DAFTAR PUSTAKA
Baldwin, T.T., C.Danielson, dan W. Wiggenhorn, 1997. The Evolution of Learning Strategies in Organizations: From Employee Development to Business Redefinition. Academy of Management Executive, November, pp.47- 58.
Ellitan, 2009 Fakultas Ekonomi, Universitas Widya Mandala Surabaya, Jurnal Strategi Inovasi Dan Kinerja Operasional Perusahaan: Sebuah Review Aplikasi Intellectual Capital Anagement Dalam Era Baru manufaktur . Garvin, D.A. (2000). Learning in Action: A Guide to Putting the Learning
Organization to Work, Boston: Harvard Business School Press
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Cetakan IV. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Geoffrey Hadari Nawawi, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kelima,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas L. (2003). Manajemen Strategis. Yogyakarta: Penerbit Andi
Jasaphara, 2003, Cognition, Culture and Competition, an Empirical Test of Organizational Learning, The Learning Organization. 32.
Marquardt, M.J. 2002. Building the learning organization. New York : McGraw-Hill
Martin Harry J. 2002. Job Satisfaction and Organizational Commitment in Relation to Work Performance and Turnover Intensions. Human Relation. Vol. 42. No. 7. pp. 625-648.
Moekijat, 2006, Asas-Asas Perilaku Organisasi, edisi kedua, CV. Mandar Maju, Bandung
Ndraha , 2006. Teori Budaya Kerja, Cetakan ketiga, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
Osborn dan Plastrik, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Penerbit Andi
Robbins, Stephen P. 2003. Organizational Behavior Concept, Controversies and Applications. New Jersey : Prentice Hall International Inc.
Senge, Peter M,1990, The fifth discipline: The art and practice of the learning organization. New York: Doubleday
Senge, P.M. (2000). The Academy as a Learning Community: Contradiction in Terms or Realizable Future In A.F. Lucas and Associates, Leading Academic Change: Essential Roles for Department Chairs .
Siti Amnuhai, 2003, Manajemen Sumber daya Manusia, edisi keempat Bumi Aksara. Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini berupa deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data untuk menganalisis pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai Kantor Pos Medan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Adapun perusahaan yang penulis teliti adalah pada PT. Pos Indonesia Kantorpos Medan dengan lokasi perusahaan berada di Jl. Pos No. 1 Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2015.
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3.1.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Defenisi Dimensi Indikator Alat Ukur
Pembelajaran organisasi (X1)
Yakni proses perbaikan kapasitas organisasi secara terus menerus melalui 5 aspek belajar yakni sistem berpikir, penguasaan pribadi, model mental, penjabaran visi dan belajar bersama
a. Sistem berpikir b. Model pemahaman c. Pemilikan kemampuan d. Belajar bersama e. Berbagi visi
(Senge, 1990)
a1. Berpikir praktis dan logis a2. Mengekspresikan pikiran b1. Memudahkan pemahaman b2. Menghindari pemahaman rumit c1. Mengenali diri
c2. Mengembangkan kemampuan d1. Terbuka terhadap rekan d2. Diskusi bersama e1. Mengeluarkan pendapat e2 Memberi saran
Skala Likert
Budaya kerja (X2)
Yakni nilai, norma dan aturan kebiasaan yang dijadikan sebagai pedoman kerja oleh Kantor Pos Medan
a. Peraturan b. Iklim kerja
(Luthans (2003)
a1. Mentaati aturan kerja a2. Mematuhi hukuman /sanksi b1. Menciptakan kekondusifan kerja b2. Menjaga keharmonisan hubungan
Skala Likert
Kinerja Yakni prestasi kerja yang dicapai pegawai dalam satu tugas tertentu yang ditugaskan oleh pegawai Kantor Pos Medan dalam kurun waktu tertentu
a. Kuantitas b. Kualitas c. Ketepatan waktu
(Robbins, 2003)
a1 Standar volume kerja
a2. Jumlah satuan kerja yang dicapai b1. Mencapai mutu kerja b2 Meningkatkan mutu kerja c1. Bekerja tepat waktu
c2 Menyelesaikan target kerja tepat waktu
3.4. Skala Pengukuran Variabel 3.4.1. Pembelajaran Organisasi
Instrumen pengumpulan data tentang pembelajaran organisasi terdiri dari 10 pernyataan tertutup dengan 4 (empat) opsi jawaban Skala Likert yakni :
1. Sangat Setuju (SS) = 4
2. Setuju (S) = 3
3. Tidak Setuju (TS) = 2 4. Sangat Tidak Setuju (TS) = 1
Skor tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut :
P = Kategori terendah Skor tertinggi Skor − = 3 10 40− =10
Sehingga kategori pemberdayaan organisasi adalah sebagai berikut : a). Skor 10 – 20 --- Pembelajaran organisasi kurang baik b). Skor 21 – 30 --- Pembelajaran organisasi cukup baik b). Skor 31 – 40 --- Pembelajaran organisasi baik 3.4.2. Budaya organisasi
Instrumen pengumpulan data tentang budaya organisasi terdiri dari 10 pernyataan tertutup dengan 4 (empat) opsi jawaban Skala Likert dengan skor tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut :
P = Kategori terendah Skor tertinggi Skor − = 3 10 40− =10
3.4.3. Kinerja Pegawai
Instrumen pengumpulan data tentang kinerja pegawai terdiri dari 10 pernyataan tertutup dengan 4 (empat) opsi jawaban Skala Likert dengan Skor tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut :
P =
Kategori
terendah Skor
tertinggi
Skor −
= 3
10 40−
=10
Sehingga kategori budaya organisasi adalah sebagai berikut : a). Skor 10 – 20 --- Kinerja pegawai kurang baik
b). Skor 21 – 30 --- Kinerja pegawai cukup baik b). Skor 31 – 40 --- Kinerja pegawai baik
3.5. Populasi dan Sampel Penelitian 3.5.1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang (Sugiyono, 2010:47). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pegawai Kantor Pos Medan yang berjumlah 77 orang pegawai.
3.5.2. Sampel
penentuan sampel penelitian menggunakan metode total sampling yakni mengambil seluruh populasi penelitian sehingga jumlah sampel penelitian adalah 77 orang.
3.6. Jenis dan Sumber Data 3.6.1.Data primer
Yakni data yang langsung diperoleh dari responden berupa jawaban responden terhadap kuesioner yang didistribusikan
3.6.2. Data sekunder:
Yakni data yang mendukung data primer yang diperoleh dari dokumen seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, jumlah personil dan upaya-upaya peningkatan kinerja yang dilakukan
3.7. Metode Pengumpulan Data 3.7.1. Kuesioner
Merupakan alat pengumpul data dalam bentuk sejumlah pertanyaan yang harus dijawab secara tertulis oleh responden (Sugiyono, 2010:67).
Dalam hal ini peneliti akan menyebarkan kuisioner kepada pegawai Kantor Pos Medan.
3.7.2. Wawancara
3.7.3. Dokumentasi
Yakni pengumpulan data berupa sumber referensi tertulis baik berupa text book, majalah dan sumber referensi lainnya.
3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.8.1. Uji Validitas
Validitas atau kesahihan merupakan kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur. Untuk mendapatkan data yang valid dalam metode kuantitatif diperlukan instrumen yang valid, oleh karenanya diperlukan uji validitas instrument. Validitas instrument menggambarkan tingkat instrument yang mampu mengukur apa yang akan diukur (Suharsimi Arikunto; 2010: 219).
