• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH SEMINAR PEMULIAAN TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum L.), TAHAN SERANGAN TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH SEMINAR PEMULIAAN TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum L.), TAHAN SERANGAN TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH SEMINAR

PEMULIAAN TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum L.), TAHAN SERANGAN TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV)

Disusun oleh :

Nama : Tenti Okta Vika NIM : 10/300362/PN/12028

Dosen : Dr. Ir. Aziz Purwantoro, M. Sc.

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2013

(2)

LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH SEMINAR UMUM

SEMESTER I TAHUN AKADEMIK 2013/2014

PEMULIAAN TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum L.), TAHAN SERANGAN TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV)

Disusun oleh: Nama : Tenti Okta Vika NIM : 10/300362/PN/12028

Makalah ini telah disahkan dan diterima sebagai kelengkapan mata kuliah Seminar Umum.

Menyetujui: Tanda Tangan Tanggal

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Aziz Purwantoro, M. Sc. ……….. ………

Mengetahui :

Koordinator Seminar

Jurusan Budidaya Pertanian

Dr. Rudi Harimurti, S.P., M.P. ……….. ………

Mengetahui : Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

(3)

PEMULIAAN TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum L.), TAHAN SERANGAN TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV)

INTISARI

Tanaman tomat telah lama dibudidayakan oleh petani Indonesia. Kendala utama budidaya tomat ialah adanya serangan patogen dan salah satunya ialah Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV) yang termasuk ke dalam kelompok Gemini virus. Di Indonesia penyakit yang mirip TYLCV ditemukan di sentra pertanaman tomat di Kabupaten Magelang, JawaTengah dengan gejala klorosis pada daun, tepi daun menggulung keatas seperti mangkok, daun keriting dan menguning, tanaman kerdil dan bunga rontok. Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu cara pengendalian yang mempunyai kelebihan dibandingkan pengendalian secara kimiawi. Metode pemuliaan untuk mendapatkan varietas tahan TYLCV dengan melakukan back cross.

Kata Kunci : Tomat, Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV), Back Cross.

I. PENDAHULUAN

Tanaman tomat telah lama dibudidayakan oleh petani Indonesia, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tomat dapat tumbuh hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Menurut laporan dari Badan Pusat Statistik, sentra pertanaman tomat di Indonesia terpusat di Pulau Jawa. Luas panen pertanaman tomat pada tahun 2008 hingga 2012 secara nasional mencapai 60.154 ha dengan produksi total sebesar 891,61 ton (Badan Pusat Statistik, 2012). Peningkatan masih dapat dilakukan dengan cara menanam varietas unggul di samping memperbaiki teknik budidaya, pengendalian hama dan penyakit, serta perluasan areal pertanaman.

Kendala utama budidaya tomat ialah adanya serangan patogen dan salah satunya ialah virus Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV) yang termasuk ke dalam kelompok Gemini virus. TYLCV yang telah dilaporkan oleh Moriones & Castillo (2000) mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting, baik di daerah tropik maupun subtropik karena merupakan salah satu penyebab utama penurunan produksi tanaman. Kehilangan hasil akibat serangan TYLCV tercatat di berbagai negara dengan kisaran 50–80%, bahkan dapat mencapai 100% (Mohamed, 2010; Rakib et al. 2011).

Usaha pengendalian yang banyak dilakukan terhadap vektor virus menggunakan insektisida, namun cara ini kurang efektif untuk menekan serangan penyakit tersebut. Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu cara pengendalian yang mempunyai kelebihan dibandingkan pengendalian secara kimiawi (Suryaningsih, 2008).

(4)

II. PEMULIAAN TANAMAN TOMAT TAHAN SERANGAN TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV)

1. Tomat (Solanum lycopersicum L.) 1.1 Arti Penting

Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Tomat merupakan komoditas sayuran yang sangat penting dalam menunjang ketersediaan pangan dan kecukupan gizi masyarakat. Tomat banyak digemari orang karena rasanya enak, segar dan sedikit asam serta mengandung banyak vitamin A, C dan sedikit vitamin B (Sugito et al., 2010).

Tanaman tomat berbentuk perdu atau semak dengan tinggi bisa mencapai 2 meter. Tanaman ini termasuk tanaman semusim (annual) yang berarti memiliki siklus hidup yang singkat dan umurnya hanya untuk satu kali periode panen, yaitu sekitar 4 bulan. Tanaman ini akan mati setelah berproduksi (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2009).

