SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH PEMBELAJARAN ORGANISASI DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PADA KANTOR POS MEDAN
OLEH
ELJA HERNAWATY 100502190
PROGRAM STUDI STRATA SATU MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan sesungguhnya bahwa
skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Pembelajaran Organisasi dan
Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pos Medan” adalah benar hasil
karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan
beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,
dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau
dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Medan, Desember 2015 Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PEMBELAJARAN ORGANISASI DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PADA KANTOR POS MEDAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan. faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawaipada Kantor Pos Medan. Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah pembelajaran organisasi dan budaya kerja. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Kantor Pos Medan yang berjumlah 77 orang. Pengumpulan data menggunakan metodetotal sampling, yakni mengambil seluruh populasi penelitian sehingga jumlah sampel penelitian adalah 77 orang. Metode analisis yang digunakan adalah dengan metode regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwaberdasarkan uji F, variabel pembelajaran organisasi dan budaya kerja secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Sedangkan berdasarkan uji t, pembelajaran organisasi dan budaya kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Variabel dominan dalam penelitian ini adalah variabel budaya kerja. Nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,643 yang berarti 64,3% faktor-faktor kinerja pegawai Kantor POS Medan, dijelaskan oleh variabel pembelajaran organisasi dan budaya kerja. Sedangkan sisanya sebesar 35,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang merupakan variabel di luar penelitian.
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL LEARNING AND WORKING CULTURE TO THE EMPLOYEES
OF KANTOR POS MEDAN
The title of this study is “Analysis of the Influence of Organizational
Learning and Working Culture to the Employees of Kantor Pos Medan”. This study aims to analyze the factors that affect the performance of the employees working at Kantor Pos Medan. Factors analyzed in this study are organizational learning and working culture. The total population in this study consists of77 employees currently working at Kantor Pos Medan. The total sampling method is used to collect data (this method used the entire population), so there are 77 individualsused as samples. The analysis method used in this study is multiple regression.The results showed that based on the F test, variables (organizational learning and working culture) jointly positive and significant impact on employees,while based on the t-test, variables (organizational learning and working culture) positive and significant impact on employees.Dominant variable in this study is a variable working culture. Adjusted R Square value is equal to 0,643 which means that 64,3% factors in theemployees post office Medan can be explained by the independent variable is organizational learning and working culture while the remaining35,7% is explained by the variables other than this study.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, penulis ingin mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat-Nya yang besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Analisis Pengaruh Pembelajaran
Organisasi dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pos Medan”.
Penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan
penulis, khususnya mengenai masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Selain
itu, penelitian ini dilaksanakan dalam memenuhi salah satu syarat untuk meraih
gelar sarjana ekonomi manajemen di Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa
doa, bimbingan, saran, motivasi, bantuan, dan kerja sama dari semua pihak yang
telah turut membantu penulis, pertama saya ucapkan terima kasih kepada Pencipta
yang bernama YEHUWA, kedua orang tua saya tercinta ayahanda Jayadin
Bangun SEdan bunda Elisabet Manurung, adik saya Claudia Josephine SE, serta
semua keluarga. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan,
yaitu kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac.Ak, CA. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, selaku Ketua Departemen Manajemen S1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Marhayanie M.Si, selaku Sekretaris Departemen Manajemen S1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi, selaku Ketua Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Sitti Raha Agoes Salim, selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberi bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Lucy Anna, Msi, selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah
memberi bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada sahabat-sahabat saya Dessy Puspita Sari Harahap SE, Afriyani
Winursih SE, Ayu Sufatma Nainggolan SE atas doa, semangat, dan bantuan
praktis yang telah diberikan selama ini.
8. Semua dosen, pegawai, dan seluruh rekan-rekan seperjuangan penulis di
Departemen Manejemen Fakultas Ekonomi danBisnisUniversitas Sumatera
Utara Stambuk 2010. Terima kasih atas dukungan, kerjasama, dan
kebersamaan selama menempuh studi di Fakultas Ekonomi danBisnis
Universitas Sumatera Utara.
Tiada ada gading yang tak retak. Demikian pula halnya dengan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan di dalamnya, oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perkembangan pemahaman, penelitian, dan penulisan dari topik yang dibahas
dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Medan, Desember 2015
Penulis,
Elja Hernawaty
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
2.1. Pembelajaran Organisasi ... 7
2.1.1. Pengertian ... 7
2.1.2. Bentuk-Bentuk Pembelajaran Organisasi ... 13
2.1.3. Fungsi Pembelajaran Organisasi ... 16
2.1.4. Tujuan Pembelajaran Organisasi ... 15
2.1.5. Faktor Faktor Penentu Pembelajaran Organisasi . 19 2.1.6. Hambatan Pelaksanaan Pembelajaran Organisasi 19
2.2. Budaya Kerja ... 21
2.2.1. Pengertian ... 21
2.2.2. Unsur Unsur Budaya Kerja ... 22
2.2.3 Indikator Budaya Kerja ... 23
2.3. Kinerja Pegawai ... 26
2.3.1. Pengertian ... 26
2.3.2. Pengukuran Kinerja ... 27
2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 28
2.4. Penelitian Terdahulu ... 30
2.5. Kerangka Konseptual ... 31
2.6. Hipotesis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.3. Definisi Operasional Penelitian ... 34
3.4. Skala Pengukuran ... 35
3.5. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37
3.6. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 38
3.7. Metode Pengumpulan Data Penelitian ... 38
3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39