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas
Item pertanyaan r-hitung
validitas
r-tabel Kesimpulan
Organisasi pembelajaran (X1)
Ogpel1 .585 0.36 Valid
Ogpel2 .617 0.36 Valid
Ogpel3 .497 0.36 Valid
Ogpel4 .533 0.36 Valid
Ogpel5 .469 0.36 Valid
Ogpel6 .564 0.36 Valid
Ogpel7 .589 0.36 Valid
Ogpel8 .508 0.36 Valid
Ogpel9 .375 0.36 Valid
Ogpel10 .526 0.36 Valid
Budaya kerja (X2)
Budker1 .617 0.36 Valid
Budker2 .565 0.36 Valid
Budker3 .561 0.36 Valid
Budker4 .613 0.36 Valid
Budker5 .435 0.36 Valid
Budker6 .548 0.36 Valid
Budker7 .583 0.36 Valid
Budker8 .572 0.36 Valid
Budker9 .406 0.36 Valid
Kinerja pegawai (Y)
Kinerja1 .625 0.36 Valid
Kinerja2 .586 0.36 Valid
Kinerja3 .478 0.36 Valid
Kinerja4 .648 0.36 Valid
Kinerja5 .512 0.36 Valid
Kinerja6 .569 0.36 Valid
Kinerja7 .614 0.36 Valid
Kinerja8 .557 0.36 Valid
Kinerja9 .506 0.36 Valid
Kinerja10 .461 0.36 Valid
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
Tabel 3.2 memperlihatkan bahwa nilai r-hitung validitas ke-30 item
pertanyaan adalah lebih besar dari r-tabel (0.30) sehingga dapat disimpulkan bahwa
ke-30 item pertanyaan adalah valid. 3.8.2. Uji Reliabilitas
yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi.
Reliabilitas adalah kehandalan berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur dilihat dari stabilitas atau konsistensi internal dari informasi, jawaban atau pertanyaan, jika pengukuran atau pengamatan dilakukan berulang. Pengujian reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan formula Alpha’s Cronbachyang dirumuskan dalam Agung Nugroho (2005:64) sebagai berikut. jika koefisien reliabilitas (α) ≥ 0,6 maka alat ukur dianggap reliable (handal) atau terdapat internal consistency reliability
Hasil uji reliabilitas terhadap ke-3 variabel penelitian memperlihatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas
No Variabel r-hitung
reliabilitas
r-tabel Kesimpulan
1 Organisasi pembelajaran (X1) 0.835 0.6 Reliabel
2 Budaya kerja (X2) 0.842 0.6 Reliabel
3 Kinerja (Y) 0.852 0.6 Reliabel
Sumber : Hasil penelitian 2013 (data diolah)
Tabel 3.3 memperlihatkan bahwa ketiga variabel penelitian memiliki nilai
r-hitung reliabilitas lebih besar dari 0.6, sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-3
3.8. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan sebagai persyaratan sebelum melakukan uji hipotesis terhadap penelitian yang mengandung lebih dari 1 (satu) variabel independen yang terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas dan uji heterokedastisitas.
3.9.1. Uji Normalitas
Uji normalitas berguna untuk tahap awal dalam metode pemilihan analisis data. Jika data normal, gunakan statistik parametrik dan, Jika data tidak normal, gunakan statistik non parametrik atau lakukan treatment agar data normal. Tujuan Uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal, Sugiyono (2010:49).
Pada penelitian ini uji normalitas akan dideteksi melalui perhitungan regresi dengan SPSS dan uji statistik dengan menggunakan Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov (K-S) Test.
3.9.4. Uji Heterokedastisitas
3.10. Teknik Analisis Data 3.10.1. Analisis Deskriptif
Yakni analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan secara deskriptif karakteristik sampel penelitian seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama kerja serta gambaran deskriptif tentang pembelajaran organisasi, budaya organisasi dan kinerja pegawai.
3.10.2. Analisis Regresi Linier Berganda
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan persamaan Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression) yang digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen (Sugiono, 2006:58).
1). Uji Serempak (Uji-F)
Uji-F secara simultan dipergunakan untuk mengetahui pengaruh serentak variabel bebas X1 (organisasi pembelajaran) dan X2 (budaya kerja) terhadap variabel terikat ( kinerja pegawai ) dengan rumus sebagai berikut :
sisa reg
RJK a b RJK
F = ( / )
Ketentuan yang diterapkan adalah bila F-dihitung> F-tabel pada signifikansi
5% maka Ho ditolak atau Ha diterima.
2). Uji Pengaruh Parsial (Uji-t)
2 1
2
xy xy
r N r t
− − =
Dengan menggunakan derajat kebebasan (db=N-2) pada daftar signifikansi 5%, maka apabila t-hitung> t-tabel dinyatakan kontribusi yang dihitung
berarti atau signifikan (Sudjana, 2006:44). Seluruh analisis data regresi linier berganda dilakukan dengan proses kompeterisasi Statistical Package for Sosial Science (SPSS) Versi 19.
3). Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi R2 bertujuan untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel independen secara simultan mempengaruhi perubahan yang terjadi pada variabel dependen. Jika R2 yang diperoleh dari hasil perhitungan mendekati 1 (satu) atau 0 ≤ R2 ≤ 1, maka semakin kuat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Sebaliknya apabila nilai R2 mendekati nol, maka semakin lemah pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
4). Persamaan Regresi
Model persamaannya adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Dimana :
Y = Kinerja pegawai ≥ = Konstanta
b = Koefisien Regresi X1 = Pembelajaran organisasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Kantor Pos Medan
PT. Pos Indonesia (Persero) merupakan suatu bentuk Badan Usaha Milik Negara yang didirikan pertama kali pada tanggal 26 Agustus 1746 oleh Gubernur Jendral G. W Barron Van Inhoff di kota Batavia (yang dikenal saat ini dengan kota Jakarta). Pentingnya komunikasi merupakan alasan didirikannya kantor pos ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat melakukan komunikasi yang lebih mudah dengan relasi atau orang lain yang berada jauh dari lokasi tempat tinggal mereka.
berganti nama menjadi PTT Republik Indonesia dengan pimpinan pertama Soeharto dan R.Dirja sebagai wakilnya.
Kantor PTT pertama berkedudukan di Welterverden (Gambir Jakarta) antara tahun 1922-1923 dan dipindahkan ke gedung Dinas Pekerjaan Umum Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya PTT dinyatakan memenuhi syarat untuk berubah status Perusahaan Negara (PN) sesuai dengan peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.19 tahun 1960. Berdasarkan PP No.19 1961 status jawatan PTT diubah menjadi PN Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Pada tahun 1965 PN Ponsel dipecah menjadi dua perusahaan bidang pos dan telekomunikasi yaitu PN Pos dan Giro berdasarkan PP No.30 tahun 1965. Selanjutnya status Pos dan Giro menjadi Perum Pos dan Giro berdasarkan PP No. 19 tahun 1978, dan diperbaharui dengan PP No.24 tahun 1984.
