• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kohesi dan koherensi dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua tahun ajaran 2015 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kohesi dan koherensi dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua tahun ajaran 2015 2016"

Copied!
290
0
0

Teks penuh

(1)

KOHESI DAN KOHERENSI

DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SEMESTER I SMA NEGERI I OKSIBIL KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG,

PAPUA TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh: Derius Tepmul Nim: 101224061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

KOHESI DAN KOHERENSI

DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SEMESTER I SMA NEGERI I OKSIBIL KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG,

PAPUA TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh: Derius Tepmul Nim: 101224061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv MOTO

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah

menjadi manusia yang berguna.

( Einstein)

Di Dunia Ini Tidak Ada Yang Instan, Semuanya Butuh Proses dan Kerja.

(Anne Ahira)

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia akan memeliharakamu.

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

1. Yesus Kristus, penolong dan penghiburku. Semua ini dapat terjadi karena kebaikan-Nya.

2. Kedua orang tua saya, Bapak Anton Kaladana (almarhum) dan Mama Novela (almarhumah). Buat Papa dan Mama, inilah kado kecil yang dapat anakmu persembahkan untuk sedikit menghibur hatimu yang telah aku susahkan, aku tahu banyak yang telah kalian korbankan demi memenuhi kebutuhanku yang selalu tak pernah merasa lelah demi memenuhi kebutuhanku. Saya hanya bisa mengucapkan banyak terima kasih kepada Papa dan Mama, hanya Tuhanlah yang membalas kemuliaan hati kalian. 3. Kakak dan adikku Martina Kaladana (almarhumah), adik Alfrius

Mangolkuplipki Kaladana yang telah mendoakan saya agar sehat, sabar dan sukses selama kuliah. Kalian adalah anugerah terbesar dalam hidup ini.

4. Keluarga Besar KOMAPO di se-Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Kalian adalah anugerah terbesar dalam hidup ini.

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

Tepmul, Derius. 2017. Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas X Semester I SMA Negeri I Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas kohesi dan koherensi dalam karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Tahun ajaran 2015/2016. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan jenis kohesi, (2) mendeskripsikan ketepatan pemakaian penanda kohesi, (3) mendeskripsikan jenis koherensi, dan (4) mendeskripsikan ketepatan pemakaian penanda koherensi yang terdapat dalam karangan deskripsi yang disusun oleh siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskripstif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini berupa karangan deskripsi yang disusun oleh 22 siswa kelas X SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pgunungan Bintang, Papua Tahun ajaran 2015/2016. Data penelitian ini berupa paragraf-paragraf yang mengandung kohesi dan koherensi dalam karangan deskripsi siswa kelas X SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Tahun ajaran 2015/2016. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian tugas kepada siswa untuk menyusun karangan. Data yang terkumpul diidentifikasi, kemudian dianalisis jenis-jenis kohesi dan koherensi serta ketepatan pemakaiannya.

(10)

ix ABSTRACT

Tepmul, Derius. 2017. The use of Choesion and Choerence in Description Essay of Ten Grades Students in SMA Negeri I Oksibil, Regency of Pegunungan Bintang Papua, New Academic Year of 2015/2016. Thesis. Yogyakarta: Indonesia Literature Language Education. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma University.

This study discusses about the choesion and choerence in description essay of ten grades students in SMA N I Oksibil, Regency of Pegunungan Bintang, Papua,New Academic Year of 2015/2016.The purposes of this study are : (1) to describe the types of choesion, (2) to describe the kinds of coherence , (3)describe the appropriateness of the use of choesion marker, and (4) to describe the use of choherence markers in description essay which is compiled by the ten grades students of SMA N 1 Oksibil,Regency of Pegunungan Bintang,Papua, New Academic year of 2015/2016. This research is used qualitative-descriptive approach. The data source of this research in the form of a description essay compiled by the 22 ten grades students in SMA N I Oksibil,Regency of Pegunungan Bintang, Papua, the New Academic Year of 2015/2016.

The result of this reseacrh, namely (1) grmmatical choesion found in the

students‟s essays are refrences, substitution, ellispsis, and cinjunction, whereas

lexical choesion found hyponymy and hypernimy form, repetition, collocation , synoyms, and equivalence. (2) The chorence that is found in the description of

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Mahakasih, atas penyertaan, perlindungan, kekuatan, limpahan rahmat, kasih-Nya yang tak berkesudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul Kohesidan Koherensi dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas X Semester I SMA Negeri I Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua

Tahun Ajaran 2015/2016 ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis sangat menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari berkat dukungan, nasihat, kerjasama, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar mendampingi, membimbing dan mengarahkan penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah menerima, mendidik, dan memotivasi penulis selama proses perkuliahan, baik dalam hal akademis maupun nonakademis.

3. Seluruh dosen penguji yang berkenan menguji penulis.

4. Seluruh dosen PBSI yang dengan penuh kesabaran mendidik dan mendampingi penulis selama menempuh studi di PBSI.

5. Karyawan Sekretariat Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai layanan administrasi.

(12)

xi

7. Ibu angkat saya, Ibu Dina Uropkulin yang telah menyekolahkan, mendoakan, menasihati dan memotivasi saya untuk menjadi manusia yang berguna sekarang dan kemudian hari.

8. Terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Pieter Kalakmabin, sang inspirasi dan idolaku.

9. Bapak Yance Sasaka, S.Pd., selaku guru mata pelajaran Bahasa Indoensia kelas X SMA Negeri I Oksibil yang telah membantu dalam proses pembelajaran di kelas, serta memberikan respons positif terhadap penelitian ini.

10. Seluruh siswa kelas X SMA Negeri I Oksibil yang dengan semangat membantu proses penelitian ini.

11. Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang, yang membiayai perkuliahan saya sampai selesainya skripsi ini.

12. Teman-teman seperjuangan Komunitas Pelajar dan Mahasiswa Aplim Apom (KOMAPO) se-Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera, terimakasih atas semua doa, dukungan, dan bantuan kalian semua.

13. Bapak Salmon Alutbali Wasini, Am.Pt., selaku kaka sekaligus orang tuaku, terimakasih atas semua pengorbanannya sejak saya dibangku SMA-selesainya Skripsi ini.

14. Terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Theodorus Sitokdana, sang inspirasi dan idolaku.

15. Bapak Lizanias B. Kaladana, selaku orang tua wali yang membantu saya selama menempuh studi di PBSI, USD.

16. Adik W. Jaden Sipka, terimakasih sudah pinjamkan saya laptop selama menyelesaikan skripsi ini, amal kebaikanmu dibalas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

17. Adik Julia, M. Opki, terimakasih sudah menjadi Mother Thressa bagi saya, amal kebaikanmu dibalas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

(13)
(14)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Batasan Istilah ... 6

1.6 Sistematika Penyajian ... 7

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori ... 13

2.2.1 Karangan ... 13

(15)

xiv

2.2.3 Kohesi ... 16

2.2.4 Kohesi Gramatikal ... 17

2.2.5Kohesi Leksikal ... 23

2.2.6 Koherensi ... 26

2.2.4.1Pengertian Koherensi ... 26

2.2.4.2 Unsur-Unsur Koherensi ... 28

2.2.7 Pendayagunaan Ketepatan Pilihan Kata ... 37

2.2.8 Kerangka Berpikir ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Data dan Sumber Data ... 41

3.3 Subjek dan Objek Penelitian ... 42

3.4 Instrumen Penelitian ... 43

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.6 Teknik Analisis Data ... 46

