• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesepadanan Makna Kecap Panganteur dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kesepadanan Makna Kecap Panganteur dalam"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KESEPADAN MAKNA KECAP PANGANTEUR DALAM BAHASA SUNDA KE DALAM BAHASA INGGRIS

Siti Nuraisiah NIM S131608009 email : nuraisiah@gmail.com

PENDAHULUAN

Terjemahan merupakan hasil dari proses penerjemahan. Proses penerjemahan adalah proses batin dalam upaya mengalihkan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa). Penerjemahan adalah seni, keterampilan dan ilmu (Nababan, 2008:12). Seni merujuk pada pemahaman bahwa bahasa sumber merupakan karya seni yang harus diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran dengan tanpa menghilangkan unsur seninya. Selanjutnya, keterampilan merujuk pada pemikiran bahwa penerjemahan adalah sebuah kemampuan seorang penerjemah dalam mengalihkan pesan dari BSu ke dalam BSa. Terakhir, ilmu merujuk pada pemahaman bahwa penerjemahan merupakan sebuah ilmu yang didalamnya terdapat metode dan teknik yang dapat digunakan dalam proses penerjemahan.

Dalam proses penerjemahan, seorang penerjemah harus mempertimbangkan gaya bahasa dan tingkat kemampuan pembaca (Nababan, 2008:21). Tingkat kemampuan pembaca merujuk pada pengetahuan penerjemah terhadap target reader. Penerjemah harus tahu siapa yang akan membaca terjemahannya sehingga dia dapat menentukan gaya bahasa seperti apa yang akan digunakan.

(2)

Pencarian kesepadanan makna kata tertentu akan menjadi sangat penting dalam proses penerjemahan jika kata tersebut merupakan isi pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembacanya. Sebaliknya, jika kata tersebut hanyalah sebagai aspek penambah maka pencarian kesepadanan makna menjadi tidak terlalu penting karena dalam terjemahan, pesan merupakan poin yang paling utama yang harus diperhatikan oleh penerjemah.

Dalam kaitannya dengan kategori gramatikal, kecap panganteur sebagai salah satu jenis kata keterangan dalam tata bahasa Sunda merupakan salah satu permasalahan yang perlu diteliti. Hal ini disebabkan karena kategori tersebut tidak ada dalam tata bahasa Inggris. Ketiadaan kategori ini akan menjadi polemik apabila hal tersebut merupakan pesan yang ingin disampaikan, sehingga perlu bagi penerjemah untuk mencari kesepadanan makna tersebut walaupun hal tersebut tidak direalisasikan dengan kategori gramatikal yang sama.

PENERJEMAHAN

1. Pengertian Penerjemahan

Penerjemahan merupakan sebuah kajian yang melibatkan dua bahasa yang berbeda. Beberapa ahli telah memiliki pendapat yang berbeda dalam mendeskripsikan penerjemahan. Cattford (1965) mendefinisikan penerjemahan sebagai proses penggantian suatu teks bahasa sumber dengan teks bahasa sasaran (Nababan, 2008:19). Pendapat ini dinilai kurang kuat karena bagaimanapun struktur bahasa sumber dan bahasa sasaran berbeda sehingga tidak cukup hanya sekedar penggantian teks, penggantian struktur juga harus diperhatikan.

(3)

Melengkapi pernyataan Brislin (1976), Kridalaksana (1985) menyatakan penerjemahan sebagai pemindahan suatu amanat dari BSu ke dalam BSa dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kemudian gaya bahasanya (Nababan, 2008:19-20). Namun Kridalaksana masih belum mempertimbangkan pembaca, sehingga untuk melengkapinya Duff (1981) menyatakan bahwa penerjemah berurusan dengan gaya bahasa, untuk siapa karya tersebut, dan tingkat kemampuan khusus para pembaca (Nababan, 2008;21).

Dapat disimpulkan bahwa penerjemahan adalah proses pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan memperhatikan struktur bahasa, gaya bahasa dan tingkat kemampuan khusus pembaca.

2. Proses Penerjemahan

Proses penerjemahan merupakan proses batin yang ada dalam pikiran manusia. Adapun tahap proses penerjemahan terdiri dari tiga tahap, yaitu analisis teks bahasa sumber, pengalihan pesan dan restrukturisasi (Nababan, 2008:25).