Berdasarkan PP No. 5 tahun 1995 tentang perubahan status Perum Pos dan Giro ditetapkan menjadi PT. Pos Indonesia (Persero) adalah UU No.1 tahun 1995 tentang perusahaan perseroan. Peraturan pemerintah No 5 tahun 1995 tentang pengalihan bentuk Umum (Perum) Pos dan Giro menjadi perusahaan (Persero), lembaga Negara RI tahun 1995 nomor 11. Anggapan dasar PT. Pos Indonesia (Persero) yang tercantum dalam akta notaris Sujipto Nomor 117 tanggal 20 Juni 1995 tentang pendirian perusahan persero PT. Pos Indonesia sebagaimana telah diubah dengan akta notaris Sujipto, SH Nomor 89 tanggal 21 September 1998 dan Nomor 11 tanggal 21 September 1998.
dengan letak yang yang strategis yaitu ditengah keramaian kota. Gambar dan arti logo Pos dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 4.1. Logo PT. Pos Indonesia Makna :
1). Burungmerpati posisi terbang dan pandangan lurus kedepan, melambangkan kecepatan dan kepercayaan dari masyarakat.
2). Bola dunia melambangkan peran sebagai penyedia pelayanan yang mampu menjadi sarana komunikasi dalam ruang lingkup nasional maupun internasional.
3). Warnao range cemerlang melambangkan modernitas, kedinamisan,dan kecepatan. Sedangkan warna abu-abu melambangkan kesan modern dalam pendekatanbisnis.
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan a) Visi
kemudian dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat serta tumbuh dan berkembang sesuai dengan konsep bisnis yang sehat.
b) Misi
1). Berkomitmen kepada pelanggan untuk menyediakan layanan yang selalu tepat waktu dan nilai terbaik.
2). Berkomitmen kepada karyawan untuk memberikan iklim kerja yang aman, nyaman, dan menghargai kontribusi.
3). Berkomitmen kepada pemegang saham untuk memberikan hasil usaha yang menguntungkan dan terus bertumbuh.
4). Berkomitmen untuk berkontribusi positif kepada masyarakat.
5). Berkomitmen untuk berperilaku transparan dan terpercaya kepada seluruh pemangku kepentingan
4.1.3.Kegiatan Usaha
PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Medan adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Adapun jenis layanan yang diselenggarakan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Medan dibagi menjadi beberapa kelompok produk/bisnis sebagai berikut:
1). Bisnis komunikasi Jasa layanan dari bisnis komunikasi antara lain:
b. Jenis layanan prioritas terdiri dari: surat kilat, surat kilat khusus, express Mail Service, pos express, perlakuan khusus.
2). Bisnis logistik
a. Jenis layanan standar yang terdiri dari: paket pos biasa (darat/udara), dan paket pos perlakuan khusus yaitu point to point dan curah.
b. Jenis layanan prioritas yang terdiri dari: paket pos kilat khusus, paket pos cepat luar negeri.
c. Paket pos perlakuan khusus yaitu Paketpos point to point. 3). Bisnis keuangan
a. Jenis layanan standar yang terdiri dari: wesel pos biasa, wesel pos biasa kemitraan, giro pos on line, dan giro pos kemitraan.
b. Jenis layanan prioritas yang terdiri dari: wesel pos prima, wesel pos prima kemitraan dan wesel pos instan, serta weselpos Western Union .
4). Bisnis keagenan Bisnis keagenan terdiri dari: a Penerimaan setoran pajak.
b Penerimaan setoran tabungan seperti tabungan e’Batara-Pos (BTN), Shar’e (Muamalat), Pos BNI (BNI 46) .
c. Penjualan akta agrarian dan materai .
d. Penyaluran dana JPS dari Diknas, Depkes dan Depag.
e. Pembayaran pensiunan dari Taspen, Asabri, BRI-BTPN-BPR dan lain lain. f. Post Pay seperti penerimaan tagihan telepon, PDAM, kartu pasca bayar
5). Bisnis filateli Bisnis filateli terdiri dari: a Penjualan benda-benda pos
b. Penjualan benda filateli dan perangko Prisma.
4.1.4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Medan berkembang secara dinamis karena didorong faktor internal dan eksternal. Struktur organisasi di PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Medan masih bersifat sentralisasi sehingga semua keputusan, kebijakan, dan wewenang menjadi tanggung jawab Kepala Kantor. Berdasarkan hierarki organisasi, pegawai dengan jabatan lebih rendah secara otomatis bertanggung jawab langsung kepada pegawai yang memiliki jabatan diatasnya.
Kepala Kantor Pos
Wakil kepala bidang. Operasi dan
pelayanan
Wakil kepala bidang SDM,keuangan dan sarana Manajer Pelayanan jasa Surat pos Manager
Pemasaran Manajer Sumber daya manusia Manajer paket pos Manager audit dan mutu Manager program kemitraan dan bina lingk. Manajer sarana dan teknologi Manajer keuangan dan BPM Manajer akuntansi Manajer pengawsan pelayanan luar
4.1.5. Uraian Tugas 1. Kepala Kantor
Mencapai target pendapatan dan laba yang ditetapkan serta mengendalikan biaya sesuai besaran alokasi yang diterima, mengendalikan jumlah pelanggan korporat, mitra, dan outlet kemitraan, mutu layanan dan operasi, dan billing & collection Kantor Pos melalui kegiatan pemasaran, penjualan, penagihan dan pelayanan pelanggan, pemanfaatan sumber daya pada Kantorpos dan pengendalian kinerja seluruh Kantorpos Cabang yang berada dalam lingkup kantor pos yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Wakil Kepala Kantor
Pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian kinerja proses operasi layanan dan penjualan yang meliputi: ayanan jasa suratpos,paketpos,jasa
keuangan,ritel dan properti,sertalayanan lainnya untuk mencapai target
pendapatan dan laba UPT sesuai dengan sasaran yang ditetapkan Perusahaan.
Pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian pengelolaan Sumber Daya Manusia, Akuntansi. Keuangan dan BPM, Teknologi dan Sarana,
Audit dan Manajemen Risiko untuk mendukung kinerja operasional di
Kantorpos. 3. Manajer
Medan dan tujuan dari unit yang dipimpinnya sebagaimana yang telah ditetapkan.
4. Kantorpos Cabang
Mencapai target pendapatan dan laba yang ditetapkan untuk kantorpos cabang serta mengendalikan biaya sesuai besaran alokasi yang diterima, mengendalikan jumlah pelanggan korporat, mitra, mutu layanan dan operasi, dan billing & collection Kantor Pos melalui kegiatan pemasaran, penjualan, penagihan dan pelayanan pelanggan, pemanfaatan sumber daya pada Kantorpos dan pengendalian kinerja yang berada dalam lingkup kantor pos cabang yang menjadi tanggung jawabnya.
4.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama kerja
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
No U m ur Jumlah (orang) Persentase (%)
1. <30 tahun 4 6.3
2. 30-40 tahun 38 59.4
3. 41-50 tahun 18 28.1
4. >50 tahun 4 6.3
Total 64 100.0
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa dari 64 responden penelitian, 4 orang (6.3%) berumur dibawah 30 tahun, 38 orang (59.4%) berumur antara 30-40 tahun, 18 orang (28.1%) berumur antara 41-50 tahun dan 4 orang (6.3%) berumur lebih dari 50 tahun. Dengan demikian, mayoritas responden berumur antara 30-40 tahun (59.4%). Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas responden memiliki umur usia produktif sehingga sangat memungkinkan mereka untuk mengoptimalkan kinerja yang ditargetkan melalui peningkatan organisasi pembelajaran dan budaya kerja .