3.7 Trianggulasi ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Deskripsi Data ... 49

4.1.1 Jenis Kohesi ... 53

4.1.2 Ketepatan Pemakaian Penanda Kohesi... 54

4.1.3 Jenis Koherensi ... 57

4.1.4 Ketepatan Pemakaian Penanda Koherensi ... 59

4.2 Analisis Data ... 62

4.2.1 Jenis Kohesi ... 63

4.2.2 Ketepatan Pemakaian Penanda Kohesi ... 80

4.2.3 Jenis Koherensi ... 99

4.2.4 Ketepatan Pemakaian Penanda Koherensi ... 109

4.3 Pembahasan Hasil ... 120

(16)

xv

4.3.2 Hasil Analisis Penelitian Terdahulu... 121

4.3.3 Hasil Analisis Penelitian ... 124

4.3.3.1 Jenis Kohesi ... 125

4.3.3.2 Ketepatan Pemakaian Penanda Kohesi ... 128

4.3.3.3 Jenis Koherensi ... 130

4.3.3.4 Ketepatan pemakaian penanda koherensi ... 131

BAB V PENUTUP ... 135

5.1 Kesimpulan ... 135

5.2 Implikasi ... 137

5.3 Saran ... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 139

LAMPIRAN ... 143

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Judul karangan deskripsi ... 41

Tabel 1.2 Subjek dan objek penelitian ... 42

Tabel 1.3 Kode data penelitian ... 45

Tabel 1.4 Jumlah data hasil analisis jenis kohesi ... 50

Tabel 1.5 Jumlah data hasil analisis ketepatan pemakaian penanda kohesi yang tepat dan tidak tepat ... 51

Tabel 1.6 Jumlah data hasil analisis jenis koherensi ... 52

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Analisis Jumlah Data Jenis Kohesi ... 143 Lampiran 3 Tabel Analisis Jumlah Data Ketepatan

Pemakaian Penanda Kohesi ... 144 Lampiran 2 Tabel Analisis Jumlah Data Jenis Koherensi ... 145 Lampiran 4 Tabel Analisis Jumlah Data Ketepatan

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembelajaran Bahasa Indonesia mengembangkan empat macam keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan (listening skill), berbicara (speaking skill), membaca (reading skill), dan menulis (writing skill). Keterampilan berbicara dan menyimak berkenaan dengan bahasa lisan, sedangkan keterampilan membaca dan menulis berkenaan dengan bahasa tulis.

Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa, dan juga dapat dikatakan sebagai kegiatan berkomunikasi secara tidak langsung. Terdapat dua hasil keluaran (output) yang berhubungan dengan kegiatan menulis, yaitu mengarang dan menulis. Kegiatan mengarang akan menghasilkan karangan, sedangkan kegiatan menulis akan menghasilkan tulisan. Perbedaan dari hasil tulisan dilandaskan pada fakta, penelitian, pengalaman, pengamatan, pemikiran atau analisis suatu masalah. Contoh tulisan antara lain makalah, laporan, artikel, buku umum dan buku pelajaran. Sebaliknya, karangan banyak dipengaruhi imajinasi dan perasaan pengarang, misalnya cerpen, novel, dan puisi (Wiyanto, 2004: 3).

(20)

lazimnya berupa wacana luas yang terdiri atas wacana dasar. Wacana dasar dibangun oleh kalimat sebagai perwujudan pengembangan sebuah topik. Topik tersebut dapat dikembangkan oleh sebuah kalimat atau bisa juga dikembangkan oleh sederetan kalimat. Jika topik dikembangkan oleh sederetan kalimat, maka perlu adanya penanda keterkaitan yang menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya.

Keterkaitan yang padu antarkalimat dan antarparagraf merupakan syarat penting dalam pembentukan sebuah wacana, karena dengan keterkaitan yang padu itulah wacana akan menjadi utuh. Keterkaitan antarkalimat penjabar atau pengembang topik secara semantis disebut koherensi, sedangkan keterkaitan secara leksikal dan gramatikal disebut kohesi. Sarana kohesi dan sarana koherensi dapat digunakan sebagai penghubung antarkalimat dan antarparagraf dalam sebuah wacana.

Sebuah karangan yang baik, kohesifserta koheren dapat disusun dengan menggunakan berbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramatikal maupun aspek semantik. Karangan yang baik adalah karangan yang mengandung seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi. Di samping itu, dibutuhkan juga keteraturan atau kerapian susunan yang menimbulkan rasa koherensi (Tarigan, 1987: 70).

(21)

didasarkan pada silabus pembelajaran yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bidang studi Bahasa Indonesia siswa kelas X semester I sebagaimana yang terdapat pada Standar Kompetensi Nomor 1.4,yaitu berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia setara tingkat semenjana dalam berbagai bentuk karangan (naratif, deskriptif, ekspositif) dengan tingkat kompetensi dasar 4.2 yakni menulis hasil observasi dalam bentuk karangan deskriptif.

Pada saat peneliti melakukan observasi penelitian dikelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016 yang dijadikan sebagai sampling penelitian, pembelajaran seputar menulis karangan deskripsi yang telah dilaksanakan di sekolah selama ini belumlah terlaksana secara maksimal. Minimnya jam pelajaran menulis bagi siswa serta sikap pengajar (guru) yang hanya memberikan metode pembelajaran dengan metode ceramah dan membaca saja dalam memberikan uraian pengetahuan bahasa Indonesia, menjadi sebab kurangnya kemampuan siswa dalam membuat karangan deskripsi.

(22)

dalam penggunaan sarana kohesi dan koherensi. Dengan demikian, peneliti hendak menindaklanjuti lebih mendalam mengenai penggunaan sarana kohesi dan koherensi antarkalimat dan antarparagraf dalam karangan deskripsi kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, selanjutnya peneliti hendak menentukan rumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut.

1. Apa sajakah jenis kohesi yang digunakan dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016?

2. Bagaimana ketepatan pemakaian penanda kohesi dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016?

3. Apa sajakah jenis koherensi yang digunakan dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016?

(23)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam peneltian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis kohesi dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016.

2. Mendeskripsikan ketepatan pemakaian penanda kohesi dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016.

3. Mendeskripsikan jenis koherensi dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016.

4. Mendeskripsikan ketepatan pemakaian koherensi dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil atas penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi secara teoritis dan praktis, yaitu bagi guru, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia dan bagi peneliti lain.

(24)

menulis, baik menulis karangan, menulis laporan, dan pembelajaran menulis lainnya dengan memperhatikan ketepatan kohesi dan koherensi.

b. Bagi mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, kiranya penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai jenis-jenis kohesi dan koherensi dalam suatu wacana. Dengan demikian mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia bisa mengetahui, memahami, dan membedakan jenis-jenis kohesi dan koherensi dari setiap wacana yang dibacanya.

c. Bagi peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan dan memberikan gambaran untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai jenis-jenis kohesi dan koherensi dalam wacana Bahasa Indonesia.

1.5 Batasan Istilah

Peneliti hendak memberikan batasan istilah sehinggabeberapa pengertian yang terdapat dalam penelitian ini tidak menimbulkan kerancuan makna nantinya. a. Wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi yang tersusun rapi dan berkesinambungan serta memiliki awal dan akhir yang nyata, diwujudkan secara lisan maupun tertulis (Tarigan, 1987: 25).

b. Karangan deskripsi

(25)

depan mata pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri objek tersebut (Keraf, 1995: 16).

c. Kohesi

Kohesi adalah hubungan bentuk antarkalimat yang membangun keutuhan wacana (Sumadi, 1998: 4).

d. Kohesi gramatikal

Kohesi gramatikal adalah piranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Abdul Rani dkk, 2006: 97).

e. Kohesi leksikal

Kohesi leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif (Abdul Rani, dkk, 2006: 97). f. Koherensi

Koherensi adalah hubungan makna antarkalimat yang membangun keutuhan wacana (Sumadi, 1998: 6).

g. Ketepatan pilihan kata

Ketepatan pilihan kata adalah kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara (Keraf, 1984: 87).

1.6 Sistematika Penyajian

(26)

Bab II merupakan landasan teori. Dalam bab ini dipaparkan 2 hal, yaitu (1) penelitian terdahulu dan (2) kajian pustaka.

Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam bab ini dipaparkan 8 hal, yaitu (1) jenis penelitian, (2) subyek dan obyek penelitian, (3) sumber data, (4) teknik pengumpulan data, (5) instrumen penelitian, (6) teknik analisis data, dan (7) trianggulasi.

(27)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang unsur keutuhan wacana, yaitu kohesi dan koherensi sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, beberapa diantaranya.

