu akan dibiaskan menjadi garis normal. Bebrapa siswa yang menjawab diluar konteks ada 3,28 %.

d. Dari hasil yang peneliti lakukan banyak siswa yang mengalamai miskonsepsi pada konsep bayangan pada cermin. Hasil tabel 4.9 menunjukkan bahwa 11.68% siswa mengatakan tidak selalu terbalik jika benda dekat dengan cermin bayangan benda bersifat maya, tegak, dan diperbesar jika benda jauh dari cermin maka bayangan nyata dan terbalik. Ada 4.83% siswa mengatakan karena cermin cembung adalah cermin yang bisa dibalik kesegala arah. Ada 1,09 % siswa menjawab karena bayangan ditangkap oleh cermin cekung maya/semu dan diberbesar. Siswa yang menyatakan karena terjadinya pemantulan cahaya yang mengenai cermin

cekung yang memantulkan bayangan terbalik ada 5,84%. Ada 2,55% siswa mengatakan karena cahaya dibiaskan sampai menjadi terbalik. Ada 1,82% siswa mengatakan Karena cermin cekung mempunyai sifat mengumpulkan

cahaya. Jadi itulah yang dimaksud cermin cekung. Ada 3,28% siswa menjawab cermin cekung adalah cermin yang cekung seperti sendok jika kita bercermin cekung maka kita terlihat kecil. Ada 8,39% siswa mengatakan, karena sifat cermin cekung mengumpulkan cahaya/difergen. Ada 8,03% siswa menjawab tidak karena cermin cekung bersifat maya dan semu. Dan sebagian siswa menjawab diluar konteks sebesar 48,54% e. Pada soal no 5 juga mengalami miskonsepsi dilihat dari jumlah presentase

(14)

12 12,04% menjelaskan perbedaan batuan beku dengan batuan sedimen yaitu atuan beku adalah karena pelapukan batuan, batuan Sedimen terbuat dari lava. Ada juga siswa yang menjelaskan perbedaan batuan beku dengan batuan sedimen yaitu batuan beku, batuan yang berasal dari letusan gunung berapi, batuan sedimen, batuan yang terjadi akibat endapan pasir dan untuk membuat semen sebesar 4,38%. Beberapa siswa menjelaskan perbedaan batuan beku dengan batuan sedimen yaitu batuan beku adalah batu yang terbentuk oleh tekanan suhu udara, batu Sedimen adalah batu yang terbentuk dari endapan magma ada 2,55%. Sebesar 13,87% menjelaskan perbedaan batuan beku dengan batuan sedimen yaitu batuan beku terbuat dari gas magma batuan sedimen terbuat dari aliran arus sungai. Ada yang menjelaskan perbedaan batuan beku dengan batuan sedimen yaitu batuan beku: terbentuk dari lava yang mengendap Batuan sedimen: terbentuk dari fosil yang berusia jutaan tahun sebesar 6,93%. Sebesar 4,74% menjelaskan batuan beku dan batuan sedimen yaitu batuan beku adalah batuan bisidian dan batuan sedimen adalah batuan

yang sisa makhluk hidup. Dan yang menjelaskan diluar konsep dari batuan beku dan batuan sedimen ada 28,10%.

Uji Prasyarat Analisis untuk Melihat Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas V SD dilihat dari jenis kelamin

a. Uji Normalitas

Uji Normaliatas ini dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui apakah data tersebar terdistribusi normal atau tidak. Peneliti melakukan uji normalitas ini dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnovpada SPSS versi 20. Penelitian peneliti menggunakan taraf signifikansi 0,05. Hipotesis stastistik dalam penelitian ini adalah:

H0 = Sebaran data tidak sesuai dengan kurva normal atau data

tidak normal

H1 = Sebaran data sesuai dengan kurva normal atau data normal

(15)

sig(2-13 .tailed) pada variabel jenis kelamin adalah 0,000, maka data dapat dikatakan tidak normal karena nilai signifikansinya kurang dari taraf signifikansi α = 0,05. Pada variabel skor memperlihatkan sig(2-.tailed) adalah 0,005, maka data dapat dikatakan tidak normal karena nilai signifikansinya lebih besar dari taraf signifikansi α = 0,05.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk membuktikan adanya kesamaan variansi populasi atau data variabel homogen atau tidak. Data yang dapat dikatakan homogen bila nilai disignifikansi lebih dari 0,05.Uji homogenitas didasarkan pada uji Levene Statistic dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 20. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada

tabel.