Analisis teks bahasa sumber diwujudkan dalam membaca dan memahami isi teks (unsur linguistik/unsur kebahasaan dan unsur ekstralinguistik/unsur yang berada di luar kebahasaan/sosio budaya). Sedangkan, proses pengalihan isi, makna dan pesan merupakan proses batin yang berlangsung dalam pikiran penerjemah, dan kemudian diungkapkan dalam BSa secara lisan atau tulisan. Terakhir, penyelarasan/restrukturisasi adalah pengubahan proses pengalihan menjadi stilistik yang cocok dengan BSa, pembaca atau pendengar (Nababan, 2008:25-28)

KECAP PANGANTEUR

(4)

sipat dan memiliki arti ‘aspék inkoatif’– aspek yang menyatakan berlangsungnya awal kejadian (Sudaryat, 2007:77 dan 90). Sudaryat juga menambahkan bahwa kecap panganteur berada sebelum kata kerja, kata benda atau kadang-kadang mewakili kata kerja atau benda itu sendiri.

Contoh :

1.a. Manéhna téh belecet lumpat

1.b. Belecet manéhna téh lumpat.

1.c. Manéhna téh belecet wéh.

Kata belecet yang dicetak tebal dalam kalimat di atas merupakan kecap panganteur dari kata lumpat yang berarti ‘lari’ dalam bahasa Indonesia. Kata belecet lumpat merupakan sebuah kolokasi endosentris – kolokasi yang mempunyai unsur inti/head dan unsur penjelas/modifier dan arti dari kata tersebut masih terbawa (Nababan : 2008:106). Kolokasi ini merupakan sebuah kolokasi tetap, dalam artian bahwa kata belecet pasti diikuti oleh kata lumpat (lih. contoh : 1.a dan 1.b). Namun, kata belecet dapat berdiri sendiri juga (tidak berkolokasi) dan mewakili lumpat itu sendiri (lih. contoh : 1.c).

Mengingat keberadaan kecap panganteur sering digunakan dan dapat membuat kalimat lebih ekspresif, kecap panganteur dianggap cukup penting dalam bahasa sunda. Berikut ini adalah beberapa contoh kecap panganteur (dengan modifikasi)

Tabel 1.1. Kecap Panganteur

Kecap Panganteur Kecap anu Dianteur Transfer

am barakatak bek beledug belenyéh/nyéh beleték beletok belewer

beretek/berebet berewek biur blak blok

dahar seuri dahar bitu imut peupeus potong malédog lumpat soek/ soeh ngapung nangkarak bahe

(5)

blug

ceuleukeuteuk cikikik

murag (barang anu leutik) nyembah

(6)
(7)

MENGIDENTIFIKASI KECAP PANGANTEUR

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kecap panganteur merupakan kategori gramatikal yang tidak terdapat dalam bahasa Inggris. Namun selama bahasa tersebut dipakai oleh manusia, maka hal tersebut dapat diidentifikasi karena pada dasarnya bahasa yang satu dengan yang lainnya cenderung memiliki kesamaan.

1. Kecap panganteur yang mengganti suara (onomatope)

Tiruan bunyi atau lebih dikenal dengan nama onomatope merupakan kata yang digunakan untuk menjabarkan tiruan bunyi tertentu. Tiruan bunyi ini bersifat dinamis, dalam artian bahwa onomatope suatu daerah tertentu dengan daerah yang lainnya berbeda. Dalam tata bahasa sunda, onomatope ini dikategorikan dalam kecap panganteur. Berikut beberapa contoh dibawah ini Contoh:

2.a. Barakatak teh manéhna seuri.

2.b. Blug! tah aya nu labuh.

Kata barakatak dan blug merupakan bentuk suara dari seuri (tertawa) dan labuh (jatuh). Jika diterjemahkan kedalam bahasa Inggris maka akan menjadi

2.c. Hahaha, he laughed.

2.b. Bruk! Falling sound is heard.