Agnes Dyah Purnamasari (2009) yang melakukan penelitian berkaitan dengan kohesi dan koherensi. Penelitian ini berjudul Analisis Kohesi dan Koherensi Karangan Narasi Siswa Kelas VIII Semester I SMP Pangudi Luhur Srumbung,

Magelang, Tahun Ajaran 2008/2009. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kohesi yang digunakan dalam karangan narasi siswa Kelas VIII Semester I SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang, Tahun Ajaran 2008/2009 meliputi kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Piranti yang membentuk kohesi leksikal adalah repetisi, sinonimi, hiponimi, antonimi, dan ekuivalensi. Piranti yang membentuk kohesi gramatikal adalah referensi, dan konjungsi.

(28)

Pada kesempatan yang lain, Yuanita Hartanti (2007) juga melakukan penelitian yang berkaitan tentang kohesi dan koherensi. Penelitian ini berjudul Kohesi dan Koherensi dalam Wacana pada Buku Teks Bahasa dan Sastra

Indonesia untuk SMA Kelas X Karangan Dawud, dkk. Terbitan Erlangga Tahun

2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanda kohesi leksikal dan kohesi

gramatikal yang ditemukan pada buku teks Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas X Karangan Dawud, dkk. Terbitan Erlangga Tahun 2004 ini memiliki hubungan antarkalimat yang dijalin dengan baik adanya. Penanda kohesi leksikal ditandai dengan repetisi, sinonim, antonim, hiponim, dan ekuivalensi. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan meliputi referensi, substitusi, elipsis, dan kolokasi. Pada penanda koherensi yang ditemukan meliputi kausalitas, kontras, aditif, temporal, perurutan, dan intensitas.

Titik Mindarti (2013) juga melakukan penelitian yang berkaitan dengan kohesi dan koherensi. Penelitian ini berjudul Analisis Peranti Kohesi dan Koherensi pada Tulisan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Tawangmangu

Kabupaten Karanganyar Tahun Ajaran 2012/2013. Dalam penelitiannya, tulisan

(29)

dominan digunakan adalah referensi yang berupa kata ganti personal mencapai 49,45%. Pemakaian koherensi pada tulisan narasi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Tahun Ajaran 2012/2013 yang sangat dominan digunakan adalah hubungan makna tempo yang mencapai 83,33%.

Sementara itu, Antonius Nesi (2011) juga telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan kohesi dan koherensi. Penelitian ini berjudul Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia dalam Surat Kabar: Studi Kasus Wacana

Berita Utama dan Surat Pembaca Kompas, Republika, Kedaulan Rakyat, dan

Bernas Jogja Edisi Agustus 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kohesi

wacana Bahasa Indonesia dalam surat kabar juga meliputi kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal yang terdapat dalam wacana surat kabar adalah referensi, substitusi, penghilangan, dan konjungsi. Sedangkan kohesi leksikal yang terdapat dalam surat kabar adalah pengulangan, sinonimi, antonimi, hiponimi, ekuivalensi dan kolokasi. Koherensi wacana Bahasa Indonesia dalam surat kabar juga meliputi koherensi tekstual, koherensi ko-tekstual dan koherensi logis. Koherensi ko-tekstual yang ditemukan meliputi koherensi wacana promotif dan koherensi wacana normatif. Koherensi tekstual meliputi koherensi ko-tekstual endofora anaforis dan koherensi ko-ko-tekstual endofora kataforis. Koherensi logis yang ditemukan adalah koherensi kausalitas, pengontrasan, definisi dan simpatisan.

Maria Dian Putriyanti (2009) dengan penelitiannya yang berjudul Kohesi dan

Koherensi dalam Rubrik “Teras Muda” pada Majalah Bulanan Matabaca Edisi

(30)

“Teras Muda” pada Majalah Bulanan Matabaca edisi 2006-2007 terbitan Gramedia yang berupa kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Piranti yang membentuk kohesi gramatikal meliputi refrensi, substitusi, ellipsis dan konjungsi. Piranti yang membentuk kohesi leksikal meliputi repetisi, sinonimi, antonimi, hiponimi, dan kolokasi. Jenis koherensi yang digunakan pada rubrik “Teras

Muda” yang terdapat Majalah Bulanan Matabaca edisi 2006-2007 meliputi koherensi berpenanda dan koherensi tidak berpenanda. Piranti yang membentuk koherensi berpenanda meliputi koherensi kausalitas, kontras, aditif, temporal, kronologis, perurutan, dan perincian. Piranti yang membentuk koherensi tidak berpenanda meliputi koherensi pentahapan dan perian.

Berdasarkan pada beberapa penelitian terdahulu di atas, menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh kelima peneliti sebelumnya dengan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, ternyata mempunyai persamaan dan perbedaan. Kesamaan hasil penelitian terletak pada hasil pengkajian aspek keutuhan wacana yang berupa kohesi dan koherensi, juga pada metode penelitian yang digunakan, yakni dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

(31)

2.2 Kajian Teori 2.2.1 Karangan

Karangan adalah hasil perwujudan gagasan sesorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca (Gie, 2002: 3). Ide atau gagasan merupakan hal utama yang dibutuhkan penulis untuk dituangkan dalam sebuah karangan.

Gie (2002) memaparkan bahwa setiap butir ide perlu diletakan pada suatu kata, kata-kata dirangkai menjadi ungkapan atau frasa, beberapa frasa digabung menjadi anak kalimat, sejumlah anak kalimat membangun sebuah kalimat, sejumlah kalimat membentuk alenia, alenia-alenia akhirnya mewujudkan suatu karangan. Proses di atas merupakan alur ketika sesorang berusaha untuk menuangkan idenya menjadi sebuah karangan yang utuh. Pada awalnya bermula dari sebuah ide yang kemudian membentuk menjadi sebuah karangan.

2.2.1.1Karangan Deskripsi

Karangan deskripsi atau pemerian adalah sebuah bentuk tulisan yang bertalian dengan usaha para penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang dibicarakan (Gorys Keraf (1982: 93).

(32)

mereka melihat sendiri objek yang diceritakan penulis secara keseluruhan sebagai sesuatu yang dialami secara fisik oleh penulis.

Secara rinci suatu karangan dapat dikatakan sebagai karangan deskripsi apabila melukiskan atau menggambarkan suatu objek dengan utuh. Bertujuan untuk menciptakan kesan atau pengalaman pada diri pembaca agar seolah-olah mereka melihat, merasakan secara langsung. Contoh karangan deskripsi berikut. (1) Wanita itu tampaknya tidak jauh usianya dari dua puluh tahun. Mungkin ia

lebih tua, tapi pakaian dan lagak-lagaknya mengurangi umurnya. Paras cantiknya. Hidung bangur dan matanya berkilauan seperti mata seorang india. Tahi lalat di atas bibirnya dan rambutnya yang ikal berlomba -lomba menyempurnakan kecantikan itu. (Nasucha, Yakub, dkk, 2009: 49).

Contoh potongan wacana di atas adalah contoh karangan deskripsi. Setiap kalimat menggambarkan secara detail wajah seorang wanita.

2.2.2 Wacana

Menurut Mulyana (2005: 1), wacana adalah unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Dalam ilmu linguistik wacana dimengerti sebagai satuan lingual yang berada di atas tataran kalimat (Stubbs, 1983: 10 dan McHoul, 1994: 940). Wacana berada pada posisi tertinggi, di bawahnya terdapat satuan-satuan bahasa seperti fona, fonem, kata, frasa, klausa dan kalimat.

(33)

Anton. M. Moeliono (1988: 334), adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungan proposisi yang satu dengan yang lainnya dalam kesatuan makna.

Berdasarkan pendapat para ahli yang beraneka ragam, dapat disederhanakan bahwa wacana adalah suatu unsur kebahasaan secara tertulis yang menduduki tataran paling tinggi dari satuan-satuan bahasa seperti fona, fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat serta saling berkesinambungan antara kalimat-kalimat yang menyusun suatu wacana sehingga pembaca mampu memahami makna yang disampaikan penulis dalam wacana tersebut.