Dari data yang sudah diperoleh peneliti menunjukkan hasil uji homogenitas yang menyatakan taraf signifikansinya 0,284. Taraf signifikansi yang telah didapatkan oleh peneliti lebih besar dari 0,05. Hasil yang uji homogenitas pada data yang telah diuji dapat dikatakan bahwa dua kelompok data yaitu laki-laki dan perempuan memiliki variansi yang sama.

1. Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji Independent samples t-test pada SPSS 20. Uji Independent samples t-test dilakukan untuk mengetahui perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD

Negeri semeseter 2 se-Kecamatan Kalasan. Dari data menunjukkan hasil uji hipotesis yang telah di uji dengan Independent samples t-test yang

menunjukkan bahwa harga sig (2-.tailed) adalah 0,257. Hasil uji hipotesis ini menyatakan bahwa harga sig (2-.tailed) ≥ 0,05. Berdasarkan hasil yang didapat peneliti dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak atau H1 gagal ditolak, artinya tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Kalasan.

(16)

14 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terjadinya miskonsepsi IPA Fisika kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Kalasan dan untuk mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan soal pilihan ganda yang berjumlah 20 item dan 5 item soal uraian. Soal-soal tersebut peneliti sebar di SD Negeri se-Kecamatan Kalasan yang menggunakan kurikulum KTSP dan dibagikan sesuai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan peneliti.

Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar. Miskonsepsi dapat berbentuk konsepsi, kesalahan hubungan yang tidak benar antar konsep-konsep,gagasan intuitif atau pandangan yang salah. Menurut Fowler (dalam Suparno, 2005:4) miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak

benar. Sama dengan halnya siswa SD se-Kecamatan Kalasan yang memiliki gagasan yang salah terhadap beberapa materi pada pembelajaran IPA Fisika.

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan peneliti dan telah dianalisis oleh

peneliti menujukkan bahwa ada banyak siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan yang mengalami miskonsepsi IPA Fisika pada setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator yang telah diujikan ke siswa. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada perbedaan miskonsepsi dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan.

(17)

15 peneliti menyajikan persentase siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan yang mengalami miskonsepsi IPA Fisika melalui soal pilihan ganda.

Berdasarkan bahasan peneliti di atas dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan banyak yang mengalami miskonsepsi IPA Fisika. Miskonsepsi siswa tersebut terjadi karena kosepsi yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan kosep IPA Fisika yang sebenarnya.

Hasil penelitian yang sudah didapatkan oleh peneliti sejalan dengan hasil peneltian yang dilakukan oleh Suryanto, dkk (2009) tentang “Pemahaan murid Sekolah Dasar (SD) terhadap konsep ilmu pengetahuan alam (IPA) berbasisi

biologi”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian wawancara. Hasil penelitian menunjukkan sedikit anak yang dapat memahami konsep dengan benar dengan perbandingan 1:4 hanya ada 1 konsep yang dapat dipahami dengan baik oleh siswa dan juga kesalahan konsepsi banyak disebabkan karena dalam memahami suatu konsep siswa hanya memberikan jawaban berdasarkan atas pengalaman mereka sehari-hari. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Clara, Stepanus dan Harahtuah tentang “Miskonsepsi Siswa Kelas Rangkap SDN 47 Sekadu Pada Materi Sifat dan Perubahan Wujud Benda”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan bentuk penelitian survey. Hasil penelitian ini ini menunjukkan