1.2 Klasifikasi

Berikut ini merupakan klasifikasi tanaman tomat menurut Plantamor (2012), Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Solanum

Spesies : Solanum lycopersicum L.

1.3 Syarat Tumbuh

Tanaman tomat dapat tumbuh di daerah tropis maupun sub-tropis. Curah hujan yang dikehendaki dalam pelaksanaan budidaya tomat ini ialah sekitar 750-1.250 mm/tahun. Keadaan tersebut berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah bagi tanaman, terutama di daerah yang tidak terdapat irigasi teknis. Curah hujan yang tinggi (banyak hujan) juga dapat menghambat persarian. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik parasit maupun non-parasit. Sinar matahari berintensitas

(5)

tinggi akan menghasilkan vitamin C dan karoten (provitamin A) yang lebih tinggi. Penyerapan unsur hara yang maksimal oleh tanaman tomat akan dicapai apabila pencahayaan selama 12-14 jam/hari, sedangkan intensitas cahaya yang dikehendaki adalah 0,25 mj/m2 per jam (Didit, 2010).

2. Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV) 2.1 Arti Penting

Salah satu penyakit yang mematikan pada tanaman tomat adalah Tomato Yellow Leaf Curl (TYLC), disebabkan oleh Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV; genus Begomovirus, famili Geminiviridae) dan ditularkan oleh Bemicia tabaci Genn. (Salati et al., 2002). Penyakit TYLC mempunyai arti ekonomi yang cukup penting karena dapat menurunkan hasil sampai 100%. Di Mesir dilaporkan bahwa semua pertanaman tomat pada musim panas dan musim gugur terinfeksi TYLCV mencapai 80% - 100% (Lapidot et al., 2001).

Penyakit ini pertama kali ditemukan di Israil pada tahun 1931 dan sekarang telah menyebar di berbagai negara di Afrika, Eropa, Amerika, Asia, dan Australia (Salati et al., 2002). Di Indonesia penyakit yang mirip TYLCV ditemukan di sentra pertanaman tomat di Kabupaten Magelang, JawaTengah dengan gejala klorosis pada daun, tepi daun menggulung keatas seperti mangkok, daun keriting dan menguning, tanaman kerdil dan bunga rontok (Hartono, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2006) pada tanaman tomat memperlihatkan sekuen nukleotida dan asam amino gen coat protein Begomovirus asal Magelang menunjukkan persamaan dengan TYLCV-Kan 1 dan 2 asal Thailand, sehingga dinamakan TYLCV-Mag. Hasil survei juga menunjukkan adanya peningkatan intensitas penyakit dari tahun ke tahun. Tahun 2003 tercatat intensitas serangan virus pada tanaman tomat baru mencapai 27%, namun pada tahun 2006 hampir mencapai 100% (Sudiono et al., 2001 cit Hartono, 2006).

2.2 Biologi Patogen

Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV) termasuk genus Begomovirus, famili Geminviridae mempunyai single stranded (ss) DNA dengan virion isohedral ganda. Kebanyakan Begomovirus memiliki genom bipartit, terdiri dari dua komponen DNA (DNA A dan B) dengan panjang 2,6 kb. Berbeda dengan geminivirus lain, TYLCV adalah genom monopartit, mempunyai DNA untai tunggal dengan panjang kira-kira 2.8 kb (Salati et al., 2002), dengan dua open reading frame (ORFs) pada virion sense yaitu V2 dan coat protein

(6)

(CP), dan 4 ORFs pada complementary sense yaitu protein yang berhubungan dengan replikasi (Rep), protein aktivator transkripsi (TrAP), protein yang meningkatkan replikasi (REn), dan C4, yang dipisahkan oleh intergenic region (IR) yang panjangnya kira-kira 300 nts (Campos et al., 2002). Coat protein geminivirus merupakan faktor penentu yang diperlukan untuk pemerolehan dan penularan virus oleh serangga vektor.

Penyakit TYLCV tidak ditularkan melalui biji, tetapi ditularkan oleh Bemisia tabaci Gennadius secara persisten. Bemisia tabaci biotipe B menularkan TYLCV dengan frekwensi tinggi. Nimfa dapat memperoleh virus dan menularkannya pada saat dewasa. Satu serangga dapat memperoleh TYLCV dan menularkannya pada tanaman tomat (Ghanim et al., 2001; Mehta et al., 1994).

2.3 Gejala Kerusakan yang Disebabkan oleh Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV)

Tanaman tomat yang terinfeksi pada tahap awal akan memiliki pertumbuhan yang sangat terhambat, terminal dan tunas tegak, serta ukuran dan bentuk daun akan mengecil. daun menangkup ke bawah segera setelah infeksi, daun akan mengalami klorosis dan cacat, dengan tepi daun menggulung ke atas dan melengkung di antara pembuluh darah. Efek yang terjadi pada buah-buahan tergantung pada umur tanaman saat terinfeksi. Jika terinfeksi awal, tanaman akan berhenti memproduksi buah. Ketika infeksi terjadi pada tahap pertumbuhan akhir, buah yang akan muncul gagal untuk tumbuh, tetapi buah yang sudah matang dapat tumbuh hampir mendekati normal. Belum ada pengamatan mengenai gejala pada bunga, tetapi ketika terserang virus bunga akan gugur secepatnya (Anonim, 2013).

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3

Gejala yang khas untuk penyakit ini adalah tepi daun kuning, daun melengkung, ukuran daun dan bunga berkurang atau buah berjatuhan (Gambar 1). Dampak TYLCV pada produksi tomat bisa parah. Jika tanaman terinfeksi pada tahap awal, tanaman tidak akan berbuah dan pertumbuhan akan sangat terhambat (Gambar 2). Sebuah tanaman tomat terinfeksi dengan TYLCV (kiri) berdiri di samping tanaman tahan yang dikembangkan oleh

(7)

UF / IFAS. Setelah terinfeksi dengan penyakit, tanaman tomat tidak lagi tumbuh normal, dan tidak lagi menghasilkan buah.

2.4 Usaha Pengendalian Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV)

Usaha pengendalian yang banyak dilakukan terhadap vektor virus menggunakan insektisida, namun cara ini kurang efektif untuk menekan serangan penyakit tersebut. Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu cara pengendalian yang mempunyai kelebihan dibandingkan pengendalian secara kimiawi (Suryaningsih, 2008). Derajat ketahanan pada suatu tanaman ditentukan oleh banyak faktor yang mengadakan interaksi antara derajat virulensi patogen, umur, dan kondisi tanaman, serta lingkungan (Gunaeni et al., 2002). Penanaman varietas tahan tidak hanya mampu mengurangi kerugian oleh patogen tetapi juga mengurangi biaya penggunaan insektisida dan menghindari kontaminasi lingkungan dengan bahan kimia beracun.

3. Metode Pemuliaan Tanaman Tomat Tahan Serangan Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV)

Program pemuliaan yang bertujuan untuk memperoleh varietas tahan TYLCV dimulai sejak tahun 1960 dan berkembang sampai sekarang. Program ini didasarkan pada introgres ketahanan dan toleran pada beberapa galur spesies tomat liar ke dalam tanaman tomat (L. esculentum) yang telah didomestikasi (Vidavsky and Henryk, 1998). Kemajuan pemuliaan ketahanan terhadap TYLCV masih lambat terutama disebabkan oleh ketahanan genetiknya sangat kompleks (Lapidot et al., 1997). Pada umumnya metode pemuliaan tanaman terdiri dari introduksi, hibridisasi, dan seleksi. Skrining identifikasi ketahanan terhadap TYLCV merupakan langkah pertama dalam pemuliaan untuk memperoleh varietas tahan.