Unsur pembeda antara bentuk wacana dengan bentuk bukan wacana adalah pada ada tidaknya satuan makna yang dimilikinya. Ketika seseorang di suatu warung makan mengatakan : “ soto, es jeruk, dua”, ungkapan itu dapat dimaknai sebagai wacana karena mengandung keutuhan makna yang lengkap. Keutuhan itu tersirat dalam hal: (1) urutan kata ditata secara teratur, (2) makna dan amanatnya berkesinambungan, (3) diucapkan di tempat yang sesuai, (4) antara penyapa dan pesapa saling dapat memahami maknanya.

(34)

dilihat dari bentuk luarnya saja, namun juga didukung oleh gagasan yang memiliki hubungan makna. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan mengenai kohesi dan koherensi.

2.2.3 Kohesi

Dalam pembahasan di awal telah disinggung bahwa wacana terdiri atas kalimat-kalimat dalam hal ini kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Untuk menciptakan keutuhan bagian-bagian wacana harus berhubungan. Hubungan antarbagian wacana salah satunya dipengaruhi oleh kohesi. Penulis mengutip dari dua ahli, yaitu sebagai berikut.

Pengertian kohesi menurut Baryadi (2002: 17), kohesi berkenanaan dengan hubungan bentuk antara bagian-bagian dalam suatu wacana. Pengertian kohesi menurut Tarigan (2009: 93), kohesi adalah organisasi sintaksis, merupakan wadah kalimat-kalimat yang disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan.

Berdasarkan pendapat dari kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kohesi adalah hubungan bentuk antara bagian-bagian wacana yang terangkai dalam satu kesatuan yang saling terkait dalam hal ini, suatu wacana dapat dikatakan kohesif apabila terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa. Kohesi dalam suatu wacana sangatlah penting. Kohesi memberikan rasa padu antara kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dalam satu paragraf dalam wacana.

(35)

2.2.3.1Kohesi Gramatikal

Kohesi gramatikal adalah keterkaitan gramatikal (tata bahasa) antara bagian-bagian wacana (Baryadi, 2002: 18). Kohesi gramatikal dapat dibagi menjadi (1) referensi (penunjukan), (2) substitution (penggantian), (3) elipsis (pelepasan), dan konjungsi.

A. Referensi (penunjukan)

Referensi (penunjukan) adalah bagian kohesi gramatikal yang berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya (M. Ramlan, 1993: 12). Dalam bahasa Indonesia, baik penunjukan anaforis maupun kataforis, ditunjukan oleh kata-kata yang bersifat deiktis. Kata deiktis yaitu kata yang referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti tergantung pada konteksnya. Berdasarkan arah penunjukannya, kohesi penunjukan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu penunjukan anaforis dan kataforis.

(a) Penunjukan Anaforis

Referensi penunjukan anaforis ditandai oleh adanya konstituen yang menunjuk konstituen disebelah kiri (Baryadi, 2002: 18). Dengan kata lain referensi anaforis menunjuk pada konstituen sebelum kata yang ditunjuk. Referensi anaforis ditunjuk oleh kata itu, ini, begini, begitu, tersebut, di atas, demikian. Contoh referensi anaforis dapat dicermati pada paragraf berikut.

(36)

Pada contoh di atas tampak bahwa kata itu dalam paragraf tersebut berfungsi sebagai kohesi penanda penunjuk anaforis. Kata itu menunjuk pada kalimat sebelumnya, yaitu tugas wanita dalam lingkungan rumah tangga.

(b) Referensi Kataforis

Referensi kataforis ditandai oleh adanya konstituen yang mengacu kepada konstituen yang di sebelah kanan (Baryadi, 2002: 19). Dengan kata lain referensi kataforis mengacu pada konstituen sesudah kata yang menunjuk. Referensi kataforis ditunjukan oleh kata berikut, berikut ini, yakni, yaitu. Contoh referensi kataforis dapat dilihat pada contoh berikut.

(3) Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

a. Pupuk menjadi bagian penting dalam bidang pertanian. b. Pemeliharaan tanaman tergantung banyak faktor. (Mulyana, 2005:27)

Kata berikut pada kalimat di atas menunjuk pada hal-hal lain yang akan dijelaskan sudahnya, yaitu pada poin a dan b.

B. Substitusi (Penggantian)

(37)

(4) Dalam aksioma yang ketiga, Buhler berusaha menguraikan sturktur-modell der Sprach. Ia beranggapan bahwa semua bahasa mempunyai struktur (Rani dkk, 2005:105).

Pada contoh di atas, kata Buhler dalam kalimat pertama digantikan kata Ia pada kalimat kedua. Kata ganti ia kata ganti orang ketiga tunggal.

C. Elipsis (Pelepasan)

Elipsis atau penghilangan adalah proses penghilangan kata atau satuan kebahasaan lain (Mulyana, 2005: 28). Bentuk atau unsur yang dilesapkan dapat diperkirakan ujudnya dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Harimurti Kridalaksana, 1984: 40). Elipsis digunakan supaya tidak ada pengulangan kata yang sama karena penulis menganggap pembaca mengerti maksud tulisan sehingga tidak perlu diulang kembali. Selain itu, supaya tulisan lebih singkat namun tetap jelas. Berikut ini contoh elipsis.

(5) Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam peyusunan skripsi ini. Terima kasih Tuhan (Mulyana, 2005:28)

Kata saya mengucapkan dihilangkan karena penulis beranggapan bahwayang membaca tetap memahami maksud penulis, juga supaya tulisan menjadilebih singkat dan jelas.

4) Konjungsi

(38)

gramatikal yang merangkai satu kalimat dengan kalimat yang lain sehingga timbul koherensi dan kemasukakalan (Parera, 2004: 227). Konjungsi digunakan supaya keterikatan ide-ide dalam wacana tetap mengalir sesuai alurnya dan benar-benar memiliki kejelasan hubungan satu sama lain.

Konjungsi merupakan pemarkah yang paling mudah dilihat. Alwi, dkk (2003: 297-302) membagi konjungsi dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.

(a) Konjungsi Koordinatif

Konjungsi koordinatif berfungsi untuk menghubungkan dua unsur atau lebih yang memiliki status atau kedudukan yang sama. Contohnya: dan (penanda hubungan penambahan), serta (penanda hubungan pendampingan), atau (penanda hubungan pemilihan), tetapi dan melainkan (penanda hubungan perlawanan), padahal dan sedangkan (penanda hubungan pertentangan). Berikut contoh penggunaan konjungsi koordinatif.

5) Aku yang datang ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku? Dia terus saja berbicara, tetapi istrinya hanya terdiam saja.

Pada contoh (6a) di atas terdapat konjungsi koordinatif atau (penanda hubungan pemilihan), pada contoh (6b) terdapat konjungsi koordinatif tetapi (penanda hubungan perlawanan).

(b) Konjungsi Korelatif

Konjungsi ini berfungsi untuk menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaktis yang sama. Sarana konjungsi yang digunakan seperti: baik… maupun …; tidak hanya… tetapi juga…; bukan hanya…melainkan

juga…;demikian… sehingga; sedemikian rupa…sehingga…; apa (kah)…atau…;

(39)

korelatif.

(6) Kita tidak hanya harus setuju, tetapi juga harus patuh.

Entah disetujui entah tidak, dia tetap akan mengusulkan gagasannya.

Pada contoh (6a) di atas terdapat konjungsi korelatif tidak hanya dan tetapi juga, pada contoh (6b) terdapat kojungsi korelatif entah dan entah.