bahwa siswa kelas III dan IV (kelas rangkap) SD Negeri 47 Sekadau masih memiliki konsepsi yang keliru (miskonsepsi). Dari analisis data dapat dikemukakan bahwa rata-rata 58,38 % dari 14 siswa kelas III dan rata-rata 54,67 % dari 15 siswa kelas IV mengalami miskonsepsi pada materi sifat dan perubahan wujud benda.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo dkk dan Suwarna telah menguatkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Hasil yang didapatkan oleh peneliti dapat membuktikan bahwa miskonsepsi terjadi pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan pada materi IPA Fisika, walaupun tempat penelitian, variabel penelitian, dan sampel yang digunakan berbeda.

(18)

16 VII MTsN Karangrejo Tulungagung”. Dengan menggunakan teknik t-test. Hasil analisis penelitian menunjukan bahwa t(hitung) > t(tabel) yaitu 3,040 > 1,995 sehingga menolah Ho dan menerima H1. Analisis kedua mengenaijenis kelamin terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII MTsN Karangrejo Tulungagung yang ditunjukan oleh nilai t(hitung) < t (tabel) yaitu 1,062 < 2,027 sehingga menerima Ho dan menolak H1. Besarnya pengaruh metode pembelajaran mind mapping terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII MTsN Karangrejo Tulungagung tidak dihitung karena analisis menunjukan bahwa tidak adanya pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII MTsN Karangrejo Tulungagung. Namun analisis menunjukan bahwa nilai rata-rata siswa perempuan lebih besar dari pada nilai rata-rata siswa laki-laki yaitu 87,56 > 83,17.

Relasi yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang didapat bahwa kesalahan konsep atau miskonsepsi banyak disebabkan karena siswa kurang mendalami sebuah materi dan siswa hanya menjawab dari pengalam yang mereka peroleh sehari-hari. Selanjutnya siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi sifat dan perubahan wujud benda, gaya, dan cahaya. Jenis kelamin yang didapat

dari penelitian sebelumnya mengatakan bahwa tidak adanya pengaruh hasil belajar siswa antara laki-laki dan perempuan

Kesimpulan

Pada soal uraian miskonsepsi paling besar adalah pada konsep pesawat sederhana bidang miring yaitu 89,1 %, dan yang paling sedikit mengalami miskonsepsi pada konsep cahaya yaitu 25,3 %. Siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat sederhana, membuat suatu karya/model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya, dan proses pembentukan tanah karena pelapukan. Miskonsepsi ini dilihat dari pekerjaan siswa pada soal pilihan ganda yaitu siswa yang menjawab salah dan menurut keyakinan mereka bahwa jawaban yang dipilih yakin benar serta soal uraian yaitu dengan melihat jawaban siswa ditinjau dari konsepsi yang mereka miliki sesuai dengan konsep yang sebenarnya atau tidak.

(19)

17 hasil analisis peneliti dengan menggunakan IBM SPSS 20 dengan memperoleh harga sig(2-.tailed) adalah 0,275. Karena 0,275 > 0,05 maka artinya tidak ada perbedaan Miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan dilihat dari jenis kelamin.

Keterbatasan Penelitian

1. Keterbatasan waktu yang dialami oleh peneliti karena jumlah siswa dan sekolah yang sangat banyak sehingga peneliti tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik saat siswa mengerjakan soal.

2. Penelitian ini hanya bertujuan mengetahui dan mendeskripsikan terjadinya miskonsepsi IPA Fisika kelas V Negeri se-Kecamatan Kalasan saja

Saran

1. Sebaiknya peneliti mempertimbangkan waktu yang digunakan untuk melaksanakan penelitian.

2. Penelitian selanjutnya sebaiknya lebih mendalam dan tidak hanya mengenai

miskonsepsi saja tetapi penyebab minskonsepsi.