Menurut (Syukur et al. 2009), ketahanan tanaman inang terhadap infeksi patogen dibagi menjadi dua, yaitu ketahanan pasif dan aktif. Salah satu bentuk ketahanan tanaman terhadap penyakit yaitu ketahanan mekanis yang merupakan ketahanan aktif. Sifat ketahanan aktif terjadi setelah tanaman terinfeksi. Ketahanan pasif disebabkan adanya struktur tanaman yang menjadi penghalang patogen untuk melakukan penetrasi. Ketahanan metabolik juga merupakan ketahanan pasif yang disebabkan adanya senyawa-senyawa metabolit yang dihasilkan tanaman, baik sebelum maupun sesudah infeksi. Menurut Hardi dan Darwiati (2007) sifat-sifat tanaman resisten dipengaruhi oleh faktor (1) genetik yaitu sifat tahan yang diatur oleh sifat-sifat genetik, (2) morfologi yaitu sifat tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi tanaman yang tidak menguntungkan hama, dan (3) ekologi yaitu ketahanan tanaman yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

(8)

Gen ketahanan tanaman tomat terhadap TYLCV diketahui dikendalikan oleh 1-5 gen, baik resesif maupun dominan (Vidavsky and Henryk, 1998). Metode pemuliaan yang digunakan dalam menghasilkan tomat tahan TYLCV adalah dengan cara back cross. Back cross merupakan persilangan antara F1 dengan salah satu tetuanya. Metode persilangan ini digunakan dalam rangka usaha memperbaiki varietas-varietas unggul yang telah ada, namun masih memiliki kelemahan sifat. Kelemahan sifat tersebut diperbaiki dengan memasukkan sifat baik dari varietas lain.

Proses pemuliaan ketahanan tanaman tomat terhadap TYLCV ini diawali dengan menguji respon tujuh aksesi spesies tomat liar (Tabel 1) yang terdaftar sebagai toleran atau tahan terhadap TYLCV setelah diinokulasi dengan B. tabaci.

Tabel 1. Respon dari aksesi terpilih dari spesies Lycopersicum (tomat liar) 4 bulan setelah diinokulasi

Spesies Tomat Liar Nomer Aksesi

Nomor Tanaman

Respon terhadap Inokulasi Rentan Toleran Tahan

L. pimpinellifolium LA 121 10 7 3 0 LA 1582 16 9 4 3 L. peruvianum LA 372 8 0 2 6 LA 462 9 0 5 4 L. hirsutum LA 1777 16 0 1 15 LA 386 10 0 0 10 L. chilense LA 1969 9 0 3 6

(Vidavsky and Henryk, 1998). Dari tabel tersebut terlihat bahwa kedua aksesi dari L. hirsutum menunjukkan proporsi individu tahan yang paling besar. Tanaman dari kedua aksesi L. hirsutum LA 1777 dan LA 386 disilangkan. Tanaman dari kedua aksesi L. hirsutum kemudian juga disilangkan dengan L. esculentum yang rentan (spesies liar digunakan sebagai tetua jantan). Keturunan F1 kemudian diinokulasi dengan B. tabaci (tabel 2).

(9)

Tabel 2. Respon dari F1 hasil persilangan antara Lycopersicum esculentum dan L. hirsutum, dan F1 hasil persilangan antara kedua aksesi L. hirsutum 4 bulan setelah inokulasi

Tetua Tanaman F1

yang Diuji Coba

Respon Dari F1 terhadap Inokulasi

Jantan Betina Rentan Toleran Tahan

LA 1777 L. esculentum 10 8 2 0

LA 386 L. esculentum 6 6 0 0

LA 386 LA 1777 9 0 0 9

(Vidavsky and Henryk, 1998). Persilangan antara LA 1777 dan L. esculentum menghasilkan 8 tanaman rentan dan 2 tanaman toleran. Sedangkan persilangan antara LA 386 dengan L. esculentum semua keturunan menghasilkan tanaman yang rentan. Karena L. hirsutum LA 1777 dan LA 386 merupakan self incompatible, sehingga apabila menyerbuk sendiri tidak menghasilkan buah. Oleh karena itu, polen dari tanaman LA 1777 dan LA 386 (didenominasikan dengan hir-5 dan hir-7) dikumpulkan untuk menyerbuki L. esculentum.

Tetua yang digunakan untuk mendapatkan tanaman yang tahan TYLCV adalah LA 1777 dan L. esculentum. Dari hasil persilangan tersebut, tanaman yang toleran kemudian disilangkan kembali dengan L. esculentum dan menghasilkan tanaman dengan sifat toleran dan rentan. Selama pelaksanaan persilangan, sifat rentan akan selalu dibuang atau tidak digunakan. Tanaman yang toleran kemudian diselfing sehingga menghasilkan keturunan yang tahan, toleran, dan rentan. Tanaman yang tahan diselfing kembali dan menghasilkan tanaman tahan (1). Tanaman yang toleran menghasilkan tanaman dengan sifat tahan (2), toleran dan rentan. Tanaman yang tahan (1) kembali diselfing dan menghasilkan tanaman tahan. Tanaman tahan (2) setelah diselfing menghasilkan tanaman tahan (3) dan rentan, sedangakan tanaman toleran setelah diselfing menghasilkan tanaman toleran. Hal ini dapat terjadi karena gen pengontrol sifat rentan adalah resesif dan gen pengontrol sifat toleran merupakan sebagian atau seluruhnya berasal dari gen dominan. Tanaman tahan (1) diselfing kembali mengasilkan tanaman tahan (4) dengan nomor lini 902. Tanaman tahan (3) diselfing menghasilkan tanaman tahan (5) dengan nomor lini 906-7. Tanaman rentan diselfing menghasilkan tanaman rentan dengan nomor lini 906-4 dan tanaman toleran juga diselfing menghasilkan tanaman toleran dengan nomor lini 908. Tanaman tahan dengan nomor lini 902 kemudian disilangkan dengan L. esculentum menghasilkan tanaman toleran dengan nomor lini F1-901, sedangkan tanaman tahan dengan nomor lini 906-7 setelah disilangkan dengan L.

(10)

esculentum menghasilkan tanaman yang rentan. Tujuan dilakukannya selfing adalah untuk memurnikan sifat baik atau ketahan dari tomat liar sebelum sifat tersebut dimasukkan ke dalam sifat L esculentum. Gambar 4 berikut merupakan bagan persilangan untuk mendapatkan tanaman tahan TYLCV.

Gambar 4. Bagan Persilangan untuk Mendapatkan Tanaman Tahan TYLCV Agar metode persilangan balik dapat memberikan hasil yang baik, terdapat tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu (Mangoendidjojo, 2003):

1. Mempunyai recurrent parent yang baik.

2. Dalam beberapa kali back cross sifat baik dari donor parent dapat terakumulasi dengan baik.

3. Selama proses gen under transfer dengan beberapa kali back cross, sifat-sifat baik yang dimiliki oleh recurrent parent tetap terakumulasi pada keturunannya.

(11)

II. PENUTUP

Tomato Yellow Leaf Curl Virus merupakan penyakit penting pada tomat yang ditularkan oleh Bemisia tabaci Genn. Penggunaan varietas tahan merupakan salah satu cara pengendalian yang mempunyai kelebihan dibandingkan pengendalian secara kimiawi. Untuk menghasilkan tomat tahan TYLCV dapat dilakukan dengan metode back cross. Oleh karena virus tersebut dapat mengalami peningkatan resistensi sepanjang waktu, maka perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut untuk menghasilkan varietas tomat yang tahan Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV).

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Data Sheets on Quarantine Pests : Tomato Yellow Leaf Curl Bigeminivirus. <http://www.eppo.int/QUARANTINE/virus/TYLC_virus/TYLCV0_ds.pdf>. Diakses pada 8 November 2013.

Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tomat. <http://www. Bps.go.id/tab sub/viue.php>. diakses pada 30 November 2013.

Campos, S.S., J. A. Diaz, and F. Monci. 2002. High genetic stability of the begomovirus tomato yellow leaf curl Sardinia virus in Southern Spain over an 8-year period. Pytopathology 92: 842-849.

Didit. 2010. Cara Budidaya Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.).

<http://tani.blog.fisip.uns.ac.id/2010/11/24/cara-budidaya-tomat-lycopersicon-esculentum-mill/>. Diakses pada tanggal 8 November 2013.

Ghanim, M, S. Morin, and H. Czosnek. 2001. Rate of Tomato yellow leaf curl virus translocation in the circulative transmission pathway of its vector, the whitefly Bemisia tabaci. Phytopathology. 91: 188-196.

Gunaeni, N., Duriat, A.S. Sulastrini, I. Wulandari, A., dan Purwati, E. 2002. Pengaruh Perbedaan Struktur Jaringan Tanaman Tomat terhadap Infeksi CMV dan TYLCV, Laporan Hasil Penelitian T.A. 2001, Balitsa, Lembang.

Hardi, T.W. dan Darwiati, W. 2007. Resistensi tanaman terhadap serangga hama. J. Mitra Hutan Tanaman 2 : 15-21.

Lapidot, Moshe, M. Friedmann, M. Pilowsky, R. Ben-Joseph, and S. Cohen. 2001. Effect of host resistance to Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) on virus acquisition and transmission by its whitefly vector. Phytopathologi 91:1209-1213.

Mehta, P., Wyman J.A, Nakhla M.K, and Maxwell D.P. 1994. Transmission of tomato yellow leaf curl geminivirus by Bemisia tabaci. Journal of Economic Entomology 87 : 1291-1297.

Mohamed, E.F. 2010. Interaction between some which attack tomato (Lycopersicon esculentum Mill.) plant and their effect on grouth yield of tomato plants. J. Am. Sci. 6 : 211-320.

Moriones, E., and Castillo, N. J. 2000. Tomato yellow leaf curl virus an emerging virus complex causing epidemic worldwide. Virus Res. 71: 123-34.

Plantamor. 2012. Informasi Spesies Tomat. <http://www.plantamor.com/index.php?plant= 1165>. Diakses pada tanggal 8 November 2013.

Rakib, A. Al.ani, Mustofa .A. Adhab, Samir A. H. Hamad and Saber N. H. Diwan. 2011. Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV), identification, virus vector relationship, strains characterization and a suggestion for its control with plant extracts in Iraq. Afr. J. Agric. Res 6 : 5149-55.

(13)

Salati R., Medhat K. Nahkla, M. R. Rojas, P. Gusman, J. Jaques, D. P. Maxwell, and R. L. Gilbertson. 2002. Tomato yellow leaf curl virus in the Dominican Republic: Characterization of an infectious clone, virus monitoring in whiteflies, and identification of reservoir host. Pytopathology. 92: 487-496.

Sugito, A., H. A. Djatmiko, dan L. Soesanto. 2010. Penekanan nabati pada tanah tanaman tomat terkontaminasi Fusarium oxysporum F.SP. lycopersici. Jurnal-Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 12 : 13-18.

Suryaningsih, E. 2008. Pengendalian penyakit sayuran yang ditanam dengan sistem budidaya pada pertanian periurban. J.Hort. 18 : 200-211.

Syukur, M., Sujiprihati, S., Yunianti, R. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman, Bagian Genetik dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 2009. Budidaya Tomat Secara Komersial. Penerbar Swadaya. Vidavsky Favi and Henryk Czosnek. 1998. Tomato breeding line resistant and tolerant to

tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicum hirsutum. Phytopathology 88: 910-914.

Gambar

Gambar 4. Bagan Persilangan untuk Mendapatkan Tanaman Tahan TYLCV  Agar  metode  persilangan  balik  dapat  memberikan  hasil  yang  baik,  terdapat  tiga  hal  yang perlu mendapat perhatian, yaitu (Mangoendidjojo, 2003):

Referensi

Dokumen terkait

JALAN PAMONG PRAJA KOMPLEK KAW ASAN BHAKTI PRAJA NO..

Merupakan amalan – amalan lahir yang difardukan dalam agama, yang dikenal rukun Islam, dan segala hal yang berhubungan dengan hal itu tentunya yang bersumber dari al-Qur’an

Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan budidaya kedelai di lahan kering masam adalah relatif rendahnya tingkat kesuburan tanah (pH, kandungan hara makro,

Abstrak. Seiring dengan perkembangan teknologi, jaringan komunikasi di dunia juga semakin gencar. Bisa dikatakan, dengan konversi digital seseorang dapat berhubungan dan

Jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan, bobot kering tajuk destruktif, jumlah malai, jumlah gabah hampa, bobot gabah per

Hasil percobaan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemangkasan pucuk dan dosis pupuk kalium berpengaruh terhadap produksi dan kualitas benih mentimun yaitu pada

Dalam menjawab kebutuhan SIM-RS tersebut, kami Rich Software yang bergerak di bidang jasa outsourcing system, memberikan solusi sebagai partner RS dalam memberikan jasa

Perilaku ibu dalam penanganan pertama pada anak yang mengalami diare berkategori Baik yaitu sebanyak 28 responden (59,6%) termasuk kategori baik.. Saran :