3.9. Uji Asumsi Klasik ... 40
3.9.1. Uji Normalitas ... 40
3.9.2. Uji Multikolinieritas ... 40
3.9.3. Uji Autokorelasi ... 41
3.9.4. Uji Heterokedastisitas ... 41
3.10.Teknik Analisis Data ... 42
3.10.1. Analisis Deskriptif ... 42
3.10.2. Analisis Regresi Linier Berganda ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1. Gambaran Umum Kantor Pos Medan ... 46
4.2. Karakteristik Responden ... 54
4.3. Deskripsi Variabel Penelitian ... 57
4.3.1. Organisasi Pembelajaran ... 57
4.3.2. Budaya Kerja ... 59
4.3.3. Kinerja Pegawai ... 61
4.4. Hasil Analisis Data ... 63
4.4.1. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 63
4.4.1.1. Hasil Uji Normalitas ... 63
4.4.1.2. Hasil Uji Multikolinieritas ... 65
4.4.1.3. Hasil Uji Heterokedastisitas ... 65
4.4.1.4. Hasil Uji Autokorelasi ... 66
4.4.2. Hasil Uji Hipotesis ... 66
4.4.2.1. Hasil Uji F Secara Simultan ... 66
4.4.2.2. Hasil Uji t Secara Parsial ... 67
4.4.2.3. Hasil Uji Determinasi R ... 68
4.4.2.4. Persamaan Regresi ... 69
4.5. Pembahasan ... 70
4.5.1. Pengaruh Organisasi Pembelajaran Terhadap ... Kinerja Pegawai ... 70
4.5.2. Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai 71 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
5.1. Kesimpulan ... 74
5.2. Saran ... 76
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PEMBELAJARAN ORGANISASI DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PADA KANTOR POS MEDAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan. faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawaipada Kantor Pos Medan. Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah pembelajaran organisasi dan budaya kerja. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Kantor Pos Medan yang berjumlah 77 orang. Pengumpulan data menggunakan metodetotal sampling, yakni mengambil seluruh populasi penelitian sehingga jumlah sampel penelitian adalah 77 orang. Metode analisis yang digunakan adalah dengan metode regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwaberdasarkan uji F, variabel pembelajaran organisasi dan budaya kerja secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Sedangkan berdasarkan uji t, pembelajaran organisasi dan budaya kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Variabel dominan dalam penelitian ini adalah variabel budaya kerja. Nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,643 yang berarti 64,3% faktor-faktor kinerja pegawai Kantor POS Medan, dijelaskan oleh variabel pembelajaran organisasi dan budaya kerja. Sedangkan sisanya sebesar 35,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang merupakan variabel di luar penelitian.
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL LEARNING AND WORKING CULTURE TO THE EMPLOYEES
OF KANTOR POS MEDAN
The title of this study is “Analysis of the Influence of Organizational
Learning and Working Culture to the Employees of Kantor Pos Medan”. This study aims to analyze the factors that affect the performance of the employees working at Kantor Pos Medan. Factors analyzed in this study are organizational learning and working culture. The total population in this study consists of77 employees currently working at Kantor Pos Medan. The total sampling method is used to collect data (this method used the entire population), so there are 77 individualsused as samples. The analysis method used in this study is multiple regression.The results showed that based on the F test, variables (organizational learning and working culture) jointly positive and significant impact on employees,while based on the t-test, variables (organizational learning and working culture) positive and significant impact on employees.Dominant variable in this study is a variable working culture. Adjusted R Square value is equal to 0,643 which means that 64,3% factors in theemployees post office Medan can be explained by the independent variable is organizational learning and working culture while the remaining35,7% is explained by the variables other than this study.
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kinerja merupakan suatu konsep yang strategis dalam rangka menjalin
hubungan kerja sama antara pihak manajemen dengan para pegawai. Dalam
konteks pengembangan sumber daya manusia, sangat dibutuhkan pencapaian
prestasi kerja baik oleh pegawai secara individu maupun oleh perusahaan secara
kolektif.
Unsur paling dominan dalam mencapai kinerja yang baik adalah sumber
daya manusia. Oleh karena itu, unit sumber daya manusia dalam organisasi harus
berperan untuk menganalisis dan membantu memperbaiki masalah-masalah yang
berhubungan dengan pencapaian kinerja. Kinerja pegawai tidak hanya dilihat dari
kemampuan kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan
mengelola diri sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang
lain (Martin, 2002:22).
Kinerja pegawai dipengaruhi oleh banyak faktor terutama oleh aspek
aspek sumber daya manusia, termasuk pembelajaran organisasi dan budaya kerja,
disamping faktor faktor lain seperti kompetensi, motivasi, dukungan yang
diberikan organisasi atau perusahaan, keberadaan pekerjaan dan hubungan
komunikasi antara atasan bawahan atau antar bawahan (Mathis dan Jackson
(2001 : 82)
Pembelajaran organisasi sering disalahtafsirkan sebagai pelatihan maupun
organisasi pembelajaran membawa misi dimana pembelajaran yang dilakukan
lebih pada merubah hakikat manusia atau individu pegawai untuk sadar akan
potensi yang dimilikinya. Pembelajaran secara berkesinambungan merupakan inti dari organisasi pembelajaran.
Pembelajaran organisasi (organizational learning) merupakan wadah
untuk membangun kelompok manusia dengan potensi yang beranekaragam dan
mampu melakukan kerjasama secara cerdas sehingga dapat menjalankan visi,
dan berbagi pengetahuan untuk mensinergiskan dan mentransformasikan dirinya
menjadi modal maya organisasi. Tanpa mekanisme pembelajaran organisasi,
maka organisasi tidak akan mampu menjaga konsistensi pertumbuhan dan
perkembangannya, sehingga tidak mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih
besar bagi stakeholders.
Pembelajaran organisasi menjadi penting agar organisasi tetap eksis dan
bersaing secara lebih fleksibel sehingga dalam lingkungan yang serba dinamis,
organisasi harus berorientasi pada konsep pembelajaran organisasi (learning
organization). Kefleksibelan membutuhkan komitmen jangka panjang dalam
membangun dan mengembangkan sumberdaya strategis. Semua organisasi harus
belajar, namun beberapa organisasi tidak dapat belajar cukup cepat untuk
bertahan. Organisasi yang tidak responsif dan adaptif terhadap perkembangan
lingkungan yang kompleks dan penuh ketidakpastian sudah tentu tidak fleksibel
dalam menghadapi dunia persaingan yang semakin ketat.
Organisasi yang bersedia melakukan pembelajaran organisasi melalui
organisasi yang tidak melakukannya. Bahkan untuk dapat mencapai dan
mempertahankan keunggulan bersaing dalam lingkungan bisnis yang berubah
dengan cepat, organisasi harus dapat meningkatkan kapasitas pembelajarannya
(Wheelen and Hunger, 2003:9).