(c) Konjungsi Subordinator

Konjungsi ini berfungsi sebagai penghubung dua klausa atau lebih yang tidak memiliki status sintaktik yang sama. Berikut ini pembagian konjungsi subordinator dan contohnya. (1) Konjungsi subordinator waktu: sejak, semenjak, sedari; sewaktu, ketika, tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta,

sambil, demi; setelah, sesudah, sebelum, sehabis, selesai, seusai; hingga, dan sampai, (2) Konjungsi subordinator syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila,

manakala, (3) Konjungsi subordinator pengandaian: andaikan, seandainya,

umpamanya, sekiranya, (4) Konjungsi subordinator tujuan: agar, supaya, biar, (5) Konjungsi subordinator konsesif: biarpun, meski(pun), walau(pun),sekalipun, sungguhpun, kendati(pun), (6) Konjungsi subordinator pembandingan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada,

alih-alih, (7) Konjungsi subordinator sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab,

(8) Konjungsi subordinator hasil: sehingga, sampai (sampai), maka(nya), (9) Konjungsi subordinator alat: dengan, tanpa, (10) Konjungsi subordinator cara: dengan, tanpa. (11) Konjungsi subordinator komplementasi: bahwa, (12) Konjungsi subordinator atribut: yang, (13) Konjungsi subordinator perbandingan:

(40)

(7) Saya pasti akan memaafkannya seandainya dia mau mengakui kesalahannya.

Orang yang mendatanginya bertampang seram, maka dia jadi takut.

Pada contoh (7a) terdapat konjungsi subordinator seandainya, pada contoh (7b) terdapat konjungsi subordinator maka.

(d) Konjungsi antarkalimat

Konjungsi ini berfungsi untuk menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Berikut ini contoh konjungsi antarkalimat: biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, meskipun demikian/begitu,

sungguhpun demikian/begitu, kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya,

tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhnya, bahwasanya,

malah (an), bahkan, (akan) tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikian, oleh

karena itu, oleh sebab itu, sebelum itu. Berikut ini contoh pemakaian konjungsi

antarkalimat.

(8) Badannya terasa lelah. Namun, ia tetap berangkat ke kantor. Masuk atau tidak, pekerjaan harus rampung. Sebab bulan depan buku laporan proyek harus sudah selesai.

Kata namun merupakan konjungsi adversatif, kata sebab merupakan konjungsi kausal yang menerangkan alasan, dan kata atau merupakan konjungsi koordinatif yang menjelaskan hubungan setingkat antara kata sebelumnya dengan kata selanjutnya.

(9) Kami tidak sependapat dengan dia. Biarpun begitu, kami tidak akan menghalanginya.

(41)

2.2.3.2Kohesi Leksikal

Menurut Mulayan (2005: 29) Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Kohesi leksikal adalah hubungan antarunsur di dalam sebuah wacana secara semantis (Sumarlam, dkk., 2003: 11). Kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat yang mendahului atau yang mengikuti (Rani, 2006: 129).

Mulayana (2005: 29) kohesi leksikal dibagi menjadi 6 jenis, yaitu (a) hiponim (hubungan bagian atau isi), (b) repetisi (pengulangan), (c) kolokasi (sanding kata), (d) sinonim (persamaan), (e) antonim (lawan kata), dan (f) ekvivalensi. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal itu diantaranya ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lainnya. Berikut ini penjelasan unsur-unsur kohesi leksikal.

A. Hiponim

Baryadi (2002: 26) mengungkapkan bahwa hiponim adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Sementara itu, Kushartanti (2005: 118) menyatakan bahwa hiponim adalah relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna generik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hiponim merupakan hubungan kata, anggota atau keluarga kata tertentu, bagian dari kata umum yang lebih spesifik. Berikut ini contoh penggunaan hiponim. (10) Sering kita melihat seorang ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir

(42)

Pada contoh di atas, kata ahli fisika nuklir merupakan kata khusus atau subordinat, kata ilmuwan merupakan kata umum atau superordinat.

B. Repetisi

Pengulangan atau repetisi adalah kohesi leksikal yang berupa pengulangan konstituen yang telah disebut (Baryadi, 2002: 25). Rani (2006: 95) menyatakan bahwa repetisi digunakan untuk mempertahankan hubungan antarkalimat, dengan cara mengulang kata atau bagian tertentu dalam sebuah wacana. Pengulangan ini bisa dilakukan dengan (a) pengulangan penuh, yaitu mengulang salah satu fungsi dalam kalimat secara utuh atau penuh, (b) pengulangan dengan bentuk lain, yaitu mengulang salah satu fungsi kalimat dengan bentuk yang lain tetapi berasal dari bentuk dasar yang sama, dan (c) pengulangan dengan penggantian, yaitu pengulangan dengan substitusi. Berikut ini contoh pemakaian repetisi.

(11) Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apayang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini (Rani dkk, 2006:130).

Pengulangan atau repetisi dalam contoh di atas ialah kata berfilsafat yang disebut pada kalimat pertama, lalu pada kalimat kedua disebutkan lagi.

C.Kolokasi

(43)

penggunaan kolokasi.

(12) Sifat terbuka atau demokratis dari Pancasila sebagai ideologi pertama -tama dapat kita lihat dari proses kelahirannya. Sebagaimana diketahui rumusan Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dan konstitusi bersama lahirmelalui proses musyawarah mufakat yang bersuasana terbuka dan demokratis (Rani dkk, 2006:134-134).

Kata Pancasila dan UUD 1945 memiliki relasi atau berkolokasi sebagai pilar kebangsaan (dasar kehidupan bernegara) di Indonesia. Ketika membahas mengenai Pancasila sebagai ideologi bangsa maka akan berkaitan dengan UUD1945.

D. Sinonimi

Sinonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002: 27). Sinonimi bisa disebut sebagai persamaan kata, maksudnya memiliki makna yang sama atau mirip dan bisa saling menggantikan tanpa mengubah makna sebelumnya. Penggunaan sinonimi harus sesuai konteks, meskipun bersinonim namun tetap ada perbedaan. Berikut ini contoh penggunaan sinonimi.

(13) Jumlah orang Jawa perantauan ini selalu cenderung naik. Sensus yang dilakukan Inggris di tahun-tahun mereka berkuasa menunjukkan peningkatan itu (Baryadi, 2002:27)

Kata naik pada kalimat pertama sama dengan kata peningkatan pada kalimat kedua.

E. Antonimi

(44)

bahwa antonim ialah hubungan antarkata yang beroposisi makna. Kata-kata yang beroposisi dengan selaras membuat pemahaman mitra tutur atau pembaca lebih cepat memahami wacana. Berikut ini contoh penggunaan antonimi.

(14) Laki-laki lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif. Wanita sebaliknya: lebih emosional, lebih pasif, lebih submisif (Baryadi, 2002:28).

Pada contoh di atas, terdapat pasangan kata yang saling berlawanan makna yaitu: rasional x emosional, aktif x pasif, dan agresif x submisif.

F. Ekuivivalensi

Ekuivalensi adalah makna yang sangat berdekatan; lawan dari kesamaan bentuk (Kridalaksana, 2008: 56). Ekuvalensi bisa dikatakan kata yang memiliki kedekatan hubungan karena berasal dari kata dasar yang sama. Penggunaan ekuivalensi dalam tulisan akan membuat semakin kohesif dan hubungannya tampak jelas. Berikut ini contoh penggunaan ekuivalensi.

(15) Mereka berjuang mati-matian. Perjuangan mereka telah berhasil (Tarigan, 1987:103).

Pada contoh di atas, kata berjuang dalam kalimat pertama dan perjuangan dalam kalimat kedua berasal dari kata dasar yang sama yaitu juang.

2.2.4 Koherensi

2.2.4.1Pengertian Koherensi

(45)

dari hadirnya penanda-penanda kohesi maupun tidak. Melalui kehadiran penanda kohesi wacana menjadi koheren, maksud dan keterhubungan antarproposisi dapat dipahami.

Brown dan Yule (dalam Mulyana, 2005: 30) menegaskan bahwa koherensi adalah kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Dalam struktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata pertalian batin antara proposisi yang satu dengan yang lainnya untuk mendapatkan keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya hubungan-hubungan makna yang terjadi antar unsur (bagian) secara sistematis. Hubungan tersebut kadang terjadi melalui alat bantu kohesi, namun kadang-kadang dapat terjadi tanpa bantuan alat kohesi. Secara keseluruhan hubungan makna yang bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi sistematis.