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Perempuan 15 23.4
2. Laki-laki 49 64.4
Total 64 100.0
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa dari 64 responden penelitian, 15 orang (23.4%) adalah perempuan dan 49 orang (64.4%) adalah laki-laki. Dengan demikian, mayoritas responden adalah laki-laki (64.4%).
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. SMA 13 20.3
2. D3 10 15.6
3 S1 38 59.4
4 S2 3 4.7
Total 64 100.0
Sumber : Hasil penelitian 2015(data diolah)
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa dari 64 responden penelitian, 13 orang (20.3%) berpendidikan SMA, 10 orang (15.6%) berpendidikan D3 38 orang (59.4%) berpendidikan S1 dan 3 orang (4.7%) berpendidikan S2. Dengan demikian, mayoritas responden berpendidikan sarjana S1 (59.4%).
4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kerja
Lama kerja dalam penelitian ini dikategorikan kedalam 3 kelompok yakni <5 tahun, 5-10 tahun dan lebih dari 10 tahun dengan distribusi frekuensi sebagai berikut :
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja
No Lama Kerja Jumlah (orang) Persentase (%)
1. <5 tahun 11 17.2
2. 5-10 tahun 32 50.0
3 >10 tahun 21 32.8
Total 64 100.0
Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa dari 64 responden penelitian, 11 orang (17.2%) dengan lama kerja kurang dari 5 tahun, 32 orang (50.0%) dengan lama kerja antara 5-10 tahun dan 21 orang (32.8%) dengan lama kerja lebih dari 10 tahun. Dengan demikian, mayoritas responden dengan lama kerja antara lebih dari 10 tahun (32.8%).
4.3. Deskripsi Variabel Penelitian 4.3.1. Pembelajaran Organisasi
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pembelajaran Organisasi
No Pernyataan Jawaban
SS S TS STS
Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
1 Sistem berpikir kreatif tanpa
menunggu perintah selalu
ditekankan pimpinan Kantor Pos
Medan terhadap seluruh pegawai
38 59.4% 10 15.6% 5 7.8% 11 17.2%
2 Pimpinan Kantor Pos Medan
selalu memberikan pembelajaran
cara berpikir kreatif agar pegawai
dapat bekerja focus kepada
peningkatan kinerja
23 35.9% 14 21.9% 8 12.5% 19 29.7%
3 Pemahaman yang baik selalu
diberikan pimpinan sebelum
memulai bidang pekerjaan tertentu
31 48.4% 13 20.3% 6 9.4% 13 21.9%
4 Pemahaman yang baik atas setiap
bidang pekerjaan membuat kinerja
pegawai semakin terkendali dan
meningkat.
29 45.3% 21 32.8% 10 15.6% 4 6.3%
5 Memiliki kompetensi kemampuan
dalam bidang pekerjaan tertentu
merupakan aspek penting yang
selalu diajarkan pimpinan
29 45.3% 21 32.8% 10 15.6% 4 6.3%
6 Dengan memiliki kemampuan
dalam bidang pekerjaan tertentu
membuat pegawai semakin
percaya diri meningkatkan kinerja
36 56.3% 19 29.7% 7 10.9% 2 3.1%
7 Sebelum memberi instruksi baru,
pimpinan kantor Pos Medan selalu
memberi pembelajaran bersama
bagi setiap pegawai
37 57.8% 16 25.0% 6 9.4% 5 7.8%
penting dari upaya pimpinan
dalam meningkatkan kinerja
pegawai
9 Untuk mencapai kesamaan
interpretasi, pimpinan Kantor Pos
Medan selalu memberi visi kepada
semua pegawai
38 59.4% 17 26.6% 6 9.4% 3 4.7%
10 Adanya pemahaman visi yg sama
membuat pegawai focus pada
capaian kinerja yang ditetapkan
46 71.9% 8 12.5% 3 4.7% 7 10.9%
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
budaya kerja kepada para pegawai di Kantor Pos Medan pimpinan Kantor Pos Medan tidak selalu memberikan pembelajaran cara bepikir kreatif agar pegawai dapat focus kepada peningkatan kinerja. Dengan kata lain, masih ada sebagian pegawai yang tidak mengakui bahwa pimpinan selalu memberi pembelajaran organisasi.
[image:30.595.106.506.390.568.2]Selanjutnya, berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban responden tentang organisasi pembelajaran tersebut di atas, pembelajaranorganisasidikelompokkan kedalam 3 kategori yakni baik, cukup dan kurang dengan distribusi frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.6
Kategori PembelajaranOrganisasi
Kategori
Organisasi pembelajaran
Jumlah Persentase (%)
Baik 42 65.6
Cukup 13 20.3
Kurang 9 14.1
Jumlah 64 100,0
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
4.3.2. Budaya Kerja
Distribusi jawaban responden terhadap ke-10 item pernyataan tentang budaya kerja dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Budaya Kerja
No Pernyataan Jawaban
SS S TS STS
Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
1 Kantor Pos Medan memiliki
peraturan kerja yang harus
diterapkan dalam operasional kerja
sehari-hari
42 65,6% 11 17,2% 5 7,8% 6 9,4%
2 Kepatuhan terhadap peraturan
kerja merupakan bagian penting
dari keberhasilan pegawai
mencapai kinerja yang ditetapkan
31 48,4% 13 20,3% 7 10,9% 13 20,3%
3 Setiap pegawai yang melanggar
peraturan kerja selalu mendapat
ganjaran dari pimpinan Kantor Pos
36 56,3% 9 14,1% 11 17,2% 8 12,5%
4 Sanksi tegas selalu diberikan
atasan kepada setiap pegawai yang
melanggar aturan kerja
33 51,6% 19 29,7% 6 9,4% 6 9,4%
5 Tanpa sanksi tegas sulit bagi
atasan meningkatkan disiplin dan
kepatuhan
39 60,9% 19 29,7% 2 3,1% 4 6,3%
6 Iklim kerja yang kondusif
merupakan modal utama dalam
memberikan pelayanan public
yang baik
32 50,0% 13 20,3% 10 15,6% 9 14,1%
7 Saling keterbukaan dan pengertian
merupakan aspek penting dalam
iklim kerja pegawai untuk
memberi pelayanan public terbaik
8 Pimpinan Kantor Pos Medan
selalu menekankan pentingnya
iklim kerja yang kondusif agar
seluruh pegawai dapat bekerja
maksimal
30 46,9% 17 26,6% 13 20,3% 4 6,3%
9 Tanpa iklim kerja yang kondusif
sulit bagi pegawai Kantor Pos
Medan memberi pelayanan public
terbaik
37 57,8% 12 18,8% 6 9,4% 9 14,1%
10 Kepuasan public hanya dapat
dicapai jika ada pelayanan yang
baik oleh pegawai yang bekerja
dalam iklim kerja yang kondusif.
41 64,1% 10 15,6% 4 6,3% 9 14,1%
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
[image:32.595.107.516.111.395.2]menekankan pentingnya iklim kerja yang kondusif agar seluruh pegawai dapat bekerja maksimal“ dimana mayoritas responden (21.9%) menjawab sangat tidak setuju. Hal ini berarti bahwa masih ada sebagian pegawai yang belum mengakui bahwa pimpinan Kantor Pos selalu menekankan pentingnya iklim kerja yang kondusif agar seluruh pegawai dapat bekerja maksimal.
[image:33.595.109.507.383.513.2]Selanjutnya, berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban responden tentang budaya kerja tersebut di atas, budaya kerja dikelompokkan kedalam 3 kategori yakni baik, cukup dan kurang dengan distribusi frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.8
Kategori Budaya Kerja
Kategori Budaya Kerja Jumlah Persentase (%)
Baik 42 65.6
Cukup 16 25.0
Kurang 6 9.4
Jumlah 64 100,0
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
4.3.3. Kinerja Pegawai
[image:34.595.109.517.242.754.2]Distribusi jawaban responden terhadap ke-10 item pernyataan tentang kinerja pegawai dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Kinerja Pegawai
No Pernyataan Jawaban
SS S TS STS
Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
1 Kantor Pos Medan memiliki
standar volume kerja minimal
yang harus dicapai setiap bulannya
50 78,1% 7 10,9% 3 4,7% 4 6,3%
2 Pimpinan Kantor Pos Medan
selalu menekankan pentingnya
mencapai volume kerja untuk
meningkatkan kinerja
41 65,1% 13 20,3% 5 7,8% 5 7,8%
3 Keberhasilan Kantor Pos Medan
meningkatkan kinerja pegawai
sangat dipengaruhi oleh
pemberdayaan organisasi dan
budaya kerja
42 65,6% 9 14,1% 6 9,4% 7 10,9%
4 Pelaksanaan pembelajaran
organisasi yang baik berhasil
meningkatkan kualitas kerja
pegawai Kantor Pos Medan
37 57,8% 13 20,3% 7 10,9% 7 10,9%
5 Kualitas kerja yang dicapai
pegawai Kantor Pos Medan tidak
terlepas dari budaya kerja yang
terpelihara dengan baik
36 56,3% 16 25,0% 6 9,4% 6 9,4%
6 Capaian kualitas pegawai Kantor
Pos Medan sangat dipengaruhi
oleh penerapan pembelajaran
7 Peningkatan kinerja pegawai dapat
dilihat dari ketepatan waktu kerja
38 59,4% 12 18,8% 10 15,6% 4 6,3%
8 Keberhasilan pegawai Kantor Pos
Medan mencapai kinerja tepat
waktu adalah gambaran
terlaksananya pembelajaran
organisasi
38 59,4% 14 21,9% 8 12,5% 4 6,3%
9 Adanya budaya kerja yang baik
memberi pengaruh positif terhadap
keberhasilan pegawai mencapai
target kerja tepat waktu
43 67,2% 10 15,6% 6 9,4% 5 7,8%
10 Keberhasilan pembelajaran
organisasi dan penciptaan budaya
kerja yang kondusif membuat
kinerja pegawai meningkat
43 67,2% 8 12,5% 5 7,8% 8 12,5%
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
[image:35.595.109.515.112.392.2]tentang “capaian kualitas pegawai Kantor Pos Medan sangat dipengaruhi oleh penerapan pembelajaran organisasi dan budaya kerja” dimana mayoritas responden (15.6%) menjawab tidak setuju. Hal ini berarti bahwa masih ada pegawai yang tidak memahami bahwa peningkatan kinerja dapat juga dilihat dari capaian kualitas kerja.
[image:36.595.110.507.439.568.2]Selanjutnya, berdasarkan hasil rekapitulasi jawaban responden tentang kinerja pegawai tersebut di atas, kinerja pegawai dikelompokkan kedalam 3 kategori yakni baik, cukup dan kurang dengan distribusi frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.10
Kategori Kinerja Pegawai
Kategori Kinerja pegawai Jumlah Persentase (%)
Baik 47 73.4
Cukup 8 12.5
Kurang 9 14.1
Jumlah 64 100,0
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
4.4. Hasil Analisis Data
4.4.1. Hasil Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan hipotesis yang disebut uji asumsi klasik dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan asumsi bahwa untuk memperoleh hasil analisis regresi linier berganda yang baik, tidak dibenarkan adanya korelasi kuat antar variabel independen yang meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas. Bentuk uji heterokedastisitas lainnya adalah menggunakan uji Glejser. Uji Glejser meregresikan nilai absolut residual dengan variabel independennya. Jika nilai t = signifikan berarti terjadi heteroskedastisitas.
4.4.1.1. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian berdistribusi normal dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan grafik PP Plot dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.11.
Tabel 4.11 memperlihatkan bahwa nilai residual probabilitas (asymp.sig. 2-tailed) adalah 0.442, lebih besar dari sig-≥ (0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian berdistribusi secara normal. Hal yang sama juga dikonfirmasikan oleh grafik P-P normalitas berikut :
Gambar 4.2. Grafik PP Normalitas Data Penelitian
Grafik di atas memperlihatkan bahwa titik titik data tersebar di sepanjang garis diagonal membentuk simetris kiri dan kanan. Hal ini mengindikasikan bahwa data penelitian berdistribusi normal
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
64 .0000000 3.61221149 .108 .108 -.058 .866 .442 N Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b
Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual
Test distribution is Normal. a.
Calculated from data. b.
Observed Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 E xp ec te d C u m P ro b 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
[image:38.595.204.386.465.612.2]Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, sebaliknya jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Uji heterokedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan korelasi Spearman dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.13.
Hasil Uji Heterokedastisitas
Tabel 4.13 memperlihatkan bahwa nilai asymp.sig (2-sided) setiap variabel adalah 0.751 dan 0.01, lebih besar dari 0.05 sehingga hasil perhitungan ini memenuhi uji persyaratan gejala heterokedastisitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data penelitian ini tidak mengandung gejala heterokedastisitas. Dengan kata lain, tidak ada hubungan korelasi kuat antar variabel bebas dalam penelitian ini.
4.4.2. Hasil Uji Hipotesis
Coefficientsa
3496.384 1617.148 2.162 .035 17.134 53.849 .052 .318 .751 52.377 61.985 -.139 -.845 .401 (Constant)
Organisasi Pembelajaran Budaya Kerja
Model 1
B Std. Error Unstandardized
Coefficients
Beta Standardized
Coefficients
t Sig.
Penelitian ini mengandung lebih dari 1 (satu) variabel bebas yakni organisasi pembelajaran dan budaya kerja, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji F secara simultan dan uji –t secara parsial.
4.4.2.1. Hasil Uji F Secara Simultan
[image:40.595.120.512.436.512.2]Uji F secara simultan dilakukan untuk mengetahui apakah ke-2 variabel bebas X1 (Organisasi pembelajaran) dan X2 (budaya kerja) memberi pengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikat Y (kinerja pegawai) .
Tabel 4.15.
Hasil Uji F Secara Simultan
Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa nilai F-hitung = 57.805 dengan nilai
signifikansi (p-value) =0.000. Jika dibandingkan dengan nilai F-tabel = 2.75 (untuk
N = 64 atau df=61), dapat diketahui bahwa F-hitung (50.805) > F-tabel (2.75) dan
sig-p (0.000) < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-2 variabel bebas X1 (organisasi pembelajaran) dan X2 (budaya kerja) secara simultan memberi pengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y (kinerja pegawai). 4.4.2.2. Hasil Uji-t Secara Parsial
ANOVAb
1557.956 2 778.978 57.805 .000a 822.029 61 13.476
2379.984 63 Regression
Residual Total Model 1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Budaya Kerja , Organisasi Pembelajaran a.
Untuk mengetahui pengaruh masing masing variabel bebas terhadap variabel terikat Y (kinerja pegawai), dilakukan uji-t secara parsial dengan hasil sebagai berikut :
abel 4.16.