Pembelajaran organisasi merupakan bagian dari metode adaptasi yang
cepat dan tepat sehingga perusahaan yang melakukan pembelajaran organisasi
tentunya akan memiliki keahlian dalam menciptakan, mengambil, dan
mentransfer pengetahuan, dan memodifikasi perilakunya untuk merefleksikan
pengetahuan dan pengalaman barunya.
Selain pembelajaran organisasi, unsur sumber daya manusia yang turut
mempengaruhi kinerja adalah budaya kerja. Budaya kerja merupakan suatu
organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun sumber daya
manusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat
kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap
individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri.
Budaya kerja pegawai secara sederhana dipahami sebagai perilaku
pegawai yang didasari prinsip moral dan nilai-nilai yang diyakininya, dan
memberi inspirasi untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan bagi semua
pihak. Budaya kerja yang kondusif tidak hanya penting untuk perkembangan
organisasi tetapi juga berperan memberikan kepuasan personelnya (Ndraha,
2006:42).
Hadari Nawawi (2004) secara lebih tegas mengatakan bahwa budaya
organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas,
namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan
tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan
pekerjaan untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan pengertian budaya kerja tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa tujuan budaya kerja pegawai secara individual adalah untuk mencapai
kinerja maksimal dalam meraih kepuasan kerja yang optimal. Hal ini sejalan
dengan pendapat yang mengatakan bahwa selain faktor personal, faktor
kepemimpinan (pembelajaran organisasi) dan faktor tim (budaya kerja) juga turut
mempengaruhi kinerja pegawai (Mangkuprawira, 2008:56)
Demikian juga dengan Kantor Pos Medan, menurut penulis terjadi fonomena yang mengherankan dimana dalam periode kerja 2009-2011 seharusnya terjadi peningkatan kinerja keuangan sebab lingkungan bisnis secara umum cukup positif, akan tetapi faktanya justru terjadi penurunan kinerja keuangan yang menurut analisis penulis salah satu penyebabnya adalah
karena kurangnya pembelajaran organisasi dan budaya kerja yang kurang
kondusif. Dalam bidang pembelajaran organisasi, beberapa kelemahan yang
atasan terhadap pegawai yang kurang disiplin dan produktif sehingga pegawai yang disiplin dan produktif merasa kurang dihargai sehingga timbul egoisme dan ketidakperdulian terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Akibatnya terjadi penurunan kinerja. Setelah diadakan peningkatan
pembelajaran organisasi melalui pelatihan, dan pendidikan serta perbaikan budaya
organisasi seperti diskusi bersama dalam kondisi keterbukaan, sehingga terjadi
peningkatan kinerja pegawai sejak tahun 2012 hingga sekarang. Pembelajaran
organisasi bagi pegawai dilakukan dengan meningkatkan frekuensi diskusi untuk
membangun keterbukaan dan keterbukaan antar sesama pegawai. Sedangkan
dalam bidang budaya kerja, hal utama yang dibenahi Kantor Pos Medan adalah
peningkatan disiplin kerja dan penegakan mekanisme “reward and punishment”
terhadap SDM secara lebih tegas dan fair agar tercipta hubungan kerja pegawai
yang lebih harmonis dan terbuka.
Terdorong untuk meneliti lebih jauh tentang pengaruh pembelajaran
organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai, membuat penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pembelajaran
Organisasi dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pos Medan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, masalah penelitian
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pembelajaran organisasi terhadap kinerja pegawai pada
2. Bagaimana pengaruh budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos
Medan ?
3. Bagaimana pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap
kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh parsial dan
simultan pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada
Kantor Pos Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1). Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi tambahan
bagi perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
2). Bagi peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan tentang
pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja
pegawai pada Kantor Pos Medan.
3). Bagi Masyarakat, secara umum akan dapat menilai kebijakan lembaga
pemerintah khususnya BUMN terkait dengan pengelolaan Kantor Pos
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran Organisasi
2.1.1. Pengertian
Pembelajaran organisasi sering sekali diidentikkan dengan organisasi
pembelajaran meskipun terdapat perbedaan diantara keduanya. Pemberlajaran
organisasi (Organizational learning) merupakan jenis aktivitas dalam organisasi
dimana sebuah organisasi belajar sementara organisasi pembelajaran (learning
organization) adalah bentuk organisasi. Namun perbedaan antara organizational
learning dengan learning organization sulit dilakukan.
Learning Organization atau Organisasi belajar adalah suatu konsep
dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses
pembelajaran mandiri (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki
‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang
muncul (Senge, 1990).
Peter Senge (1990: 3) memberikan definisi pembelajaran organisasi
(learning organizations sebagai berikut : learning organizations are:…organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together. (Organisasi belajar adalah organisasi dimana
orang mengembangkan kapasitas mereka secara terus-menerus untuk
dipelihara, dimana aspirasi kolektif dipoles, dimana orang-orang belajar tanpa
henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama)
Pengertian learning organization (oganisasi belajar) menurut Marquardt
(1996:19) adalah: a learning organization is an organization which learns
powerfully and collectively and is continually transforming itself to better collect, manage, and use knowledge for corporate success. It empowers people within and outside the company to learn as they work. Technology is utilized to optimize both learning and productivity (Organisasi belajar adalah organisasi yang sangat
berkeinginan kuat untuk belajar secara kolektif dan mentranformasikan dirinya
untuk mengumpulkan, mengelola dan memanfaatkan pengetahuannya demi
sukses perusahaan. Teknologi dimanfaatkan untuk mengoptimumkan
pembelajaran dan produktifitas).
Suatu organisasi yang belajar secara bersungguh-sungguh dan
bersama-sama, dan secara terus menerus mentransformasikan dirinya menjadi lebih baik
dalam mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan untuk
kesuksesan organisasi. Organisasi memberdayakan manusia di dalam dan diluar
organisasi dan diluar organisasi untuk belajar sebagaimana mereka bekerja.
Teknologi dimanfaatkan organisasi untuk mengoptimalkan pembelajaran maupun
produktivitas.
Menurut Marquardt (1996:1-2) kemampuan organisasi beradaptasi dengan
lingkungannya ditentukan oleh keberadaan suprastruktur yaitu sumber daya
manusia (SDM), dan infrastruktur berupa iklim organisasi. Organisasi akan
diluar organisasi dan mampu belajar secara cepat, serta apabila
organisasi memiliki lingkungan yang kondusif untuk mendorong proses belajar.