(8)

2. Kecap panganteur yang merujuk pada pengulangan kata sebelumnya (binomial)

Pengulangan kata atau dalam bahasa inggris lebih dikenal dengan binomial. Binomial adalah sebuah ekspresi yang terdiri dari dua kata bergabung union. Ekspresi ini terdiri dari kata-kata yang memiliki kesamaan satu sama lain.

Contoh:

3.a Jung! Nangtung atuh. Bu guru nyarékan gera.

3.b. Asa mani plong dada teh. Ngemplong pisan.

Kata jung dan plong merupakan binomial dari kata nangtung (berdiri) dan ngemplong (lega). Jika diterjemahkan maka akan menjadi

Contoh:

3.a. Raise your body! Stand up. Teacher will be angry.

3.b. My heart is relieved. So free.

Dari kedua contoh kalimat yang telah diterjemahkan tidak nampak seperti binomial sama sekali. Hal ini dikarenakan perbedaan sosio-budaya antara bahasa Sunda dan bahasa Inggris. Meskipun kedua bahasa memiliki binomial namun kata yang dipakai tidak ada yang memiliki arti yang sama (berdasarkan contoh 3.a dan 3.b). Oleh karena itu, perlu diingat lagi bahwa penerjemahan bukan mengenai pengalihan struktur bahasa tapi pengalihan pesan.

3. Kecap panganteur yang menerangkan kata sesudahnya

(9)

Contoh:

4.a Harita basa Ema nyarékan si Nyai, manéhna langsung segrukceurik

gera.

4.b. Ampun, jam sakieu karék kuniang hudang.

Kata segruk dan kuniang merupakan kata yang menerangkan kata ceurik (menangis) dan hudang (bangun). Jika diterjemahkan akan menjadi

4.a When mother was angry, immediately, Nyai was crying uncontrollably

4.b. My goodness! What time is it? You just wake up.

Dari dua kalimat di atas kata segruk yang diterjemahkan menjadi uncontrollably dan kata kuniang yang diterjemahkan menjadi just memiliki fungsi yang sama yaitu menjelaskan kata ceurik (crying) dan hudang (wake up). Meskipun terlihat mudah namum terkadang ada beberapa kata yang sulit untuk dideskripsikan secara harfiah sehingga penerjemah perlu melihat konteks yang ada pada kalimat tersebut agar dapat mengalihkan pesannya dengan baik ke BSa.

TEKNIK MENERJEMAH KECAP PANGANTEUR

(10)

Dalam upaya menerjemahkan BSu ke BSa penerjemah harus sadar bahwa tugasnya adalah mengalihkan pesan, sehingga jika penerjemah mengalami jalan buntu dalam menerjemahkan suatu konsep maka dia hanya perlu mencari kata kunci yang merupakan ide pokok dalam kalimat tersebut (Larson, 1998:179). Bila dikaitkan dengan penerjemahan kecap panganteur, penerjemah tidak akan terlalu sulit untuk menerjemahkan kecap panganteur yang diikuti dengan kata yang diantarnya (kolokasi), karena kata kuncinya terdapat pada kata yang diantarnya itu sendiri, misalnya dari kolokasi berebet lumpat, kata kuncinya terdapat pada kata lumpat yang dalam bahasa Inggris berarti ‘run’, maka penerjemah bisa saja menerjemahkan berebet lumpat dengan satu kata ‘run’ saja. Sebaliknya, jika kecap panganteur tersebut berdiri sendiri maka penerjemah menghadapi masalah yang cukup sulit jika dia tidak mengetahui kata apa yang diwakili oleh kecap panganteur tersebut. Ketiadaan kata yang mengikuti kecap panganteur sering terjadi karena kecap panganteur itu sendiri dapat mewakili kata yang diantarnya, misalnya regot

merupakan kecap panganteur dari kata nginum yang dalam bahasa Inggris berarti ‘drink’, maka penerjemah dapat menerjemahkan kata regot dengan ‘drink’.