Hasil Uji-t Secara Parsial
Interpretasi :
1). Pengaruh Organisasi pembelajaran (X1) Terhadap Kinerja pegawai (Y) Tabel 4.16 memperlihatkan bahwa nilai t-hitung X1 (Organisasi
pembelajaran) = 4.021 dengan signifikansi (p-value) sebesar 0.000. Jika dibandingkan dengan nilai t-tabel (N=64 atau df=61) sebesar 1.99 dan sig-α =0.05, dapat
diketahui bahwa t-hitung X1 (4.021) > t-tabel (1.99) dan p-value (0.000) <0.05.
Hasil analisis ini memenuhi persyaratan uji hipotesis dimana jika t-hitung> t-tabel dan
p-value < 0.05, berarti Ha diterima atau Ho ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel X1 (pembelajaranOrganisasi) memberi pengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y (kinerja pegawai).
[image:41.595.119.516.279.360.2]2). Pengaruh Budaya kerja (X2) Terhadap Kinerja pegawai (Y)
Tabel 4.16 memperlihatkan bahwa nilai t-hitung X2 (Budaya kerja) = 5.159
dengan signifikansi (p-value) sebesar 0.000. Jika dibandingkan dengan nilai t-tabel Coefficientsa
3.005 2.885 1.042 .302
.386 .096 .391 4.021 .000 .570 .111 .502 5.159 .000 (Constant)
Organisasi Pembelajaran Budaya Kerja
Model 1
B Std. Error Unstandardized
Coefficients
Beta Standardized
Coefficients
t Sig.
(N=64 atau df=61) sebesar 1.99 dan sig-α =0.05, dapat diketahui bahwa t-hitung X2
(5.159) > t-tabel (1.99) dan p-value (0.000) <0.05. Hasil analisis ini memenuhi
persyaratan uji hipotesis dimana jika t-hitung> t-tabel dan p-value < 0.05, berarti Ha
diterima atau Ho ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel X2 (budaya kerja) memberi pengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y (kinerja pegawai).
4.4.3. Hasil Uji Determinasi R
Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat Y (kinerja pegawai), dilakukan uji determinasi R dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.17.
Hasil Uji Determinasi R
Tabel 4.17 memperlihatkan bahwa nilai r-square = 0.643, hal ini berarti
besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat Y (kinerja pegawai adalah sebesar 0.643 x 100% = 64.3 %. Dengan kata lain, sebesar 64.3% variabel kinerja pegawai dapat dijelaskan oleh variabel pembelajaran organisasi dan budaya kerja, selebihnya (36.7%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak
Model Summaryb
.809a .655 .643 3.67095 Model
1
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Predictors: (Constant), Budaya Kerja , Organisasi Pembelajaran
a.
4.4.4. Persamaan Regresi
Persamaan regresi dapat disusun sesuai dengan nilai koefisien hasil perhitungan berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Y = 3.005 + 0.386X1 + 0.570X2 + 2.885
Dari nilai persamaan ini berarti bahwa jika faktor lain dianggap tetap, maka setiap peningkatan atau perbaikan pembelajaranorganisasi sebesar 1 point akan dapat meningkatkan kinerja pegawai sebesar 0.386 point dan setiap peningkatan atau perbaikan budaya kerja 1 point akan meningkatkan kinerja pegawai sebesar 0.570 point.
4.5. Pembahasan
4.5.1. Pengaruh PembelajaranOrganisasi Terhadap Kinerja pegawai
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Bambang Setyadin, program pascasarajana Universitas Muhammadiyah 2010 dengan judul Pengaruh pembelajaran organisasional, budaya organisasi sekolah dan kepemimpinan terhadap motivasi serta perubahan organisasi dalam peningkatan kinerja SMAN di Jawa Tmur dan dengan menggunakan analisis linier berganda membuktikan bahwa pembelajaran organisasional, budaya organisasi dan berpengaruh signifikan terhadap kinerja SMAN Jawa Timur (p-value < 0.05)
Organisasi belajar adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self leraning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul. Organisasi belajar adalah organisasi dimana orang mengembangkan kapasitas mereka secara terus-menerus untuk menciptakan hasil yang mereka inginkan, dimana pola pikir yang luas dan baru dipelihara, dimana aspirasi kolektif dipoles, dimana orang-orang belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama.
beradaptasi secara cepat bila memiliki SDM yang sensitif terhadap perubahan diluar organisasi dan mampu belajar secara cepat, serta apabila organisasi memiliki lingkungan yang kondusif untuk mendorong proses belajar.
4.5.2. Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Hasil analisis deskriptif yang dilakukan pasca implementasi pembelajaran organisasi dan budaya kerja pada Kantor Pos Medan memperlihatkan bahwa mayoritas responden menyatakan budaya kerja Kantor Pos Medan adalah baik (65.6%)dan mayoritas responden menyatakan kinerja pegawai Kantor Pos Medan adalah baik (73.4%). Hal ini mengindikasikan bahwa budaya kerja memiliki hubungan linier positif dengan kinerja pegawai. Dengan kata lain, semakin baik budaya kerja, semakin meningkat pula kinerja pegawai. Hal ini juga dikonfirmasi oleh hasil analisis kuantitatif dengan analisis regresi linier dimana budaya kerja memberi pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
Budayakerjamempunyaiartiyang sangatmendalam,karenaakan merubah sikap dan perilaku sumberdayamanusiauntuk mencapai produktivitaskerjayanglebihtinggidalam menghadapitantanganmasa depan.Disampingitu masihbanyaklagimanfaatyang munculseperti kepuasankerjameningkat,pergaulanyanglebih akrab, disiplinmeningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosanberkurang, tingkat absensi menurun,terusinginbelajar,inginmemberikanterbaikbagiorganisasi, dan lain-lain.
yangmenyangkutmasalah organisasi.Cakupanmakna setiap nilai budaya kerjatersebut, antara lain: disiplin, keterbukaan, saling menghargai, dan kerjasama. Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumberdaya manusia seutuhnya agarsetiap orang sadarbahwamereka beradadalam suatuhubungansifatperanpelanggan,pemasokdalam komunikasi denganoranglain secaraefektif danefisienserta menggembirakan.Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadiperilaku manajemenmodern, sehinggatertanam kepercayaandan semangat kerjasama yang tinggiserta disiplin (Ndraha, 2006).
Fungsibudayakerja bertujuanuntukmembangunkeyakinan sumberdayamanusiaataumenanamkannilai-nilaitertentu yangmelandasi ataumempengaruhisikapdanperilakuyang konsisten sertakomitmen membiasakansuatucara kerjadi lingkungan masing-masing.Dengan adanyasuatu keyakinan dan komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu,misalnyamembiasakankerjaberkualitas,sesuaistandar, atau sesuai ekpektasi pelanggan (organisasi), efektifatau produktifdan efisien.
danvertikal, membinahubunganpersonalbaikformalmaupuninformaldiantarajajaran manajemen, sehinggatumbuh sikap saling menghargai.
Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan semakin baik akan menyuburkan semangatkerjasamadalam wujud saling koordinasi manajemen atau karyawan lintas sektoral, menjaga kekompakkan
manajemen, mendukung dan mengamankan setiap
keputusanmanajemen,sertasalingmengisidanmelengkapi.Halinilah yang menjadi tujuan bersama dalamrangka membentuk budaya kerja. Dengan membiasakan
kerja berkualitas, seperti berupaya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang pengaruh organisasi pembelajaran dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pembelajaran organisasi memberi pengaruh signifikan terhadap perbaikan dan peningkatan kinerja pegawai Kantor Pos Medan. Hal ini diindikasikan oleh hasil analisa pasca implementasi diperoleh bahwa :
t-hitung X1 (4.021) > t-tabel (1.99), dan p-value (0.000) <0.05, dimana
menurut hasil Uji t Secara Parsial disebutkan bahwa apabila diperoleh nilai t hasil perhitungan lebih besar dari pada nilait table , maka itu berarti pada objek penelitian terjadi perubahan yang signifikan.
2. Budaya kerja memberi pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Kantor Pos Medan. Hal ini diindikasikan oleh hasil analisa pasca implementasi diperoleh bahwa: t-hitung X2 (5.159)> t-tabel (1.99) dan
3. Pembelajaranorganisasi dan budaya kerja berpengaruh secara simultan terhadap kinerja pegawai , hal ini terlihat dari :F-hitung (50.805) > F-tabel
(2.75) dan sig-p (0.000) < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-2 variabel bebas X1 (pembelajaranorganisasi) dan Xke-2 (budaya kerja) secara simultan memberi pengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y (kinerja pegawai).
2. Saran
Sejalan dengan hasil penelitian ini dan mengingat capaian penelitian ini belumlah maksimal, maka dengan ini disampaikan saran-saran guna peningkatan kinerja Keuangan dan mutu pelayanan Kantorpos Medan, kinerja pegawai serta perbaikan untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Kepada manajemen Kantor Pos Medan, disarankan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan aspek - aspek organisasi pembelajaran dan budaya kerja kepada seluruh pegawai di semua lini dan fungsi agar kinerja pegawai dapat lebih dimaksimalkan. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan misalnya adalah dengan menambah frekuensi dan keragaman pelatihan, pendidikan, dan kursus untuk meningkatkan kinerjanya.
meningkatkan kualitas personal mereka sehingga dapat memberi perbaikan kinerja individu pegawai di kemudian hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran Organisasi
2.1.1. Pengertian
Pembelajaran organisasi sering sekali diidentikkan dengan organisasi pembelajaran meskipun terdapat perbedaan diantara keduanya. Pemberlajaran organisasi (Organizational learning) merupakan jenis aktivitas dalam organisasi dimana sebuah organisasi belajar sementara organisasi pembelajaran (learning organization) adalah bentuk organisasi. Namun perbedaan antara organizational learning dengan learning organization sulit dilakukan.
Learning Organization atau Organisasi belajar adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul (Senge, 1990).
Peter Senge (1990: 3) memberikan definisi pembelajaran organisasi (learning organizations sebagai berikut : learning organizations are:…organizations where people continually expand their capacity to create the
results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are
nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually
dipelihara, dimana aspirasi kolektif dipoles, dimana orang-orang belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama)
Pengertian learning organization (oganisasi belajar) menurut Marquardt (1996:19) adalah: a learning organization is an organization which learns powerfully and collectively and is continually transforming itself to better collect,
manage, and use knowledge for corporate success. It empowers people within and
outside the company to learn as they work. Technology is utilized to optimize both
learning and productivity (Organisasi belajar adalah organisasi yang sangat berkeinginan kuat untuk belajar secara kolektif dan mentranformasikan dirinya untuk mengumpulkan, mengelola dan memanfaatkan pengetahuannya demi sukses perusahaan. Teknologi dimanfaatkan untuk mengoptimumkan pembelajaran dan produktifitas).
Suatu organisasi yang belajar secara bersungguh-sungguh dan bersama-sama, dan secara terus menerus mentransformasikan dirinya menjadi lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan untuk kesuksesan organisasi. Organisasi memberdayakan manusia di dalam dan diluar organisasi dan diluar organisasi untuk belajar sebagaimana mereka bekerja. Teknologi dimanfaatkan organisasi untuk mengoptimalkan pembelajaran maupun produktivitas.
diluar organisasi dan mampu belajar secara cepat, serta apabila organisasi memiliki lingkungan yang kondusif untuk mendorong proses belajar.
Marquardt (1996:21-27) menyajikan komponen tersebut kedalam system dan subsistem. Sistem belajar yang dimaksud terdiri atas belajar itu sendiri, organisasi, orang, pengetahuan, dan teknologi. Masing-masing komponen dalam system tersebut memiliki subsistem. Subsistem belajar terdiri atas; tingkat yang mencakup tingkat individu, kelompok, dan organisasi, jenis belajar yang terdiri atas adaptif, antisipatori, deutero, dan tindakan, keterampilan belajar yang mencakup system berpikir, model mental, penguasaan perorangan, belajar beregu, visi bersama, dan dialog.
Marquardt (1996) mengidentifikasi ciri organisasi belajar:
1) Belajar dilakukan melalui sistem organisasi secara keseluruhan dan organisasi seakan-akan mempunyai satu otak;
2) Semua anggota organisasi menyadari betapa pentingnya organisasi belajar secara terus menerus untuk keberhasilan organisasi pada waktu sekarang dan akan datang;
3) Belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus serta dilakukan berbarengan dengan kegiatan bekerja;
4) Berfokus pada kreativitas dan generative learning; 5) Menganggap berpikir system adalah sangat penting,
7) Iklim organisasi mendorong, memberikan imbalan, dan mempercepat masing-masing individu dan kelompok untuk belajar;
8) Orang saling berhubungan dalam suatu jaringan yang inovatif sebagai suatu komunitas di dalam dan di luar orgaisasi;
9) Perubahan disambut dengan baik, kejutan-kejutan dan bahkan kegagalan dianggap sebagai kesempatan belajar;
10)Mudah bergerak cepat dan fleksibel;
11)Setiap orang terdorong untuk meningkatkan mutu secara terus menerus; 12)Kegiatan didasarkan pada aspirasi, reffleksi, dan konseptualisasi;
13)Memiliki kompetensi inti (core competence) yang dikembangkan dengan baik sebagai acuan untuk pelayanan dan produksi; dan
14)Memiliki kemampu untuk melakukan adaptasi, pembaharuan, dan revitalisasi sebagai jawaban atas lingkungan yang berubah.
Garvin (2000:11) mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer dan membagi pengetahuan yang bertujuan memodifikasi perilaku organisasi. Dengan kata lain, pembelajaran organisasi merupakan kesempatan yang diberikan kepada pegawai sehingga organisasi menjadi lebih efisien.
proses perbaikan tindakan melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik. Pembelajaran organisasi juga dapat digambarkan sebagai seperangkat perilaku organisasi yang menunjukkan komitmen untuk belajar dan terus melakukan perbaikan Sedangkan organisasi pembelajaran (learning organization) adalah suatu organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasi diri (Fiol and Lyles, dalam Jashapara, 2003: 46).
Pembelajaran organisasi dalam studi ini mengacu pada pendapat Garvin (2000:11) yang mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer dan membagi pengetahuan, yang bertujuan memodifikasi perilaku anggotanya untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan baru. Oleh karena organisasi belajar melalui individu dalam organisasi, maka pembelajaran organisasi dalam studi ini terjadi melalui pembelajaran organisasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Kim (1993) yang menekankan pentingnya hubungan antara pembelajaran individu dengan pembelajaran organisasi dengan menyatakan bahwa “....organisasi terutama belajar dari anggota organisasi.” Organisasi belajar melalui individu-individu yang menjadi bagian dari organisasi. Pembelajaran individu merujuk pada perubahan keahlian, wawasan, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh seseorang melalui pengalaman, wawasan dan observasi.
organisasi pembelajaran adalah organisasi dimana orang terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara menyeluruh.