Marquardt (1996:21-27) menyajikan komponen tersebut kedalam system
dan subsistem. Sistem belajar yang dimaksud terdiri atas belajar itu sendiri,
organisasi, orang, pengetahuan, dan teknologi. Masing-masing komponen dalam
system tersebut memiliki subsistem. Subsistem belajar terdiri atas; tingkat yang
mencakup tingkat individu, kelompok, dan organisasi, jenis belajar yang terdiri
atas adaptif, antisipatori, deutero, dan tindakan, keterampilan belajar yang
mencakup system berpikir, model mental, penguasaan perorangan, belajar beregu,
visi bersama, dan dialog.
Marquardt (1996) mengidentifikasi ciri organisasi belajar:
1) Belajar dilakukan melalui sistem organisasi secara keseluruhan dan
organisasi seakan-akan mempunyai satu otak;
2) Semua anggota organisasi menyadari betapa pentingnya organisasi belajar
secara terus menerus untuk keberhasilan organisasi pada waktu sekarang
dan akan datang;
3) Belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus serta
dilakukan berbarengan dengan kegiatan bekerja;
4) Berfokus pada kreativitas dan generative learning;
5) Menganggap berpikir system adalah sangat penting,
6) Dapat memperoleh akses ke sumber informasi dan data untuk keperluan
7) Iklim organisasi mendorong, memberikan imbalan, dan mempercepat
masing-masing individu dan kelompok untuk belajar;
8) Orang saling berhubungan dalam suatu jaringan yang inovatif sebagai
suatu komunitas di dalam dan di luar orgaisasi;
9) Perubahan disambut dengan baik, kejutan-kejutan dan bahkan kegagalan
dianggap sebagai kesempatan belajar;
10)Mudah bergerak cepat dan fleksibel;
11)Setiap orang terdorong untuk meningkatkan mutu secara terus menerus;
12)Kegiatan didasarkan pada aspirasi, reffleksi, dan konseptualisasi;
13)Memiliki kompetensi inti (core competence) yang dikembangkan dengan
baik sebagai acuan untuk pelayanan dan produksi; dan
14)Memiliki kemampu untuk melakukan adaptasi, pembaharuan, dan
revitalisasi sebagai jawaban atas lingkungan yang berubah.
Garvin (2000:11) mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai
keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan,
mentransfer dan membagi pengetahuan yang bertujuan memodifikasi perilaku
organisasi. Dengan kata lain, pembelajaran organisasi merupakan kesempatan
yang diberikan kepada pegawai sehingga organisasi menjadi lebih efisien.
Fiol dan Lyles dalam Ellitan dan Anatan (2009: 142) mendifinisikan
pembelajaran organisasi sebagai suatu proses perbaikan melalui pengetahuan dan
pemahaman yang lebih baik yang dibangun berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman masa lampau. Dengan kata lain, pembelajaran organisasi adalah
proses perbaikan tindakan melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik.
Pembelajaran organisasi juga dapat digambarkan sebagai seperangkat perilaku
organisasi yang menunjukkan komitmen untuk belajar dan terus melakukan
perbaikan Sedangkan organisasi pembelajaran (learning organization) adalah
suatu organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan
secara terus menerus mentransformasi diri (Fiol and Lyles, dalam Jashapara,
2003: 46).
Pembelajaran organisasi dalam studi ini mengacu pada pendapat Garvin
(2000:11) yang mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai keahlian
organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer
dan membagi pengetahuan, yang bertujuan memodifikasi perilaku anggotanya
untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan baru. Oleh karena organisasi
belajar melalui individu dalam organisasi, maka pembelajaran organisasi dalam
studi ini terjadi melalui pembelajaran organisasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Kim (1993) yang menekankan pentingnya
hubungan antara pembelajaran individu dengan pembelajaran organisasi dengan
menyatakan bahwa “....organisasi terutama belajar dari anggota organisasi.”
Organisasi belajar melalui individu-individu yang menjadi bagian dari organisasi.
Pembelajaran individu merujuk pada perubahan keahlian, wawasan, pengetahuan,
sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh seseorang melalui pengalaman, wawasan dan
observasi.
Organizational Learning Theory pada awalnya dipopulerkan oleh Peter
organisasi pembelajaran adalah organisasi dimana orang terus-menerus
memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka
inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi
kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat
bersama-sama secara menyeluruh.
Pandangan Senge (1990) selanjutnya menyatakan bahwa untuk
meningkatkan kapasitas organisasi dapat ditempuh melalui proses belajar melalui
5 (lima) aspek yakni 1) sistem berpikir (system thinking), penguasaan pribadi
(personal mastery), model mental (mental models), penjabaran visi (shared
vision), dan tim belajar (team learning).
Teori pembelajaran organisasi memiliki pemikiran bahwa pengetahuan
merupakan proses produksi dan pengoperasiannya dapat diklasifikasikan secara
sistematis kedalam berbagai tingkatan yang menunjukkan organisasi dalam
prosesnya selalu mencari proses terbaik lewat proses pembelajaran
Organisasi pembelajaran (learning organization), memberikan kontribusi
yang positif bagi organisasi tentang pemecahan masalah yang sistematis sebagai
aktivitas awal yang menekankan pada filosofi dan metode yang digunakan
terhadap peningkatan kualitas, yang dilakukan melalui program pelatihan tehnik
pemecahan masalah, berupa latihan dan contoh kasus sehingga anggota organisasi
lebih berdisiplin dengan pemikirannya, serta lebih memperhatikan detail sebuah
2.1.2. Bentuk Pembelajaran Organisasi
Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah
organisasi yang memiliki karakteristik berikut :
1) Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong
untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka;
2) Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan
stakeholder lain yang signifikan;
3) Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat
kebijakan bisnis;
4) Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus;
Senge (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah organisasi
“yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa
depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu:
penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran
sistem. Oleh karena itu, menurut Senge (2002), bentuk atau dimensi pembelajaran organisasi ada 5 yakni :
1). Thinking System (Sistem berpikir)
Thinking system (model berpikir) merupakan suatucaraberfikirtentang
suatubahasauntukmenguraikandan memahamikekuatan-kekuatandan hubungan
antar pribadi yang membentuk perilaku sistem. Disiplin ini
membantumelihatbagaimanamengubahsistem secara lebih efektifdan
bertindaklebihselarasdenganproses-prosesyang lebihbesardari alamdan
2). Personal Mastery (Pemilikan budaya kerja )
Merupakan disiplin belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi dalam
menciptakan hasil yang paling diinginkan dan menciptakan suatu lingkungan
organisaional yang mendorong semua anggotanya untuk mengembangkaan diri
mereka kearah sasaran- sasaran dan tujuan-tujuan yang dipilih. (Senge (2002)) Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan
agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang
strategis. Organisasi pembelajaran memerlukan pegawai yang memiliki
kompetensi yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan,
khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma
yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang berbasis pengetahuan. Senge (2002)
3). Mental Model (Pemahaman dan keyakinan)
Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan
prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia
bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental
model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi
yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan,
dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi (Senge (2002))
Mental model ini juga didefinisikan sebagai disiplin belajar yang
gambaran internal kita tentang dunia dan melihat bagaimana hal itu
membentuk tindakan dan keputusan kita.