DAFTAR REFERENSI

Clara, Stephan, Haratua (2012) dengan judul “Miskonsepsi Siswa Kelas Rangkap SDN 47 Sekadu Pada Materi Sifat dan Perubahan Wujud Benda”. Jurnal Penelitian. FKIP Untan Pontianak. Pontianak Diunduh : http://repo.iain-untan.ac.id/400/1/Skripsi%20SITI%20IVA%20MUFIDA.pdf

(02/11/2015) (19.20)

Dahar, R dan Wilis. (2006). Teori-teori belajar dan pembelajaran. Bandung : Erlangga.

Djohar (1993). Analisis hubungan antara konsep dengan unsur-unsur penyusun Sebagai pendekatan untuk deskripsi kesulitan memahami konsep dan

(20)

18 Mufidah, S (2013). “Pengaruh metode pembelajaran Mind mapping dan Jenis Kelamin Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas vii MTSN Karangrejo Tulungagung”. SKRIPSI : Sekolah Tinggi Islam Negeri.

Tulungagung. Diunduh :

http://repo.iaintulungagung.ac.id/400/1/Skripsi%2A. df (03/03/2016) (20.00)

Pujayanto, dan Wijaya, E. (2011). “Profil miskonsepsi siswa SD pada konsep gaya dan cahaya”. Jurnal Penelitian.FKIP UNS. Solo Diunduh : http://repo.iain-UNSac.id/400/1/Skripsi%20SITI%20IVA%20.pdf

(02/11/2015) (19.20)

Rochman, A dan Winanto, A (2010). “Miskonsepsi siswa kelas V SDN Sidorejo Lor 04 Salatiga Tentang Gaya Gravitasi dan Pembelajaran

Remediasinya”.

Diunduh:http://repo.iain-UKSW.ac.id/400/1/Skripsi%20SITI%20IVA%20.pdf (02/11/2015) (19.20)

Suparno, P. (2005). Miskonsepsi dan perubahan konsep dalam pendididkan fisika. Jakarta: Gramedia

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif Kualitatif danrnd. Bandung : Alfabeta.

Sukmadinata, Nana dan Syaodih. (2008). Metode penelitian pendidikan. Bandung : Rosda.

Sulistyorini. (2007). Pembelajaran konsep dan kesalahan konsep IPA yang sering dijumpai di Sekolah Dasar. SKRIPSI. Jakarta: UT

Suryanto, A dan Herman, Y. (2009) tentang “Pemahaan murid Sekolah Dasar (SD) terhadap konsep ilmu pengetahuan alam (IPA) berbasis biologi”. Laporan Penelitian. UT http://pjjpgsd.ut.ac.id/dok/6.Modul-6-Miskonsepsi%20dan%20Remediasi%20Pembelajaran%20IPA.pdf

(02/11/2015) (19.20)

Gambar

Tabel 1 Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Soal Pilihan Ganda
Tabel 2 Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Soal Uraian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur salah satu senyawa metabolit sekunder dalam fraksi IV ekstrak n -heksana daun binahong ( Anredera cordifolia

program pembangunan pemerintah terkait dengan tema kesejahteraan rakyat serta pelaksanaan audit kesejahteraan tersebut dilakukan dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan

Hal tersebut dijelaskan bahwa jika strategi komunikasi dari Komunitas Hijabers Semarang mampu 39,4 % mempengaruhi sikap mahasiswa dalam menggunakan jilbab, dengan pesan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis teks untuk keterampilan membaca

Dalam literatur, cara yang dapat digunakan untuk menentukan kecepatan sedimentasi tersebut adalah dengan persamaan Stokes-Newton Law, Persamaan Farag, persamaan Fergusson-Church,

The County Administrative Boards' supervision of cross-border waste transport is followed up to some extent, mainly through the Swedish Environmental Protection Agency compiling

Seorang pegawai biasa seperti Gayus Tambunan diduga merasa sangat yakin jika risiko yang akan dihadapinya sangat kecil dengan tindakan yang dilakukannya (bias

Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.. Departemen