Pandangan Senge (1990) selanjutnya menyatakan bahwa untuk meningkatkan kapasitas organisasi dapat ditempuh melalui proses belajar melalui 5 (lima) aspek yakni 1) sistem berpikir (system thinking), penguasaan pribadi (personal mastery), model mental (mental models), penjabaran visi (shared vision), dan tim belajar (team learning).
Teori pembelajaran organisasi memiliki pemikiran bahwa pengetahuan merupakan proses produksi dan pengoperasiannya dapat diklasifikasikan secara sistematis kedalam berbagai tingkatan yang menunjukkan organisasi dalam prosesnya selalu mencari proses terbaik lewat proses pembelajaran
2.1.2. Bentuk Pembelajaran Organisasi
Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang memiliki karakteristik berikut :
1) Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka;
2) Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan;
3) Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis;
4) Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus;
Senge (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran sistem. Oleh karena itu, menurut Senge (2002), bentuk atau dimensi pembelajaran organisasi ada 5 yakni :
1). Thinking System (Sistem berpikir)
2). Personal Mastery (Pemilikan budaya kerja )
Merupakan disiplin belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi dalam menciptakan hasil yang paling diinginkan dan menciptakan suatu lingkungan organisaional yang mendorong semua anggotanya untuk mengembangkaan diri mereka kearah sasaran- sasaran dan tujuan-tujuan yang dipilih. (Senge (2002))
Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang strategis. Organisasi pembelajaran memerlukan pegawai yang memiliki kompetensi yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang berbasis pengetahuan. Senge (2002)
3). Mental Model (Pemahaman dan keyakinan)
Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi (Senge (2002))
gambaran internal kita tentang dunia dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita.
4). Shared Vision (Berbagi visi)
Merupakan upaya membangun suatu rasa mempunyai komitmen dalam suatu kelompok membuatgambaran- gambaranbersama tentang masa depan yang coba kita ciptakan dan prinsip sertapraktik-praktek penuntun yang kita harapkan berfungsi sebagai sarana untuk bisa mencapai masa depan. (Senge (2002))
Shared vision juga merupakan komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang pegawai, organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi. (Senge (2002))
5). Team Learning (Pembelajaran Tim)
bisa mengembangkan kecerdasan dan kemampuan yang lebih besardari pada jumlah bakat para anggotanya secara individual. (Senge (2002))
Team learning ini juga merupakan gambaran kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya. (Senge (2002))
Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan pada masa depan. Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
studi yang dilakukan oleh Marquardt (2002), ditunjukan 2 bahwa semakin tinggi kemampuan pembelajaran suatu organisasi, semakin tinggi pula kemampuannya untuk melakukan perubahan secara efektif. Selanjutnya diketahui pula bahwa pembelajaran pada tingkat reaktif akan membuat organisasi mampu beradaptasi dengan perubahan di lingkungannya dengan memberikan respon-respon efektif. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu pembelajaran antisifatif, organisasi mampu memprediksi akan munculnya perubahan-perubahan, bahkan menjadi pemicu terjadinya perubahan.
2.1.3. Fungsi Pembelajaran Organisasi
Menurut Senge (2002 : 23) ada 3 (tiga) karakteristik fungsi dari pembelajaran organisasi, yakni:
1). Agar organisasi memiliki komitmen terhadap pengetahuan. Artinya, organisasi memiliki komitmen untuk terus menerus mengupayakan memperoleh pengetahuan.
2). Agar melalui pembelajaran organisasi, organisasi memiliki mekanisme pembaharuan (amechanism of renewal) dalam organisasi.
Sikap dan keyakinan
Kesadaran,
keahlian dan kepekaan
Keahlian dan kemampuan
Siklus
pembelajaran yang dalam
Keahlian dan kemampuan
[image:62.595.131.468.184.325.2]Secara sederhana, fungsi dan hakekat pembelajaran organisasi dapat digambarkan pada gambar:
Gambar : 2.2 Fungsi dan Hakekat Pembelajaran Organisasi
Gambar proses pembelajaran organisasi tersebut di atas memperlihatkan bahwa keahlian dan kemampuan merupakan hasil proses belajar (yang merupakan integrasi dari aspirasi perenungan dan perbincangan–konseptual) akan menimbulkan perubahan
2.1.4. Tujuan Pembelajaran Organisasi
Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan dan diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya pembelajaran organisasi adalah:
1) Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota;
3) Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan kembali unsur-unsur organisasi;
4) Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan;
5) Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh mengikat beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran, pencarian, pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian.
6) Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan tindakan.
2.1.5. Faktor Faktor Penentu Pembelajaran Organisasi
Studi dari Garvin (2000), Goh dan Richards (1997) serta Marquardt (2002) menunjukan adanya beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai kondisi kunci agar pembelajaran organisasi dapat terjadi. Faktor-faktor tersebut adalah : (1). Kejelasan visi organisasi ;
(2). Peluang pembelajaran;
(3). Kebijakan manajemen sumber daya manusia; (4) Dukungan pimpinan serta;
2.1.6. Hambatan Pelaksanaan Pembelajaran Organisasi
Menurut Robbins (2008), beberapa hambatan pelaksanaan pembelajaran organisasi adalah :
1). Globalisasi dunia
Perkembangan masyarakat informasi akan sejalan dalam masyarakat pengetahuan, oleh karena itu tidak ada alasan dalam kepemimpinan abad baru atas kebutuhan akan pelaksanaan organisasi pembelajar untuk menghadapi tantangan dalam ekonomi global.
2). Kemajuan teknologi web dan aplikasi internet
Sejalan dengan kemajuan teknologi web dan aplikasi internet, maka terjadi pula beragam kemajuan, seperti orang mengembangkan dan memanfaatkan aplikasi internet baik ke dalam intranet maupun extranet. Akibatnya orang bisa komunikasi dengan siapa saja dan di mana saja, atasan bisa komunikasi dengan bawahan di ruangnya masing-masing. Oleh karena itu, perilaku organisasi akan mengalami perubahan, dan suka tidak suka setiap orang dalam organisasi harus selalu belajar untuk mengejar ketertinggalannya.
3). Total Quality Management dan bertambahnya pengaruh pelanggan
4). Mengubah Cara Pandang Organisasi Untuk Menatap Masa Depan
Tantangan terbesar menejer saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk menghadapi lingkungan yang berubah dengan cepat. Inovasi dari penemuan-penemuan dalam bidang komunikasi dan dikombinasikan dengan penemuan-penemuan dalam bidang komputer dan informasi menghasilkan pasar global yang membuat dunia tidak sebagaimana pada era sebelumnya. Sebagai hasil, prinsip-prinsip dan pedoman-pedoman menejemen yang mampu membuat organisasi lebih stabil dan dapat diprediksi, tidak dapat lagi diterapkan dalam kurun waktu yang lama. Kesuksesan organisasi pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Menejer organisasi yang sukses adalah orang yang mampu secara efektif menggunakan kebijaksanaan, mengelola organisasi dengan berbasis ilmu pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan. Di sinilah letak pentingnya or