KETAKSEPADANAN MAKNA KECAP PANGANTEUR

Berbicara mengenai penerjemahan, berbicara pula mengenai makna. Struktur, kategori dan fungsi gramatikal serta konsep yang berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya terkadang menggiring penerjemah kepada ketaksepadanan makna. Ketaksepadanan makna ini terjadi karena beberapa faktor, diantranya: (1) konsep khusus budaya (contoh : nama makanan), (2) konsep bahasa sumber tidak tersedia dalam bahasa sasaran, (3) konsep bahasa secara sistematik snagat kompleks (contoh: nominalisasi), (4) perbedaan persepsi terhadap suatu konsep (contoh: konsep kaya), (5) bahasa sasaran tidak mempunyai unsur atasan (superordinat), (6) bahasa sasaran tidak mempunyai unsur bahawan atau kata khusus/hiponim (contoh: penthouse), (7) perbedaan perspektif interpersonal dan fisik (contoh: came/go), (8) perbedaan dalam hal makna ekspresif (contoh: tutup

(11)

kata, (10) perbedaan dalam hal tujuan dan (11) tingkat penggunaan bentuk-bentuk tertentu ( Baker dalam Nababan 2008: 99-105).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketaksepadanan makna disebabkan oleh perbedaan struktur bahasa dan kultur antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Namun, lagi-lagi sebagai penerjemah yang memiliki tugas untuk menyampaikan makna bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan harus memperhatikan gaya bahasa serta isi pada bahasa sumber yang kemudian dialihkan ke bahasa sasaran, penerjemah harus menyampaikan makna dengan jelas sehingga terjemahan tersebut berterima, akurat dan terbaca.

SIMPULAN

Sebagai penerjemah yang berurusan dengan beberapa bahasa pasti akan menemui permasalahan. Sulit atau tidaknya permasalahan yang dihadapi bergantung pada perbedaan struktur dan sosio-budaya kedua bahasa dan tentu saja kemampuan penerjemah itu sendiri. Berkaitan menerjemahkan kecap panganteur yang tidak terdapat dalam struktur bahasa Inggris sebenarnya bisa diatasi dengan menggunakan tiga teknik seperti yang disebutkan Beekman dan Callow. Apabila penggunaan teknik tersebut dirasa masih belum bisa mendapatkan makna yang sepadan, maka teknik reduksi dapat digunakan, karena penerjemah tidak perlu memaksakan diri arti suatu istilah jika padanannya belum ada dalam bahasa sasaran, atau jika dia belum bisa memahaminya (Nababan, 2008:22).

DAFTAR PUSTAKA

Sudaryat, Yayat dkk. 2007. Tata Basa Sunda Kiwari. Bandung: Yrama Widya . Nababan, M. Rudolf. 2008. Teori Menerjemah Bahasa Inggris. Yogyakarta:

(12)

Larson, Mildred L. 1998. Meaning-Based Translation. New York: University Press of America

Oxford Advance Learner’s Dictionary New 8th Edition. 2010. Oxford: Oxford

University Press

Sumber Internet

https://manuskripkesunyian.wordpress.com/2008/10/06/kecap-panganteur/ diakses pada tanggal 21 November 2016

http://bambang-share1.blogspot.co.id/2010/11/kamus-sunda-lengkap.html diakses pada tanggal 14 November 2016

http://id.enlizza.com/binomial-dalam-bahasa-inggris-binomials/ diakses pada tanggal 05 Desember 2016

Referensi

Dokumen terkait

satu medan makna, begitu juga no.. Penerjemahan linguistik penerjemah mendapat informasi linguistik yang berkaitan dengan morfem, kata, frasa, klausa dan kalimat dan makna tersurat

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: pertama untuk mengetahui teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan Laowömaru Manömanö Nono Niha dalam

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: pertama untuk mengetahui teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan Laowömaru Manömanö Nono Niha dalam

Menganalisis teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan istilah budaya pada novel The Good Earth dalam

Dari 30 data onomatope, ditemukan tujuh strategi penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan onomatope pada lirik lagu JKT48 yaitu, strategi penerjemahan kata

Dalam menerjemahkan kata budaya ekologi kategori tumbuh-tumbuhan dan hewan, penerjemah sering menggunakan strategi harfiah, Penggunaan strategi harfiah untuk menerjemahkan

Penemuan padanan makna dalam kegiatan penerjemahan ini didukung dengan hasil penelitian Tabrizi dan Mahshid Pezeshki (2015) yang menyatakan bahwa penerjemah semestinya

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh penerjemah untuk menerjemahkan onomatope yaitu dengan memperhatikan teknik penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan