• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah PEMULIAAN TANAMAN Penyerbukan si

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah PEMULIAAN TANAMAN Penyerbukan si"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang

Salah satu upaya yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan hasil pertanian adalah dengan penggunaan bibit unggul. Sifat bibit unggul pada tanaman dapat timbul secara alami karena adanya seleksi alam dan dapat juga timbul karena adanya campur tangan manusia. Persilangan merupakan salah satu cara untuk menghasilkan rekombinasi gen. Secara teknis, persilangan dilakukan dengan cara memindahkan tepung sari kekepala putik pada tanaman yang diinginkan sebagai tetua, baik pada tanaman yang menyerbuk sendiri (self polination crop) maupun pada tanaman yang menyerbuk silang (cross polination crop).

Tanaman jagung mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis karena cara penyerbukan bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang homozigot justru akan berakibat depresi inbreeding yang menghasilkan tanaman kerdil dan daya hasilnya rendah. Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur, dan hasilnya tinggi justru diperoleh dari tanaman yang komposisi genetiknya heterozigot.

Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Jagung merupakan tanaman pertama yang dibentuk menghasilkan varietas hibrida secara komersial.

a) Permasalahan

Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas permasalahan yang dibahas dalam makalah ini, yaitu :

 Bagaimana melakukan persilangan pada tanaman jagung?  Apakah metode dalam pemuliaan tanaman Jagung?

(2)

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemuliaan Tanaman serta memberikan informasi kepada pembaca tentang Penyerbukan Silang pada Tanaman.

B. Pembahasan

1. Pengertian Penyerbukan Silang pada Jagung

(3)

Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu. Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari axillaryapices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual. Selama proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga tidak berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan.

Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki sel vegetatif, dua gamet jantan dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding tebalnya terbentuk dari dua lapisan, exine dan intin, dan cukup keras. Karena adanya perbedaan perkembangan bunga pada spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah dan ketidak sinkronan matangnya spike, maka pollen pecah secara kontinyu dari tiap tassel dalam tempo seminggu atau lebih. Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot.

(4)
(5)

terlebih dahulu rambut jagung dipotong hingga mendekati kulit jagung atau biasa disebut klobot jagung. Setelah itu, klobot jagung dibuka sedikit agar nanti saat polinasi, serbuk sari dapat masuk atau menyerbuk sempurna pada putik. Setelah itu, hal selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan hibridisasi atau persilangan dengan cara menabur-naburkan serbuk sari dari tetua jantan diatas rambut jagung yang sudah dipotong dan melakukan pengamatan.

Keberhasilan suatu persilangan buatan dapat dilihat kira-kira satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Jika calon buah mulai membesar dan tidak rontok maka kemungkinan telah terjadi pembuahan. Sebaliknya, jika calon buah tidak membesar atau rontok maka kemungkinan telah terjadi kegagalan pembuahan. Keberhasilan penyerbukan buatan yang kemudian diikuti oleh pembuahan (Kurniawan, 2012).

Menurut Sujiprihati et.al (2007), faktor yang mempengaruhi hibridisasi terjadinya faktor internal dan juga eksternal. Faktor internal terjadi pada waktu tanam berbunga, yaitu: penyesuaian waktu berbunga dan waktu emaskulasi dan penyerbukan. Sedangkan faktor internal antara lain cuaca saat penyerbukan, pemilihan tetua, dan pengetahuan tentang organ reproduksi dan tipe penyerbukan. Keberhasilan persilangan dipengaruhi oleh dua factor yaitu; suhu dan cahaya. Pada suhu udara yang dingin, suaca gelap atau musim hujan, saat berbungan akan terhambat. Suhu yang panas, cuaca cerah, dan musim kemarau akan mempercepat pembungaan. Suhu dan cahaya ketika siang hari terletak pada puncaknya (Syukur, 2009).

(6)

persilangan antar populasi atau memperbaiki galur hibrida yang berasal dari dua populasi terpilih secara resiprok. Prinsip dasar dalam perbaikan populasi, yaitu meningkatkan frekuensi gen baik (desirable genes) sehingga akan meningkatkan rerata populasi untuk karakter yang ditentukan. Seleksi berulang (Recurrent selection) digunakan dalam perbaikan populasi, yang juga melibatkan seleksi generasi silang diri (selfing) akan membantu meningkatkan toleransi terhadap inbreeding dan meningkatkan kapasitas populasi untuk menghasilkan galur-galur yang lebih vigor dan unggul. Beberapa peneliti telah melaporkan kemajuan seleksi pada jagung menggunakan seleksi berulang bolak balik (resiprocal recurrent selection). Dari seleksi berulang bolak balik ini Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan tiga varietas unggul jagung bersari bebas dan delapan hibirida.

2. Metode Seleksi Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung  Seleksi Massa (Mass Selection)

(7)

domestikasi tanaman menyerbuk silang dan seleksi massa adalah dasar pemeliharaan bentuk asal (true type) dari spesies tanaman menyerbuk silang, sebelum dikembangkan program perbaikan tanaman.

Seleksi massa dilakukan berdasarkan satu tetua. Pada tanaman jagung dipilih berdasarkan tetua betina, karena asal tetua betinanya diketahui d engan pasti yaitu tanaman yang terpilih, sedang tetua jantan yaitu asal tepungsari yang menyerbuki tanaman terpilih tidak diketahui. Untuk karakter yang dapat dipilih sebelum berbunga, seleksi dapat dilakukan untuk kedua tetua, baik tetua jantan maupun tetua betina. Tanaman yang tidak terpilih dibuang sehingga penyerbukan terjadi antara tanaman terpilih atau dibuat persilangan buatan antara tanaman terpilih. Seleksi berdasarkan kedua tetua akan memberikan kemajuan seleksi yang lebih besar daripada seleksi berdasarkan satu tetua saja.

Pada seleksi ini pemilihan berdasarkan individu tanaman, sehingga apabila lahannya mempunyai kesuburan yang tidak merata (heterogen) maka tanaman yang terpilih belum tentu karena pengaruh genetik, sehingga salah pilih. Untuk mengurangi faktor lingkungan ini Gardner et al. (1981) telah berhasil menaikkan hasil biji jagung varietas Hays-Golden dengan total respon kenaikan 23% dari populasi asal selama 10 generasi seleksi massa (di atas 10 tahun), dan respon tiap generasi adalah 2.8%. Keberhasilan Gardner dengan menggunakan seleksi massa terhadap hasil biji jagung tersebut, karena digunakannya beberapa tehnik untuk memperbaiki efisiensi seleksi individu tanaman, yakni dengan cara:

(8)

 Lahan pertanaman berukuran 0.2 – 0.3 ha dipelihara dengan pemberian pupuk, irigasi dan pengendalian gulma yang seragam untuk memperkecil keragaman lingkungan. masing petak kecil yang terdiri dari 40 tanaman.

 Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row)

Seleksi satu tongkol satu baris pada jagung, sedang pada tanaman lain disebut head-to-row, yakni satu malai satu baris. Merupakan “halfsib selection” Bagan pemuliaan ini awalnya dirancang oleh Hopkins (1899) dalam Dahlan, (1994) di Universitas Illinois untuk menyeleksi persentase kandungan minyak dan protein yang tinggi maupun yang rendah pada jagung. Bagan seleksi ini merupakan modifikasi dari seleksi massa yang menggunakan pengujian keturunan (progeny test) dari tanaman yang terseleksi, untuk membantu/memperlancar seleksi yang didasarkan atas keadaan fenotip individu tanaman. Langkah-langkah pelaksanaan seleksi ear-to-row:

Musim I: Seleksi individu-individu tanaman berdasarkan fenotipnya dari populasi yang beragam dan mengadakan persilangan secara acak. Setiap tanaman bijinya dipanen terpisah.

(9)

Musim III: Biji-biji sisa dari tetua yang keturunannya superior dicampur untuk ditanam di tempat yang terisolasi dan terjadi perkawinan acak.

Dalam pencampuran tersebut diseleksi lagi fenotip-fenotip individu tanaman yang baik untuk diteruskan ke siklus berikutnya. Tanaman di dalam baris-baris keturunan adalah saudara tiri (half sibs), dengan demikian metode ini memasukkan pengujian tanpa ulangan dari keturunan-keturunan bersari bebas dari tanaman terpilih. Karena kita memilih satu tongkol satu baris, maka kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya inbreeding cukup besar. Karena satu tongkol menjadi satu baris yang dalam baris itu merupakan satu famili. Timbulnya inbreeding ini mengurangi kemajuan genetik pada proses seleksinya.

 Seleksi Pedigri (Pedigree Selection)

Musim 1, Tanam populasi dasar sekitar 3000 – 5000 tanaman. Pilih 300 – 400 tanaman yang mempunyai karakter yang sebagainya, dan pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk silangdiri. Panen terpisah masing-masing tongkol, pilih 1 - 3 tongkol hasil silangdiri tiap baris terpilih dan diperoleh biji S2.

(10)

- 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk dibuat silangdiri. Panen terpisah masing-masing tongkol dan diperoleh biji S3.

Musim 4, Biji yang diperoleh pada musim 3 hasil silangdiri (S3) yang terpilih tanaman lagi seperti pada musim 3. Silangdiri dilakukan lagi sampai generasi keenam (S6) untuk memperoleh galur yang mendekati homozigot. Pada pembuatan galur dapat dilakukan seleksi terhadap hama dan penyakit utama dengan inokulasi/investasi buatan.

 Seleksi Curah (Bulk Selection)

Seleksi metode curah adalah prosedur dengan mencampur biji dengan jumlah yang sama dari tongkol hasil silangdiri. Apabila dilakukan silang diri 300 tanaman ambil 4 biji dari tiap tongkol untuk ditanam lagi. Lakukan silang diri lagi 300 tanaman yang dikehendaki dan ambil lagi 4 biji dari tiap tongkol dan pekerjaan ini dilakukan 4 generasi dan galur S4 ini dievaluasi daya gabungnya. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi daya gabung pada S1 dan galur terpilih dilanjutkan silangdiri tetapi biji dari 1-3 tongkol dari hasil silang diri masing-masing galur terpilih dicampur dan silang diri dilanjutkan sampai mencapai homozigot. Seleksi curah dapat menghemat biaya dan dapat dilakukan dengan banyak populasi sekaligus.

 Seleksi Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent Selection)

Seleksi fenotip berulang adalah seleksi dari generasi ke generasi dengan diselingi oleh persilangan antara tanaman-tanaman terseleksi agar terjadi rekombinasi. Sparague and Brimhall (1952) telah menggunakan prosedur seleksi ini dalam menaikkan kadar minyak yang tinggi pada varietas jagung ”Stiff Stalk Synthetic”. Langkah-langkah pelaksanaan seleksi fenotip berulang adalah:

(11)

Musim II : Seleksi 10% tongkol S1 dengan persentase minyak tertinggi ditanam satu tongkol satu baris dan saling silang (Intercrossing). Biji-biji dengan jumlah yang sama dari tiap tongkol dicampur untuk diseleksi pada generasi berikutnya.

 Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum (Recurrent Selection for General Combining Ability)

Seleksi ini awalnya disarankan oleh Jenkins dengan anggapan bahwa daya gabung dapat ditentukan sejak dini. Prosedur seleksi sebagai berikut:

Musim I : Tanam populasi dasar dan pilih tanaman-tanaman yang mempunyai karakter yang diinginkan. Lakukan persilangan sendiri (selfing) tanaman terpilih tersebut untuk memperoleh galur S1. Saat panen hanya dipilih tanaman-tanaman yang masih menunjukkan karakter yang diinginkan.

Musim II: Sebagian benih S1 digunakan untuk membuat persilangan antara galur S1 dengan populasi asal. Populasi itu sendiri digunakan sebagai tetua penguji. Sisa benih S1 disimpan untuk digunakan dalam rekombinasi.

Musim III: Evaluasi famili saudara tiri (silang puncak) yang diperoleh pada musim kedua. Evaluasi dalam rancangan acak kelompok atau rancangan latis umum (generalized lattice) dengan 2 – 4 ulangan pada 1 – 3 lokasi. Berdasarkan evaluasi ini pilih famili superior.

Musim IV: Rekombinasi famili terpilih dengan menggunakan biji S1 hasil pada musim pertama dengan cara perbandingan jantan betina untuk membentuk populasi baru.

Musim V: Tanam populasi hasil rekombinasi pada musim 4 dan buat persilangan sendiri seperti ada musim I untuk daur kedua.

 Seleksi Silang Balik (Backcross)

(12)
(13)

Gambar 1. Metode penyerbukan silang tanaman jagung

C. PENUTUP 1. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas tentang Penyerbukan Silang Tanaman Jagung dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hibridisasi merupakan proses kawin antar individu persilangan interspesifik atau individu genetik berbeda dari hibridisasi intraspesifik. Persilangan merupakan penyerbukan silang antara tetua yang berbeda susunan genetiknya yang bertujuan penggabungan sifat genotip yang baru serta memperluas keragaman genetik.

(14)

3. Jagung yang akan disilangkan masih belum menunjukkan masa generatif. Keberhasilan dalam proses persilangan terdiri dari 2 faktor, yakni suhu dan juga cuaca.

4. Metode yang digunakan dalam pemuliaan tanaman Jagung adalah Seleksi Massa (Mass Selection), Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row), Seleksi Pedigri (Pedigree Selection), Seleksi Curah (Bulk Selection), Seleksi, Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent Selection), Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum (Recurrent Selection for General Combining Ability), Seleksi Silang Balik (Backcross).

DAFTAR PUSTAKA

Alexander,D.E. dan Creech. 1977. Breeding special nutritional and industrial types. In Corn and Corn Improvement. The American Society of Agronomy Inc. Hallauer, A. R. and J.B. Miranda Fo. 1981. Quantitative genetics in Maize Breeding.

Iowa State Univ. Press, Ames.

Nugraha, U.S., Subandi, A. Hasanuddin dan Subandi. 2002. Perkembangan teknologi budidaya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al., (eds.) Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. P. 37-72.

Pingali, P. 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/2000. Mexico, D.F. : CIMMYT.

Subandi, M. Ibrahim, dan A. Blumenshein. 1988. Koordinasi Program Penelitian Nasional : JAGUNG. Puslitbangtan, Bogor.

(15)

Zuber, M.S., W.H. Skrdla, and B.H. Choe. 1975. Survey of maize selections for endosperm lysine content. Crop Sci. 15: 93-94.

Vasal, S.K. 2000. The Quality Protein Maize story. Food and Nutrition Bulletin. 21 ( 4): 445-450.

Mertz ET., L.S. Bates, and O.E. Nelson. 1964. Mutant gene that changes protein composition and increases lysine content of maize endosperm. Science 145: 279-280.

Nelson, O.E., E.T. Mertz, and L.S. Bates. 1965. Second mutant gene affecting the amino acid pattern of maize endosperm proteins. Science. 150: 1469-1470. Purseglove. 1992. Tropicals Crops, Monocotyledons. Longmann. London.

Gardner, E.J. and D.P. Snusta. 1981. Principles of Genetic. Six Edition. John Wiley and Sons. New York.

Dahlan, M.M., 1994. Pemuliaan tanaman. Diktat Bahan Kuliah Pemuliaan Tanaman. Fakultas pertanian. Universitas Putra Bangsa Surabaya. 95p.

MAKALAH PEMULIAAN TANAMAN

(16)

Disusun oleh : NAMA : Edi Sungkono NIM : 15542111000978

PROGRAM STUDI S1 AGROTEKNOLOGI SEKOLAH TINGGI PERTANIAN

Referensi

Dokumen terkait

tanaman jagung manis untuk memperbaiki sifat-sifat kualitatif maupun kuantitatif dan salah satu program pemuliaan yang dilakukan adalah seleksi..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon seleksi, rata-rata hasil dan bobot brangkasan segar pada tanaman jagung hasil seleksi massa dengan teknik indeks dasar

Salah satu penyakit yang mematikan pada tanaman tomat adalah Tomato Yellow Leaf Curl (TYLC), disebabkan oleh Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV; genus Begomovirus,