(46)

penanda koherensi yang berupa penanda hubungan antarkalimat. Penanda hubungan itu berfungsi untuk menghubungkan kalimat sekaligus menambah kejelasan hubungan antarkalimat dalam wacana.

Beberapa bentuk atau jenis hubungan koherensi dalam wacana telah dideskripsikan oleh para ahli. D„Angelo (dalam Tarigan 2009: 100) misalnya menyatakan bahwa yang termasuk unsur-unsur koherensi wacana diantaranya mencakup: unsur penambahan, repetisi, pronomina, sinonim, totalitas bagian, komparasi, penekanan, kontras, simpulan, contoh, paralelisme, lokasi anggota, danwaktu. Tujuan aspek pemakaian aspek atau sarana koherensi antara lain ialah agar tercipta susunan dan struktur wacana yang memiliki sifat serasi, runtut, dan logis.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa koherensi adalah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh.

2.2.4.2Unsur-unsur Koherensi

Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana (Baryadi, 2002: 29). Koherensi memiliki pengaruh yang besar dalam wacana agar bisa dipahami dan memiliki keterkaitan satu sama lain karena merupakan pertalian makna, maksudnya ada hubungan berupa topik atau ide yang sama dalam sebuah wacana sehingga wacana tersebut menjadi padu, dapat diterima dan dipahami.

Peneliti menggunakan teori Frank J. D‟Angelo (1980) sebagai dasar teori

(47)

koherensi menurut D‟Angelo (1980: 394-355). A. Adisi

Use connectives to suggest simple addition to the thought in the preceding

sentence (D‟Angelo, 1980: 349). Hal ini dapat diterjemahkan bahwa penambahan atau adisi ialah saranauntukmenghubungkan ide pada kalimat sebelumnya dengan kalimat berikutnya menggunakan penanda-penanda adisi atau penambahan. Unsur koherensi ini merupakan sarana penghubung yang bersifat aditif atau berupa penambahan (Tarigan, 1987: 104).

Penggunaan piranti penambahan biasanya digunakan agar proposisi-proposisi yang dijelaskan saling berhubungan atau berkaitan. Sarana penghubung piranti ini antara lain: dan, juga, la gi, pula (Tarigan, 1987: 105), selanjutnya, disamping itu, tambahan lagi, dan selain itu (Rani, 2006: 207). Berikut ini contoh penggunaan unsur penambahan.

(16) Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong-royong menumpas hama tikus di sawah-sawah di desa kami (Tarigan, 1987:105).

Pada contoh di atas terdapat penggunaan sarana penambahan berupa kata dan serta kata juga.

B. Repetisi

(48)

penggunaan pengulangan kata.

(17) Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Sumadi sebagai tersangka dalam kasus tindak pida na korupsi di perusahaa n besar itu. Tersangka saat ini ditahan di Rumah Tahanan Salemba (Kushartanti, 2005:99).

Pada contoh di atas kata tersangka pada kalimat pertama diulang lagi pada kalimat kedua.

C. Pronomina

Use pronoun to refer to a noun, another person, or a clause in the preceding

sentence (D‟Angelo, 1980: 350). Artinya penggunaan kata ganti yang mengacu pada kalimat sebelumnya. Sarana penghubung kata ganti berupa kata ganti diri, kata ganti penunjuk, dan lain-lain (Tarigan, 1987: 106). Kata ganti atau pronomina dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi kata ganti persona (saya, kamu, kita,kami, beliau, mereka, engkau, Anda), kata ganti penunjuk (ini, itu, di

sana, disini), dan kata ganti penanya (apa, mengapa, kenapa, bagaimana). Kata

ganti digunakan supaya ada variasi dalam tulisan yang tetap menunjukkan keterkaitan satu sama lain. Berikut ini penggunaan kata ganti atau pronomina. (18) Dengan naik ini, tiap hari saya pergi ke kampus. Sepeda motor inilah

teman setiaku dalam segala musim dan cuaca, kata Bakri (Rani dkk, 2006:102).

Kata ini pada contoh di atas merupakan sarana kata ganti yang mengacu pada sepeda motor.

D. Sinonim

If the repetition of key word gets tiresome or if variety is needed, use a

different word or phrase to refer to an element in the preceding sentence

(49)

sinonim menjadi solusi yang baik yaitu menggunakan kata lain yang memiliki makna serupa. Sinonim digunakan supaya ada variasi penggunaan kata dalam penulisan, tetapi tetap memiliki ikatan makna yang serupa. Berikut ini contoh penggunaan sinonim.

(19) Setelah 34 tahun memendam cinta membara, akhirnya Pangeran Charles dan Camilla Parker resmi menjadi suami-istri. Pasangan pengantin ini menikah pada Sabtu, 9 April 2005 (Kushartanti, 2005: 99).

Pada contoh di atas frasa pasangan pengantin pada kalimat kedua merupakan padanan kata suami-istri pada kalimat pertama.

E. Keseluruhan-Bagian

Use a word or phrase that names a whole in one sentence, and then use

another word or phrase that names a part of the whole (D‟Angelo, 1980: 351). Artinya, pada frasa yang pertama membahas hal yang menyeluruh atau keseluruhan. Berikutnya, dibahas bagian-bagiannya atau hal-hal kecilnya.

Kadang-kadang, pembicaraan dimulai dari keseluruhan, baru kemudian beralih atau memperkenalkanbagian-bagiannya (Tarigan,1987: 107). Penggunaan keseluruhan-bagian penting supaya hubungan pembicaraan atau apa yang ditulis jelas. Berikut ini penggunaan sarana keseluruhan-bagian.

(20) Beribu-ribu buku ada di perpustakaan itu. Buku bahasa, ekonomi, hukum, dan pertanian. Juga buku-buku teknik, kedokteran, dan lain-lain (Lubis, 2011: 111).

Pada contoh di atas, kalimat pertama dimulai dari keseluruhan atau umum yaitu buku kemudian beralih mengenalkan jenis-jenis buku seperti bahasa, ekonomi,

(50)

F. Komparasi

Use connectives that reveal to the reader significant likenesses in thought

(D‟Angelo, 1980: 352). Artinya, menggunakan hubungan yang menunjukkan perbandingan yang signifikan. Perbandingan atau komparasi bertujuan untuk menunjukkan hubungan perbedaan atau persamaan (atau keduanya) suatu ide. Untuk menyatakan hubungan perbandingan secara eksplisit digunakan kata penghubung antara lain: sama halnya, berbeda dengan itu, seperti, dalam hal seperti itu, lebih dari itu, serupa dengan itu, dan sejalan dengan itu (Rani, 2006: 121). Berikut ini contoh penggunaan komparasi.

(21) Sama halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera mendirikanrumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah Paman Lukas itu hampir selesai. Rumah kita tidak seperti rumah paman yang luas dan besar, kita akan membangun rumah yang bertingkat (Tarigan, 1987).

Pada contoh di atas perbandingan ditunjukkan oleh penghubung tidak seperti yang menyatakan perbedaan.

G. Penekanan

Use connectives to reinforce the thought in a pr evious clauses or to give

emphasis to that thought (D‟Angelo, 1980: 352). Artinya mengggunakan hubungan berupa penekanan pada kata tertentu yang menunjukkan keterkaiatan yang erat. Penekanan digunakan supaya jelas apa yang menjadi hal terpenting dalam sebuh tulisan. Contoh kata yang biasa digunakan sebagai penekanan: dengan jelas, dengan nyata, pasti, tentu, barangkali, mungkin, tentu saja dan pemakaian partikel-lah. Berikut ini contoh penekanan.

(51)

kampung kita ini dengan dengan kampong di seberang Sungai Lau Biang ini telah sekali kita kerjakan dengan AMD (ABRI Masuk Desa). Jelaslah hubungan antara kedua kampung berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi masyarakat kedua kampung (Tarigan, 1987:107-108).

Pada contoh di atas kata yang merupakan penekanan ialah nyatalah, jelaslah, dan sudah tentu.