4). Shared Vision (Berbagi visi)
Merupakan upaya membangun suatu rasa mempunyai komitmen dalam
suatu kelompok membuatgambaran- gambaranbersama tentang masa depan yang
coba kita ciptakan dan prinsip sertapraktik-praktek penuntun yang kita harapkan
berfungsi sebagai sarana untuk bisa mencapai masa depan. (Senge (2002))
Shared vision juga merupakan komitmen untuk menggali visi bersama
tentang masa depan secara murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri
atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan, kesukuan,
pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organisasi untuk
bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar
belakang pegawai, organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya
berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi
pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan
bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit
yang ada dalam organisasi. (Senge (2002))
5). Team Learning (Pembelajaran Tim)
Merupakan disiplin untuk mengubah keahlian percakapan dan keahlian
bisa mengembangkan kecerdasan dan kemampuan yang lebih besardari pada
jumlah bakat para anggotanya secara individual. (Senge (2002))
Team learning ini juga merupakan gambaran kemampuan dan motivasi
untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Kini makin banyak
organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi
yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan
kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir
sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun tanpa adanya kebiasaan
berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka
pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran
dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan
belajar bersama-sama. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat
penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal
intelektualnya. (Senge (2002))
Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama
dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM,
karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan
kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan
pada masa depan. Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara
utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan
dalam perilaku sehari-hari.
Menurut Garvin (2000), kegiatan kunci dalam pembelajaran adalah
studi yang dilakukan oleh Marquardt (2002), ditunjukan 2 bahwa semakin tinggi
kemampuan pembelajaran suatu organisasi, semakin tinggi pula kemampuannya
untuk melakukan perubahan secara efektif. Selanjutnya diketahui pula bahwa
pembelajaran pada tingkat reaktif akan membuat organisasi mampu beradaptasi
dengan perubahan di lingkungannya dengan memberikan respon-respon efektif.
Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu pembelajaran antisifatif,
organisasi mampu memprediksi akan munculnya perubahan-perubahan, bahkan
menjadi pemicu terjadinya perubahan.
2.1.3. Fungsi Pembelajaran Organisasi
Menurut Senge (2002 : 23) ada 3 (tiga) karakteristik fungsi dari
pembelajaran organisasi, yakni:
1). Agar organisasi memiliki komitmen terhadap pengetahuan. Artinya,
organisasi memiliki komitmen untuk terus menerus mengupayakan
memperoleh pengetahuan.
2). Agar melalui pembelajaran organisasi, organisasi memiliki mekanisme
pembaharuan (amechanism of renewal) dalam organisasi.
3). Agar melalui pembelajaran organisasi, organisasi memiliki keterbukaan
(transparansi) terhadap dunia luar. Hal ini melibatkan berbagai cara, sebab
begitu banyak hal yang harus dipelajari organisasi dari lingkungannya.
Berbagai hal yang menyangkut keterbukaan misalnya para manajer
membutuhkan pengetahuan mengenai bagaimana lingkungan bisnis berubah
Sikap dan keyakinan
Kesadaran, keahlian dan
kepekaan
Keahlian dan kemampuan
Siklus pembelajaran
yang dalam
Keahlian dan kemampuan
Secara sederhana, fungsi dan hakekat pembelajaran organisasi dapat
digambarkan pada gambar:
Gambar : 2.2 Fungsi dan Hakekat Pembelajaran Organisasi
Gambar proses pembelajaran organisasi tersebut di atas memperlihatkan
bahwa keahlian dan kemampuan merupakan hasil proses belajar (yang merupakan
integrasi dari aspirasi perenungan dan perbincangan–konseptual) akan
menimbulkan perubahan
2.1.4. Tujuan Pembelajaran Organisasi
Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu
kegiatan bertujuan dan diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan
ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya pembelajaran
organisasi adalah:
1) Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota;
2) Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap keadaan
internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan sistem-sistem yang
3) Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan kembali
unsur-unsur organisasi;
4) Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang
mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan
mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga
mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan;
5) Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh mengikat
beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran, pencarian,
pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian.
6) Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya pengetahuan
dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun
kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan
tindakan.
2.1.5. Faktor Faktor Penentu Pembelajaran Organisasi
Studi dari Garvin (2000), Goh dan Richards (1997) serta Marquardt
(2002) menunjukan adanya beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai kondisi
kunci agar pembelajaran organisasi dapat terjadi. Faktor-faktor tersebut adalah :
(1). Kejelasan visi organisasi ;
(2). Peluang pembelajaran;
(3). Kebijakan manajemen sumber daya manusia;
(4) Dukungan pimpinan serta;
(5). Dukungan Information and Communication Technology (ICT) / Teknologi
2.1.6. Hambatan Pelaksanaan Pembelajaran Organisasi
Menurut Robbins (2008), beberapa hambatan pelaksanaan pembelajaran
organisasi adalah :
1). Globalisasi dunia
Perkembangan masyarakat informasi akan sejalan dalam masyarakat
pengetahuan, oleh karena itu tidak ada alasan dalam kepemimpinan abad baru
atas kebutuhan akan pelaksanaan organisasi pembelajar untuk menghadapi
tantangan dalam ekonomi global.
2). Kemajuan teknologi web dan aplikasi internet
Sejalan dengan kemajuan teknologi web dan aplikasi internet, maka terjadi
pula beragam kemajuan, seperti orang mengembangkan dan memanfaatkan
aplikasi internet baik ke dalam intranet maupun extranet. Akibatnya orang bisa
komunikasi dengan siapa saja dan di mana saja, atasan bisa komunikasi dengan
bawahan di ruangnya masing-masing. Oleh karena itu, perilaku organisasi akan
mengalami perubahan, dan suka tidak suka setiap orang dalam organisasi harus
selalu belajar untuk mengejar ketertinggalannya.
3). Total Quality Management dan bertambahnya pengaruh pelanggan
Ungkapan pelanggan adalah raja karena sikap dan perilakunya sangat
menentukan keberhasilan suatu produk yang akan dibelinya dan karena ia
memiliki kekuasaan sebagai raja untuk memilihnya. Pilihan itu didasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang sangat menguntungkan dilihat dari hal-hal yang
berkaitan dengan apa yang disebut cost, quality, times, services, innovation,
4). Mengubah Cara Pandang Organisasi Untuk Menatap Masa Depan
Tantangan terbesar menejer saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk
menghadapi lingkungan yang berubah dengan cepat. Inovasi dari
penemuan-penemuan dalam bidang komunikasi dan dikombinasikan dengan penemuan-penemuan
dalam bidang komputer dan informasi menghasilkan pasar global yang membuat
dunia tidak sebagaimana pada era sebelumnya. Sebagai hasil, prinsip-prinsip dan
pedoman-pedoman menejemen yang mampu membuat organisasi lebih stabil dan
dapat diprediksi, tidak dapat lagi diterapkan dalam kurun waktu yang lama.
Kesuksesan organisasi pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan
organisasi tersebut untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi
dengan cepat. Menejer organisasi yang sukses adalah orang yang mampu secara
efektif menggunakan kebijaksanaan, mengelola organisasi dengan berbasis ilmu
pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan. Di sinilah
letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi pembelajar adalah
pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar, beradaptasi dan berubah.
Perbedaan antara organisasi pembelajar dengan organisasi tradisional disajikan
sebagaimana tabel berikut
2.2. Budaya Kerja 2.2.1. Pengertian
Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu
dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang
Daya Manusia menerangkan bahwa: budaya kerja adalah suatu falsafah yang
didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan,
dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok
masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku,
kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau
bekerja.
Ndraha (2006:45) dalam bukunya Teori Budaya Kerja, mendefinisikan
budaya kerja, sebagai berikut : ”budaya kerja merupakan sekelompok pikiran
dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi
kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.
Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik (2005:69) dalam bukunya
Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah
seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi
sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.
Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang
dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi.
Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi
menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan
dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga
2.2.2. Unsur Unsur Budaya Kerja
Menurut Ndraha (2006;47), budaya kerja dapat dibagi menjadi 2 (dua)
unsur, yaitu:
1) Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan
kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari
kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu
hanya untuk kelangsungan hidupnya.
2) Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab,
berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan
kewajibannya, suka membantu sesama pegawai, atau sebaliknya.
Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu
dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang
dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan
bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang
saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup
pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya
kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan
pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu
dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu
mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.
Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu yang
relatif lama, sehingga memerlukan perlu pembenahan-pembenahan mulai dari
terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin. Budaya kerja
terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan
budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam
menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi
(Amnuhai :2003)
Menurut Triguno, (2005). pembentukan budaya kerja terjadi pada saat
lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang
menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut
persatuan dan keutuhan organisasi. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti
yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia
untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi
tantangan masa depan
2.2.3 Indikator Budaya Kerja
Nilai-nilai budaya kerja diartikan sebagai suatu kekuatan atau energi yang
melekat dalam setiap individu dalam berinteraksi dengan individu lainnya dalam
lingkungan kerja. Nilai-nilai budaya kerja meliputi aktualisasi diri, bakat,
norma-norma, prinsip-prinsip yang digunakan dalam menjalankan aktifitas kerja.
Penerapan nilai-nilai budaya kerja dilingkungan kerja penting dilakukan untuk
pengembangan jati diri seseorang, aparatur termasuk pegawai dalam memberikan
pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Menurut Robbin (2003 : 721) budaya kerja dalam organisasi mengacu ke
sistem makna bersama yang dianut oleh anggota – anggota yang membedakan
diamati dengan seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang
dihargai oleh organisasi itu.
Selanjutnya Luthans (2003 : 125) memaparkan bahwa budaya organisasi
memiliki beberapa karakteristik atau indikator :
1.Peraturan – peraturan yang harus dipenuhi
2.Norma – norma
3.Nilai – nilai yang dominan
4.Filosofi
5.Aturan – aturan
6.Iklim budaya
Karakteristik budaya organisasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Artinya unsur – unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam
suatu jenis organisasi baik yang berorientasi pada pelayanan jasa atau organisasi
yang menghasilkan produk.
Moekijat (2006:47) menjelaskan bahwa indikator budaya kerja tersebut
adalah meliputi :
1. Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang
berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja,
berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.
2. Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar
3. Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap
individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.
4. Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau
kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.
Menurut Triguno (2005) bahwa orang yang terlatih dalam kelompok
budaya kerja akan mempunyai budaya kerja dengan indikator sebagai berikut :
- Menyukai kebebasan dialog terbuka bagi gagasan gagasan dan fakta baru
dalam usahanya untuk mencari kebenaran.
- Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya
berdasarkan metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang kreatif, dan tidak
menyukai penyimpangan dan pertentangan.
- Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan
kebiasaan sosialnya.
- Mempersiapkan dirinya sesuai budaya kerja dalam mengelola tugas atau
kewajiban bidangnya.
- Memahami dan menghargai lingkungannya. Berpartisipasi dengan loyal
kepada kehidupan rumah tangga, masyarakat dan organisasinya serta
penuh rasa tanggung jawab (Said, (2008)).
Sikap budaya kerja diharapkan bermanfat bagi pribadi aparat Negara
termasuk pegawai maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi memberi
kesempatan, berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, dan dalam kelompok bisa
menerapkan dan mengembangkan budaya kerja adalah nilai-nilai moral dan
budaya kerja produktif.
2.3. Kinerja Pegawai 2.3.1. Pengertian
Kinerjamerupakantingkatpencapaianhasilataaspelaksanaantugas
tertentu.Dalamkontekspengembangansumberdaya manusiakinerjaseorang pegawai
dalam sebuahperusahaan sangatdibutuhkan untukmencapaiprestasi kerjabagi
pegawai itu sendiri dan jugauntuk keberhasilan perusahaan.
Kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang dilaksanakan dengan nilai
yang diharapkan. Hasil kerja adalah target yang harus dicapai oleh suatu
organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Hasil kerja yang ingin dicapai tidak
hanya menggambarkan titik akhir dari perencanaan kerja, tetapi juga
menunjukkan sistem pengorganisasian kerja, pengisian lowongan kerja, gaya
kepemimpinan dan pengendalian pegawai yang kesemuanya ini merupakan
faktor-faktor pendukung dari tercapainya hasil kerja yang diinginkan oleh suatu
unit kerja. Di dalam organisasi modern, penilaian kinerja memberikan mekanisme
penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan
standar-standar kinerja dan memotivasi kinerja individu di waktu berikutnya
Istilahkinerja berasaldarijobperformanceatauactualperformance (prestasi
kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang), atau juga hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang ingin dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawabyang diberikan kepadanya.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sedarmayanti (2007: 260) bahwa
kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompokorang
dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
2.3.2. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja pada suatu instansi merupakan suatu tindakan
pengukuran terhadap berbagai aktivitas yang telah dilakukan perusahaan yang
dapat digunakan sebagai umpan balik untuk dapat memberikan informasi tentang
keberhasilan pelaksaan perencanaan dan untuk mengetahui apakah diperlukan
perbaikan untuk masa akan datang. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan
perusahaan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan dan
manfaat dari kinerja dapat digunakan sebagai motivasi terhadap pegawai dalam
mencapai visi, misi, dan sasaran yang telah ditetapkan perusahaan dalam
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan
hasil yang diinginkan perusahaan.
Menurut Robbins (2003:155) mengatakan hampir semua cara pengukuran
kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1). Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran
kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan
2).Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran
kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran”tingkat kepuasan”,yaitu
seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
3). Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.
Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran
kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatukegiatan.
2.3.3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian kinerja adalah Faktor
kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) (Mangkunegara 2007:67)
1). Faktor Kompetensi
Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ)dan
kemampuan realita, artinya pegawai yang memiliki IQ yang rata-rata (IQ
110-120) dengan memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerjayang
diharapkan oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya.
2). Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (Attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap
mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha
artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami
tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dalam
mencapai situasi kerja.
Kinerja dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu personal individu dan faktor
ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim, situasional, dan konflik. Dalam
(Sjafri 2007:155)
a. Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill),
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap
individu pegawai.
b. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan teamleader dalam
memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada
pegawai.
c. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh
rekan dalam satutim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan
dan keeratan anggota tim.
d. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam
organisasi.
e. Faktor situasional, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan
internal.
f. Konflik, meliputi konflik dalam diri individu/konflik peran, konflik antar
Berdasarkan penjelasan tentang klasifikasi faktor faktor yang
mempengaruhi kinerja tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran organisasi dan budaya kerja adalah termasuk faktor faktor
ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja pegawai karena kedua faktor ini bukan
merupakan faktor intrinsik personal.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan reduplikasi dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan dalam kurun waktu berbeda meskipun dengan variabel penelitian yang
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Siti Makrufah, Manajemen Bisnis, Universitas Brawijaya Surabaya, 2011,
Pengaruh Budaya
kerja dan
Pembelajaran Organisasi Terhadap Kinerja pegawai Hotel Bumi Surabaya
Metode kuantatitif dengan regresi linier berganda
Budaya kerja dan pembelajaran organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai hotel Bumi Surabaya (p-value < 0.05).
2 Bambang Setyadin, program pascasarajana Universitas Muhammadiyah 2010 Pengaruh pembelajaran organisasional, budaya organisasi sekolah dan kepemimpinan terhadap motivasi serta perubahan organisasi dalam peningkatan kinerja SMAN di Jawa Tmur
Metode kuantatitif dengan regresi linier berganda
Pembelajaran
organisasional, budaya organisasi dan berpengaruh signifikan terhadap kinerja SMAN Jawa Timur (p-value < 0.05)
3 Wahda, 2010, Perguruan Tinggi Sulawesi Selatan Pengaruh Kepemimpinan, Budaya Pembelajaran Organisasional Terhadap Pengelolaan
Pengetahuan Dengan Variabel Moderasi Konflik
Disfungsional Dan Kepuasan Kerja Serta Implikasinya Pada Kinerja Organisasi
Metode kuantatitif dengan regresi linier berganda
Kepemimpinan, dan budaya pembelajaran organisasi berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan pengetahuan (p-value < 0.05).
2.5. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel
yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Kerangka konseptual
bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang
dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2008:89).
Pembelajaran organisasi merupakan konstruk pertama. Konstruk
kemampuan pembelajaran organisasi diukur dengan menggunakan dimensi yang
dikembangkan oleh Marquardt (1996:30) yang terdiri dari sistem berpikir, model
mental, kemampuan personal, kerjasama tim, kemampuan membagi visi bersama,
dan kemampuan dialog. Pembelajaran organisasi berpengaruh terhadap
kompetensi. Dalam pembelajaran organisasi, Kantor Pos Medan secara
berkelanjutan memberikan kesempatan pegawai untuk belajar berdasarkan
pengalaman kerja sebelumnya dengan asumsi bahwa organisasi yang memberikan
kesempatan pembelajaran kepada anggota organisasinya akan berkembang dan
akan menjadi pendorong timbul dan berkembangnya inisiatif. Pembelajaran
organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai karena kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui pembelajaran organisasi
dimaksudkan untuk mencapai atau meningkatkan kinerja yang diharapkan.
Konstruk kedua adalah budaya kerja. Budaya kerja diperlihatkan dalam
bentuk kerja dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab serta memiliki
komitmen tinggi atas hasil dan kualitas kerja. Kinerja atau produktifitas kerja
makin efektif dan efisien pelaksanaan tugas suatu organisasi makin semakin besar
potensi untuk menghasilkan produktifitas kerja yang tinggi
Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel independen yakni pembelajaran
organisasi (X1) dan budaya kerja (X2) dan 1 (satu) variabel dependen yakni
kinerja pegawai (Y) sehingga kerangka konsep penelitian dapat digambarkan
sebagai berikut ;
[image:44.595.117.513.279.357.2]`
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian 2.6. Hipotesis Penelitian
Menurut Sumarsono (2007 :30), hipotesis adalah pernyataan tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih dengan kata lain hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, berdasarkan teori yang
ada. Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat disimulkan bahwa hipotes dalam
penelitian ini adalah :
1). Ada pengaruh signifikan pembelajaran organisasi terhadap kinerja pegawai
pada Kantor Pos Medan.
2). Ada pengaruh signifikan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor
Pos Medan.
3). Ada pengaruh signifikan pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap
kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan.
Pembelajaran organisasi (X1)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini berupa deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk
menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian dengan
menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data untuk menganalisis
pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai
Kantor Pos Medan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Adapun perusahaan yang penulis teliti adalah pada PT. Pos Indonesia
Kantorpos Medan dengan lokasi perusahaan berada di Jl. Pos No. 1 Medan.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2015.
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari 2 variabel independent (pembelajaran
organisasi dan budaya kerja) serta 1 (satu) variabel terikat Y (kinerja) dengan
Tabel 3.1.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Defenisi Dimensi Indikator Alat Ukur
Pembelajaran organisasi (X1)
Yakni proses perbaikan kapasitas organisasi secara terus menerus melalui 5 aspek belajar yakni sistem berpikir, penguasaan pribadi, model mental, penjabaran visi dan belajar bersama
a. Sistem berpikir b. Model pemahaman c. Pemilikan kemampuan d. Belajar bersama e. Berbagi visi
(Senge, 1990)
a1. Berpikir praktis dan logis a2. Mengekspresikan pikiran b1. Memudahkan pemahaman b2. Menghindari pemahaman rumit c1. Mengenali diri
c2. Mengembangkan kemampuan d1. Terbuka terhadap rekan d2. Diskusi bersama e1. Mengeluarkan pendapat e2 Memberi saran
Skala Likert
Budaya kerja (X2)
Yakni nilai, norma dan aturan kebiasaan yang dijadikan sebagai pedoman kerja oleh Kantor Pos Medan
a. Peraturan b. Iklim kerja
(Luthans (2003)
a1. Mentaati aturan kerja a2. Mematuhi hukuman /sanksi b1. Menciptakan kekondusifan kerja b2. Menjaga keharmonisan hubungan
Skala Likert
Kinerja Yakni prestasi kerja yang dicapai pegawai dalam satu tugas tertentu yang ditugaskan oleh pegawai Kantor Pos Medan dalam kurun waktu tertentu
a. Kuantitas b. Kualitas c. Ketepatan waktu
(Robbins, 2003)
a1 Standar volume kerja
a2. Jumlah satuan kerja yang dicapai b1. Mencapai mutu kerja b2 Meningkatkan mutu kerja c1. Bekerja tepat waktu
c2 Menyelesaikan target kerja tepat waktu
Skala Likert
3.4. Skala Pengukuran Variabel 3.4.1. Pembelajaran Organisasi
Instrumen pengumpulan data tentang pembelajaran organisasi terdiri dari
10 pernyataan tertutup dengan 4 (empat) opsi jawaban Skala Likert yakni :
1. Sangat Setuju (SS) = 4
2. Setuju (S) = 3
3. Tidak Setuju (TS) = 2
4. Sangat Tidak Setuju (TS) = 1
Skor tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut :
P = Kategori terendah Skor tertinggi Skor − = 3 10 40− =10
Sehingga kategori pemberdayaan organisasi adalah sebagai berikut :
a). Skor 10 – 20 --- Pembelajaran organisasi kurang baik
b). Skor 21 – 30 --- Pembelajaran organisasi cukup baik
b). Skor 31 – 40 --- Pembelajaran organisasi baik
3.4.2. Budaya organisasi
Instrumen pengumpulan data tentang budaya organisasi terdiri dari 10
pernyataan tertutup dengan 4 (empat) opsi jawaban Skala Likert dengan skor
tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut :
P = Kategori terendah Skor tertinggi Skor − = 3 10 40− =10
Skor tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut:
a). Skor 10 – 20 --- Budaya organisasi kurang baik
3.4.3. Kinerja Pegawai
Instrumen pengumpulan data tentang kinerja pegawai terdiri dari 10
pernyataan tertutup dengan 4 (empat) opsi jawaban Skala Likert dengan Skor
tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut :
P =
Kategori
terendah Skor
tertinggi
Skor −
= 3
10 40−
=10
Sehingga kategori budaya organisasi adalah sebagai berikut :
a). Skor 10 – 20 --- Kinerja pegawai kurang baik
b). Skor 21 – 30 --- Kinerja pegawai cukup baik
b). Skor 31 – 40 --- Kinerja pegawai baik
3.5. Populasi dan Sampel Penelitian 3.5.1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang
(Sugiyono, 2010:47). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pegawai
Kantor Pos Medan yang berjumlah 77 orang pegawai.
3.5.2. Sampel
Arikunto Suharsimi (2010:134) menyatakan bahwa “apabila subjeknya
kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
penentuan sampel penelitian menggunakan metode total sampling yakni
mengambil seluruh populasi penelitian sehingga jumlah sampel penelitian adalah
77 orang.
3.6. Jenis dan Sumber Data
3.6.1.Data primer
Yakni data yang langsung diperoleh dari responden berupa jawaban
responden terhadap kuesioner yang didistribusikan
3.6.2. Data sekunder:
Yakni data yang mendukung data primer yang diperoleh dari dokumen
seperti sejarah singkat peru