H. Kontras

Connect sentence with linking devices that show contrast and that reveal to

the reader significant differences in thought (D‟Angelo, 1980: 353). Artinya hubungan yang menunjukkan kekontrasan yang signifikan sebuah ide dalam tulisan. Pertentangan digunakan untuk menunjukkan kekontrasan atau pertentangan ide secara jelas dalam sebuah tulisan. Kata yang sering digunakan untuk menunjukkan kekontrasan ialah namun, (akan) tetapi, sebaliknya, padahal, walaupun begitu, walaupun demikian, meskipun begitu, meskipun demikian,

dansebagainya (Rani, 2006: 120; Ramlan, 1993: 49). Berikut ini contohnya. (23) Kali Baru Timur di daerah Bungur, Jakarta Pusat merupakan

perkampungan yang padat dan kumuh. Nyamuk berseliweran, pengemis, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang dibangun sekolah mewah (Rani dkk, 2006).

Kata penghubung namun merupakan penunjuk kekontrasan yang ada dalam proposisi tersebut.

I. Hasil

Use transitional devices when you want to show result (D‟Angelo, 1980:

(52)

menunjukkan hasil atau simpulan ialah jadi, oleh karena itu, demikianlah, dan sebagainya. Berikut ini contoh penggunaan hasil dalam tulisan.

(24) Hukum tidak hanya untuk orang kaya. Semua orang mempunyai derajat yang sama di depan hukum. Hukum tidak memandang kaya atau miskin, pria atau wanita, tua atau muda, pembesar atau rakyat jelata, dan ABRI atau bukan ABRI. Jadi, hukum berlaku untuk sia pa pun, kapan pun, dan di mana pun (Rani dkk, 2006).

Pada contoh di atas kata jadi merupakan penanda kesimpulan atau hasil. J. Contoh

Use transitional words and phrases to introduce illustrations or examples

(D‟Angelo, 1980: 353). Artinya menggunakan kata atau frasa sebagai penghubung

untuk menunjukkan contoh. Penggunaan contoh supaya penjelasan lebih mudah dipahami, supaya terlihat hubungan nyatanya. Kata yang sering digunakan untukmemberi contoh ialah seperti, contohnya, misalnya, umpamanya, dan sebagainya. Berikut ini penggunaan contoh dalam proposisi.

(25)Wajah pekarangan rumah kami di desa telah berubah menjadi warung hidup. Di pekarangan itu ditanam kebutuhan dapur sehari-hari, seperti bayam, tomat, cabai, talas, singkong, kacang panja ng, lobak, kubis, dan lain-lain (Tarigan, 1987:109).

Pada contoh di atas seperti menjadi kata penghubung contoh. K.Paralelisme (kesejajaran)

Repeat in the second clause a grammatical structure similar to that in a

previous clause (D‟Angelo, 1980: 354). Maksudnya ialah bahwa ada klausa-klausa yang memiliki hubungan kesejajaran karena memiliki unsur yang sama. Paralelisme biasanya sejajar dan bisa saling menggantikan. Berikut ini contoh kesejajaran atau paralelisme.

(53)

tekun mempelajari buku baru mengenai wacana (Tarigan, 1987:109).

Pada contoh di atas kalimat yang dicetak tebal merupakan kesejajaran. L. Kelas-Anggota

Name a general class in one sentence and a member of that class in another

(D‟Angelo, 1980: 352). Maksudnya ialah penulis membahas hal yang umum dalam kalimat sebelumnya. Kemudian, dalam kalimat berikutnya membahas anggota-anggotanya atau bagian yang lebih spesifik. Berikut ini contoh penggunaan kelas-anggota.

(27) Pemerintah berupaya keras meningkatkan perhubungan di tanah air kita, yaitu perhubungan darat, laut, dan udara. Dalam bidang perhubungan darat telah digalakkan pemanfaatan kereta api dan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor ini meliputi mobil, sepeda motor, dan lain-lain (Tarigan, 1987:107).

Pada contoh di atas kata yang ditebalkan merupan hubungan kelas-anggota. M. Waktu

Use connectives that indicate time or a change of time (D‟Angelo, 1980:

354). Maksudnya menggunakan penanda hubungan yang menunjukkan waktu atau perpindahan waktu. Waktu digunakan supaya tulisan lebih jelas. Penanda yang sering digunakan untuk menunjukkan waktu contohnya ialah pagi, siang, pukul, tadi, kemudian, kemarin, baru saja, hari ini dan sebagainya. Berikut ini contoh penggunaan waktu.

(28) Dia biasanya datang ke kantorpagi-pagi (Alwi, 2003:367) (29) Tadi dia menanyakan la gi soal itu (Alwi, 2003:367)

(54)

N. Tempat

Use linking devices that indicate place or change of place (D‟Angelo,1980:

354). Artinya menggunakan sarana penghubung yang menunjukkan tempat atau lokasi, atau pergantian lokasi. Sarana penghubung tempat yang sering digunakan seperti di sini, di sana, di situ, di atas, di, dari atas, dan menyebutkan nama tempat secara eksplisit. Berikut ini contoh penggunaan tempat.

(30) Kita meletakkan batu pertama ini di sana (Alwi, 2003:368).

(31) Saya menempatkan barang itu di sini, kemudian saya pindahkan dan saya meletakannya di atas lemari (Tarigan, 1987:110)

Pada kedua contoh di atas kata di sana, di sini, di atas merupakan keterangan tempat.

O.Seri

Use transitional devices to link items in a series (D‟Angelo, 1980: 350). Seri atau rentetan merupakan pertalian yang menyatakan bahwa peristiwa, keadaan, atau perbuatan berturut-turut terjadi atau dilakukan (Ramlan, 1993: 46). Piranti ini menggunakan sarana penghubung rentetan atau seri seperti pertama, kedua,…, berikut, kemudian, selanjutnya, akhirnya (Tarigan, 1987: 105), lalu, sesudah itu, duluh, sekarang, akan, belum, sudah (Baryadi, 2002: 32). Berikut ini contohpenggunaan rentetan atau seri.

(32)Baru-baru ini Dr. Osofsky mengatakan, “Bayi-bayi yang cerdik itu lebih banyak memandang kepada ibunya untuk mengatakan sesuatu. Kemudian, sang ibu akan tersenyum pada bayinya, mengusap pipinya, dan dengan cepat mendekapnya (Ramlan, 1993:46).

(55)

2.2.5 Pendayagunaan Ketepatan Pilihan Kata

Susunan karangan atau wacana sebagaimana dikemukakan oleh Tarigan (1987: 68) menyatakan bahwa wacana dibentuk oleh paragraf-paragraf, sedangkan paragraf dibentuk oleh kalimat-kalimat. Kalimat-kalimat yang membentuk paragraf itu haruslah merangkai kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya dan begitu seterusnya sehingga dapat membentuk satu kesatuan yang utuh atau membentuk sebuah gagasan. Selanjutnya paragraf dengan paragraf pun merangkai secara utuh membentuk sebuah wacana yang memiliki tema yang utuh.

Menurut Gorys Keraf (2005: 87), ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan menggunakan kata secara tepat yang berarti menggunakan kata sesuai dengan makna yang ingin dicapai. Dalam artikel ilmiah, suasana dan lingkungan bahasa yang digunakan adalah formal dengan bahasa standar/baku.

Menurut Gorys Keraf (2002: 87), ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembaca. Masalah pilihan akan menyangkut makna kata dan kosakatanya akan memberi keleluasaan kepada penulis, memilih kata-kata yang dianggap paling tepat mewakili pikirannya. Ketepatan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya.

(56)

pada pikiran dan perasaan pembaca seperti yang dimaksudkan penulisnya. Ketepatan pemilihan kata mencakup makna kata dan penguasaan kosakata seseorang. Seseorang yang menguasai banyak kosakata akan lebih bebas dan leluasa memilih kata-kata yang dianggapnya paling tepat mewakili gagasannya.

(57)

2.2.6 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini untuk memperjelas alur pikir peneliti. Kerangka berpikir penelitian disajikan dalam bentuk bagan berikut.

Gambar 2.2 Alur Bagan Kerangka Berpikir Rumusan Masalah

KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SEMETER I SMA NEGERI I OKSIBIL KABUPATEN

PEGUNUNGAN BINTANG, PAPUA TAHUN AJARAN 2015/2016

Klasifikasi jenis dan pemakaian penanda kohesi dan koherensi 22 karangan

deskripsi siswa.

Jenis dan pemakaian penanda kohesi (Mulyana, 2005, Baryadi, 2002 , dan Gorys Keraf, 1991:88-89;103-104, 2002:87, 2005:87).

Jenis dan pemakaian penanda koherensi

(D‟Angelo, 1980:394-355, baryadi, 2002), dan Gorys Keraf, 1991:88-89;103-104, , 2002:87 dan 2005:87).

Analisis Hasil

(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang mengarah pada pengembangan sebuah teori dan menganalisis permasalahan dengan menggunakan penelitian. Dalam penelitian ini kinerja dari objek penelitian akan dianalisis sesuai dengan teori yang telah ada (Sugiyono, 2011: 205). Hasil penelitian ini selanjutnya akan dideskripsikan menurut temuan yang didapat selama kegiatan di lapangan dengan mengkaji jenis penanda kohesi dan koherensi yang berupa kata-kata yang terdapat di kalimat maupun paragraf dalam karangan deskripsi siswa.

(59)

3.2 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh (Arikunto, 2006: 129). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis dan penggunaan penanda kohesi dan koherensi dalam paragraf karangan deskripsi dengan tema Keindahan Alam yang disusun oleh siswakelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016. Sumber data dalam penelitian ini adalah 22 karangan deskripsi yang diperoleh dari siswakelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016. Berikut akan dipaparkan nama dan judul karangan siswakelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016.

Tabel 3.1

Judul Karangan Deskripsi Siswa Kelas X Semester I SMA Negeri I Oksibil Tahun Ajaran 2015/2016

No Nama Judul Karangan

1 Yan Delka Deskripsi Gunung Wa

2 Melina Bawi Gunung Cycloop

3 Ella Uropka Gunung Apom

4 Mince Taplo Keindahan Alam Apyim Apom

5 Frans Wasini Waktu Liburan

6 Refianus Walam Keindahan Alam serta Manfaatnya 7 Yokbet Tabisu Danau Sentani

8 Peni Uropdana Hidup di Mambramo

9 Meki Tepmul Gunung Lim

10 Lazarus Sitokmabin Danau Sentani 11 Yohanes Tetangwi Gunung Wanbon

12 Legion Asemki Gunung Anem

13 Yorim Asemki Pegunungan Bonai

14 Herminus Kalaka Rumah Adat

15 Apina Mul Deskripsi Kelas

(60)

17 Emanuel Iyai Keindahan Pulau Papua

18 Yorim Mul Rumahku

19 Yupen Singleki Aplim Apom/ Puncak Mandala 20 Agatha Uropkulin Pengalaman Liburan

21 Patrik T. Sipyan Danau Sentani 22 Agustina Uropkulin Gunung Anem

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswakelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016. Jumlah siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016 sebanyak 22 siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 7 siswi perempuan. Adapun nama-nama siswa siswi yang dijadikan sebagai subjek penelitian secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2

Subjek Penelitian Siswa Kelas X Semester I SMA Negeri I Oksibil Tahun Ajaran 2015/2016

No Nama Jenis Kelamin

1 Yan Delka L

2 Melina Bawi P

3 Ella Uropka P

4 Mince Taplo P

5 Frans Wasini L

6 Refianus Walam L

7 Yokbet Tabisu P

8 Peni Uropdana L

9 Meki Tepmul L

10 Lazarus Sitokmabin L

(61)

12 Legion Asemki L

13 Yorim Asemki L

14 Herminus Kalaka L

15 Apina Mul P

16 Apiana Kulka L

17 Emanuel Iyai L

18 Yorim Mul L

19 Yupen Singleki L

20 Agatha Uropkulin P

21 Patrik T. Sipyan L

22 Agustina Uropkulin P

Sementara itu, yang menjadi objek penelitian adalah jenis dan penggunaan penanda kohesi dan koherensi dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester I SMA Negeri I Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Tahun Ajaran 2015/2016 yang keseluruhannya berjumlah 22 karangan deskripsi dan kesemuanya bertemakan tentang keindahan alam.

3.4 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama (Moleong, 2006: 9). Dalam penelitian ini, penelitian dengan bantuan orang lain terlibat dalam proses pengumpulan data. Langkah-langkah dalam pelaksanaan pengumpulan data penelitian yaitu.

(62)

2) Siswa kemudian melakukan pengamatan terhadap objek tersebut dan ditulis menjadi sebuah karangan deskripsi. Objek tersebut sudah dipersiapkan oleh peneliti agar nantinya karangan siswa tidak menyimpang dari karangan deskripsi;

3) Sebelum mengarang siswa diminta menuliskan nama, dan kelas, disudut kanan atas pada lembar jawaban;

4) Siswa diminta menulis karangan yang melukiskan atau menggambarkan objek secara terperinci dengan minimal dua paragraf;

5) Waktu mengarang diberikan selama 60 menit (1 jam);

6) Siswa diminta menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), serta menggunakan keterpaduan antarkalimat dan antarparagraf dalam menulis karangan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

(63)

Pada teknik SLBC, penulis hanya sebagai pemerhati terhadap calon data, penulis tidak terlibat dalam pembicaraan.

Selanjutnya, dilakukan pencatatan data menggunakan teknik catat. Teknik catat merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan cara mencatat pada kartu data. Kartu data digunakan untuk mempermudah dalam mengidentifikasi data. Teknik catat digunakan untuk mencatat potongan wacana yang mengandung kohesi dan koherensi serta ketepatan pemakaian penanda kohesi dan ketepatan pemakaian penanda koherensi pada karangan deskripsi siswa. Untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data, karangan-karangan tersebut diberi kode

K1…K22 dan diikuti A, B, C, serta 1, 2, 3. Kode K1…K22 melambangkan kode

karangan, dan kode huruf A, B, C yang melambangkan kode kalimat diikuti dengan kode angka 1 sampai 3 melambangkan kode paragraf. Berikut contoh kartu data yang digunakan pada penelitian ini.

Tabel 3.3 Kartu Data Penelitian Nomor data :

Kode kalimat : Kode paragraf :

Jenis kohesi dan koherensi : Data :

Analisis :

Kode karangan:

Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut.

1) Menyuruh siswa membuat karangan deskripsi dengan tema Keindahan Alam.

Gambar

Tabel 1.1 Judul karangan deskripsi .........................................................
Gambar 2.2 Alur Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Judul Karangan Deskripsi Siswa Kelas X Semester I SMA Negeri I Oksibil
tabel berikut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbincangan budaya dan Islam sudah banyak mengalami kontradiksi di antara banyak kalangan umat Islam khusunya di indonesia dengan adanaya kenginnan akulturasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan perpustakaan SMK Ma’arif 2 Gombong: (1) perencanaan perpustakaan sekolah : perencanaan bahan pustaka disesuaikan dengan

Demikian juga dengan Kantor Pos Medan, menurut penulis terjadi fonomena yang mengherankan dimana dalam periode kerja 2009-2011 seharusnya terjadi peningkatan

Perancangan Print Ad sebagai media kampanye Go Organic bertujuan untuk mempersuasi warga Solo agar memulai gaya hidup organik. Tidak hanya sekedar mengkonsumsi

(2) Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana BOS untuk Sekolah Indonesia di Luar Negeri Tahun Anggaran 2014 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II

Upaya-upaya yang dilakukan penyidik polri dalam mengatasi kendala- kendala yang ditemukan dalam pencarian barang bukti hasil pencurian kendaraan bermotor roda dua diwilayah

[r]

JUMLAH Minimarket Pasar Hewan Kelompok Pertokoan Di Kecamatan Sukadana , 2013 Desa Pasar Umum (1) http://lampungtimurkab.bps.go.id/.. Sukadana Jaya 50 2 0 773 128